BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Perilaku pemilih adalah tindakan para pemilih dalam memberikan
suaranya pada saat pemilihan umum. Studi perilaku pemilih dimaksudkan sebagai suatu studi yang memusatkan diri pada bidang yang menggeluti kebiasaan atau kecenderungan rakyat dalam pemilihan umum, serta latar belakang mengapa mereka melakukan pilihan itu. Faktor-faktor seperti agama, suku, ikatan emosional pada seorang calon atau partai politik, ataupun isu-isu politik dan kandidat masih menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan pilihan. Berangkat dari pernyataan diatas, masyarakat Batak Toba juga memiliki kebiasaan atau kecenderungan yang sama dalam memilih seorang pemimpin. Etnis Batak Toba dalam memilih seorang pemimpin masih dipengaruhi oleh sisasisa kebiasaan lama. Ada istilah bagi orang Batak Toba yang menyatakan “ Dang tumagonan tu halak adong do di hita” (buat apa memilih orang lain kalau masih ada dari kita sendiri). Dari pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa Faktor kesamaan suku masih menjadi faktor utama bagi orang Batak Toba dalam memilih pemimpin. Dalam kehidupan bermasyarakat, dasar fundamental yang mengatur hubungan sosial orang Batak Toba ialah marga. Sistem hubungan ditentukan oleh kedudukan dalam struktur sosial dalihan na tolu (tungku berkaki tiga) yang terdiri dari tiga unsur pendukung yaitu pemberi istri (hulahula), saudara semarga
Universitas Sumatera Utara
(dongan tubu), dan penerima istri (boru). Hubungan diperlihatkan dengan memperlihatkan silsilah dan analogi marga yang didasarkan pada relasi kerabat dekat yang lain, baik dalam hubungan internal maupun eksternal. 16 Di dalam hubungan sosial, marga adalah unsur dasar yang menentukan hubungan sosial. Setelah saling memberitahukan marga, masing-masing mengingat latar belakang silsilah dan analogi internal dan eksternal. Latar belakang silsilah dan analogi itu antara lain tingkatan kedudukan dalam silsilah. Dengan cara ini orang Batak Toba dapat menentukan refrensi panggilan apakah orang itu kedudukannya sebagai adik atau abang, bapak tua atau bapak muda, saudara perempuan (ito) dan yang lainnya. 17 Untuk lebih mengenal antara yang satu dengan yang lainnya dan menambah keakraban di antara mereka maka orang Batak akan membentuk suatu perkumpulan yang anggotanya terdiri-dari marga yang sama. Jadi tidak mengherankan apabila jika kita melihat bahwa organisasi yang berkembang di masyarakat Batak Toba adalah organisasi yang terdiri dari perkumpulan marga-marga. Biasanya jika ada orang Batak Toba ingin mencalonkan diri menjadi pemimpin, maka langkah pertama yang akan dilakukannya adalah meminta dukungan dari perkumpulan marga-marganya. Namun seiring dengan kemajuan zaman kearah informasi yang bisa mengakibatkan terjadinya perubahan sosial budaya akibat perkembangan dari masyarakat dan masuknya budaya dari luar, perilaku pemilih juga bisa jadi semakin sulit ditebak dan dibaca. Faktor-faktor kebiasaan lama seperti yang
16
Bungaran Antonius Simanjuntak, Konflik Status Dan Kekuasaan Orang Batak Toba. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009 hal. 111 17 Ibid, hal 111
Universitas Sumatera Utara
terjadi di masyarakat Batak Toba bisa jadi tidak lagi menjadi faktor yang berperan dalam menentukan pilihan. Sulitnya menebak atau membaca perilaku pemilih masyarakat saat ini dapat kita lihat dari hasil pemilihan umum legislatif 2009 lalu. Jika pada pemilupemilu sebelumnya, partai-partai politik seperti PDIP dan Partai Golkar selalu mendominasi maka pada pemilu legislatif 2009 lalu Partai Demokrat muncul sebagai pemenang di sebagian besar daerah di Indonesia, baik itu di tingkat pusat, daerah tingkat I dan II. Padahal Partai Demokrat masih tergolong partai baru (berdiri tahun 2001). Artinya pemilihan umum legislatif 2009 adalah keikutsertaan Partai Demokrat yang kedua dalam pemilihan umum. Hal ini tentu dapat menggambarkan bahwa perilaku pemilih masyarakat kita semakin sulit untuk dibaca dan ditebak. Untuk itulah kemudian penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang perilaku pemilih. Pasti ada banyak faktor yang berperan dalam membentuk atau mempengaruhi perilaku pemilih masyarakat. Untuk itu, dalam penelitian ini, penulis memfokuskan penelitian tentang “Peranan Organisasi Masyarakat Batak Toba Dalam Pembentukan Perilaku Pemilih Pada Pemilihan Umum Legislatif 2009”. Dalam arti, penulis ingin melihat seberapa jauh organisasi ini masih berperan dalam mempengaruhi perilaku pemilih anggotanya dan bagaimana pola perilaku pemilih organisasi tersebut. Melihat begitu banyaknya jumlah organisasi masyarakat yang berkembang di Suku Batak Toba maka penulis memilih salah satu dari organisasi yang ada di suku Batak Toba. Adapun organisasi masyarakat Batak Toba yang dijadikan objek
Universitas Sumatera Utara
penelitian adalah Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boruna (PSSSI&B) kota Pematangsiantar. Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina Dohot Boru (PSSSI & B) kota Pematangsiantar dipilih karena Organisasi ini merupakan salah satu organisasi masyarakat Batak Toba terbesar di kota Pematangsiantar dengan jumlah anggota mencapai 2386 kepala keluarga. 18 Tentu jumlah ini merupakan sasaran yang begitu potensial bagi partai politik atau seorang calon legislatif untuk mendulang suara. Jadi, tak mengherankan jika seorang calon legislatif atau Partai Politik berlomba-lomba untuk meminta dukungan dari organisasi ini. Bahkan bukan dari marga simanjuntak saja, calon legislatif dari suku lain pun ada yang meminta dukungan terhadap organisasi ini. Pemilihan umum legislatif 2009 dipilih penulis sebagai objek penelitian karena pada Pemilihan Umum legislatif 2009 lalu banyak terdapat anggota punguan/organisasi yang mencalonkan menjadi anggota legislatif 2009. Tentu hal ini akan memudahkan peneliti untuk melihat bagaimana perilaku pemilih anggota organisasi ini apakah masih mempertahankan tradisi lama dalam menentukan pilihannya ( dalam arti akan tetap memilih anggota organisasi yang mencalonkan diri menjadi calon legislatif atau yang satu marga dengannya ) atau ada faktor lain yang mempengaruhi mereka dalam menentukan pilihannya. Apalagi Sistem pemilihan umum anggota legislatif tahun 2009 di Indonesia menggunakan sistem proporsional terbuka, artinya masyarakat langsung memilih calon anggota legislatif yang dicalonkan partai
