BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di Indonesia masih banyak mengandalkan penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana seringkali menimbulkan masalah pencemaran lingkungan, gangguan keseimbangan ekologis dan residu yang ditinggalkan oleh pestisida ini dapat bersifat racun dan karsinogenik. Oleh karena itu, perhatian pada pengendalian hayati yang lebih ramah terhadap lingkungan semakin besar untuk mengurangi penggunaan pestisida sintetis. Menurut Reintjes et al. (1999), saat ini pembangunan sektor pertanian disiapkan untuk memasuki era agroindustri dan agribisnis terpadu. Oleh karena itu,
pengembangan
penerapan
teknologi
berwawasan
lingkungan
dan
pengembangan sumber daya manusia harus mendapat perhatian dan penekanan yang cukup kuat sebagai landasan pembangunan pertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Pembangunan pertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan ,antara lain harus dapat memelihara tingkat kapasitas produksi sumber daya alam yang berwawasan lingkungan dan harus dapat mengurangi dampak kegiatan pertanian yang dapat menimbulkan pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan hidup. Salah satu kegiatan nyata yang perlu dilaksanakan adalah mengamankan produksi pertanian dari gangguan organisme penyebab penyakit. Pengendalian penyakit tanaman menggunakan bahan-bahan kimia kini mulai dihindari karena berdampak negatif bagi lingkungan sehingga diperlukan
1
2
pengendalian penyakit yang ramah lingkungan. Salah satu cara pengendalian penyakit yang ramah lingkungan dan berpotensi untuk dikembangkan ialah pengendalian hayati menggunakan organisme biokontrol secara langsung maupun tidak langsung untuk meningkatkan kemampuannya dalam mengontrol spesies pengganggu (Nigam dan Mukerji, 1988). Bawang daun (Allium fistulosum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran di Indonesia. Aroma dan rasanya yang khas membuat sayuran ini sering digunakan sebagai campuran bahan masakan. Pada tahun 1991, luas areal panen bawang daun nasional mencapai 26.534 ha dengan produksi 218.988 ton, sekitar 60%, areal tanam berada di pulau Jawa. Pada tahun 1994 luas areal tanam bawang daun
meningkat
menjadi
34.081
ha
dengan
produksi
272.182
ton
(http://warintek.progressio.or.id). Berdasarkan data statistik tahun 2004 dari Departemen Pertanian, produksi bawang daun pada tahun 2003 mencapai 345.700 ton atau meningkat sebesar 9,7 % dibandingkan dengan produksi tahun sebelumnya (http://www.bappenas.go.id). Diantara kendala dalam budidaya bawang daun adalah ditemukannya penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur Fusarium sp. Banyak cara pengendalian
yang
dilakukan
namun
belum
berhasil
untuk
menekan
perkembangan patogen tersebut. Menurut Yusriadi (2004), salah satu alternatif pengendalian yang dapat dilakukan untuk menekan populasi jamur Fusarium ini adalah dengan mengembangkan pengendalian secara hayati . Menurut Hasanudin (2003), bakteri dilaporkan bisa menekan pertumbuhan patogen dalam tanah secara alamiah, beberapa genus yang banyak mendapat
3
perhatian yaitu Agrobacterium, Bacillus, dan Pseudomonas. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati memberikan harapan karena melimpah di lingkungannya. Secara alami, pada tanah terdapat mikroorganisme yang berpotensi untuk menekan perkembangan patogen tular tanah karena dapat bersifat antagonis (Cook dan Baker, 1989). Secara keseluruhan habitat hidup mikroorganisme yang banyak berperan dalam pengendalian hayati adalah di dalam tanah sekitar akar tumbuhan (rizosfer) atau di atas daun, batang, bunga dan buah. Mikroorganisme yang bisa hidup pada daerah rizosfer sangat sesuai digunakan sebagai pengendalian hayati mengingat bahwa rizosfer adalah daerah yang utama dimana akar tumbuhan terbuka terhadap serangan patogen (Weller, 1988 dalam Hasanudin, 2003). Baru-baru ini telah dibuktikan bahwa Pseudomonas sp. dapat
menstimulir timbulnya ketahanan
tanaman terhadap infeksi jamur patogen akar, bakteri dan virus (van Peer et al., 1991 dalam Hasanudin, 2003). Beberapa agen pengendali hayati yang mempunyai kemampuan dalam pengendalian patogen melalui tanah, yaitu Pseudomonas kelompok fluoresen (Kloepper,1993 dalam Djatmiko et al., 2007). Pseudomonas fluorescens dapat menghasilkan senyawa antibiotik oomisin A yang dapat mengatasi Pythium ultimum yang menyerang kapas. Mekanisme ini dapat dipelajari lebih lanjut bila dilakukan pengujian interaksi antara mikroorganisme yang berperan sebagai agen biokontrol atau antagonis dengan patogen secara in vitro (Nuranisa et al., 2000). Pseudomonas putida dikenal sebagai salah satu bakteri pemacu tumbuh tanaman (Plant Growth Promoting Rhizobakteri / PGPR). Kelompok rizobakteri
4
ini diketahui menghasilkan berbagai hormon pemacu tumbuh, siderofor, asam organik dan antibiotik (Kloepper et al.,1989 ; Tang et al., 1995 dalam Premono dan Widyastuti, 1996). Antibiotik yang dihasilkan oleh kelompok rizobakteri ini bermanfaat dalam pengendalian patogen akar (Tang, 1994 dalam Premono dan Widyastuti, 1996). Dalam upaya mengembangkan teknik pengendalian hama dan penyakit yang ramah lingkungan, para peneliti berusaha memanfaatkan berbagai jenis mikroba
sebagai
bahan
aktif
biofungisida.
