BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Perpres no. 72 Tahun 2012). Menurut UU no. 36 Tahun 2009 menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Tujuan
pembangunan
kesehatan
adalah
meningkatkan
kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Terciptanya masyarakat Indonesia seperti ini ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan lingkungan yang sehat, serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan (Adisasmito, 2012) Indonesia memiliki banyak keanekaragaman. Keanekaragaman yang ada di Indonesia seperti tingkat perkembangan sosial, ekonomi dan budaya
1
2
masyarakat di berbagai daerah. Indonesia juga merupakan negara agraris, sebagian besar penduduknya bermukim di daerah pedesaan dengan tingkat pendidikan mayoritas sekolah dasar dan belum memiliki hidup sehat. Budaya memeriksakan kesehatan secara dini anggota keluarga belum tampak. Hal ini terlihat banyaknya pasien yang datang ke pelayanan kesehatan untuk memeriksakan keadaan kesehatan sebagai tindakan kuratif belum didukung sepenuhnya oleh upaya promotif dan preventif. Selain itu, tidak semua masyarakat dengan mudah mendapatkan akses pelayanan kesehatan karena keadaan geografis, luas wilayah, sarana penghubung dan kepadatan penduduk. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi kebutuhan, kesadaran dan minat masyarakat untuk datang berobat dan berkunjung ke pelayanan kesehatan (Effendi, 2009). Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat (Kemenkes RI, 2014). Agar pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan yang diinginkan maka persyaratan yang harus dipenuhi adalah pelayanan kesehatan tersebut harus tetap tersedia dan berkesinambungan, dapat diterima dan wajar, mudah dicapai dan mudah dijangkau serta bermutu (Azwar, 2010). Di Indonesia puskesmas merupakan tulang punggung pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pusat Kesehatan Masyarakat atau biasa disingkat puskesmas termasuk sebagai sarana penyelenggara upaya kesehatan primer, yaitu upaya kesehatan dimana terjadi kontak pertama masyarakat dengan pelayanan kesehatan. Puskesmas memiliki wilayah kerja di satu kecamatan. Apabila di suatu kecamatan
3
terdapat lebih dari satu Puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi di antara Puskesmas tersebut, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau rukun warga) (Hartono, 2010). Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat (Kemenkes RI, 2014). Puskesmas telah didirikan di seluruh pelosok tanah air. Jumlah puskesmas di Indonesia sampai dengan Desember 2014 sebanyak 9.731 unit. Jumlah tersebut terdiri dari 3.378 unit puskesmas rawat inap dan 6.353 unit puskesmas non rawat inap, dengan angka rasio 1,16 per 30.000 penduduk (Profil Kesehatan Indonesia, 2014). Jumlah Puskesmas di Sumatera Barat sampai dengan Juni 2015 sebanyak 264 unit, dengan rincian 91 unit puskesmas rawat inap dan 173 unit puskesmas non rawat inap. Dan jumlah puskesmas di Kabupaten Solok sampai dengan Juni 2015 sebanyak 18 unit, dengan rincian 6 unit puskesmas rawat inap dan 12 unit puskesmas non rawat inap (Kemenkes RI, 2015). Di dalam penelitian Addani (2008) disebutkan bahwa banyaknya Puskesmas tidak menjadi indikator satu-satunya keberhasilan dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Tetapi dibarengi partisipasi dari masyarakat sebagai pengguna sarana pelayanan kesehatan yang ada. Nilai pemanfaatan Puskesmas sangat ditentukan oleh peran serta masyarakat sebagai pengguna pelayanan kesehatan maupun faktor puskesmas itu sendiri sebagai penyedia pelayanan kesehatan.