18
Hasil wawancara dengan Marisius Simanjuntak selaku Sekretaris Umum Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina (PSSSI) kota Pematangsiantar pada tanggal 2 Juni 2010 di Kota Pematangsiantar
Universitas Sumatera Utara
Berbeda dengan pemilihan umum sebelumnya, dalam pemilihan umum legislatif kali ini sudah dimodifikasi ulang, dimana penentuan calon legislatif terpilih didasarkan pada suara terbanyak bukan berdasarkan nomor urut seperti pada pemilihan umum legislatif sebelumnya. Hal ini tercantum dalam UU No.10 tahun 2008 tentang pemilihan umum legislatif. Selain itu, Parliamentary Threshold juga diberlakukan sebagai ketentuan batas minimal yang harus dipenuhi Partai Politik untuk bisa menempatkan calon legislatifnya di parlemen. Partai Politik yang tidak memperoleh suara minimal 2,5% tak berhak mempunyai perwakilan di DPR. Sehingga suara yang telah diperoleh oleh partai politik tersebut dianggap hangus karena suara-suara yang mereka peroleh tersebut akan di masukkan kepada partai-partai yang masuk dalam ambang batas minimum Parliamentary threshold. Dengan adanya ketentuan ini, tentu Partai politik akan berlomba-lomba untuk menjaring suara sebanyak-banyaknya agar dapat memenuhi ambang batas minimum Parliamentary threshold. Tentu ini akan membuka kompetisi menjadi lebih terbuka dan lebih ketat bukan hanya antara partai politik tetapi juga antara calon legislatif dari partai politik yang sama karena penentuan dilakukan berdasarkan suara terbanyak. Dalam alam demokrasi, persaingan dalam dunia politik merupakan suatu hal yang tak bisa dihindari. Untuk mencapai jenjang tertentu dalam dunia politik, seseorang atau sebuah kelompok harus bersaing dengan pihak lain. Bahkan kadang-kadang persaingan ini harus pula disertai kekerasan dan kecurangan. Konsep persaingan ini juga perlu disadari oleh pihakpihak yang terlibat dalam dunia politik. Konsep persaingan dalam dunia politik itu
Universitas Sumatera Utara
sendiri bermata dua. 19 Di satu sisi, persaingan akan meningkatkan kinerja politik masing-masing pihak yang berada di dalamnya. Namun, di sisi lain, persaingan yang sangat tinggi bisa juga merugikan. Hal ini terjadi ketika masing-masing peserta politik berusaha menghalalkan semua cara (at all costs) guna memenangkan persaingan. Menjelang pemilihan umum, Partai Politik ataupun calon legislatif pasti sudah mengatur strategi kampanyenya guna mendapatkan dukungan dari masyarakat. Ada banyak cara yang dilakukan oleh partai politik maupun calon anggota legislatif untuk menarik simpati masyarakat agar menjatuhkan pilihannya pada partai politik atau calon anggota legislatif yang bersangkutan. Seorang calon anggota legislatif ataupun partai politik itu sendiri pasti sudah memiliki sasaran pemilih yang menjadi target utamanya untuk mendulang suara. Ada partai politik ataupun calon anggota legislatif yang menargetkan pemilih pemula sebagai sasaran utama untuk mendulang suara, ada juga yang memilih kelompok agama, suku, kelompok masyarakat, ataupun teman yang seprofesi sebagai bidikan utama. Membaca perilaku pemilih menjadi faktor penting yang perlu diamati terutama oleh seorang calon legislatif dan partai politik untuk menjaring suara sebanyak-banyaknya. Dengan memahami terlebih dahulu perilaku pemilih yang dalam hal ini adalah masyarakat, maka akan memudahkan seorang calon legislatif atau partai politik untuk menjalankan strateginya untuk menarik simpati rakyat agar menjatuhkan pilihan kepada calon legislatif atau partai politik yang bersangkutan.
19
Firmanzah, Mengelola Partai Politik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007, hal 123
Universitas Sumatera Utara
Lokasi penelitian akan dilaksanakan di kota Pematangsiantar. Penulis memilih daerah ini, karena organisasi masyarakat Batak Toba cukup berkembang dengan baik di daerah ini seperti halnya Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina yang masih tetap eksis meski sudah berusia 64 tahun.
1.2. Rumusan Masalah Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penilitian itu dipandang menarik, penting dan perlu untuk diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang menyatakan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah. 20 Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah di atas, yang menjadi rumusan masalah adalah sejauh mana Organisasi Masyarakat Batak Toba dapat mempengaruhi perilaku pemilih anggotanya dalam Pemilu legislatif pada tahun 2009.
1.3. Tujuan Penelitian Yang menjadi tujuan penulis dalam meneliti permasalahan ini adalah untuk menganalisa atau mengamati pola perilaku pemilih anggota organisasi masyarakat Batak Toba yang dalam hal ini adalah Punguan Simanjuntak Sitolu
20
Husani Usman dan Purnomo. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: Bumi Aksara, 2004, hal. 26
Universitas Sumatera Utara
Sada Ina (PSSSI) kota Pematang siantar dalam Pemilu legislatif 2009 serta menganalisa apakah organisasi PSSSI ini cukup berperan dalam membentuk perilaku pemilih anggotanya.
1.4. Manfaat Penelitian Sebagai sebuah karya ilmiah tentu penelitian itu memiliki banyak manfaat. Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah : •
Bagi penulis yaitu semakin memperkaya referensi yang ada dan menambah wawasan atau pengetahuan, pemahaman penulis tentang perilaku pemilih dan semakin melatih penulis dalam mengembangkan pemikirannya.Selain itu,juga melatih penulis dalam membuat atau menulis karya ilmiah
•
Bagi organisasi masyarakat yang terkait dalam penelitian ini, yaitu PSSSI dapat menambah referensi dan dapat memahami serta melihat seberapa jauh pengaruh organisasi ini dalam membentuk perilaku pemilih anggotanya.
