BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di
tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih luas guna mengurus rumah tangganya sendiri sebagai suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih luas bagi daerah untuk mengelola daerahnya secara mandiri dalam rangka mewujudkan pembangunan yang merata, mendapat tanggapan dari pemerintah pusat dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, maka penyelenggaraan
pemerintahan
daerah
dilakukan
dengan
memberikan
kewenangan yang seluas-luasnya, disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Oleh karena itu, Prinsip otonomi daerah yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, memberikan penekanan pada aspek demokrasi, keadilan, pemerataan dan partisipasi masyarakat serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah dalam kerangka Negara
1
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebagai perwujudan dari prinsip otonomi daerah, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 telah memberikan kesempatan kepada daerah untuk melaksanakan kewenangannya secara mandiri, luas, nyata dan bertanggung jawab. Melalui otonomi daerah pemerintah daerah dituntut kreatif dalam mengembangkan perekonomian, peranan investasi swasta dan perusahaan milik daerah sangat diharapkan sebagai pemacu utama pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Hal ini akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan dapat menimbulkan multiplier effect terhadap sektor-sektor lainnya. Pertumbuhan ekonomi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi daerah. Karena jumlah penduduk terus bertambah dan berarti kebutuhan ekonomi juga bertambah, sehingga dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun. Hal ini dapat diperoleh dengan peningkatan nilai tambah (barang dan jasa) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) setiap tahun (Tambunan, 2001: 2). Perekonomian daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta, guna menciptakan suatu lapangan kerja baru, serta merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 2010: 108). Pada dasarnya, pembangunan ekonomi daerah adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah bersama-sama dengan masyarakatnya dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya yang ada secara optimal untuk
2
merangsang perkembangan ekonomi daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah. Jadi tujuan utama dari pembangunan ekonomi daerah adalah untuk menciptakan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat yang ada di daerah. Untuk mencapai tujuan dari pembangunan daerah tersebut, maka daerah harus mengenal dengan baik potensi yang dimilikinya. Pemerintah daerah beserta masyarakat bersama-sama memberdayakan berbagai sumberdaya yang ada secara optimal sebagai dasar membangun daerah terutama pembangunan perekonomian daerah guna meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah. Pembangunan di Indonesia telah berhasil memacu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yang ditandai terjadinya perubahan struktur perekonomian. Perubahan struktur perekonomian terjadi karena menurunnya pangsa sektor primer, naiknya pangsa sektor sekunder, dan pangsa sektor tersier yang tetap namun kontribusinya akan meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, perubahan struktur ekonomi yang cepat di beberapa daerah terutama perkotaan tidak sepenuhnya diikuti oleh perubahan struktur ekonomi di daerah lainnya terutama daerah di luar Pulau Jawa umumnya dan daerah di kawasan timur Indonesia (katimin) khususnya. Perubahan struktur yang lambat cenderung berada di daerah-daerah dengan basis pertanian, seperti yang diteliti Bank Dunia (Kuncoro, 2012: 370-371) yang menunjukkan bahwa, perubahan struktur di Indonesia terjadi di daerah perkotaan dan sebagian besar berada di Kawasan Barat Indonesia (KBI), sedangkan perubahan struktur yang cenderung lambat terjadi sebagian besar berada di KTI.
