BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Skripsi ini akan membahas aspek ritual pembuatan taganing dan secara lebih spesifik akan memfokuskan pembahasan pada perubahan dan kontinuitas ritual pembuatan taganing dan aspek-aspek teknik pembuatan taganing. Taganing atau tataganing (single-headed braced drum) merupakan seperangkat gendang yang terdiri dari enam buah drum1. Masing-masing gendang memiliki nada (frekuensi getaran) yang berbeda. Ketika dimainkan, keenam gendang disusun dan digantung pada sebuah alat penyangga 2. Taganing dimainkan oleh dua orang pemain dengan menggunakan palu-palu (stik pemukul). Gendang yang terbesar ukurannya disebut gordang yang dimainkan satu orang (panggordangi). Dalam komposisi musik, gordang berperan sebagai instrumen ritmikal. Sementara lima gendang lainnya yang disebut
anak ni taganing berperan sebagai
instrumen
melodik yang dimainkan oleh satu orang (partaganing). Gordang dan anak ni taganing, sebuah sarune (double reeds-oboe), empat buah ogung (suspended-gongs): ogung oloan, ogung ihutan, ogung panggora dan ogung doal, serta satu buah hesek (idiophone) disebut gondang sabangunan, yaitu ensambel musik tradisional masyarakat Batak Toba. Pembuatan taganing pada dewasa ini sudah mengalami perubahan yang signifikan. Sejumlah norma-norma tradisi, seperti praktik ritual yang terdapat dalam proses pembuatan taganing telah diabaikan. Menurut bapak M Simalango 3, pada masa
1
Pada penulisan berikutnya, penulis akan menggunakan kata taganing. Akan diuraikan lebih jauh pada bab iv. 3 Bapak M Simalango salah seorang pembuat taganing yang bertempat tinggal di Desa Salaon yang merupakan salah satu informan penulis. wawancara tgl 28 maret 2008 di Desa Salaon. 2
Universitas Sumatera Utara
pra Kristen di tanah Batak proses pembuatan taganing dilakukan dengan lebih dahulu membuat ritual, seperti penyajian sasajen dan meyakini kepercayaan supra natural seperti maniti ari 4 yang bertujuan untuk menghindari hari sial (tar ari). Sedangkan ritual pemberian sasajen ini dilakukan untuk meminta restu kepada sang pencipta dan roh nenek moyang. Tujuan ritual ini untuk menjauhkan bala yang datang dari sang pencipta, roh nenek moyang atau sesama manusia. Menurut Bapak G Sitohang 5, pembuatan taganing pada dewasa ini masih tetap menyertakan praktik ritual. Di dalam proses, biasanya ritual pembuatan itu dilakukan atas permintaan si pemesan yang masih meyakini kepercayaan tradisional. Artinya ada kontinuitas ritual pembuatan taganing. Namun demikian ditegaskan bahwa teknik pembuatan mengalami perubahan misalnya penggunaan peralatan. Dimana pembuatan masa dahulu menggunakan peralatan yang sangat sederhana sebagai contoh, penggunaan kapak dalam penebangan kayu yang digantikan dengan mesin pemotong. Dengan informasi yang didapatkan dari lapangan, bahwa pembuatan taganing pada masa dahulu dilakukan secara adat. Adat adalah rangkaian atau tatanan normanorma sosial dan religius yang mengatur kehidupan sosial, hubungan manusia dengan leluhurnya, hubungan vertikal kepada sang pencipta, serta pelaksanaan upacara-upacara ritual keagamaaan (Purba 2000:28 ). Adat adalah norma atau hukum yang diturunkan Mulajadi Nabolon yang menciptakan langit dan bumi serta segala isinya. Adat tidak dapat diubah, tetapi harus dipatuhi (Tampubolon1964, dalam Schreiner 1994:114-115).
4
Maniti ari adalah menentukan hari yang baik. 5Bapak G Sitohang salah seorang pembuat taganing yang bertempat tinggal di Desa Turpuk Limbong yang merupakan informan kunci penulis. Wawancara tgl 10 februari di Desa Turpuk Limbong .