•
Juga diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan yang ada,terutama bagi mahasiswa politik dan juga bagi siapa saja yang membaca penelitian yang mungkin tertarik dengan dunia politik.
Universitas Sumatera Utara
1.5. Kerangka Teori Sebelum melakukan penelitian lebih mendalam, seorang penulis perlu menyusun kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari segi mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih. 21 Menurut FN Karliger, teori adalah sebuah konsep atau konstruksi yang berhubungan satu dengan yang lain,suatu set dari proporsi yang mengandung suatu pandangan yang sistematis dari fenomena. 22
1.5.1. Organisasi Organisasi menurut Stephen Robbins adalah:
23
“Unit sosial yang sengaja didirikan untuk jangka waktu yang relatif lama, beranggotakan dua orang atau lebih yang bekerja bersama-sama dan terkoordinasi, mempunyai pola kerja tertentu yang terstruktur, dan didirikan untuk mencapai tujuan bersama atau satu set tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.”
Sejalan dengan definisi yang diutarakan oleh Robbins, David Cherrington juga memberikan definisi organisasi yang hampir sama yaitu: 24 “Organisasi adalah sistem sosial yang mempunyai pola kerja teratur yang didirikan oleh manusia dan beranggotakan sekelompok manusia dalam rangka untuk mencapai satu set tujuan tertentu” Yang dimaksud dengan tujuan bersama adalah adanya anggapan bahwa tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing anggota organisasi tidak berbeda
21
Hadiri Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1955, hal.40 22 Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam teori dan Praktek, Jakarta:Reineka Cipta, 1997, hal 20. 23 Achmad Sobirin, Budaya Organisasi,Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, 2007, hal 5
Universitas Sumatera Utara
dengan tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi itu sendiri. Anggapan ini didasarkan pada asumsi bahwa tujuan didirikan organisasi adalah agar para anggotanya bisa mencapai tujuan yang dikehendaki. Oleh karenanya selama mereka masih mau bergabung dengan organisasi berarti mereka juga mau saling membantu dalam mencapai tujuan masing-masing. Keinginan saling membantu dalam mencapai tujuan itulah yang disebut tujuan bersama
1.5.1.1. Karakteristik Organisasi Organisasi pada dasarnya mempunyai lima karakteristik utama yaitu 1.Unit/entitas sosial Organisasi adalah rekayasa sosial hasil karya cipta manusia yang bersifat tidak kasat mata dan abstrak sehingga organisasi sering disebut sebagai artificial being. Karena sifatnya tersebut, organisasi dengan demikian lebih merupakan realitas sosial ketimbang realitas fisik. Meski bukan sebagai realitas fisik, bukan berarti bahwa organisasi tidak membutuhkan fasilitas fisik. Fasilitas fisik seperti gedung, peralatan kantor maupun mesin-mesin masih tetap dibutuhkan (meski tidak harus dimiliki) karena dengan fasilitas fisik inilah sebuah organisasi bisa melakukan kegiatannya. Disamping itu dari fasilitas fisik ini pula orang luar mudah mengenali adanya entitas sosial. Sebagai entitas sosial, organisasi umumnya didirikan untuk jangka waktu yang relative lama bisa berumur puluhan tahun atau ratusan tahun bahkan bisa mencapai waktu yang tidak terbatas. Keberadaan sebuah organisasi tidak terkait
24
Ibid, hal 5
Universitas Sumatera Utara
dengan masih ada atau tidaknya pendiri organisasi tersebut. Meskipun kadangkadang berumur puluhan atau ratusan tahun dan tidak terbatas, organisasi kadangkadang sengaja didirikan untuk jangka waktu tertentu dan dengan sendirinya bubar atau dibubarkan setelah kegiatan yang berkaitan dengan pendirian organisasi tersebut berakhir. 2. Beranggotakan minimal dua orang Bisa Sebagai hasil karya cipta manusia, organisasi bisa didirikan oleh seseorang yang mempunyai kemampuan, pengetahuan dan sarana lainnya. Kadang-kadang juga didirikan oleh dua orang atau lebih yang sepakat dan mempunyai ide yang sama untuk mendirikan organisasi. Unsur utama organisasi adalah manusia. Sebab tanpa keterlibatan unsure manusia sebuah entitas sosial tidak bisa dikatakan sebagai organisasi. Namun, untuk dikatakan sebagai organisasi, seseorang tidak bisa bekerja sendirian misalnya hanya dibantu mesinmesin tetapi harus melibatkan orang lain yang bisa saling bekerja sama, melakukan pembagian kerja dan agar dapat spesialisasi dalam pekerjaan. 3. Berpola kerja yang terstruktur Berkumpulnya dua orang atau lebih belum dikatakan sebagai organisasi manakala mereka tidak terkoordinasi dan tidak mempunyai pola kerja yang terstruktur. Tanpa koordinasi dan pola kerja yang terstruktur, kumpulan dua orang atau lebih hanyalah sekedar kumpulan bukan organisasi 4. Mempunyai tujuan Organisasi didirikan bukan untuk siapa-siapa dan bukan tanpa tujuan. Manusia adalah pihak yang paling berkepentingan terhadap didirikannya sebuah
Universitas Sumatera Utara
