BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Struktur karya sastra dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur dalam (intrinsik) dan luar (ekstrinsik). Pada gilirannya analisis pun tidak terlepas dari kedua aspek tersebut. Analisis aspek pertama memperoleh perhatian sejak ditemukannya teori formal yang kemudian dilanjutkan dengan strukturalisme dengan berbagai variannya. Karya sastra dianggap sebagai identitas dengan struktur yang otonom, mandiri, bahkan dianggap sebagai memiliki kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri (self-regulation) di samping kesatuan intrinsik dan prosedur transformasi (Ratna, 2011:13). Meskipun
demikian,
dalam
perkembangan
berikutnya
dengan
ditemukannya berbagai kelemahan terhadap teori tersebut, maka analisis bergeser ke struktur luar. Karya sastra dipahami dalam kaitannya dengan latar belakang sosial yang menghasilkannya. Dalam perkembangan inilah berkembang model analisis interdisiplin, yaitu: psikologi sastra, sosiologi sastra, dan antropologi sastra (Ratna, 2011:13). Antropologi sastra berfungsi untuk melengkapi analisis ekstrinsik di samping sosiologi sastra dan psikologi sastra (Ratna, 2011:68). Menurut Ratna (2011:31) antropologi sastra adalah analisis dan pemahaman terhadap karya sastra dalam kaitannya dengan kebudayaan. Adapun menurut Sudikan (2007:6) bahwa aspek-aspek antropologis dalam karya sastra meliputi sistem pengetahuan, adat istiadat, sistem kekerabatan, sistem peralatan
1
2
hidup dan teknologi, mata pencaharian, kesenian, serta sistem kepercayan dan agama. Menurut Bernard (dalam Endraswara, 2008:109) bahwa pada umumnya penelitian antropologi sastra lebih bersumber pada tiga hal yaitu, (1) manusia atau orang, (2) artikel tentang sastra, (3) bibliografi. Berdasarkan pendapat tiga pakar tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa antropologi sastra merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengkaji aspekaspek kebudayaan dalam karya sastra seperti sistem pengetahuan, adat istiadat, kekerabatan, peralatan hidup dan teknologi, mata pencaharian, kesenian, serta sistem kepercayan dan agama yang bersumber dari manusia atau orang, artikel tentang sastra, dan bibliografi. Salah satu bentuk karya sastra adalah novel. Novel adalah prosa rekaan yang menyuguhkan tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa serta latar secara tersusun (Sudjiman, 1998:53). Novel biasanya memungkinkan adanya penyajian secara meluas (expands) tentang tempat atau ruang, sehingga tidak mengherankan jika keberadaan manusia dalam masyarakat selalu menjadi topik utama (Sayuti, 2000:6-7). Masyarakat tentunya berkaitan dengan dimensi ruang atau tempat, sedangkan tokoh dalam masyarakat berkembang dalam dimensi waktu semua itu membutuhkan deskripsi yang mendetail supaya diperoleh suatu keutuhan yang berkesinambungan. Dalam konteks penelitian ini yang menjadi bahan kajian adalah novel Jatisaba. Hal ini dilatarbelakangi oleh salah satu novel pemenang unggulan Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tahun 2010 yang berhasil menyisihkan sekitar 277 novel yang lain adalah novel berjudul Jatisaba
3
karya Ramayda Akmal. Penulis novel ini adalah satu-satunya penulis perempuan dan termuda di antara ketiga pemenang unggulan yang lain. Demikian pula dengan tema yang diangkat dalam novelnya. Novel ini mampu menampakkan kebaruan dari berbagai segi. Dalam novel tersebut, aspek kebaruan yang disajikan adalah jalannya cerita yang digerakkan dari sudut pandang seorang pelaku kejahatan. Penulis novel Jatisaba yang juga berasal dari desa Jatisaba memaparkan kondisi Jatisaba sebagai wilayah geografis bernuansa lokal Jawa Banyumasan yang kental dengan bukti-bukti etnografis di sana-sini. Tradisi-tradisi lokal seperti