Universitas Sumatera Utara
Aritonang 6 juga mengemukakan bahwa adat bagi orang Batak bukanlah sekedar kebiasaan atau tata tertib sosial, melainkan sesuatu yang mencakup seluruh dimensi kehidupan: jasmani dan rohani, masa kini dan masa depan, hubungan antara si aku (sebagai mikrokosmos) dengan seluruh jagad raya (makrokosmos). Dengan kata lain adat bagi masyarakat Batak Toba bersifat totanilitas (Aritonang 1988:48). Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan, penulis menyimpulkan bahwa adat merupakan tata cara untuk mengharmoniskan kehidupan manusia dengan pencipta, manusia dan roh nenek moyang dan sesama manusia. Adat dijalankan dengan melakukan acara ritual keagamaan dan keyakinan dengan supra natural Penggenapan adat akan mengharmoniskan kehidupan manusia antara kekuatan mikrokosmos, sesuai dengan ketertiban makrokosmos, meningkatkan kekuatan kehidupan manusia, kekuatan hidup ternaknya dan ladang-ladangnya sebagaimana diharapkan. Penulis adalah anak dari seorang pemain dan pembuat taganing. Penulis sudah mengamati sejumlah proses pembuatan taganing pada masa dewasa ini dan mencatat bahwa telah banyak terjadi perubahan dalam tata cara atau norma-norma pembuatan taganing, begitu juga dalam teknik pembuatan. Fenomena ini menarik untuk diteliti dan dikaji lebih dalam untuk mengetahui tata cara atau norma-norma apa saja yang berubah dan diabaikan atau dilarang, dan mengapa demikian, serta apa yang berlanjut dan mengapa berlanjut akan menjadi masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini. Oleh sebab itu Penulis memberi judul, Perubahan dan Kontinuitas Ritual Pembuatan Taganing di Desa Turpuk Limbong Kecamatan Harian Boho Kabupaten Samosir.
6
Salah seorang teolog Kristen yang menulis buku Sejarah Pendidikan Kristen di Tanah Batak 1988.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Pokok Permasalahan Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam skripsi ini adalah, aspek ritual apakah yang telah berubah dan masih berkelanjutan dalam tradisi pembuatan taganing pada masyarakat Batak Toba? Hal-hal apa sajakah yang melatarbelakangi terjadinya perubahan dan kelanjutan ritual pembuatan taganing dimaksud? Bagaimana gambaran proses perubahan dan kelanjutan dari ritual pembuatan taganing? Aspek apa sajakah yang berubah dan berlanjut dalam teknik pembuatan taganing? Dan bagaimanakah proses pembuatan alat musik ini?
1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan 1. Untuk mengetahui aspek ritual apakah yang berubah dan berkelanjutan pada pembuatan taganing pada masyarakat Batak Toba. 2. Memberikan gambaran proses perubahan dan kelanjutan dari ritual pembuatan Taganing tersebut. 3. Aspek apa yang berubah dan berlanjut dalam teknik pembuatan taganing. 4.
Untuk mengetahui bagaimana pembuatan alat musik taganing.
1.3.2 Manfaat Selain tujuan, penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi para pembaca, baik yang berada dalam disiplin ilmu Etnomusikologi, maupun di luarnya, dan khususnya untuk penulis sendiri dalam menambah wawasan tentang budaya masyarakat Batak. Beberapa manfaat yang diperoleh dan ingin dicapai dalam tulisan ini adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Sebagai dokumentasi yang membahas tentang fenomena perubahan dan kelanjutan tradisi pembuatan taganing dan menambah referensi tentang alat musik dan proses pembuatanya di jurusan Etnomusikologi. 2. Untuk menambah referensi tentang dokumentasi teknik-teknik pembuatan taganing ini. 3. Tujuan lebih jauh adalah untuk dapat digunakan lagi oleh penulis lain yang ingin membahas tentang masalah yang sama, dengan objek yang berbeda. 4. Untuk memenuhi syarat ujian untuk mendapatkan Gelar sarjana di departemen Etmusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