4
Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Solok tahun 2014, pemanfaatan puskesmas oleh masyarakat di wilayah Kabupaten Solok untuk mencari pelayanan kesehatan hanya 53%, sedangkan 47% lainnya mencari pelayanan kesehatan ke sarana kesehatan lainnya (Dinkes Solok, 2015). Puskesmas Sulit Air berada di Kecamatan X Koto Diatas Kabupaten Solok. Luas wilayah kerja Puskesmas Sulit Air adalah 547 kmĀ² yang terdiri dari 3 Nagari dan 22 Jorong (Nagari Sulit Air 13 jorong, Nagari Bukit kandung 5 jorong dan Nagari Pasilihan 4 jorong), dengan jumlah total penduduk 9.874 jiwa/2.859 KK (Profil Puskesmas Sulit Air 2014). Secara geografis wilayah kerja Puskesmas Sulit Air berada di kawasan perbukitan, terletak 55 km dari pusat Kabupaten Solok (Kayu Aro) dan 96 km dari pusat Provinsi Sumatera Barat (Padang). Kondisi jalan yang menghubungkan satu nagari dengan nagari lainnya di wilayah kerja Puskesmas Sulit Air dapat dikatakan buruk dan sulit dilewati oleh kendaraan, sementara itu sarana transportasi umum yang tersedia juga tidak memadai. Selain puskesmas, sarana kesehatan lainnya di wilayah kerja Puskesmas Sulit Air yaitu 3 pustu (Pustu Jorong Rawang, Pustu Nagari Bukit Kandung, dan Pustu Nagari Pasilihan), 2 polindes, dan 12 poskesri. Hasil survei awal diketahui bahwa selama tahun 2015 jumlah kunjungan sebanyak 5.598 kunjungan (56%) dari 9874 orang penduduk di wilyah kerja Puskesmas Sulit Air. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2015 jumlah ratarata kunjungan Puskesmas Sulit Air adalah 15 kunjungan setiap hari, apabila dibandingkan dengan rata-rata jumlah kunjungan puskesmas di Kabupaten Solok
5
(28 kunjungan/hari), ini dapat diartikan bahwa jumlah kunjungan Puskesmas Sulit Air masih dibawah rata-rata jumlah kunjungan puskesmas di Kabupaten Solok. Jika dilihat pergerakan jumlah pengunjung Puskesmas Sulit Air dalam tiga tahun terakhir, pada tahun 2013 jumlah pengunjung Puskesmas Sulit Air yaitu sebanyak 6.057 kunjungan (Profil Puskesmas Sulit Air 2013), pada tahun 2014 terjadi peningkatan jumlah pengunjung yang sangat signifikan yaitu sebanyak 12.474 kunjungan (Profil Puskesmas Sulit Air 2014), tetapi pada tahun 2015 jumlah pengunjung Puskesmas Sulit Air sebanyak 5.598 kunjungan. Dari angkaangka tersebut dapat dilihat bahwa terjadi penurunan jumlah pengunjung yang sangat signifikan bahkan lebih sedikit daripada jumlah kunjungan Puskesmas Sulit Air pada tahun 2013. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan menurut Anderson (1974) dalam Muzaham (2007) adalah; (1) faktor predisposisi (predisposing, seperti demografi, struktur sosial dan keyakinan), (2) faktor kemampuan (enabling, seperti sumber daya keluarga, sumber komunitas/masyarakat), dan (3) faktor kebutuhan (persepsi sehat-sakit, tingkat rasa sakit). Berdasarkan studi pendahuluan dan wawancara terhadap beberapa masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Sulit Air, diasumsikan bahwa rendahnya minat masyarakat dalam memanfaatkan puskesmas disebabkan oleh: (1) pelayanan kesehatan yang kurang memuaskan pasien, dikarenakan sikap petugas kesehatan yang kurang ramah kepada pasien serta kesiapsediaan petugas
6
