BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar belakang
`
Sejarah merupakan rentetan peristiwa yang mempunyai kaitan dengan kejadian-
kejadian dalam bentuk periode tertentu, karena manusialah yang bersejarah dan manusia pulalah yang mengkajinya 1. Pada hakikatnya, untuk mencapai taraf kesempurnaannya manusia hidup dari dan dalam masyarakatnya. Oleh karena itu, manusia mempunyai rasa solidaritas yang sangat tebal terhadap masyarakatnya. Disamping itu, setiap individu yang menjadi suatu anggota masyarakatnya harus tunduk kepada ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan hak dan kewajibannya.2 Dalam hal ini dapat diamati bagaimana seorang memberikan pandangannya atas perkembangan umat manusia dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam mengamati proses perkembangan itu, tentunya salah satu yang turut memegang peranan cukup penting adalah dunia pengetahuan yang dalam zaman ke zaman selalu mengalami perkembangan. Dunia pengetahuan adalah salah satu dari aspek yang turut mempengaruhi umat manusia dari generasi ke generasi. Wadah
dari
pengetahuan
yang
digunakan
oleh
umat
manusia
juga
mempengerahui perkembangan desa-desa yang ada. Perkembangan desa-desa ini menjadi rantai sejarah bagi masa lalu, akar bagi hidup dimasa sekarang dan membimbing untuk melangkah ke masa depan. Dalam pembahasan mengenai masalah pedesaan masa lampau, terdapat beberapa asumsi yang kini masih dipersoalkan, dan ada pula yang tidak 1 2
Wiratmo Sukito, Renungan Tentang Sejarah, Jakarta: 1955, hlm 48. Karto Hadikoesoemo Sutardjo, Desa, Jogjakarta, Sumur Bandung, 1965, hlm 3.
11
Universitas Sumatera Utara
valid. Asumsi pertama ialah yang menerima bahwa setiap karakteristik yang dijumpai pada sesuatu desa adalah hal umum pada desa-desa di semua waktu dan tempat. Asumsi kedua ialah bahwa apa yang benar mengenai pedesaan dalam suatu kebudayaan adalah benar untuk pedesaan dalam kebudayaan lain. Bukanlah pembawaan seorang manusia untuk hidup menyendiri perseorangan atau bertempat tinggal hanya dengan istri dan anak ataupun hidup mengembara saja. Kehidupan kelompok masyarakat yang di zaman berburu masih nomaden, secara perlahan mengalami perubahan dan mulai menetap serta bertempat tinggal dalam jangka yang sangat lama. Mereka kemudian berkumpul, kemudian membangun daerah yang mereka tempati menciptakan kebiasaan hingga melahirkan budaya. Akan tetapi, awalnya kelompok tersebut akan membangun sebuah kelompok bertani alasannya adalah agar dapat menyeimbangkan persediaan makanan demi kelangsungan hidupnya. Alasan-alasan untuk membangun masyarakat ada tiga tahapan yang harus dibenahi terlebih dahulu yaitu: yang pertama adalah untuk bertahan hidup, yaitu mencari makanan, membuat pakaian, dan perumahan, yang kedua adalah, untuk mempertahankan hidupnya terhadap ancaman dari luar dan ketiga adalah, untuk mencapai kemajuan dalam hidupnya. Bersama-sama mereka membuka hutan belukar dan masing-masing atau bersama-sama mengolah tanah yang telah kosong untuk ditanami tumbuh-tumbuhan yang dapat menghasilkan bahan-bahan makanan. Semakin baik keadaan tanah pertanian yang dibuka itu semakin banyak orang yang menggabungkan diri untuk turut bertempat tinggal serta menetap ditempat tersebut. Dan semakin ringanlah orang dapat menjalankan kerjakerjanya untuk mempertahankan diri terhadap bahaya alam yang menimpa atau serangan binatang buas dari hutan belukar. Demikianlah dapat dimengerti, bahwa didaerah-daerah
12
Universitas Sumatera Utara