1.4. Konsep dan Teori yang Digunakan 1.4.1. Konsep Konsep adalah kesatuan pengertian tentang sesuatu hal atau persoalan yang perlu dirumuskan. Untuk memperjelas konsep yang akan penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini, maka sebaiknya dijelaskan konsep-konsep mengenai, (a) kontiunitas, (b) perubahan (c) teknik atau metode pembuatan, dan (d) ritual. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka tahun 1988, kata “kontinuitas” memiliki arti kelanjutan, kelangsungan dan kesinambungan. Pada penjelasan ini berkaitan dengan masih adanya hal-hal yang masih tetap eksis dipertahankan dan berkelanjutan sampai saat ini. Sebagai bentuk kontinuitas dapat dilihat dari penggunaan do’a dalam pembuatan taganing yang pada zaman dahulu do’a ditujukan kepada Mulajadi Nabolon dan roh nenek moyang namun pada saat sekarang ditujukan pada Tuhan (dalam konteks Kristen). Dengan penjelasan di atas bahwa kontinuitas dan
Universitas Sumatera Utara
perubahan berjalan seiring dengan berkembangnya pengetahuan sehingga membuat suatu perubahan ide atau gagasan pada masyarakat. Kata “perubahan” memiliki arti situasi dan keadaan yang berubah serta peralihan dan pertukaran. Seiring dengan berjalannya waktu Pembuatan taganing pada masa sekarang ini sudah mengalami perubahan. Dalam hal ini terjadi perubahan pada pemotongan hewan yang dijadikan lauk pauk untuk makan bersama pada acara syukuran pembuatan taganing. Sedangkan pada masa sekarang cukup hanya memotong ayam untuk acara makan bersama. Jika dahulu acara syukuran mengundang kerabat dan dongan sahuta (teman sekampung), maka di zaman sekarang cukup hanya ruang lingkup keluarga. Begitu dalam teknik penebangan pohon untuk membuat taganing. Dahulu penebangan pohon biasanya menggunakan alat yang sederhana seperti kapak, sedangkan pada masa sekarang sudah menggunakan mesin pemotong. Sedangkan “teknik (metode) pembuatan” ini mencakup dari material, peralatan dan pembuatan. Pembuatan yang dimaksud pada tulisan ini akan membahas cara membuat taganing. Proses pembuatan taganing ini dimulai dari pemilihan bahan seperti pemilihan pohon yang sudah tua dan layak untuk digunakan. Pada penebangan pohon juga disertakan praktek ritual seperti pembacaan doa dan penyajian sasajen. Sedangkan poses pembuatan taganing mulai dari pembentukan badan taganing sampai tahap pengikatan akan diuraikan pada bab berikutnya 7. Ritual menurut Echols dan Sadily (2000:488) memiliki arti upacara keagamaan. Sistem upacara keagamaan secara khusus mengandung empat aspek yaitu, (1) tempat upacara, (2) tempat upacara dilakukan, (3) benda-benda dan alat upacara dan (4) orang-
7
Akan diuraikan lebih dalam pada bab iv.
Universitas Sumatera Utara
orang yang melakukan dan memimpin upacara (Koentjaraningrat 1983:368). Namun dalam tulisan ini, penulis mengasumsikan bahwa ritual pembuatan adalah tata cara atau kepercayaan dalam sistem religi dan alam gaib yang diyakini oleh masyarakat Batak Toba dalam proses pembuatan taganing.
1.4.2. Teori Teori merupakan prinsip-prinsip umum yang ditarik dari fakta-fakta, dan mungkin juga dugaan yang menerangkan sesuatu. (Marzuki 1999:33). Teori juga dapat berarti sebagai suatu analisa terhadap suatu hal yang sudah terbukti dan teruji kebenarannya. Teori juga merupakan landasan untuk berfikir secara ilmiah untuk menguji, membandingkan, atau menerapkan untuk objek penelitian. Menurut
Soekanto,
perubahan
terjadi karena
usaha
masyarakat
untuk
menyesuaikan diri sesuai kebutuhan situasi dan kondisi yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat (Soekanto 1992;21). Suatu kebudayaan tidaklah bersifat statis, melainkan selalu berubah dengan kemajuan zaman sebab kebudayaan bukanlah sesuatu hal yang lahir hanya sekali (Ihromi 1987:32). Herskovits dalam Merriam mengemukakan bahwa perubahan dan kelanjutan merupakan suatu tema yang digunakan untuk memahami sifat stabil dan dinamis yang melekat dalam setiap kebudayaan. Berkaitan dengan fenomena ini, teori kebudayaan secara umum mengasumsikan bahwa setiap kebudayaan beroperasi dalam kerangka waktu yang terus mengalami kelanjutan, yang mana variasi-variasi dan perubahan yang terjadi adalah hal yang tidak dapat dielakkan (Meriam 1964:303).