3
Maluku Utara merupakan salahsatu provinsi dengan perubahan struktur yang lambat. Sama halnya dengan Provinsi Maluku Utara, perubahan struktur yang lambat dari sektor pertanian ke sektor industri serta sektor jasa juga terjadi disalahsatu kabupaten yang ada di Maluku Utara, yaitu Kabupaten Halmahera Selatan. Struktur ekonomi Kabupaten Halmahera Selatan ditunjukkan melalui peranan setiap sektor terhadap total PDRB. Kontribusi tersebut mencerminkan kemampuan setiap sektor dalam memproduksi barang dan jasa dalam upaya pembentukan nilai tambah. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Halmahera Selatan tahun 2013 sebesar 6,41 persen yaitu karena terjadi kenaikan PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) 2000 dari Rp635.055,043 juta pada tahun 2012 menjadi Rp675.741,7 juta pada tahun 2013. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi tahun 2012 lebih tinggi dari tahun 2013 yaitu pertumbuhannya sebesar 6,64 persen (BPS Halmahera Selatan, 2015). Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Halmahera Selatan tahun 2012 diantaranya didorong oleh pertumbuhan positif di hampir semua sektor, terutama pada sektor bangunan/konstruksi dan sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan pertumbuhan terbesar yaitu 13,74 persen dan 11,71 persen (BPS Halmahera Selatan, 2015). Untuk tahun 2013, pertumbuhan yang lebih kecil dari tahun 2012 diakibatkan melambatnya pertumbuhan pada hampir semua sektor, di antaranya sektor pertambangan dan penggalian yang pada tahun 2012 tumbuh sebesar 7,98 persen menjadi sebesar 2,09 persen di tahun 2013, dan sektor
4
bangunan yang melambat menjadi 6,52 persen pada tahun 2013 dari sebelumnya 13,74 persen. Tabel 1.1 PDRB ADHK 2000 menurut Lapangan Usaha Kabupaten Halmahera Selatan, 2003 – 2013 (dalam miliar rupiah)
Sumber: BPS Halmahera Selatan, 2015
Tabel 1.1 di atas bahwa struktur PDRB ADHK 2000 Kabupaten Halmahera Selatan menurut sektor menunjukkan peningkatan setiap tahun dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2014. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan adanya peningkatan pada semua sektor. Tabel di atas juga menunjukkan bahwa terdapat 3 (tiga) sektor yang dominan dalam memberikan nilai tambah bagi pembentukan PDRB ADHK 2000 Kabupaten Halmahera Selatan, yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran.
5
Sejak Kabupaten Halmahera Selatan dimekarkan berdasarkan UndangUndang Nomor 1 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Halmahera Utara dan Kota Tidore Kepulauan, terjadi lonjakan penduduk Kabupaten Halmahera Selatan diakibatkan masuknya penduduk dari dalam dan dari luar daerah di Provinsi Maluku Utara. Hal ini menjadi peluang terjadinya perbaikan pasar domistik. Ini sejalan dengan yang disampaikan Todaro (2011: 170), bahwa terdapat 3 (tiga) komponen pertumbuhan ekonomi yang paling penting yaitu, pertama akumulasi modal, kedua pertumbuhan penduduk, yang berhubungan dengan peningkatan tenaga kerja yang dianggap positif merangsang pertumbuhan ekonomi. Semakin banyak angkatan kerja berarti semakin produktif, sedangkan semakin banyak penduduk akan meningkatkan potensi pasar domestik, kemudian faktor ketiga adalah kemajuan teknologi. Kenyataan yang terjadi adalah terdapat sejumlah masyarakat yang beralih “profesi” dari yang tadinya bekerja di sektor pertanian memilih untuk menjadi pekerja disejumlah perusahaan pertambangan non-migas, galian, dan sektor jasa lainnya di Kabupaten Halmahera Selatan dan daerah lain di Maluku Utara. Perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor lain berakibat pada menurunnya produksi hasil pertanian sehingga menjadikan kontribusi sektor pertanian akan mengalami penurunan serta secara bersamaan menaikan pertumbuhan dari sektor lain. Di sisi lain pemekaran daerah menjadi batu loncatan masyarakat untuk memperoleh penghasilan dengan cepat karena proses pembangunan dan
6
