1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Teknologi sekarang ini dapat dikatakan mengalami perkembangan pesat. Teknologi informasi dan elektronik merupakan salah satunya. Demikian pula di Indonesia, hampir semua hal mengenai informasi dan elektronik tidak lepas dari pengaruh
teknologi
modern
yang
semakin
hari
semakin
berkembang.
Perkembangan ini telah mengubah pola pikir dan kehidupan masyarakat di Indonesia, hal-hal yang tadinya dilakukan melalui cara yang dapat dikatakan tradisional, saat ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi informasi dan elektronik yang sangat pesat ini dapat dikatakan mempengaruhi hampir semua bidang, termasuk dalam bidang hukum. Dampak yang ditimbulkan dari perkembangan dan kemajuan teknologi saat ini, kadang kala melahirkan perbuatan hukum baru. Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara Indonesia adalah negara hukum. Menurut Jimly Asshiddiqie, konsep negara hukum berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan dan mencapai tujuan negara Indonesia yaitu melindungi seluruh rakyat Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta
2
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.1 Negara hukum, secara teori dalam penegakan hukumnya tunduk kepada asas hukum yang berlaku. Asas hukum bukan peraturan hukum, namun tidak ada hukum yang bisa dipahami tanpa mengetahui asas-asas hukum yang ada didalamnya. Oleh karena itu untuk memahami hukum suatu bangsa dengan sebaikbaiknya tidak bisa hanya melihat pada peraturan-peraturan hukumnya saja, tapi harus menggalinya sampai kepada asas-asas hukumnya.2 Dalam era perkembangan zaman, banyak ditemukan peraturan-peraturan baru yang dibentuk sesuai dengan perkembangan yang ada. Hal ini merupakan dampak dari adanya perubahan pola hidup masyarakat yang selalu mengikuti perkembangan zaman sehingga memaksa hukum yang hidup didalamnya untuk ikut berkembang. Dengan ikut berkembangnya hukum terkadang menimbulkan kekhawatiran mengenai adanya pengesampingan terhadap asas-asas hukum yang berlaku. Profesi hukum tentunya tidak dapat terlepas dari perkembangan tersebut. Pada tanggal 8 September 1999, Indonesia telah mensahkan undang-undang telekomunikasi yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Undang-undang baru tersebut merupakan pengganti dari undangundang sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang 1
Jimly Asshiddiqie, 2009, Menuju Negara Hukum yang Demokratis, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, hlm. 205. 2 Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, cetakan kelima, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 47.
3
Telekomunikasi.3 Undang-undang telekomunikasi tersebut masih dianggap memiliki kekurangan dalam mengatur beberapa transaksi maupun komunikasi elektronik di Indonesia, sehingga dianggap perlu untuk melahirkan undang-undang baru yang mengatur lebih khusus. Munculnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang merupakan produk undangundang baru, jelas telah menjadi gambaran bahwa hukum di Indonesia
juga
tengah mengikuti perkembangan teknologi dan informasi. Profesi notaris juga tidak lepas dari pengaruh perkembangan teknologi dan informasi, hal ini dapat dilihat dengan munculnya istilah cybernotary. Menurut Surya Jaya, cybernotary adalah penggunaan atau pemanfaatan teknologi informasi misalnya komputer, jaringan komputer dan atau media elektronik lainnya misalnya telekonferensi atau video konferensi dalam pelaksanaan tugas kewenangan notaris.4 Pengertian tersebut memberikan gambaran bahwa dalam penerapan cybernotary akta yang dibuat dapat berbentuk akta elektronik. Akta elektronik digambarkan dengan notaris dalam membuat akta otentik dengan memanfaatkan media elektronik. Berkembangnya cybernotary menjadikan seorang notaris dapat menjalankan fungsi serta kewenangan jabatanya dengan berbasis teknologi, seperti membuat akta secara elektronik. Konsep akta elektronik dimaksudkan untuk mempermudah 3
Ninik Suparni, 2009, CyberSpace (Problematika dan Antisipasi Pengaturannya), Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 55. 4 Surya Jaya, Cybernotary Dalam Perspektif Hukum Pembuktian, (http://muhammadrizalrustam.wordpress.com/tag/cyber-notary/), tanggal 20 Januari 2012, Pukul 18.00.