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, penulis juga menggunakan teori perubahan budaya. Menurut Herkovist perubahan kebudayaan dapat juga dilihat dari dua titik pandang, yaitu bagaimana yang terjadi pada masa lampau dan masa sekarang. Berdasarkan titik pandang pertama, mereka selalu mempergunakanya dalam istilah difusi yang didefinisikan sebagai transmisi budaya dalam proses. Perubahan dapat dipandang bagaimana asal usul sebuah budaya, apakah karena faktor internal atau eksternal. Perubahan internal disebut dengan inovasi, dan perubahan eksternal disebut akulturasi (1948:525). Perubahan juga merupakan sebuah konsep yang serba mencakup, menunjuk kepada perubahan fenomena sosial di berbagai tingkat manusia. Perubahan sosial dapat dilihat pada suatu tingkat tertentu atau dengan menggunakan berbagai kawasan studi dan menganalisis. Perubahan sikap ini melambangkan perubahan hubungan antar sesama manusia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa secara jelas untuk mengetahui adanya perubahan dalam suatu komunitas masyarakat merupakan cerminan masyarakat tersebut (Lauer 2001:5). Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan perubahan adalah sebuah konsep yang mencakup perubahan dari berbagai unsur kebudayaan, termasuk perubahan sikap pandangan masyarakat di berbagai tingkat kehidupan. Kondisikondisi sosial primer yang menyebabkan terjadinya perubahan seperti, pengetahuan, ekonomi, teknologi, atau geografi, merupakan faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan pada berbagai aspek sosial lainnya. Perubahan sosial dan kebudayaan, disamping itu juga harus diperhatikan situasi dan kondisi dari tempat atau lokasi dimana suatu perubahan terjadi.
Universitas Sumatera Utara
Sehubungan dengan pengkajian instrumen taganing, penulis mengacu pada teori yang dikemukakan Kashima Susumu dengan menjelaskan dua pandangan yang mendasar yaitu: “1. Structural and 2. Functional. Structural studies deal with the physical aspects of musical instrument – observing, measuring and recording the shape, size, conctruction and the materials used in making the instrument. The second deals with its function as a sound-producing tool researching, measuring and recording the playing methods, tuning methods, sound-producing uses and the loudness, pitch, timbre and quality of the sound produced” (Susumu, 1978:174). “1. sruktural dan 2. fungsional. Secara structural, yaitu aspek fisik instrumen musik, pengamatan, mengukur dan merekam bentuk, ukurannya, konstruksinya, dan bahan yang dipakai. Secara fungsional, yaitu: fungsi instrumen sebagai alat untuk memproduksi suara, meneliti, melakukan pengukuran dan mencatat metode, memainkan instrumen, penggunaan bunyi yang diproduksi .”
Sehubungan dengan pandangan yang dikemukakan oleh Susumu dan dengan melihat kenyataan yang dilakukan oleh masyrakat Batak Toba, maka penulis melakukan pembahasan tentang proses pembuatan alat musik, baik mengenai material (bahan baku) maupun size (ukuran). Selain itu, untuk membahas pengklasifikasian instrumen untuk mengetahui pengelompokan alat musik taganing. Pengklasifikasian yang dipakai dalam pembahasan yaitu, teori yang dikemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel 1961, yaitu: “Sistem pengklasifikasian berdasarkan sumber penggetar utama bunyi. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yang terdiri dari: 1. idiofon (alat itu sendiri sebagai sumber penggetar utama bunyi), 2. Membaranopon ( kulit sebagai sumber penggetar utama bunyi) 3. Kordofon (senar sebagai sumber penggetar utama bunyi) 4. aerofon (udara sebagai sumber penggetar bunyi).”
Universitas Sumatera Utara
1.6 Metode Penelitian Untuk memperoleh data secara sistematis, maka penulis menggunakan metode penelitian dengan pendekatan kualitatif, yaitu suatu penelitian yang menghasilkan data deskriptif dengan menggambarkan atau memaparkan suatu data detail yang berupa ungkapan-ungkapan, catatan atau tingkah laku masyarakat. Dalam penelitian ini juga penulis juga menggunakan metode deskriptif yang bersifat kualitatif. Penelitian yang bersifat deskriptif adalah bertujuan untuk memaparkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu untuk menentukan frekwensi atau penyebaran dari suatu gejala ke gejala lain dalam suatu masyarakat (Koentjaraningrat 1990:29).