kebutuhan akan pembangunan memberi peluang petani menjual tanah lokasi pertanian. Di samping itu, pemahaman masyarakat yang lebih memilih bekerja sebagai pegawai pemerintah lebih menjanjikan daripada sebagai petani menjadi masalah lain yang menyebabkan kontribusi sektor pertanian cenderung menurun. Kabupaten Halmahera Selatan menjadi kabupaten di Provinsi Maluku Utara dengan jumlah penduduk terbesar dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Maluku Utara (Tabel 1.2 dan Tabel 1.3). Perkembangan penduduk di kabupaten tersebut meningkat setiap tahunnya setelah dimekarkan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku Utara 2015, pertumbuhan penduduk Kabupaten Halmahera Selatan mengalami peningkatan yaitu dari tahun 2003 (setelah pemekaran) sebanyak 170.685 jiwa menjadi 211.682 jiwa pada tahun 2013. Terdapat kenaikan 40.997 jiwa dari tahun 2003 sampai tahun 2013 dan rata-rata kenaikan jumlah penduduk setiap tahunnya di kabupaten ini sebanyak 4.100 jiwa. Berikut ditampilkan data penduduk Provinsi Maluku Utara untuk masing-masing kabupaten/kota tahun 2013. Tabel 1.2 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Utara, 2013 Luas Penduduk Kepadatan Kabupaten Penduduk km2 % Jumlah % Halmahera Barat 1.704,20 5,32 106.791 9,58 62,66 Halmahera Tengah 2.653,76 8,29 47.079 4,22 17,74 Kepulauan Sula 1.791,84 5,6 91.406 8,2 51,01 Halmahera Selatan 8.148,90 25,46 211.682 18,99 25,98 Halmahera Utara 3.896,90 12,18 173.177 15,53 44,42 Halmahera Timur 6.571,37 20,53 80.526 7,22 12,25 Pulau Morotai 2.476,00 7,74 57.565 5,16 23,25 Pulau Taliabu 3.004,48 9,39 49.510 4,44 16,48 Ternate 111,39 0,35 202.728 18,18 1.819,98 Tidore Kepulauan 1.645,73 5,14 94.493 8,48 57,42 Maluku Utara 32.004,57 100 1.114.957 100 34,84 Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2015 (diolah)
7
Kabupaten Halmahera Selatan dengan jumlah penduduk yang demikian besar dan wilayah yang juga luas kemudian didukung sumberdaya alam yang berlimpah menjadikan masyarakat daerah tersebut tidak kesulitan dalam memenuhi kebutuhan primernya (sandang, pangan, dan papan) dengan memanfaatkan alam sebagai sumber pendapatan masyarakat. Oleh karena itu, rata-rata masyarakat Kabupaten Halmahera Selatan bermata pencaharian sebagai petani (khususnya tanaman perkebunan) dan nelayan. Namun dengan luas daerah yang begitu besar tidak sebanding dengan kepadatan penduduk yang hanya sebanyak 25,98 jiwa/KM. Ini menunjukkan masih kurangnya penduduk di Kabupaten Halmahera Selatan. Tabel 1.3 Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Halmahera Selatan, 2003 – 2013 Tahun
Jumlah Penduduk
2003
170.685
Pertumbuhan Penduduk Persen Jiwa (%) -
2004
176.224
5.539
3,1
2005
179.978
3.754
2,1
2006
183.725
3.747
2
2007
187.525
3.800
2
2008
191.379
3.853
2
2009
195.285
3.906
2
2010
199.645
4.360
2,2
2011
203.707
4.062
2
2012
206.873
3.166
2
2013
211.682
4.809
2,3
40.997
21,7
Jumlah Sumber: BPS Maluku Utara, 2015 (diolah)
Tabel 1.3 di atas menunjukkan bahwa penduduk Kabupaten Halmahera Selatan setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pertumbuhan terbesar terjadi
8
pada tahun 2004 yaitu 3,1 persen dengan peningkatan sebesar 5.539 jiwa dan peningkatan terkecil pada tahun 2012 yaitu 3.166 jiwa dengan pertumbuhan sebesar 2 persen. Secara keseluruhan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Halmahera Selatan tahun 2003 – 2013 adalah sebesar 0,0218 atau rata-rata pertumbuhan penduduk setiap tahunnya mengalami peningkatan sebesar 2,2 persen. Kabupaten Halmahera Selatan merupakan salah satu daerah otonom dengan keleluasan (descreation) mengembangkan potensi ekonomi dan sumber-sumber keuangan yang dimilikinya. Struktur ekonomi Kabupaten Halmahera Selatan mengandalkan sektor pertanian, sektor industri pengolahan, serta perdagangan, hotel, dan restoran. Ketiga sektor tersebut merupakan kontributor terbesar dalam pembentukan PDRB Halmahera Selatan. Namun, sektor utama di Halmahera Selatan yang menyumbang PDRB paling besar dari tahun 2003 sampai tahun 2013 adalah sektor pertanian. Untuk itu, pembangunan ekonomi daerah diharapkan terus memberi prioritas pada pengembangan sektor pertanian yang selama ini memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian daerah. Terkait dengan hal ini, peran klasik pertanian dalam perekonomian daerah adalah berupa penyediaan bahan pangan bagi masyarakat. Penyediaan bahan pangan yang cukup dan stabil yang diperankan oleh pertanian akan memberikan sumbangan yang besar bagi stabilitas ekonomi di daerah sehingga tercipta iklim yang kondusif bagi terwujudnya pembangunan di segala bidang.