4
serta mempercepat tugas dan kewenangan notaris dalam membuat akta otentik, mengenai semua perbuatan, perjanjian serta ketetapan yang diharuskan UndangUndang atau yang dikehendaki oleh para pihak berkepentingan agar dinyatakan dalam akta otentik. Dengan adanya istilah cybernotary, dapat dikatakan bahwa untuk akta-akta otentik yang kewenangannya dibuat oleh notaris sebagaimana dijelaskan di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, kedepannya akan mungkin berbeda, baik itu dari sisi proses pembuatan maupun terhadap bentuk aktanya. Akta elektronik merupakan salah satu hal yang ditawarkan di dalam cybernotary, meskipun pada saat ini belum akta elektronik belumlah dapat dikatakan sebagai akta otentik, namun kedepannya tidak menutup kemungkinan susatu saat akta elektronik dikatakan sebagai akta otentik. Adanya pernyataan ini dengan mengingat banyaknya dukungan yang muncul dari berbagai kalangan mengenai cybernotary. Dalam menjalankan tugas jabatannya, notaris tentu harus selalu berpegang pada asasnya, yang mana Eddy O.S. Hiariej menyebutnya dengan Tabellionis Officium Fideliter Exercebo, yang bermakna bahwa notaris harus menjalankan tugasnya secara tradisional.5 Tegasnya tujuan dari asas tersebut adalah agar notaris
5
Eddy O.S. Hiariej, Telaah Kritis Konsep Cybernotary Dalam Sudut Pandang Hukum Pembuktian, Disampaikan dalam Seminar Nasional “Membangun Hukum Kenotariatan Di Indonesia”, yang diselenggarakan Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Kamis 27 Februari 2014. Lihat pula dalam Hendry Julian Noor, 2010, Jasa Notaris Sebagai Salah Satu Upaya Dalam Menegakkan Rezim Anti-Pencucian Uang (Tesis), Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 35.
5
tetap dapat menjaga kebenaran formil yang memang menjadi tanggung jawab dari jabatan yang diembannnya. Berkembanganya istilah cybernotary dengan akta elektronik sebagai salah satu jenisnya, menimbulkan kekhawatiran mengenai eksistensi Asas tabellionis officium fideliter exercebo (asas yang mengharuskan notaris bekerja secara tradisional), yang hidup di dalam profesi serta akta notaris yang merupakan suatu hal yang menjadi dasar tindakan hukum yang dilakukan notaris dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Akta yang dibuat oleh notaris sebagai penjabat umum merupakan akta otentik, Pasal 1 angka (7) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, merumuskan bahwa akta notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang telah ditetapkan undangundang. Dapat dipastikan bahwa dengan adanya penerapan cybernotary dengan akta elektronik di dalamnya, tugas serta kewenangan notaris tidak akan sesuai dengan asas tersebut. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka Peneliti tertarik untuk melakukan Penelitian tentang “Akta Elektronik Sebagai Bagian Cybernotary Ditinjau Dari Asas Tabellionis Officium Fideliter Exercebo”.
6
B. Rumusan Permasalahan Bertolak dari latar belakang pemikiran di atas, adapun permasalahan penelitian tesis ini adalah: 1.
Bagaimanakah status hukum akta elektronik sebagai cyber notary dalam praktek kenotariatan?
2.
Bagaimanakah eksistensi asas Tabellionis Officium Fideliter Exercebo dengan berlakunya konsep Akta Elektronik?