organisasi. Organisasi didirikan karena manusia sebagai mahluk sosial, sukar untuk mencapai tujuan individualnya jika segala sesuatunya harus dikerjakan sendiri. Artinya, tujuan didirikannya sebuah organisasi adalah agar sekelompok manusia yang bekerja dalam satu ikatan kerja lebih mudah mencapai tujuannya ketimbang mereka harus bekerja sendiri-sendiri. Dalam hal ini harus dipahami bahwa meski ada kerjasama di antara kelompok orang dalam satu ikatan kerja tetapi tidak bisa diinterpretasikan bahwa tujuan mereka sama. Ada kemungkinan tujuan masing-masing individu tersebut berbeda, tetapi kesediaan mereka berada dan bergabung dalam sebuah organisasi menunjukkan atau dianggap, bahwa mereka mempunyai kesepakatan untuk saling membantu dalam mencapai satu set tujuan masing-masing individu (tujuan anggota organisasi) maupun tujuan organisasi itu sendiri (tujuan para pendiri organisasi) 5. Mempunyai identitas diri Jika sekelompok manusia diorganisir untuk melakukan kegiatan maka jadilah sekelompok manusia yang berbeda dengan entitas sosial lainnya. Perbedaan entitas sosial dengan entitas lainnya sulit untuk ditengarai karena beberapa alasan. Pertama, sifat organisasi yang tidak kasat mata dan abstrak menyulitkan orang untuk melihat atau menyentuh organisasi. Kedua, organisasi sebagai subsistem dari sistem sosial yang lebih besar memungkinkan para anggotanya saling berinteraksi dengan anggota masyarakat di luar organisasi. Ketiga, sering terjadi bahwa seseorang menjadi anggota lebih dari suatu organisasi
Universitas Sumatera Utara
sehingga batasan organisasi seolah-olah menjadi kabur kalau batasan tersebut hanya dilihat dari keanggotaan seseorang. 25
1.5.1.2. Arti Penting Organisasi Bagi Manusia Arti penting organisasi bagi manusia didasari bahwa manusia pada dasarnya tidak bisa memenuhi semua keinginannya secara mandiri. Ia membutuhkan orang lain untuk membantu memenuhi keinginan tersebut. Kondisi inilah yang menjadi pendorong berdiri dan tumbuhnya organisasi di sekitar kita. Akibatnya, manusia tidak saja menjadi mahluk sosial tapi juga menjadi masyarakat organisasi-masyarakat yang tidak bisa hidup tanpa organisasi. Cahrles Perrow sebagaimana dikutip oleh Richard Daft, mengatakan bahwa organisasi yang berdiri dan tumbuh disekitar kita mempunyai dampak langsung terhadap kehidupan politik, kelas sosial dan kehidupan keluarga. Peranan organisasi bagi kehidupan manusia dapat dijelaskan dari pernyataan-pernyataan berikut ini: 1. Alasan mengapa organisasi eksis 2. Kegiatan apa yang dilakukan organisasi 3. Pihak-pihak mana yang berkepentingan terhadap organisasi 26
1.5.1.3. Alasan Berdirinya Organisasi 1. Meningkatkan spesialisasi dan melakukan pembagian kerja 2. Menggunakan teknologi tinggi
25
Ibid, hal 7
Universitas Sumatera Utara
3. Mengelola lingkungan eksternal lebih baik 4. Meminimalkan biaya transaksi 5. Menggunakan kekuasaan dan pengendalian dalam meningkatkan kinerja 27
1.5.2. Perilaku Pemilih Menurut Ramlan Surbakti perilaku pemilih adalah : “aktivitas pemberian suara oleh individu yang berkaitan erat dengan kegiatan pengambilan keputusan untuk memilih atau tidak memilih (to vote or not to vote) di dalam suatu pemilihan umum (pilkada secara langsung). Bila voters memutuskan untuk memilih (to vote) maka voters akan memilih atau mendukung kandidat tertentu”. 28 Bentuk-bentuk perilaku pemilih dalam hal ini dapat berupa keikutsertaan masyarakat dalam kampanye, keikutsertaan masyarakat dalam partai politik dan juga puncaknya keikutsertaan masyarakat dalam pemungutan suara (vote). Penjelasan mengenai perilaku pemilih ( voting behavior ) didasarkan pada tiga model atau pendekatan yaitu :
1.5.2.1. Pendekatan Sosiologis Pendekatan
sosiologis
sebenarnya
berasal
dari
Eropa
kemudian
dikembangkan di Amerika Serikat oleh ilmuwan sosial yang memiliki latar belakang pendidikan Eropa. Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku pemilih. Pengelompokan sosial seperti usia (tua-muda), jenis kelamin (laki-perempuan), agama, kelas sosial, organisasi
26
Ibid, hal 14
Universitas Sumatera Utara
agama, atau organisasi kemasyarakatan dan semacamnya dianggap memiliki peranan di dalam menentukan pilihan-pilihan politiknya. 29 Untuk itu, pemahaman terhadap pengelompokan sosial baik secara formal, seperti kelompok keagamaan, organisasi masyarakat, organisasi profesi maupun pengelompokan informal seperti keluarga, pertemanan, ataupun kelompok kecil lainnya akan sangat berguna bagi penjelasan perilaku pemilih seseorang. Pengelompokan ini memiliki peranan besar dalam membentuk sikap,persepsi,dan orientasi seseorang, yang nantinya sebagai dasar atau preferensi dalam menentukan pilihan politiknya.
1.5.2.2. Pendekatan Psikologis Pendekatan psikologis merupakan fenomena Amerika Serikat karena dikembangkan sepenuhnya di Amerika Serikat melalui melalui Survey Research Center di Universitas Michigan. Munculnya pendekatan ini merupakan reaksi atas ketidakpuasan beberapa ilmuwan politik terhadap pendekatan sosiologis. Beberapa ilmuwan yang menganut pendekatan psikologis ini menganggap pendekatan sosiologis secara metodologis sulit dilaksanakan, terutama dalam aspek pengukurannya. Misalnya, bagaimana mengukur secara tepat sejumlah indikator kelas sosial, kelompok primer atau sekunder, kelompok agama, organisasi masyarakat dan sebagainya. Apakah variabel tersebut benar-benar memberikan sumbangan pada perilaku pemilih.