Adanya
kelompok
bakteri
Pseudomonas spp. yang berpotensi sebagai agen pengendali hayati membuat penulis tertarik untuk melakukan pengujian antagonisme dari beberapa isolat bakteri Pseudomonas spp. yang diharapkan bakteri tersebut dapat juga digunakan untuk menekan atau menghambat pertumbuhan jamur Fusarium sp. sebagai penyebab penyakit layu fusarium pada bawang daun yang dilakukan secara in vitro.
B. Rumusan Masalah “ Bagaimana potensi antagonisme bakteri Pseudomonas spp. terhadap pertumbuhan jamur Fusarium sp. isolat asal bawang daun yang diujikan secara in vitro ? “ Rumusan masalah di atas diuraikan menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Isolat Pseudomonas spp. manakah yang paling berpotensi dalam menghambat pertumbuhan jamur Fusarium sp. secara in vitro ?
5
2. Berapa besar diameter pertumbuhan jamur Fusarium yang terhambat oleh bakteri Pseudomonas spp.?
C. Batasan Masalah 1. Bakteri Pseudomonas spp. yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari isolasi rizobakteri pada tanaman bawang daun di Balai Penelitian Tanaman dan Sayuran (Balitsa) Lembang serta delapan isolat murni yang sudah tersedia di Laboratorium Balitsa (keterangan isolat dapat dilihat pada Lampiran I). 2. Jamur Fusarium yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari kultur murni jamur Fusarium sp. yang diisolasi dari penyakit layu fusarium pada bawang daun. 3. Metode yang digunakan untuk menguji kemampuan isolat-isolat bakteri dalam menghambat pertumbuhan jamur secara in vitro adalah uji biakan ganda (Dual Culture).
D. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui potensi antagonis dari bakteri Pseudomonas spp. terhadap jamur Fusarium sp. secara in vitro. 2. Menentukan isolat bakteri Pseudomonas spp. yang paling berpotensi dalam menghambat pertumbuhan jamur Fusarium sp.
6
E. Manfaat Penelitian 1. Memperoleh isolat murni bakteri antagonis Pseudomonas spp. terhadap jamur Fusarium sp. serta dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan aktif biofungisida untuk pengendalian penyakit tanaman. 2. Memberi informasi tentang potensi isolat yang mempunyai sifat antagonis paling optimal dari beberapa isolat bakteri Pseudomonas spp. terhadap jamur patogen Fusarium sp. yang dapat menyebabkan penyakit layu fusarium khususnya pada bawang daun. 3. Dapat dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat digunakan sebagai agen pengendali hayati untuk penyakit layu fusarium yang tidak berbahaya bagi lingkungan dan manusia.
F. Asumsi 1. Setiap isolat antagonis mempunyai kemampuan yang berbeda dalam beradaptasi dengan lingkungan dan berkompetisi dalam memperoleh makanan dan ruang (Cook & Baker,1974). 2. Pseudomonas kelompok fluoresen merupakan mikroba fermentatif dan sekaligus antagonistik terhadap berbagai patogen (Hadiwiyono et al, 2000). 3. Agen pengendali hayati yang mempunyai kemampuan dalam pengendalian
patogen
lewat
tanah,
diantaranya
Pseudomonas
kelompok fluoresen (Kloepper,1993.dalam Djatmiko et al, 2007).
7
4. Bakteri P. fluorescens bersifat antagonis terhadap F. oxysporum dan menekan pertumbuhan jamur tersebut sampai 76,74 % secara in vitro (Cristanti & Suryanti , 2000).
G. Hipotesis Tidak
terdapat
pengaruh antagonis yang signifikan isolat bakteri
Pseudomonas spp. terhadap pertumbuhan jamur Fusarium sp. secara in vitro.