yang subur tanahnya kemudian terdapat masyarakat-masyrakat yang besar dan tergabung dalam ikatan desa yang kuat dan banyak penduduknya. Perkataan “Desa”, berasal dari bahasa sansekerta yang artinya tanah-air, tanah asal, ataupun tanah kelahiran. Perkataan desa umumnya di pakai di daerah Jawa, Madura, dan Bali. Sedangkan Dusun dipakai di daerah Sumatera Selatan; di Maluku orang mengenal dengan istilah dusundati. Daerah Batak, dusun dipakai buat nama pedukuhan. Di Aceh orang memakai nama “gampong” dan “meunasah” buat daerah-hukum yang paling bawah. Di Batak daerah Hukum setingkat dengan Desa diberi dengan nama Kuta atau Huta. Pedukuhannya dinamakan dusun sosor dan pagaran.3 Menurut undang-undang no 5 tahun 1979 tentang pemerintah daerah desa adalah: suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah, langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan kesatuan negara Republik Indonesia. Kata Karo berasal dari Haro atau Haru yang merupakan bahasa Karo tua yang sampai sekarang masih hidup dalam bahasa Karo dan bahasa Pakpak, yang artinya “khawatir” atau merasa sangsi dan ketakutan. Orang Karo termasuk Bangsa Proto Melayu (Melayu Tua) yang mendiami dataran rendah pantai timur Sumatera Utara merasa khawatir dan ketakutan terhadap imigran-imigran Deutro Melayu (Melayu Muda) sebagian diantaranya melarikan diri ke pedalaman yaitu daerah Bukit Barisan sekarang dan daerah orang karo berada di dataran tanah tinggi karo. Bangsa Melayu Tua itu merasa “Haru” atau “aru”, takut dan khawatir akan terjadinya peperangan dan pembunuhan, sehingga mereka melarikan diri kepedalaman dan menyendiri di daerah 3
Karto Hadikoesoemo Sutarjo, op.cit, hlm 35
13
Universitas Sumatera Utara
pegunungan dan mulai menetap serta membangun kelompoknya. Dalam perkembangan berikutnya jumlah masyarakat semakin bertambah dalam membentuk anggota-anggota masyarakat, lambat laun maka individu-individu harus diatur kehidupan sosial budayanya berdasarkan kaidah adat. Dengan demikian terciptalah adat istiadat yang mengatur dan berlaku serta rasa solidaritas yang didukung kerja sama yang kuat dalam kelompok tersebut.4 Dataran tinggi karo mencakup seluruh wilayah kabupaten karo yang pusat administratifnya berada di daerah Kabanjahe. Wilayah dataran Tinggi tanah karo ini menjorok kesaelatan hingga masuk kedaerah Kabupaten Dairi (khususnya daerah Kecamatan Tanah Pinem dan Tiga Lingga), serta kearah timur masuk kebagian wilayah Kecamatan Si Lima Kuta yang terletak di daerah Kabupaten Simalungun. Masyarkat karo menyebut wilayah pemukiman ini dengan nama Karo Gunung. Dataran rendah Tanah Karo yang mencakup wilayah-wilayah Kecamatan dari wilayah Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang yang terletak pada bagian ujung selatan secara geografis (namun tertinggi secara topografi). Wilayah ini dimulsi dari plato Tanah Karo yang membentang kebawah hingga mencapai sekitar kampung-kampung Bahorok, Namo Ukur, Pancur Batu, dan Namo Rambe yang ada di sebelah utara, serta Bangun Purba, Tiga Juhar dan Gunung Meriah disebelah timur. Masyarakat Karo menyebut daerah ini dengan Karo Jahe (Karo Hilir). Masyarakat Karo sendiri bermukim di Wilayah sebelah barat Danau Toba yang memiliki luas wilayah sekitar 5.000 kilo meter persegi yang secara astronomis terletak sekitar antara 3' 3'30º lintang utara serta 98'30º bujur timur.
4
Brahmo Putro, Karo dari Jaman ke Jaman, Jilid I, Medan, Yayasan Masa, 1981, hlm 53.
14
Universitas Sumatera Utara
Banyak sekali kebudayaan suku batak karo yang sangat unik. Diantaranya tradisi Merdang Merdem atau Kerja Tahun adalah sebuah perayaan suku Karo di Kabupaten Karo. Konon merdang merdem tersebut merupakan kegiatan rutin setiap tahun yang biasanya dilaksanakan setelah acara menanam padi di sawah selesai. Perayaan tersebut merupakan bagian dari ucapan syukur kepada sang Pencipta karena kegiatan menanam padi telah selesai. Teriring doa agar tanaman padi tersebut diberkati sehingga bebas dari hama dan menghasilkan panen yang berlimpah. Momen yang melibatkan seluruh warga kampung tersebut biasanya juga dimanfaatkan muda-mudi sebagai ajang mencari jodoh. Setiap acara merdang merdem biasanya dimeriahkan dengan gendang guro-guro aron yaitu acara kesenian karo seperti tari dan musik karo yang melibatkan pasangan muda-mudi. Setiap kecamatan di Tanah Karo merayakan merdang merdem pada bulan yang berbeda. Kecamatan Munte merayakan merdang merdem pada hari ke-26 beraspati medem kalender Karo yang biasanya jatuh di bulan juli. Konon, pesta sekampung tersebut sebegitu meriahnya