27
Ibid, haL 14 Ramlan Surbakti, Partai,Pemilih dan Demokrasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997, hal 170 29 Tim Peneliti FISIP UMM, Perilaku Partai Politik. Malang: UMM Press, 2006, hal 23 28
Universitas Sumatera Utara
Menurut pendekatan ini, perilaku pemilih ditentukan oleh kekuatan psikologis yang berkembang dalam diri pemilih (voters) sebagai produk dari proses sosialisasi. Mereka menjelaskan bahwa sikap seseorang sebagai refleksi dari kepribadian seseorang merupakan variabel yang menentukan dalam mempengaruhi perilaku politiknya. Menurut Greenstein terdapat tiga alasan mengapa sikap sebagai variabel sentral untuk menjelaskan perilaku pemilih. Pertama, sikap merupakan fungsi kepentingan. Artinya, penilaian terhadap suatu obyek diberikan berdasarkan motivasi, minat, dan kepentingan orang tersebut. Kedua, sikap merupakan fungsi penyesuaian diri. Seseorang bersikap tertentu sesuai dengan kepentingan orang itu untuk sama atau tidak sama dengan tokoh yang diseganinya atau kelompok panutannya. Ketiga, sikap merupakan eksternalisasi dan pertahanan diri. Artinya, sikap seseorang itu merupakan upaya untuk mengatasi konflik batin atau tekanan psikis yang mungkin berwujud mekanisme pertahanan (defence mechanism) dan eksternalisasi diri sperti proyeksi, rasionalisasi, dan identifikasi. 30
1.5.2.3. Pendekatan Rasional Pendekatan rasional sebenarnya diadopsi dari ilmu ekonomi. Mereka melihat adanya analogi antara pasar (ekonomi) dan perilaku pemilih (politik). Apabila secara ekonomi masyarakat dapat bertindak secara rasional yaitu mereka menekan ongkos sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan yang sebesarbesarnya, maka dalam perilaku politik pun masyarakat akan dapat bertindak
30
Ibid.,hal 26
Universitas Sumatera Utara
secara rasional, yakni memberikan suara ke pasar yang dianggap mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan menekan kerugian. Dalam konteks pilihan rasional, ketika pemilih merasa tidak mendapatkan faedah dengan memilih partai atau calon presiden yang tengah berkompetisi,ia tidak akan melakukan pilihan pada pemilu. Hal ini didasarkan pada kalkulasi ekonomi, di mana perhitungan biaya yang dikeluarkan lebih besar dengan apa yang didapatnya kelak. Maka jalan terbaik bagi pemilih adalah melakukan kegiatan atau aktivitas kesehariannya. Pendekatan ini juga mengandaikan bahwa calon presiden, calon legislatif atau partai yang bertanding akan berupaya dan berusaha untuk mengemukakan berbagai program untuk menarik simpati dan keinginan pemilih memilih. Namun apabila patai ataupun calon presiden gagal mempromosikan programnya pada pemilih, maka pilihan untuk tidak memilih adalah rasional bagi pemilih. Oleh karena itu, pada pemilu 2008 sistem pemilihan diubah, dan mempersilakan rakyat untuk ikut andil memilih pasangan presiden yang mereka anggap dapat memberikan harapan. Layaknya seorang pembeli di pasar, pemilih melakukan pilihan dengan cermat bukan hanya dalam pemilihan presiden tetapi juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) baik tingkat I dan II, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). 31
Jenis-jenis pemilih itu sendiri dapat dibedakan antara lain adalah:
31
Muhammad Asfar, Pemilu dan Perilaku pemilih 1955-2004. Jakarta : Pustaka Eureka, 2006, hal1.37
Universitas Sumatera Utara
•
Pemilih rasional yaitu pemilih dalam hal ini mengutamakan kemampuan partai politik atau calon peserta pemilu dengan program kerjanya, mereka melihat program kerja tersebut melalui kinerja partai atau kontestan dimasa lampau, dan tawaran program yang diberikan sang calon atau partai politik dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang terjadi. Pemilih jenis ini tidak begitu mementingkan ikatan ideologi kepada suatu partai politik atau seorang kontestan.
•
Pemilu kritis dalam hal ini proses untuk menjadi pemilih ini bisa terjadi melalui 2 hal yaitu pertama, jenis pemilih yang menjadikan nilai ideologis sebagai pijakan untuk menentukan kepada partai atau kontestan pemilu mana mereka akan berpihak dan selanjutnya mereka akan mengkritisi kebijakan yang akan atau telah dilakukan dan yang kedua, bisa juga terjadi sebaliknya dimana pemilih tertarik dahulu dengan program kerja yang ditawarkan sebuah partai atau kontestan pemilu baru kemudian mencoba memahami nilai-nilai dan faham yang melatarbelakangi pembuatan sebuah kebijakan. Pemilu jenis ini adalah yang kritis, artinya mereka akan selalu menganalisis kaitan antara ideology partai dengan kebijakan yang dibuat.
•
Pemilih Tradisional yaitu pemilih yang memiliki orientasi ideology yang sangat tinggi dan tidak terlalu melihat kebijakan partai politik atau seorang kontestan sebagai sesuatu yang penting dalam pengambilan keputusan. Pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosial-budaya, nilai, asal-usul, paham, dan agama sebagai ukuran untuk memilih sebuah partai
Universitas Sumatera Utara
politik atau kontestan pemilu. Pemilih jenis ini sangat mudah dimobilisasi selama masa kampanye, pemilih jenis ini memiliki loyalitas yang tinggi. •
Pemilih skeptis adalah pemilih yang tidak memiliki orientasi ideologi yang cukup tinggi dengan sebuah partai politik atau kontestan pemilu, pemilih ini juga tidak menjadikan sebuah kebijakan menjadi suatu hal yang penting. Kalaupun mereka berpartisipasi dalam pemilu, biasanya mereka melakukannya secara acak atau random. Mereka berkeyakinan bahwa siapapun yang menjadi pemenang dalam pemilu, hasilnya sama saja, tidak ada perubahan yang berarti yang dapat terjadi bagi kondisi daerah atau negara ini.
