BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat setempat, bahkan pariwisata dikatakan mempunyai energi trigger yang luar biasa, yang membuat masyarakat setempat mengalami metamorphose dalam berbagai aspeknya. Sejalan dengan dinamika, gerak perkembangan pariwisata merambah dalam berbagai terminologi seperti, sustainable tourism development, village tourism, ecotourism, merupakan pendekatan pengembangan kepariwisataan yang berupaya untuk menjamin agar wisata dapat dilaksanakan di daerah tujuan wisata bukan perkotaan. Salah satu pendekatan pengembangan wisata alternatif adalah desa wisata untuk pembangunan pedesaan yang berkelanjutan dalam bidang pariwisata. Ramuan utama desa wisata diwujudkan dalam gaya hidup dan kualitas hidup masyarakatnya. Keaslian juga dipengaruhi keadaan ekonomi, fisik dan sosial daerah pedesaan tersebut, misalnya ruang, warisan budaya, kegiatan pertanian, bentangan alam, jasa, pariwisata sejarah dan budaya, serta pengalaman yang unik dan eksotis khas daerah. Dengan demikian, pemodelan desa wisata harus terus dan secara kreatif mengembangkan identitas atau ciri khas daerah. Salah satu kota pariwisata yang terdapat di Indonesia adalah Provinsi DIY.
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
adalah
kota
yang
memiliki
keanekaragaman seni dan budaya yang hingga saat ini masih tetap terjaga kelestariannya
di
tengah-tengah
masyarakat.
Keunggulan
tersebut
menjadikan Kota Yogyakarta banyak dikunjungi wisatawan. Pengembangan kepariwisataan di Kota Yogyakarta mengedepankan konsep pariwisata yang berbudaya mengingat begitu besarnya potensi budaya. Gelar kota pariwisata dapat diraih karena memang kota ini mampu menyuguhkan kepada wisatawan beraneka macam Obyek dan Daya Tarik Wisata. Mulai dari wisata panorama alam, pendidikan, seni dan budaya, spiritual, sampai wisata kuliner. Tidaklah mengherankan apabila Yogyakarta dipilih menjadi kota tujuan wisata setelah Pulau Bali. Daerah Istimewa Yogyakarta sangat terkenal dengan berbagai destinasi kekayaan cagar budaya dan warisan budaya yang apresiasif. Contohnya
seperti
Kawasan
Candi
Prambanan,
Kawasan
Keraton
Kasultanan Yogyakarta, Kawasan Kotagede, dan bangunan-bangunan peninggalan sejarah jaman dahulu dan bangunan-bangunan eks Belanda yang merupakan salah satu bukti kebesaran masa lalu yang masih eksis di destinasi
tersebut.
Keanekaragaman
ritual,
kreatifitas
seni
dan
keramahtamahan masyarakatnya, membuat DIY mampu menciptakan produk-produk budaya dan pariwisata yang menjanjikan. Secara historis, masyarakat Yogyakarta merupakan masyarakat yang memiliki budaya tinggi. Berbagai bentuk kesenian berkembang pesat. Kesenian tradisional, modern atau modifikasinya dari keduanya dapat
2
ditemukan dalam kehidupan masyarakat. Peninggalan budaya masa lalu yang berwujud fisik, non fisik (pertunjukan) maupun adat istiadat (ritual) masih terpelihara dan mengakar dengan kuat pada sebagian komunitas. Bahkan berbagai ritual tersebut dilakukan oleh sebagian masyarakat secara rutin dan merupakan potensi wisata yang layak diagendakan. Desa wisata dan kampung wisata merupakan salah satu wujud upaya pemberdayaan potensi (budaya dan alam) yang terkandung dalam lingkungan masyarakat. Kotagede adalah merupakan pusat kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya pada masa pemerintahan Sutawijaya. Hal ini terbukti melalui penyebutan Kotagede dengan istilah Pasar Gede. Pasar adalah pusat kegiatan ekonomi dan perdagangan, dan Gede (besar) menunjuk pada skala kegiatannya yang besar sebagai pusat perdagangan. Kotagede juga terkenal sebagai pusat pembuatan kerajinan