ebeg, obong bata, nawu, dan nini cowong, dideskripsikan secara rinci. Selain itu kebiasaan, ungkapan, bahasa, bahkan selera lokal masyarakat Jatisaba juga mewarnai novel ini. Kenyataan ini disebut sebagai keharusan dalam sebuah novel. Bahwa keragaman budaya di Indonesia harus direkam salah satunya melalui karya sastra khususnya novel. Penampakan etnografi Jawa Banyumasan merupakan faktor terbesar keberhasilan novel Jatisaba menjalankan fungsi dan tujuannya sebagai karya sastra. Penelitian tentang nilai-nilai budaya dalam konteks antropologi sastra di Indonesia masih jarang dilakukan. Padahal banyak sekali karya sastra baik lisan maupun tulisan dengan latar belakang keragaman budaya bangsa Indonesia. Di samping karya-karya sastra lama, karya-karya sastra baru pun banyak yang memuat nilai-nilai budaya kedaerahan. Salah satunya adalah novel Jatisaba karya Ramayda Akmal yang sarat dengan kandungan nilai-nilai budaya, khususnya
4
Jawa Banyumasan. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian antropologi sastra menjadi penting untuk dilakukan. Ciri-ciri antropologis karya sastra dapat ditelusuri melalui keseluruhan aktivitas manusia, baik yang terjadi pada masa yang sudah lewat, maupun sekarang, bahkan juga pada masa yang akan datang. Koentjaraningrat (2000:2) menunjukkan
tujuh
unsur
kebudayaan
yang
dapat
digunakan
untuk
mengidentifikasi ciri-ciri antropologis, yaitu: 1) peralatan kehidupan manusia; 2) mata pencaharian; 3) sistem kemasyarakatan; 4) sistem bahasa; 5) kesenian; 6) sistem pengetahuan; dan 7) sistem religi. Namun ketujuh unsur kebudayaan tersebut masih bersifat umum, tiap pokok tersebut dapat dibagi kedalam berbagai pokok khusus seperti 1) peralatan kehidupan manusia, seperti: rumah, pakaian, alat-alat rumah tangga, dan berbagai bentuk peralatan dikaitkan dengan kebutuhan manusia dalam kehidupan seharihari; 2) mata pencaharian, seperti: pertanian, peternakan, perikanan, dan sebagainya dengan sistem ekonomi dan produksinya masing-masing; 3) sistem kemasyarakatan, seperti: kekerabatan, organisasi sosial, politik, hukum, dan sebagainya; 4) sistem bahasa (dan sastra), baik lisan maupun tulisan; 5) kesenian dengan berbagai jenisnya, seperti: seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya, 6) sistem pengetahuan, meliputi berbagai bentuk pengalaman manusia dalam kaitannya dengan hakikat objektivitas, fakta empiris; dan 7) sistem religi, meliputi berbagai bentuk pengalaman dalam kaitannya dengan subjektivitas, keyakinan, dan berbagai bentuk kepercayaan (Koentjaraningrat, 2000:2)
5
Penelitian dengan pendekatan antropologi sastra telah dilakukan sebelumnya oleh Ariesta (2013) dengan judul Kajian Antropologi Sastra dalam Roman Namaku Teweraut: Sebuah Roman Antropologi dari Rimba-Rawa Asmat, Papua karya Ani Sekarningsih. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat aspekaspek antropologi sastra meliputi aspek bahasa, religi, mitos, sejarah, hukum, adat-istiadat, dan karya seni dalam roman Namaku Teweraut: Sebuah Roman Antropologi dari Rimba-rawa Asmat, Papua karya Ani Sekarningsih. Aspekaspek antropologi sastra dalam roman tersebut dideskripsikan sudah mewakili kehidupan suku Asmat. Dari hasil penelitian tersebut tidak menunjukkan kebudayaan yang berkaitan dengan sistem mata pencaharian. Adapun penelitian sekarang mengkaji tentang tradisi lokal yang berkaitan dengan unsur mata pencaharian dan kesenian dalam novel Jatisaba karya Ramayda Akmal Oleh karena itu, maka novel Jatisaba karya Ramayda Akmal ini perlu untuk dianalisis khususnya nilai-nilai budaya yang terkandung dalam novel tersebut. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penelitian ini mengambil judul Kajian Tradisi Lokal Pada Novel Jatisaba Karya Ramayda Akmal Dalam Perspektif Antropologi Sastra.