C. Keaslian Penelitian Sepengetahuan dan sepenelusuran penulis, cukup banyak yang penelitian yang mengangkat mengenai Cybernotary. Salah satu yang cukup relevan dengan penelitian ini adalah yang dilakukan oleh Ni Luh Putu Diantina Wulandari6 tahun 2012 tentang “Kajian Tentang Pemanfaatan Teknologi Informasi Dalam Praktek Kenotariatan (Cybernotary) Dalam Prespektif Hukum Di Indonesia” . Ada tiga permasalahan yang diangkat di dalam penelitian tersebut. Pertama, Bagaimanakah pemanfaatan Teknologi Informasi dalam Praktek Kenotariatan yang berkembang dan diterapkan di Indonesia. Kedua, Apakah dimungkinkan terselenggaranya praktek Cybernotary dilihat dari Hukum yang berlaku di Indonesia. Ketiga, Apa saja upaya hukum dibidang kenotariatan yang relevan guna terwujudnya praktek jasa notaris dengan memanfaatkan Teknologi Informasi seiring dengan kebutuhan 6
Ni Luh Putu Diantina Wulandari, 2012, “Kajian Tentang Pemanfaatan Teknologi Informasi Dalam Praktek Kenotariatan (Cybernotary) Dalam Prespektif Hukum Di Indonesia”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
7
masyarakat. Hasil penelitian tersebut adalah Pertama, Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam praktek kenotariatan yang berkembang dan diterapkan diantaranya adalah E-mail, Faximili, Scaning, Google Search, Google Doc, Internet Banking, maupun melauluai Blog-blog pribadi dan sosial media online, seperti, Facebook, Tweeter, My Space,ataupun sosial media lainya yang sejenis baik secara real time maupun yang dapat diakses kemudian, dan pemanfaatannya hanya sebatas korespondensi dengan para pihak sebelum akta tersebut ditangai. Kedua, Terkait dengan penyelenggaraan praktek cybernotary di Indonesia dilihat dari hukum yang berlaku di Indonesia masih sulit untuk dilaksanakan karena antara peraturan yang satu dengan peraturan yang lain terjadi kontradiksi dan hambatan-hambatan dari undang-undang jabatan notaris itu sendiri, seperti keterikatana notaris pada kedudukan dan wilayah kerja notaris (Bab IV Pasal 1819 UUJN), otentisitas minuta akta dan penyimpanan sebagai bagian dari protokol (Pasal 16 ayat 1 huruf b UUJN), keharusan adanya minimal dua orang saksi (Pasal 40 ayat 1 UUJN), kewajiban untuk membacakan akta (Pasal 16 ayat 1 huruf L UUJN) dan pemanfaatan Teknologi Informsi dalam pelaksanaan Tugas dan jabatan notaris tidak diatur dalam Kode Etik Notaris serta tidak sesuai dengan asas tabellionis officium fideliter exercebo. Ketiga, Sebagai landasan upaya hukum yang relevan agar dikemudian hari penyelenggaraan jasa notaris dengan memanfaatkan Teknologi Informasi (Cybernotary) dapat diterapkan seiring dengan kebutuhan masyarakat, maka revisi terhadap berbagai peraturan sebagai bentuk pendekatan keamanan guna menjamin informasi didunia maya terutama
8
adalah pendekatan teknologi yang berkaitan dengan tanda tangan elektronik yakni teknik kriptografi untuk mengekripsi jaringan maupun dengan teknik algoritma pada finger print. Kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Monica lidwina7 tahun 2012 tentang “Peluang Cybernotary Dalam Pembuatan Akta Ditinjau Dari Aspek Legalitas Dan Prefesionalisme Jabatan”. Ada tiga permasalahan yang diangkat di dalam penelitian tersebut. Pertama,
Bagaimanakah konsep dan system
pengamanan akta elektronik. Kedua, Dapatkah system dokumen elektronik tersebut diimplementasikan oleh Notaris Indonesia. Ketiga, Apakah perkembangan E-Commerce yang keabsahanya telah mendapatkan pengakuan internasiaonal mampu menggantikan eksistensi notaris untuk masa depan. Adapun hasil dari penelitian tersebut adalah. Pertama, Konsep dan sistem akta elektronik tetap harus menjaga otentisistas suatu akta yang dibuat oleh notaris karena akta itu merupakan alat
bukti
yang
berkekuatan
pembuktian
sempurna.