kesehatan selama jam kerja, sebagian besar masyarakat yang diwawancara saat survei pendahuluan menyatakan bahwa pasien harus menunggu lama untuk mendapat pelayanan kesehatan karena petugas kesehatan tidak berada di tempat walaupun mereka berkunjung di saat jam kerja puskesmas, (2) sebagian masyarakat masih kurang percaya bahwa pelayanan kesehatan di puskesmas dapat mengatasi masalah kesehatan mereka, masih ada masyarakat yang memanfaatkan pengobatan tradisional seperti dukun untuk mengatasi masalah kesehatan, (3) masyarakat yang tinggal di Nagari Bukit Kandung, Nagari Pasilihan dan jorong yang letaknya cukup jauh dari puskesmas mengeluhkan akses geografis menuju puskesmas yang sulit, jarak tempuh yang cukup jauh, serta ketersediaan sarana transportasi umum yang tidak memadai (hanya ojek) sehingga masyarakat harus mengeluarkan biaya transportasi yang lebih banyak untuk mencapai puskesmas, oleh karena itu masyarakat lebih memilih untuk manfaatkan sarana kesehatan lain, dan (4) masyarakat baru akan mengunjungi puskesmas saat penyakit mereka tidak kunjung sembuh setelah melakukan pengobatan sendiri menggunakan obat tradisional maupun obat yang dijual di warung. Penelitian
Barus
(2003)
menunjukkan
bahwa
prioritas
dalam
memanfaatkan pelayanan kesehatan puskesmas yang terbesar adalah faktor geografi (55,6%), kemudian faktor perilaku (27,8%), faktor ekonomi (16,7%), dan yang terkecil adalah faktor sosial budaya (11,1%). Penelitian Wahyuni (2012) menunjukan bahwa faktor karakteristik kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan yaitu persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit memiliki hubungan yang signifikan (76,8%) terhadap pemanfaatan
7
puskesmas oleh masyarakat. Selain itu pemanfaatan puskesmas oleh masyarakat juga dipengaruhi oleh ketersediaan tenaga kesehatan di puskesmas, yaitu 74,2% responden menyatakan adanya ketersediaan tenaga kesehatan dan memanfaatkan pelayanan kesehatan. Penelitian Rusdin (2015) mengemukakan bahwa faktor pendidikan dan ketersediaan fasilitas kesehatan merupakan faktor yg paling dominan terhadap pemanfaatan puskesmas, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat maka semakin besar minat untuk memanfaatkan puskesmas, dan semakin baik kondisi fasilitas kesehatan maka semakin besar pula minat untuk memanfaatkan puskesmas. Penelitian Ambarita (2015) mengemukakan bahwa faktor keterjangkauan masih menjadi masalah sebagian besar masyarakat untuk memanfaatkan puskesmas, dikarenakan 82,2% responden berada pada kategori sulit untuk menjangkau puskesmas, dimana sebagian besar responden mengatakan letak puskesmas belum strategis dengan tempat permukiman, letak puskesmas terlalu jauh dari tempat tinggalnya, mengalami kesulitan ke puskesmas karena transportasi, dan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di puskesmas butuh biaya yang cukup mahal. Berdasarkan uraian diatas dan data yang telah peneliti dapatkan, maka peneliti tertarik untuk meneliti determinan pemanfaatan puskesmas oleh masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas Sulit Air Kabupaten solok.
8
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah determinan pemanfaatan puskesmas (Pengetahuan, kepercayaan kesehatan, sikap tenaga kesehatan, aksesibilitas dan kondisi kesehatan) oleh masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Sulit Air Kabupaten Solok tahun 2016. 1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan pemanfaatan
Puskesmas Sulit Air oleh masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Sulit Air Kabupaten Solok tahun 2016. 1.4 1.
Manfaat Penelitian Sebagai bahan pertimbangan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Solok untuk memutuskan kebijakan terkait dengan revitalisasi puskesmas-puskesmas yang berada di wilayah kerja Kabupaten Solok.
2.
Sebagai informasi dan bahan acuan bagi Puskesmas Sulit Air Kecamatan X Koto Diatas untuk menyusun suatu strategi peningkatan pemanfaatan puskesmas oleh masyarakat sesuai dengan keinginan dan harapan bersama.
3.
Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam kegiatan penelitian ini.
4.
Sebagai informasi dan bahan refrensi bagi penelitian selanjutnya.