BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebuah perkembangan kota dapat di lihat dari sisi infrastrukturnya dan banyaknya bangunan tinggi pada kota tersebut. Seperti halnya di Negara lain, Jakarta memiliki infrastruktur yang baik dan mulai di penuhi oleh bangunan vertikal yang khususnya pada daerah pusat bisnis seperti di jalan Sudirman – Thamrin, dan kini sudah menyebar pertumbuhan bangunan vertikal untuk bisnis dan juga hunian ke daerah sekitarnya, seperti di jalan Rasuna said. Pada kawasan bisnis di jalan Rasuna kita akan menemukan pusat distrik yang bernama Epicentrum. Epicentrum merupakan sebuah kawasan mixed used development modern yang di dalamnya terdapat , perkantoran, apartemen, hotel, pusat belanja, dan fasilitas olahraga. Target dari kawasan ini adalah untuk kelas atas, terlihat dari penataan landscape, roil kota, penerangan, bahkan antar bangunan saling integrated tanpa menggunakan pagar. Berhubung kawasan Epicentrum ini memiliki perkantoran yang lebih di khususkan untuk perusahaan Bakrie land, sehingga kawasan ini di dominasi oleh hunian vertikal (apartemen). Pada dasarnya hunian terbagi dua jenis yaitu hunian vertikal (apartemen) dan hunian landed (hunian diatas tanah). Pembagian ini berdasarkan dari arah tipologi susunannya. Setiap orang berlomba untuk memiliki hunian yang dekat dengan tempat bekerja, padahal harga tanah yang semakin dekat dengan pusat distrik sangatlah mahal, dan hanya terjangkau pada segelintir orang untuk memiliki sebuah rumah landed. Sehingga hunian vertikal apartemen biasanya bercirikan sifat komersil dan 1
2
di buat dengan sedemikian rupa sehingga mengutamakan fungsi belaka. Sehingga banyak kekurangan yang di rasakan oleh penghuni yang tidak mereka dapatkan di hunian vertikal, seperti keterbatasan pada bukaan jendela, sehingga bangunan tertutup terhadap sinar matahari, dan penghawaan alami. Bahkan bukaan jendela di komersilkan dengan harga jual apartemen yang lebih mahal. Suasana dingin tercipta dan sangat tertutup antar para penghuni yang di rasakan oleh penghuni karena lorong yang berisikan pintu yang saling berhadapan dan tidak ada ruang komunal atau sosial. Dan terakhir yang terpenting adalah setiap developer selalu mengeneralisasikan kebutuhan ruang penghuni dan hubungan antar ruang pada setiap unitnya, padahal setiap penghuni memiliki kebutuhan dan hubungan antar ruang yang berbeda-beda. Sehingga pada saat penghuni ingin merubah ruang dalam pada unitnya akan menemukan kesulitan dalam perizinan dan proses pembongkaran, karena tidak sembarang dapat membongkar unit apartemen dan karena masalah kebisingan yang akan di timbulkan ke para tetangga. Sebuah kondisi di atas akan yang jauh berbeda jikalau kita memiliki hunian landed. Karena rumah landed memiliki tipologi yang berbeda dan dapat memasukkan kebutuhan dan pola hubungan antar ruang yang di inginkan, sehingga berbeda seperti di hunian vertikal yang dimana itu semua di hapus dan di anggap sama. Hunian landed memiliki kelebihan yang tidak di miliki oleh hunian verikal apartemen seperti memiliki bukaan jendela yang lebih banyak bahkan sesuai dengan keinginan pemilik, antar rumah tidak langsung bertemu dengan pintu, melainkan bertemu dengan sebuah
3