Kedua,
Indonesia
menggunakan system civil law yang memandang bahwa akta yang dibuat oleh dan dihadapan notaris adalah akta otentik. Untuk permasalahan wilayah, kewenangan, notaris akan berhadapan dengan UUJN dan Pasal 16 KUHPerdata. Ketiga, Privasi dalam e-comemerce telah diterapkan dalam praktik negara-negara Uni Eropa, Asia, dan Amerika Serikat. Hal ini berarti bahwa cyber law telah diatur bak dalam system hukum civil law maupun dalam system hukum common law, namun masih 7
Monica Lidwina, 2012, “Peluang Cybernotary Dalam Pembuatan Akta Ditinjau Dari Aspek Legalitas Dan Prefesionalisme Jabatan”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
9
akan dibentuk konsensus antara negara-negara meliputi legalitas transaksi perjanjian. Ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Hijrah Aulia Marta8 tahun 2012 tentang ”Tinjauan Yuridis Terhadap Akta Notaris Dalam Transaksi Elektronik”. Ada dua permasalahan yang di angkat dalam penelitian tersebut, Pertama, Apakah akta notaris dapat dibuat dalam bentuk akta elektronik yang memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta otentik. Kedua, Bagaimanakah konsep penerapan akta notaris dalam bentuk akta elektronik yang diakui sebagai akta otentik di masa yang akan datang. Adapun hasil dari penelitian tersebut adalah. Pertama, bahwa saat sekarang ini, akta notaris yang berbentuk akta elektronik hanya diakui sebagai akta dibawah tangan. Namun besar kemungkinannya dimasa yang akan dating akta notaris yang berbentuk akta elektronik dapat diakui sebagai akta otentik. Kedua, kedepannya penerapan akta notaris dalam bentuk akta elektronik yang diakui sebagai akta otentik dapat dilakukan yaitu dengan diberlakukannya cyber notary. Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, terletak pada asas tabellionis officium fideliter exercebo yang dijadikan sebagai sudut pandang dalam penerapan cybernotary yang menerapkan akta elektronik sebagai bagian dari produknya.
8
Hijrah Aulia Marta, 2012, “Tinjauan Yuridis Terhadap Akta Notaris Dalam Transaksi Elektronik”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
10
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini pada dasarnya adalah mencoba untuk mengkaji penerapan akta elektronik sebagai bagian cybernotary ditinjau dari asas tabellionis officium fideliter exercebo. Bertolak dari permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui status hukum akta elektronik sebagai cyber notary dalam praktik kenotariatan. 2. Untuk mengetahui eksistensi asas Tabellionis Officium Fideliter Exercebo dengan berlakunya konsep Akta Elektronik.
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian tentang “Akta Elektronik Sebagai Bagian Cybernotary Ditinjau Dari Asas Tabellionis Officium Fideliter Exercebo” ini diharapkan dapat memiliki kegunaan bagi ilmu pengetahuan maupun pembangunan/masyarakat luas. Dengan kata lain, penelitian ini diharapkan dapat mempunyai kegunaan akademik maupun kegunaan praktis. 1. Kegunaan Akademik Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan-bahan informasi kepustakaan dan bahan ajar di bidang hukum pada umumnya, hukum kenotariatan pada khususnya yang berkaitan dengan masalah akta elektronik sebagai bagian cybernotary ditinjau dari asas tabellionis officium fideliter exercebo.
11
2. Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi notaris, para penegak hukum, peneliti, dan segala pihak yang mungkin dapat terkait dengan cybernotary. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam menjaga eksistensi dari asas tabellionis officium fideliter exercebo yang selama ini hidup di dalam profesi dan juga akta-akta yang dibuat oleh notaris dalam menjalankan tugas dan kewenanganya ditengah perkembangan zaman.