Perilaku politik, sebagaimana perilaku manusia pada umumnya, dapat dijelaskan melalui beberapa pendekatan. Jika kita melihat melalui pendekatan budaya politik dan pendekatan sosiologis, menyatakan bahwa pilihan politik seseorang sedikit banyak ditentukan oleh sejauh mana orientasi politik individu terhadap sistem politik secara keseluruhan termasuk di dalamnya partai politik, aktor,atau elit politik. Asumsi pendekatan budaya politik dan pendekatan sosiologis menyatakan bahwa orientasi seseorang terbentuk melalui keanggotaan pada berbagai tipe kelompok sosial. Luas sempitnya orientasi dan pemahaman seseorang ditentukan oleh ruang lingkup dari kelompok sosial dan/atau keagamaan yang dimasukinya. Dengan kata lain, seseorag yang hanya terlibat ke dalam keanggotaan kelompok primer, misalnya adat atau desa, akan memiliki orientasi yang lebih sempit ketimbang mereka yang terlibat ke dalam organisasi
Universitas Sumatera Utara
yang lebih luas, misalnya partai politik. Pendekatan psikologis lebih melihat faktor kekuatan dari dalam diri individu sebagai faktor yang menentukan pilihanpilihan politiknya. Kekuatan psikis tersebut terefleksikan ke dalam sikap-sikap dan kepribadian yang dibentuk melalui proses sosialisasi. Terlepas dari beberapa pendekatan tersebut, Bambang Cipto (1999) dalam Indra Ismawan (1999:23) menjelaskan bahwa proses pengambilan keputusan pemilih dapat diperkirakan menurut tolak ukur tradisional yang meliputi tiga aspek penting, yakni : 32 Faktor pertama, party identification (Identifikasi partai). Identifikasi partai merupakan perasaan terikat pada kelompok di mana ia menjadi anggota ataupun kelompok yang ia pilih. Identifikasi partai akan berkaitan dengan kesetiaan (loyalitas) dan ketidaksetiaan (volatilitas) dari massa suatu partai. Semakin tinggi identifikasi partai akan semakin menjamin loyalitas massa partai, sebaliknya semakin rendah identifikasi partai akan semakin rendah pula loyalitas massanya. Di Indonesia, identifikasi partai agaknya sulit dijelaskan karena tidak ada satu partai politik pun yang memiliki massa pendukung yang jelas. Kalaupun ada hanya nampak latar belakang kelompok agamanya saja, Hal itu bukan termasuk cirri atau identifikasi partai tersebut. Yang ada justru massa mengambang(floating mass). Loyalitas massa pendukung partai akan berpengaruh terhadap kemenangan partai dalam pemilu. Oleh karena itu, setiap partai akan mengupayakan tetap terjaminnya loyalitas partai sekali pun dengan menggunakan politik uang (money politic).
32
Tim Peneliti FISIP UMM,Op.Cit., hal 28
Universitas Sumatera Utara
Faktor penentu kedua adalah isu-isu di seputar kandidat dari suatu partai maupun isu-isu di seputar partai tersebut(Issues of candidate and party). Faktor ini nyata sekali berkaitan dengan merosotnya perolehan suara PDIP pada pemilu 2004. Jika dibandingkan dengan pemilu 1999, suara PDIP pada pemilu 2004 mengalami penurunan sekitar 15%. Menurut Riswanda Imawan dalam opininya di Harian Kompas (20/4/2004) disebabkan oleh disamping adanya protest voters terhadap PDIP dalam pemilu, juga adanya fenomena split voting (suara terbelah). Oleh beberapa pengamat, terbelahnya suara PDIP ini disinyalir sebagai akibat dari beberapa tokoh puncak PDIP yang beramai-ramai mendirikan Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK) dan Partai Tanah Air Indonesia (PITA). Faktor ketiga yang ikut dalam menentukan pengambilan keputusan pemilih dalam menjatuhkan pilihannya adalah kepribadian, gaya hidup, dan performa dari partai maupun kandidat partai.
1.5.3. Pemilihan Umum (Pemilu) Pemilu merupakan hal yang penting dalam pelaksanaan demokrasi dan penentuan masa depan bangsa Indonesia. Pemilu didefinisikan sebagai suatu proses di mana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Mulai dari presiden, wakil rakyat dari berbagai tingkat pemeintahan, sampai kepala desa. Pada pelaksanaan pemilu sesungguhnya merupakan tradisi politik dan manifestasi dianutnya paham demokrasi dalam sistem pemerintahan negara kita. Pemilu juga dapat diartikan sebagai suatu proses politik yang menjadi sarana ataupun wadah bagi masyarakat untuk memilih secara
Universitas Sumatera Utara
langsung, baik itu badan legislatif maupun badan eksekutif. Sebuah kehidupan bangsa yang demokratis selalu dilandasi prinsip bahwa rakyatlah yang berdaulat sehingga berhak terlibat dalam aktivitas politik, walau disadari betul partisipasi rakyat secara penuh dalam seluruh proses politik mustahil dilakukan pada masa sekarang ini akibat dari lambannya proses perbaikan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat sehingga menimbulkan kejenuhan. Di banyak negara demokrasi, pemilihan umum dianggap sebagai tolak ukur dari demokrasi sendiri. Hasil pemilu yang diselenggarakan dengan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat. Meskipun begitu, pemilu bukanlah satu-satunya tolak ukur dan perlu dilengkapi dengan pengukuran beberapa kegiatan lain yang lebih bersifat berkesinambungan seperti partisipai dalam kegiatan partai, lobby, dan lain-lain. 33 Pemilu menurut Ali Murtopo 34 adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatannya dan merupakan lembaga demokrasi. Kemudian menurut Manuel Kaisepo pemilu memang telah menjadi tradisi penting dalam berbagai sistem politik di dunia, penting karena berfungsi memberikan legitimasi atas kekuasaan yang ada dan bagi rezim baru, dukungan dan legitimasi inilah yang dicari. Menurut Dr.Indria Samego, pemilihan umum disebut juga dengan Political Market. Artinya bahwa pemilihan umum adalah pasar politik tempat individu/masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak sosial (perjanjian
33
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum, 2008, Hal 367
Universitas Sumatera Utara
masyarakat) antara peserta pemilihan umum (partai politik) dengan pemilih (rakyat) yang memiliki hak pilih setelah terlebih dahulu melakukan serangkaian aktivitas politik yang meliputi kampanye, propaganda, iklan politik melalui media massa cetak, audio (radio) maupun audio visual (televisi) serta media lainnya seperti, spanduk, pamphlet, selebaran bahkan komunikasi antar pribadi yang berbentuk face to face (tatapmuka) atau lobby yang berisi penyampaian pesan mengenai program, platform, asas, ideology serta janji-janji politik lainnya guna meyakinkan pemilih sehingga pada pencoblosan dapat menentukan pilihannya terhadap salah satu partai politik yang menjadi peserta pemilihan umum untuk mewakilinya dalam badan legislatif maupun eksekutif. 35