9
Rata-rata daerah kabupaten/kota di Provinsi Maluku Utara merupakan daerah kepulauan dengan karakteristik daerah yang berbeda-beda. Perbedaan kondisi daerah membawa implikasi bahwa corak pembangunan yang diterapkan juga berbeda. Hal ini terkait dengan penerapan kebijakan yang sama antar daerah dan berhasil pada suatu daerah, namun belum tentu memberikan manfaat yang sama bagi daerah lainnya. Untuk itu, kebijakan yang diambil harus sesuai dengan kondisi (masalah, kebutuhan, dan potensi) daerah yang bersangkutan.
1.2
Keaslian Penelitian Penelitian ini merupakan pengembangan dari beberapa penelitian terdahulu.
Namun
penelitian
yang menganalisis
tentang perekonomian Kabupaten
Halmahera Selatan setelah pemekaran belum pernah dilakukan. Sebagai pembanding, beberapa penelitian yang berkaitan dan yang menganalisis tentang perekonomian regional ditinjau dari beberapa indikator ekonomi sudah pernah dilaksanakan, seperti yang pernah dilakukan peneliti sebelumnya yaitu sebagai berikut. 1. Nurdewi (2004) di Kabupaten Halmahera Tengah, periode penelitian 1997 2003 menemukan bahwa pemekaran daerah telah menyebabkan terjadinya penurunan PDRB per kapita dari Rp1.470.182 juta menjadi Rp1.382.269 juta. Namun dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi justru meningkat. Jika sebelum pemekaran pertumbuhan rata-rata negatif 2,90 persen, setelah pemekaran meningkat menjadi rata-rata 1,98 persen. 2. Rofiano (2005) di Kabupaten Kepulauan Riau periode 2001 - 2004 menemukan
bahwa
setelah
pemekaran,
struktur
ekonomi
Kabupaten
10
Kepulauan Riau didominasi oleh sektor sekunder (38,46 persen) dengan industri pengolahan sebagai leading sektor, kontribusi rata-rata 33,44 persen dalam PDRB Kabupaten Kepulauan Riau 2001 - 2004. Namun besarnya peran sektor industri ini tidak diikuti dengan besarnya daya serap terhadap tenaga kerja. 3. Hendriawan (2007) yang dilakukan di Provinsi Lampung dengan periode 1985 – 2005, hasil penelitiannya menunjukkan pola dan struktur pertumbuhan antar kabupaten/kota di Provinsi Lampung mengalami perubahan dengan adanya pemekaran wilayah, ketimpangan antarkabupaten/kota di Provinsi Lampung yang dianalisis dengan menggunakan Indeks Williamson selama adanya pemekaran wilayah (1985 – 2005) terlihat berfluktuasi yang berkisar antara 0,2063 sampai 0,2516. Kecenderungan ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Lampung selama periode penelitian semakin menurun, yaitu sebesar 0,0016. 4. Lona (2009) di Provinsi NTT periode 2000 – 2006, kesimpulannya adalah pemekaran
belum
menunjukkan
dampak
positif
dalam
klasifikasi
kabupaten/kota. Distribusi pendapatan di Provinsi NTT semakin merata setelah pemekaran, namun ketimpangan tidak berubah antara sebelum dan setelah pemekaran. Pemekaran juga berdampak positif terhadap PDRB per kapita dan IPM pada Kabupaten Kupang, Manggarai, dan Rote Ndao, kecuali Kabupaten Manggarai Barat. 5. Bondan (2011) di Kabupaten Manokwari, periode penelitian 1995 – 2010. Hasil analisis menunjukkan bahwa pertumbuhan PDRB sebelum dan sesudah
11
pemekaran tidak berbeda secara signifikan. Kontribusi sektor pertanian dalam PDRB setelah pemekaran mulai menurun, sedangkan sektor lain seperti sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor jasa serta sektor industri pengolahan mulai meningkat
tetapi sektor pertanian masih
mendominasi sebagai penyumbang terbesar PDRB. Di samping itu, perubahan dalam renstra sebelum dan sesudah pemekaran adalah bahwa sektor ekonomi setelah pemekaran dipecah lagi menjadi sub sektor penanaman modal, koperasi dan UMKM, ketenagakerjaan, ketahanan pangan, serta pemberdayaan masyarakat kampung juga ditambahkannya sektor-sektor baru. Penelitian yang dilakukan memiliki beberapa kesamaan metode analisis dari penelitian-penelitian sebelumnya, seperti: Analisis Trend, Analisis Pertumbuhan, Analisis Kontribusi, Analisis Tipologi Daerah, dan Proyeksi. Perbedaan paling mendasar penelitian ini dengan sebelumnya terletak pada topik, periode penelitian dan lokasi penelitian.