1.2 Fokus Penelitian Penelitian ini difokuskan pada beberapa hal sebagai berikut: Tradisi lokal mengacu pada muatan nilai-nilai budaya yang mendukung dalam unsurnya dan menjadi bagian hidup yang tidak terpisahkan. Tradisi lokal yang terdapat dalam novel tersebut mengacu pada dua dari tujuh ciri-ciri
6
kebudayaan menurut Koentjaraningrat (2000:2), yakni mata pencaharian hidup dan kesenian. Alasan dipilihnya nilai-nilai budaya berupa mata pencaharian dan kesenian karena dalam novel Jatisaba karya Ramayda Akmal tersebut kedua unsur ini tampak dominan dalam penjabarannya. Misalnya, ebeg merupakan nama lain dari kesenian kuda lumping yang merupakan kesenian tradisional sekaligus sebagai mata pencaharian masyarakat. Obong bata merupakan tradisi membakar batu bata selama tiga hari tiga malam dimana selama waktu itu seluruh orang berkumpul untuk bekerja dan bersenang-senang selayaknya pesta rakyat. Nawu merupakan tradisi menguras sawah atau empang yang airnya hampir habis untuk mengambil ikan-ikan di dasarnya dimana hasilnya dapat dijual atau dikonsumsi sendiri. Nini cowong adalah upacara mengarak semacam boneka mirip jailangkung (yang kepalanya terbuat dari batok kelapa) dan dilukis dengan wajah seorang perempuan sebagai simbol jelmaan Dewi Sri yang akan menyampaikan permintaan penduduk kepada Tuhan agar segera menurunkan hujan. Keempat tradisi lokal tersebut di atas tampak mengarah pada tradisi lokal berupa budaya yang berkaitan dengan mata pencaharian penduduk dan kesenian tradisional masyarakat setempat, khususnya di desa Jatisaba.
1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan, yaitu:
7
1) Bagaimanakah wujud tradisi lokal yang terdapat dalam novel Jatisaba karya Ramayda Akmal terkait dengan sistem mata pencaharian dan kesenian? 2) Bagaimanakah makna tradisi lokal dalam novel Jatisaba karya Ramayda Akmal terkait dengan sistem mata pencaharian dan kesenian?
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Wujud tradisi lokal yang terdapat dalam novel Jatisaba karya Ramayda Akmal terkait dengan sistem mata pencaharian dan kesenian. 2) Makna tradisi lokal dalam novel Jatisaba karya Ramayda Akmal terkait dengan sistem mata pencaharian dan kesenian.
1.4.2 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini antara lain: 1) Bagi Penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang kajian tradisi lokal dalam novel Jatisaba karya Ramayda Akmal.
8
2) Bagi Dunia Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi referensi dan masukan bagi pihak pendidik, peserta didik, dan dunia pendidikan tentang nilai-nilai dan makna budaya dalam suatu karya sastra berupa novel. 3) Bagi Peneliti Berikutnya Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai gambaran dan bahan acuan (referensi) bagi pihak yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut dalam rangka peningkatan ilmu pengetahuan pada umumnya dan pengembangan pendidikan bahasa dan sastra Indonesia pada khususnya.
1.5 Penegasan Istilah Penegasan istilah diperlukan untuk menjelaskan istilah-istilah terkait dengan judul dengan tujuan menyamakan pemikiran dalam pemberian makna. Penyamaan yang dimaksudkan disini yaitu antara penulis dan pembaca. Dengan kata lain penegasan istilah diperlukan supaya tidak terjadi perbedaan pemikiran dalam pemberian makna antara penulis dan pembaca. Beberapa istilah yang perlu dijelaskan adalah sebagai berikut: 1) Tradisi lokal merupakan hasil proses norma-norma, kaidah-kaidah, dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat di suatu daerah yang dapat diubah atau dipadukan dengan keanekaragaman perbuatan manusia. 2) Wujud tradisi lokal merupakan bentuk berupa ide, aktivitas, dan karya dari tradisi lokal yang terdapat dalam novel Jatisaba karya Ramayda Akmal.
9
3) Makna tradisi lokal merupakan bentuk nilai-nilai kearifan yang terkandung dalam tradisi lokal yang terdapat dalam novel Jatisaba karya Ramayda Akmal. 4) Jatisaba adalah nama kampung atau desa di wilayah Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap Jawa Tengah yang merupakan daerah kelahiran Ramayda Akmal, penulis dari novel Jatisaba. 5) Perspektif antropologi sastra merupakan suatu pendekatan dalam penelitian sastra dengan mengkaji unsur-unsur kebudayaan dalam suatu karya.