taman atau sebuah teras sebagai ruang komunal dan berkumpul, adanya langit atau ruang bebas diatas atap, dan hal-hal yang menyangkut ruang arsitektural lain yang sangat manusiawi. Sehingga pada dasarnya beberapa permasalahan dalam konsep hunian vertikal apartemen terdapat jawabannya pada hunian landed. Sebuah saran dan solusi yang ada pada hunian verikal apartemen saat ini adalah dengan memikirkan sebuah konsep Adaptability Tranformable Space, yang berarti memiliki pengertian menyesuaikan terhadap perubahan kebutuhan dan lingkungan dengan menciptakan sistem fundamental baru pada ruang. Sehingga menjadikan sebuah hunian vertikal apartemen yang dapat memberikan keleluasaan penghuni untuk dapat mengelola ruang dalam agar dapat berubah dan berkembang dalam batasan yang ada. Elma Durmisevic (2006) Seperti pada persamaan Speth, yang dimana sebuah barang yang dirancang untuk beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat, mereka akan bertahan lebih lama, jika tidak, mereka dibuang. Seharusnya bangunan harus dapat beradaptasi terhadap fase kehidupan dan keubtuhan yang berbeda dari pengguna mereka dan tetap dapat mempertahankan standar keamanan pada bangunan. Pada tahun 1960 Archigram yang merupakan sebuah kelompok avantgarde pada bidang arsitektur yang bereksperimen dengan teknologi modular, mobilitas melalui lingkungan, kapsul ruang. Dengan tujuan untuk memecah permasalahan yang ada pada sebuah bangunan menjadi sebuah bangunan yang independen dan mengurangi keterkaitan yang lain, sehingga jika terjadi
4
sebuah masalah, dapat di selesaikan tanpa mengganggu elemen yang lainnya. Seperti gambar di bawah ini:
Gambar 1.1 Transformasi struktur (3 tingkat pengambilan keputusan secara independen), Sumber: Transformable Building Structure (2006)
Sedangkan dengan gaya tradisional jika terjadi perubahan atau permasalahan pada unit apartemen, semua menjadi satu level yang harus di selesaikan dengan mengubah dari isu urban, konstruksi, dan dinding pengisi yang berakibat terhadap pembongkaran dan masa akhir dari sebuah bangunan.
Gambar 1.2 Struktur statis dengan tiga level tingkat pengambil keputusan, Sumber : Transformable Building Structure (2006)
Sehingga keputusan yang terbaik adalah dengan membagi setiap permasalahan
pada
tingkatan
yang
berbeda,
beda
sehingga
tidak
5
mempengaruhi antar eleman yang lainnya dengan menggunakan metode lipat dan skeleton infill. Skeleton infill adalah istilah yang digunakan di Jepang untuk menggambarkan pemisahan sistem bangunan dan keputusan menurut subsistem pendekatan membedakan kerangka (termasuk kolom dan sistem utilitas) atau hanya bangunan dasar saja (Prof. Dr. Stephen Kendall, Building Futures Institute, Ball State University ). Sehingga nanti akan dilakukan metode fill dengan pemakaian konsep arsitektur origami (lipat). Arsitektur origami adalah memahami dari teori origami untuk sebuah desain arsitektural. Arsitektur origami bisa menjadi sebuah solusi untuk desain ruang adaptif. Salah satu penerapan dari prinsip lipatan untuk di gunakan ruang yang adaptif adalah seperti partisi dinding lipat seperti di bawah ini:
Gambar 1.3 Penerapan dinding adaptif dengan menggunakan lipatan, Sumber: pintupenyekat.blogspot.com (2013)
Sebuah ruang dapat berubah volumenya jika dilakukan penggeseran dinding lipatannya sehingga dapat mempengaruhi volume dan bentuk ruang tersebut.
1.2. Lingkup Pembahasan
6
- Penelitian di arahkan proses perancangan bangunan hunian apartemen dan pengembangan desain apartemen terhadap perubahan volume ruang pada unit apartemen yang dapat di sesuaikan dengan kebutuhan penghuninya, dari segi penggunaan ruang yang tidak selalu di pakai, variasi pola hubungan ruang dan tampak yang dapat berbeda – beda sehingga memberikan pengalaman ruang yang berbeda. Pengembangan dengan perubahan volume ruang menggunakan metode lipatan dan skeleton infill. Metode yang di gunakan adalah studi uji coba simulasi yang di lanjutkan pada studi maket dengan
penelusuran
lebih
lanjut
dari
segi
material
dan
sistem
mekanismenya.