perak dan kerajinan lainnya yang masih hidup sampai sekarang. Kotagede yang didirikan pada abad ke-16 adalah salah satu kota Jawa yang menganut prinsip penataan “Catur Gatra Tunggal”, yaitu empat komponen dalam satu kesatuan. Empat komponen tersebut adalah kraton/istana, masjid, alun-alun, dan pasar. Kraton sebagai pusat kota dikelilingi oleh benteng dan parit (jagang njero). Komponen-komponen kota dibangun secara bertahap diawali dengan pembangunan hunian-hunian penduduk termasuk kraton. Setelah itu, komponen-komponen pokok lain yang didirikan secara berurutan di antaranya: benteng dengan jagang (parit), Masjid Agung, taman dan makam. Dari empat komponen utama kota, saat
3
ini hanya tinggal dua komponen yang tertinggal, yaitu Masjid Agung dan pasar. Beberapa peninggalan lainnya yang masih ada adalah Makam Raja Mataram dan Sendang Seliran. Keunikan Kotagede nampak melalui kampung-kampungnya dengan bangunan-bangunan bersejarah berarsitektur tradisional dan gang-gang sempit serta jalan 'rukunan' yang terbentuk dari deretan halaman rumahrumah yang ada. Rumah-rumah di Kotagede dibangun sejak ratusan tahun yang lalu. Hal ini menunjukkan bahwa Kotagede sejak lama telah memiliki kemampuan tinggi untuk membangun rumah tradisional yang khas. Oleh karena itu sejarah dan budaya Kotagede penting untuk dilestarikan agar generasi mendatang memahami dan menghargai asal-usul dan budayanya. Potensi budaya yang kuat dan mengakar dengan banyaknya terdapat situs-situs sejarah, adat, nilai dan tradisi yang masih terjaga sampai sekarang. Sebagai langkah awal, pemerintah Kota Yogyakarta menobatkan bangunan yang berpotensi menjadi cagar budaya tersebut menjadi bangunan warisan budaya. Menurut UU No.5/1992 banyak peninggalan sejarah di Kotagede menjadikan Kotagede dinobatkan sebagai Kawasan Cagar Budaya yang memiliki ciri khas tersendiri. Selain itu juga Kotagede merupakan kawasan cagar budaya karena berdasarkan pada keberadaan data arkeologi sebagai bekas ibukota Mataram yang pertama sekitar tahun 1582 – 1640 M. Kotagede didirikan oleh Ki Ageng Pemahanan dan putranya yaitu Panembahan Senopati. Batasan fisik kawasan situs mengacu kepada batasan fisik kota lama yaitu kawasan yang
4
dibatasi dengan baluwarti atau tembok kota beserta jagang yang berada diluarnya. Lokasi situs sekarang ini berada kurang lebih 6 km ke arah tenggara dari pusat Kota Yogyakarta. Kotagede menjadi pusat pemerintahan pada masa Panembahan Senopati, sampai masa Sultan Agung. Sehingga pada jaman dulu terdapat banyak fasilitas yang berhubungan dengan peran tempat ini sebagai sebuah ibukota kerajaan. Di dalam situs ini terdapat banyak peninggalan arkeologis seperti: reruntuhan tembok benteng, reruntuhan cepuri singgasana raja, masjid Gede, makam raja dan kerabat, kampung adat. Kawasan Kotagede merupakan daerah penghasil kerajinan perak terbesar di Indonesia maka kerajinan perak menjadi daya tarik utama pariwisata. Tetapi Kampung Basen memiliki keunikan yang berpotensi untuk dikembangkan. Keunikan dan aksesibilitas yang baik dikembangkan untuk mendukung pariwisata Kotagede sebagai Living Museum yang menawarkan pengalaman pariwisata dengan menggugah lima indera wisatawan Kampung Basen berada sekitar 600 meter di sebelah timur laut pasar Kotagede yang dilewati oleh jalan Kemasan. Nama Basen sering dipergunakan untuk menyebutkan beberapa tempat yang berada disekitar Kampung Basen. Latar belakang pengembangan kampung wisata karena Kotagede memiliki potensi pariwisata besar, khususnya di wilayah Basen. Kampung Basen banyak dijumpai pengrajin beranekaragam. Ada pengrajin perak, kuningan, tembaga, imitasi, tanduk, penyu, tulang sapi, kayu, blek,