1.3
Rumusan Masalah Pemerataan pembangunan menjadi alasan pembenaran untuk mewujudkan
pemekaran suatu daerah. Berdasarkan latar belakang sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang menurut penulis menarik untuk diteliti adalah telah terjadi pergeseran peran sektor dalam struktur perekonomian daerah Kabupaten Halmahera Selatan tahun 2003 – 2013.
12
1.4
Pertanyaan Penelitian Dari rumusan masalah sebagamana uraian sebelumnya, maka pertanyaan
yang dapat penulis paparkan adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana perkembangan PDRB ADHK 2000 dan PDRB per kapita ADHK 2000 Kabupaten Halmahera Selatan, 2003 – 2013? 2. Bagaimana perkembangan sektor dalam struktur PDRB ADHK 2000 Kabupaten Halmahera Selatan, 2003 – 2013? 3. Bagaimanakah klasifikasi sektor dalam perekonomian daerah Kabupaten Halmahera Selatan? 4. Bagaimana struktur PDRB ADHK 2000 Kabupaten Halmahera Selatan, 2014 – 2015?
1.5
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian di atas, maka
tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis perkembangan PDRB ADHK 2000 dan PDRB perkapita ADHK 2000 Kabupaten Halmahera Selatan, 2003 – 2013. 2. Menganalisis perkembangan sektor dalam struktur PDRB ADHK 2000 Kabupaten Halmahera Selatan, 2003 – 2013. 3. Menetapkan klasifikasi/tipologi sektor perekonomian daerah Kabupaten Halmahera Selatan. 4. Menganalisis kesesuaian antara struktur PDRB ADHK 2000 untuk tahun 2014 – 2015 hasil proyeksi dengan dokumen RPJMD Kabupaten Halmahera Selatan, 2010 – 2015.
13
1.6
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat dicapai dari hasil penelitian dan penulisan
ini adalah sebagai berikut. 1. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan sumber inspirasi dalam mengadakan penelitian yang berkaitan dengan perekonomian daerah dan yang relevan. 2. Bagi pemerintah daerah Kabupaten Halmahera Selatan, penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan dalam penyusunan kebijakan terkait dengan upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan sektor dari perekonomian daerah.
1.7
Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan di Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku
Utara. Fokus dalam penelitian ini adalah struktur perekonomian Kabupaten Halmahera Selatan (PDRB atas dasar harga konstan 2000).
1.8
Sistematika Penulisan Tesis ini terdiri dari lima bab dan disusun berdasarkan sistematika sebagai
berikut: Bab I Pendahuluan, barisi latar belakang, keaslian penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitin dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Bab II Kajian Pustaka, barisi tentang teori dan kajian terhadap penelitian terdahulu. Bab III Metode Penelitian, berisi tentang desain penelitian, definisi operasional dan alat analisis. Bab IV Analisis, berisi tentang deskripsi data dan pembahasan. Bab V Kesimpulan, berisi simpulan dan saran.
14