1.6.1 Pemilihan Lokasi Penelitian dan Informan Yang menjadi tempat lokasi penelitian penulis adalah di Desa Turpuk Limbong, Kecamatan Harianboho, Kabupaten Samosir. Penulis memilih lokasi ini karena di desa ini terdapat pembuatan taganing. Selain itu, penulis juga bertempat tinggal di desa ini sehingga mempermudah penulis untuk melakukan penelitian terhadap proses pembuatan taganing dan juga masyarakat setempat. Mencari informan adalah suatu tindakan penting yang dibutuhkan penulis , karena dengan mendapatkan informasi yang sesuai, maka masalah yang akan penulis bahas dapat terungkap dengan jelas dengan bantuan informan tersebut. Sebagai tindakan awal, penulis memilih satu informan kunci yaitu Bapak G. Sitohang, dengan alasan beliau merupakan pembuat taganing yang pernah membuat ritual pembuatan taganing
Universitas Sumatera Utara
1.6.2 Penelitian Lapangan Dalam penelitian lapangan, penulis juga melakukan observasi partisipasi dengan cara terjun langsung pada proses pembuatan taganing karena penulis juga merupakan anak dari seorang pembuat taganing dan pernah terlibat dalam pembuatan taganing. Hal ini penulis anggap sebagai sesuatu yang memudahkan penulis didalam mengumpulkan dan memeperoleh data. Dalam penelitian lapangan ini juga penulis harus tetap sadar supaya tidak terjerumus dengan asumsi-asumsi yang objektif karena penulis sebagai insider dalam penelitian ini. Pada proses pengumpulan data di lapangan, penulis melakukan wawancara untuk mendapatkan informasi yang akurat. Pada tahap wawancara ini, penulis merekam dan menuliskan informasi yang dihasilkan dari tanya jawab dengan informan. Selain memperkuat perolehan data penulis juga melakukan pemotretan pada pembuatan taganing 8.
1.6.3 Wawancara Dalam melakukan wawancara, penulis melakukan wawancara tidak berstruktur untuk melengkapi data. Wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan data-data yang dihimpun dari jawaban-jawaban informan dari pertanyaan-pertanyaan yang penulis ajukan. Adapun pertanyaan itu tidak hanya dipersiapkan terlebih dahulu, akan tetapi juga muncul sebagai reaksi saat menyaksikan kegiatan atau proses dan pembuatan taganing tersebut, dan melihat adanya beberapa hal yang menarik untuk dipertanyakan.
8
Gambar atau fhoto yang terdapat pada skripsi ini merupakan dokumntasi dari hasil pemotretan dari penulis.
Universitas Sumatera Utara
1.6.4 Studi Kepustakaan Untuk tahap awal sebelum turun ke lapangan, penulis terlebih dahulu melakukan studi kepustakaan, yaitu mencari referensi-referensi baik dari artikel, skripsi dan bukubuku yang berkaitan dengan objek penelitian. Adapun tulisan-tulisan yang didapatkan adalah buku-buku yang berhubungan dengan masyarakat Batak Toba secara umum. Tujuan ini untuk memperoleh teori dan konsep-konsep dan teori-teori yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.
1.6.5 Kerja Laboratorium Setelah mendapatkan data dari lapangan yang bersifat abstrak dan dianalisis kembali dalam kerja laboratorium. Penulis akan melakukan seleksi data, analisa data, dan mengklasifkasikan data berdasarkan kelompoknya sesuai dengan informasi yang penuliskan harapkan. Begitu juga dengan data yang berbentuk gambar, penulis akan dicantumkan pada tulisan ini. Data yang tidak bersifat musikal diolah kemudian dan dituliskan dalam bentuk tulisan atau karya ilmiah. Selama proses pengolahan data, penulis juga melakukan diskusi-diskusi dengan para pembimbing dan dan teman-teman di departemen Etnomusikologi USU.
Universitas Sumatera Utara