5
drumband dan kertas. Keanekaragaman ini adalah sejarah awal pemasaran Kampung Basen sebagai percontohan model Living Museum Kerajinan Kotagede. Namun saat ini keberadaan Living Museum sendiri sudah tidak ada lagi, itu terjadi karena Kotagede mengalami gempa bumi tahun 2006 yang mengakibatkan bangunan living museum runtuh dan hingga saat ini data-data hilang dan bangunannya belum diperbaikin. Selain itu juga kampung basen tidak masuk dari pantauan Pemerintah Kota Yogyakarta. Kampung Basen mulai terkenal ketika Mahasiswa dari UGM melakukan KKN di Kampung Basen sehingga kampung basen mulai di perhitungkan sebagai kampung wisata. Kampung Basen memiliki tempat khas tersendiri yang dapat mengidentifikasikan kawasan tersebut, yaitu: Pendopo Kelurahan Purbayan, Gapura Kampung Basen, Masjid Muhtadien dan Masjid Darussalam. Pendopo Kelurahan Purbayan merupakan salah satu area historis dalam Kecamatan Kotagede. Karena pendopo tersebut memiliki banyak kegunaan dimasa lalu seperti mengadakan perayaan resepsi bagi warga kampung Basen. Serta Masjid Muhtadien dan Masjid Darussalam juga dijadikan identitas
kampung
Basen
yang
mayoritas
penduduknya
kaum
Muhammadiyah. Meskipun pernah menjadi pusat kerajaan Mataram Islam, wilayah Kotagede terus mengalami degradasi budaya. Beberapa kesenian tradisional hingga makanan khas semakin menghilang. Beberapa kesenian tradisional seperti tari Dadung Awuk telah menghilang sejak era tahun 1940-an.
6
Makanan kembang waru juga sudah tidak dikenal masyarakat. Hilangnya budaya asli Kotagede karena terpengaruh modernisasi. Kawasan Kampung Wisata Basen, Kelurahan Purbayan, Kotagede, Yogyakarta diresmikan langsung oleh Walikota Yogyakarta, Herry Zudianto bersama Mahasiswa KKN PPM UGM sebagai kampung wisata yang berbasis potensi UMKM. Pengembangan kampung wisata Basen merupakan hasil program mahasiswa KKN PPM UGM Unit 61 yang melakukan pemetaan pengembangan potensi kerajinan sebagai daya tarik wisata terutama kampung wisata. Pengenalan wisata ini sejalan dengan tren yang dilakukan oleh banyak negara yang menempatkan sektor wisata sebagai basis pertumbuhan ekonomi. Karena sektor wisata banyak memberikan pengaruh besar terhadap pertumbuhan ekomoni negara sehingga banyak negara melihat potensi industri wisata untuk dikembangkan. Sektor pariwisata menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan nilai ekonomi bagi masyarkat sekitar wisata. Pengenalan kampung wisata Basen diharapkan agar warga sekitar siap mengembangkan diri sebagai masyarakat yang mampu mengoptimalkan potensi-potensi wisata daerahnya untuk menjadi daya tarik wisata. Dan banyaknya informasi di sosial media yang mengatakan pembentukan Kampung Basen sebagai Kampung Wisata Basen yang berbasis sektor kerajinan. Dan promosi-promosi Kampung Basen yang dilakukan Mahasiswa KKN PPN UGM melalui media spanduk, plang-plang
7
serta pamflet untuk mengembangkan Kampung Wisata Basen yang tergolong masih Kampung wisata baru di kawasan Kotagede. Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti melakukan penelitian mengenai pengembangan Kampung Basen di Wilayah Kotagede sebagai Kampung Wisata Baru.
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah di paparkan di atas, maka akan timbul suatu permasalahan yang menjadi perhatian dan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengembangan Kampung Basen setelah menjadi salah satu kampung wisata di Kotagede? 2. Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat pengembangan kampung Basen menjadi Kampung Wisata?
C.