1.5.3.1. Sistem Pemilihan Umum 1.5.3.1.1. Sistem Pemilihan Distrik Sistem ini disebut juga dengan sistem Pemilihan mayoritas atau singlemember constituency. Sistem pemilihan distrik adalah suatu sistem pemilihan umum dimana wilayah suatu negara yang menyelenggarakan suatu pemilihan umum memilih wakil di Parlemen, dibagi atas distrik-distrik pemilihan yang jumlahnya sama dengan kursi yang tersedia di Parlemen ( kursi yang diperebutkan dalam pemilihan umum tersebut), dan tiap distrik memilih hanya satu wakil untuk duduk di Parlemen dari sekian calon untuk distrik tersebut ( karena itu sistem
34
Ali Murtopo, Strategi Pembangunan Nasional. CSIS, 1981, hal.179, dalam Bintan R Saragih, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia,Jakarta:Gaya Media Pratama,1987 35 A.Rahman H.I. Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta:Graha Ilmu, 2007, hal.147
Universitas Sumatera Utara
pemilihan ini sering disebut single-member constituency ) yaitu yang memperoleh suara terbanyak (mayoritas) dalam pemilhan umum. 36 Sistem pemilihan distrik mempunyai beberapa kelemahan yaitu: a. Banyaknya kemungkinan terdapat suara yang terbuang, dan ada kemungkinan calon terpilih mendapat suara minoritas dari seluruh suara yang diperoleh lawan-lawannya. b. Sistem ini akan menyulitkan partai-partai keci dan golongan-golongan minoritas apalagi mereka ini terpencar dalam berbagai distrik pemilihan, dengan kata lain susah bagi mereka ini mempunyai wakil di Lembaga perwakilan. 37 Sistem pemilihan distrik juga mempunyai kelebihan-kelebihan yaitu: a. Bahwa hubungan antara si pemilih dengan wakilnya sangat dekat. Partai-partai politik tidak berani mencalonkan orang yang tidak popular didistrik tersbut. Dan terpilihnya seseorang biasanya karena kepopuleran orang tersebut, baru kemudian kepopuleran partainya. b. Bahwa sistem ini mendorong penyatuan partai-partai karena calon yang terpilih hanya satu maka beberapa partai bergabung mencalonkan seorang yang lebih popular dan berbakat di antara mereka. c. Organisasi dari penyelenggaraan pemilihan dengan sistem ini adalah sederhana, tidak perlu memakai banyak orang untuk duduk dalam
36
Bintan R Saragih. Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum Di Indonesia. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1987 hal. 174 37 Ibid. hal. 177
Universitas Sumatera Utara
panitia pemilihan, juga biayanya lebih murah dan penyelenggaraan singkat karena tidak perlu menghitung sisa suara terbuang. 38
1.5.3.1.2. Sistem Pemilihan Proporsional Sistem pemilihan proporsional disebut juga sebagai sitem pemilihan multimember constituency atau sistem perwakilan berimbang. Sistem pemilihan proporsional adalah sistem pemilihan umum dimana kursi yang tersedia di Parlemen Pusat untuk diperebutkan dalam suatu pemilihan umum, dibagikan kepada partai-partai/golongan-golongan politik yang ikut dalam pemilihan umum sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya dalam pemilihan umum. 39 Sistem pemilihan proporsional juga memiliki kelemahan dan kelebihan. Adapun yang menjadi kelemahan sistem proporsional adalah: a. Sistem ini mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partaipartai baru. Sistem ini tidak menjurus kearah integrasi bermacammacam golongan dalam masyarakat. Mereka lebih cenderung mempertajam perbedaan-perbedaan yang ada dan kurang terdorong untuk mencari dan memanfaatkan persamaan-persamaan. Umumnya dianggap bahwa sistem ini mempunyai akibat memperbanyak jumlah partai. b. Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai dan kurang merasakan loyalitas kepada daerah yang telah memilihnya. Hal ini disebabkan karena dianggap bahwa dalam pemilihan semacam ini
38
Ibid. hal 176.
Universitas Sumatera Utara
partai lebih menonjol peranannya daripada kepribadian seseorang. Hal ini memperkuat kedudukan partai. c. Banyaknya partai mempersulit terbentuknya pemerintaha yang stabil, oleh karena umumnya harus mendasarkan diri atas koalisi dari dua partai atau lebih.
40
Yang menjadi kelebihan sistem proporsional adalah: a. Suara yang terbuang sangat sedikit b. Partai-partai kecil/minoritas, besar kemungkinan mempunyai wakil di parlemen. 41 1.5.3.2. Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 2008 tentang pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dimaksud dengan pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Sistem pemilihan legislatif di Indonesia menggunakan sistem proporsional terbuka, artinya masyarakat langsung memilih calon anggota legislatif yang dicalonkan partai. Berbeda dengan pemilu sebelumnya, pemilu kali ini berbeda yaitu karena dalam penentuan calon legislatif terpilih berdasarkan suara terbanyak bukan berdasarkan nomor urut seperti pemilu-pemilu sebelumnya. 42 39
Ibid. hal 177 Ibid.hal 180 41 Ibid. hal 180 42 http://wapedia.mobi/id/Mahkamah Konstitusi diakses 2 Juni 2010. 40
Universitas Sumatera Utara
Parliamentary Threhold merupakan peraturan perundang-undangan yang digunakan pada saat pemilihan umum legislatif 2009. Peraturan ini diambil dari UU Pemilu No.10 tahun 2008 tepatnya dalam pasal 202 ayat 1 yang berisi “Partai politik peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurangkurangnya 2,5% (dua koma lima perseratus) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi di DPR. 43 Parliamentary threshold merupakan ketentuan batas minimal yang harus dipenuhi partai politik untuk bisa menenmpatkan calon anggota legislatifnya di parlemen. Partai politik yang tidak memperoleh suara minimal 2,5% tak berhak mempunyai perwakilan di DPR. Sehingga suara yang telah diperoleh oleh partai politik tersebut dianggap hangus karena suara-suara yang mereka peroleh tersebut akan di masukkan kepada partai-partai yang masuk dalam ambang batas minimum Parliamentary threshold.