1.3. Rumusan Masalah Keterbatasan ruang pada unit apartemen yang di bangun secara konvensional cenderung menggunakan penutup dan pembagi ruang yang statis, kaku oleh dinding dan lantai, sehingga menimbulkan kesan dingin dan tertutup. Secara garis besar hunian vertikal yang kebanyakan ada melupakan unsur – unsur alami dan hak-hak manusiawi yang sudah ada pada hunian landed, dan penghuni memiliki keterbatasan pada perubahan dan pengaturan ruang dalam. Bagaimana merancang bangunan apartemen adaptif yang dapat memberikan keleluasaan kepada penghuninya untuk dapat mengembangkan ruang dalam apartemennya? merupakan permasalahan yang akan diangkat dalam makalah ini.
7
1.4. Tujuan Dengan menggunakan skeleton infill dapat memberikan keleluasaan penghuni untuk dapat mengelola ruang dalam agar dapat berubah dan berkembang volume ruangnya pada batasan skeleton infill tersebut, dalam melakukan perubahan volume ruang menggunakan metode lipat dan di samping itu memasukkan unsur alami dan hak-hak manusiawi yang terdapat pada hunian landed pada setiap unitnya agar dapat memiliki “langit” nya sendiri, memiliki ruang terbuka hijau, seperti hunian landed, dan dengan menggunakan metode lipat juga mempunyai potensi untuk berbagai ratusan denah, tampak bangunan, perubahan kesan ruang yang berbeda – beda untuk memenuhi kebutuhan penghuni yang juga berbeda-beda.
1.5. Tinjauan Pustaka Jurnal 1
: Rigid-Foldable Thick Origami
Nama Penulis: Tomohiro Tachi, 2011 Isi
: Isi penelitian ini mengusulkan membangun geometri yang menggunakan struktur panel dengan ketebalan yang dapat bergerak mengikut pola prilaku kinetik rigid origami, memakai panel yang menipis pada ujung antar panelnya dan memakai
engsel
yang
di
letakkan
pada
tepi
panel.
Menggunakan metode yang dapat mengkonversikan pola umum rigid origami ke dalam struktur panel yang memiliki ketebalan yang nantinya akan membuat pergerakan kinetik,
8
yang nantinya akan mengarah kepada desain baru dari origami untuk berbagai keperluan dalam arsitektur. Buku 1
:Transformable Building Structures
Nama Penulis:Elma Durmisevic, 2006 Isi
:Buku ini menjelaskan misi dari keberlanjutan dari global perspektif, kerangka kerja, bagaimana akhir dari bangunan. Bagaimana bangunan itu berubah berdasarkan kebutuhan, lingkar roda kehidupan, dan pengaruh dari pasar ekonomi untuk ke bentuk fleksibel. Sebuah transformasi sebagai sebuah sistem yang terdiri dari subsistem yang tergabung, seperti transformasi spasial, struktural, dan material.
Buku 2
:Micro home Ownership in a Megametropolis
Nama Penulis : Christian D. MacCarroll, 2005 Isi
:Buku
ini
mempelajari
perubahan
adaptasi
dan
mengkonfigurasi kembali rumah yang dapat mudah di angkut dan di perbaiki. Dan mengeksplorasi kemungkinan dari bentuk perubahan, demonstrasikan fleksibelitas dari konsep ini.
1.6. Unsur Kebaharuan Penelitian yang di lakukan mempunyai nilai lebih di bandingkan dengan penelitian sebelumnya adalah dengan merancang sebuah apartemen dengan mengembangkan geometri ruang dalam pada hunian vertikal apartemen yang memasukkan unsur – unsur yang ada pada hunian landed, yang berdasarkan sistem skelton infiil dan prinsip yang terdapat pada lipatan.
9