Tujuan Penelitian 1. Untuk mendeskripsikan kampung Basen sebagai Kampung Wisata 2. Untuk mengungkap faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pengembangan kampung Basen menjadi Kampung Wisata
D.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat, baik dari segi teoritis maupun dari segi praktis, yaitu
8
1. Secara teoritis Penelitian ini dapat diharapkan memberikan informasi tentang potensi wisata yang ada di Kampung Basen. 2. Secara praktis a.
Bagi peneliti, dapat menambah wawasan tentang pengembangan kampung wisata di Kampung Basen, agar dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke kawasan Kampung Basen. Serta memperoleh informasi tambahan mengenai potensi-potensi wisata yang terdapat di Kampung Basen.
b.
Bagi pemerintah daerah, penelitian ini agar dapat digunakan menjadi
pertimbangan
pemerintah
daerah,
terutama
dalam
mengambil langkah dan keputusan menyangkut pengembangan potensi wisata.
E.
Keaslian Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh Rozy Ismariandi, Purwanita Setijanti dan Putu Gde Ariastita (2010) mengenai Konsep Pengembangan Kampung Nelayan Pasar Bengkulu Sebagai Kawasan Wisata. Hasil penelitian di dapatkan bahwa faktor penyebab belum berkembangnya kampung nelayan Pasar Bengkulu sebagai kawasan wisata, adalah: rendahnya keterlibatan masyarakat, belum adanya peluang dalam mengembangkan sumberdaya lokal sebagai bagian dari pengembangan atraksi wisata, belum terlaksananya koordinasi secara intensif dan komprehensif antar instansi terkait, belum
9
adanya kelembagaan yang menangani dalam kegiatan pengembangan kampung nelayan, sosialisasi dan pelatihan masih bersifat insidentil dan tidak menyeluruh, belum seimbangnya pemberdayaan dan kualitas sumberdaya manusia yang profesional, keterkaitan dalam pengembangan potensi kawasan wisata dengan potensi wilayah belum secara menyeluruh dan optimal, serta belum efektifnya upaya dalam menciptakan link dengan pasar yang lebih luas. Penelitian yang dilakukan oleh Maas Syabirin Thaher (2009) mengenai Pengembangan Infrastruktur Kampung Nelayan Malabero Di Kawasan Wisata Pantai Tapak Paderi Kota Bengkulu. Hasil penelitian di dapatkan bahwa 1) Infrastruktur permukiman di kampung nelayan Malabero hanya sebagian kecil yang sudah memenuhi kebutuhan sesuai standar dan kebutuhan masyarakat, yaitu air bersih dari PDAM, 2) faktor yang mempengaruhi pengembangan potensi kampung nelayan Malabero di kawasan wisata pantai Tapak Paderi yang cukup positif adalah terkait dengan lokasi geografis yang sangat menguntungkan dan aksesibel, sedangkan faktor negatifnya adalah minimnya ketersediaan infrastruktur pendukung, sumber daya manusia yang masih rendah serta dukungan pemerintah yang belum nyata, 3) perkembangan permukiman secara fisik diarahkan dengan cara mengembangkan permukiman secara berkelompok sesuai
dengan
kondisi
existing
melalui
pengaturan
tertentu
dan
memperhatikan penghijauan lingkungan, 4) lingkungan binaan yang mengakomodasi kegiatan ekonomi, sosial masyarakat nelayan, yang salah
10
satunya adalah tempat berjualan dan usaha lainnya untuk mendukung kegiatan wisata pantai belum tersedia
F.
Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, kerangka penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada Bab II akan dibahas mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN Menjelaskan mengenai jenis penelitian, batas-batas wilayah penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan keabsahan data. BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang gambaran umum Kawasan Kotagede, obyek wisata Kotagede, gambaran umum tentang kelurahan Purbayan, gambaran umum tentang Kampung Wisata Basen, serta kerajinan-kerajinan yang terdapat di kampung Basen. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan tentang hubungan Kampung Basen dengan kawasan Cagar Budaya Kotagede, pengembangan kampung Basen
11
sebagai kampung wisata baru, faktor-faktor yang mendukung dan menghambat kampung Basen sebagai kampung wisata. BAB VI PENUTUP Bab ini merupakan penutup yang berupa kesimpulan dan saran terhadap hasil penelitian yang dilakukan.
12