1.5.4. Legislatif Badan legislatif (parlemen) yaitu lembaga yang membuat undang-undang yang anggota-anggotanya merupakan representasi dari rakyat
Indonesia
dimanapun dia berada (termasuk yang berdomisili di luar negeri) yang dipilih melalui pemilihan umum. Landasan teori yang melatarbelakangi adanya badan legislatif (parlemen) adalah yang dikemukakan oleh:
43
Undang-Undang Pemilu No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah , Pasal 202 (1)
Universitas Sumatera Utara
a. Rousseau, tentang Volonte Generale atau General Will yang menyatakan bahwa “rakyatlah yang berdaulat, rakyat yang berdaulat ini mempunyai suatu kemauan”. b. Miriam Budiarjo, Dewan Perwakilan Rakyat dianggap merumuskan kemauan rakyat atau kemauan umum ini dengan jalan mengikat seluruh masyarakat. Undang-undang yang dibuatnya mencerminkan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu. Dapat dikatakan bahwa merupakan badan yang membuat keputusan yang menyangkut kepentingan umum. 44
Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat (2), kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD, maka legislatif dinggap sebagai representasi dari rakyat yang merumuskan keinginan rakyat melalui penentuan kebijakan-kebijakan umum. Dalam konsep inilah sebetulnya kita dapatkan bentuk konkret dari idealisme bahwa di dalam Negara rakyatlah yang berdaulat sepenuhnya. Di dalam Negara demokrasi yang peraturan perundangan harus berdasarkan kedaulatan rakyat, maka badan perwakilan rakyat harus dianggap sebagai badan yang mempunyai kekuasaan tertinggi untuk menyusun undang-undang, badan inilah yang disebut legisltif. 45
44
A. Rahman H.I, Op.cit. hal 123 C.S.T.Kansil dan Christine Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta, Bumi Aksara, 2003, hal. 10
45
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu, rakyat memberikan legalitas kekuasaan kepada Negara untuk melindungi mereka. Karena rakyat tidak mungkin melaksanakan pemerintahan sendiri maka dibuatlah konsep perwakilan politik sebagai dasar legitimasi kekuasaan yang diberikan rakyat tersebut. Mekanisme perwakilan sejatinya adalah hubungan antara wakil dan yang diwakili. Wakil melaksanakan suatu hal yang seharusnya sesuai dengan tuntutan terwakil. Hubungan demikian merupakan tetap berangkat dari kepentingan yang diwakili.
1.6.Metodologi Penelitian 1.6.1 Jenis Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Dimana saya akan menggambarkan atau melukiskan subjek ataupun objek yang diamati dan tentu saja yang sesuai dengan fakta-fakta yang terlihat di lapangan selama dalam melakukan penelitian. Akan dipaparkan juga di dalamnya tentang hasil atau data-data yang telah diamati atau yang telah diteliti.
1.6.2. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pematangsiantar. Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah karena di kota Pematangsiantar organisasi masyarakat Batak Toba seperti Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina (PSSSI) sangat berkembang dengan baik dan termasuk salah satu organisasi besar dari bebrapa organisasi Batak Toba yang ada di kota Pematangsiantar. Organisasi seperti PSSSI ini telah berdiri sejak tahun 1946 atau sudah berumur 64 tahun. Tentunya dengan usia
Universitas Sumatera Utara
tersebut, anggota organisasi sudah berpengalaman dalam mengikuti pemilihan umum. Hal ini akan sangat membantu peneliti dalam melakukan penelitian dan dapat mengambarkan bagaimana sebenarnya perilaku pemilih organisasi PSSSI ini nantinya.
1.6.3. Populasi dan Sampel Populasi Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua anggota organisasi Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina (PSSSI) yang terdaftar dan tercatat sebagai anggota organisasi yang berjumlah 2386 Kepala Keluarga. Sampel Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi yang menggunakan cara tertentu. Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah anggota organisasi Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina (PSSSI) yang ikut memilih pada pemilihan umum legislatif 2009. Dalam menentukan jumlah sampel untuk kuisioner, penulis menggunakan rumus Taro Yamane, 46 sebagai berikut :
N n = N d2 +1 Keterangan : n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi
46
Rakhmat, Jalaludin, Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya,1991, hal.81
Universitas Sumatera Utara
d = Presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90% dari rumus diatas, maka dapat diambil sebagai berikut 2386 n= 2386 (0,1)2 + 1 n = 95.97 orang Maka jumlah sampelnya adalah 96 orang. 1.6.4 Teknik Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan maka penulis melakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut : 1. Data Primer yang didasarkan pada peninjauan langsung pada objek yang diteliti untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan. Studi lapangan yang dilakukan dengan berkunjung langsung ke lokasi penelitian dengan cara melakukan wawancara dan menyebarkan angket atau kuisioner kepada responden yang termasuk dalam sampel penelitian. Responden menjawab dengan memilih pilihan jawaban yang telah disediakan dalam daftar pertanyaan. Atau disebut juga dengan field research. 2. Data Sekunder, yaitu dengan mencari sumber data dan informasi melalui buku-buku, jurnal, internet dan lain-lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Atau dengan kata lain disebut dengan library research.
1.6.5. Teknik Analisis Data Teknik analisa data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis data kualitatif dengan menggunakan sistem table
Universitas Sumatera Utara
tunggal, dimana jenis analisa data seperti ini banyak dipergunakan dalam jenis penelitian deskriptif, yakni suatu metode lebih didasarkan kepada pemberian gambaran yang terperinci dan metode penelitian seperti ini lebih mengutamakan penghayatan dan berusaha memahami suatu peristiwa dalam situasi tertentu menurut pandangan peneliti.
47
Kemudian data yang ada dikelompokkan dan
disajikan dalam bentuk table-tabel dan uraian. Dalam hal ini penulis hanya menganalisa dengan cara menggambarkan data yang diperoleh dengan mengadakan atau member interpretasi.
1.7. Sistematika Penulisan Adapun sistematika dari penulisan penelitian ini adalah : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metodologi penelitian dan Sistematika Penulisan BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai seberapa jauh organisasi masyarakat Batak Toba Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina (PSSSI) dalam mempengaruhi perilaku pemilih anggotanya. BAB III : ANALISA HASIL PENELITIAN Pada bab ini data dan informasi disajikan dan dianalisis secara sistematis berdasarkan penelitian yang dilakukan.
47
Hadari Namawi, Op. cit ., hal 40
Universitas Sumatera Utara
BABA IV : PENUTUP Bab ini merupakan ulasan terakhir yang berisikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian serta saran-saran di dalamnya.
Universitas Sumatera Utara