sehingga lama perayaannya sampai Tujuh hari dimana setiap hari mempunyai makna yang berbeda. Desa juhar terletak di daerah kabupaten Karo yang terbentuk secara tradisonal oleh manusia yang menetap di daerah tersebut. Desa Juhar termasuk daerah yang bentuk dan keadaan alamnya sebagian berbukitbukit dengan dataran rendah yang tidak begitu lurus, di beberapa tempat terdapat jurang yang cukup sempit memiliki ketinggian sekitar 710-800 m dari permukaan laut beriklim tropis dengan suhu udara maksimum 30º derajat Celcius serta suhu minimum 18º derajat Celcius sehingga keadaan udara cukup dingin. Dengan letaknya yang berada di daerah pegunungan, maka daerah ini memiliki curah hujan yang cukup banyak dengan luas 15
Universitas Sumatera Utara
seluruh wilayahnya 21.856 Km persegi. Seperti daerah lainnya desa Juhar mempunyai sejarah tersendiri. Adapun yang pertama mendiami daerah ini adalah orang Karo yaitu dari klen merga Tarigan. Akan tetapi asal kata “Juhar” yang di gunakan orang untuk menyebut daerah tersebut berasal dari nama pohon yang tumbuh di tengah-tengah desa.5 Pohon juhar tersebut sangat rindang sehingga menjadi tempat persinggahan bagi orang-orang yang melintas maupun yang telah menetap di wilayah tersebut. secara tidak langsung dalam interaksi masyarakatnya yang masih sedikit, tetapi kekerabatan yang dimiliki cukup kental dan saling mengenal satu sama lain. Setiap orang yang hendak bepergian maupun menuju dari wilayah tersebut, mereka selalu menyebutkan kata juhar sebagai pengenal wilayah tersebut. karena sering disebutkan, sehingga daerah itu dinamakan menjadi Desa juhar oleh penduduk setempat hingga saat ini. Dalam perkembangannya daerah tersebut mulai ramai dan menjadi sebuah desa yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri. Sistem pemerintahan yang dimaksud adalah suatu kesatuan keluarga-keluarga yang berasal dari satu klan disebut kesain. Pemerintahan di kenal dengan sistem urung atau raja “kuta”. Adapun raja kuta yang pertama adalah Narum Tarigan yang merupakan klen merga pendiri desa juhar. Klan merga Tarigan yang mendirikan desa Juhar berasal dari desa Lingga, dimana awal dari kedatangan mereka kedaerah Juhar adalah untuk mencari lahan Pertanian. Kemudian mereka merambah Hutan lebat karena lahannya dianggap subur, kemudian klompok tersebut mulai menetap di daerah Juhar. Suatu kelompok kekerabatan yang besar dalam masyarakat karo adalah merga. Pada orang karo, merga merupakan nama kolektif tanpa menghiraukan adanya satu nenek moyang.
5
Hasil Wawancara dengan Terabe Beru Sebayang tgl 15 Januari 2011 pukul 15.00 Wib
16
Universitas Sumatera Utara
Selain kefasihan dalam berbahasa Karo, ciri identitas terpenting seorang Karo dapat diketahui dari nama marga yang bersangkutan. Orang-orang Karo memiliki lima macam klan patrilineal atau marga, yaitu Karo-karo, Ginting, Tarigan, Sembiring, dan Peranginangin. Tiap-tiap marga ini terpecah lagi menjadi 13 hingga 18 submarga, sehingga secara keseluruhan dapat dijumpai sbanyak 83 submarga. 1. Karo- karo terbagi atas beberapa sub marga yaitu:
Karo- karo purba
Ketaren
Sinukaban
Karo- karo sinuraya/sinuhaji
Karo- karo sekali
Karo- karo Bukit
Karo- karo Sinulingga
Kaban
Kacaribu
Surbakti
Karo- karo sitepu
Karo- karo Barus
17
Universitas Sumatera Utara
Karo- karo Manik
2. Ginting terbagi atas beberapa sub marga yaitu:
Ginting Pase
Ginting Manik
Ginting Munthe
Ginting Sinusinga
Ginting Sinisuka
Ginting Babo
Ginting Sugihen
Ginting Guru Patih
Ginting Suka
Ginting Beras
Ginting Bukit
Ginting Garamata
Ginting Ajar Tambun
Ginting Jadi Bata
Ginting Tumangger
18
Universitas Sumatera Utara
Ginting Jawak
Ginting Capah
3. Tarigan terbagi atas beberapa sub marga yaitu:
Tarigan Sibero
Tarigan Tua
Tarigan Silangit
Tarigan Tambak
Tarigan Tegur
Tarigan Gersang
Tarigan Gerneng
Tarigan Gana- gana
Tarigan Jampang
Tarigan Tambun
Tarigan Bondong
Tarigan Pekan
Tarigan Purba
19
Universitas Sumatera Utara
4.
Sembiring terbagi atas beberapa sub marga yaitu:
Sembiring Kembaren
Sembiring Keloko
Sembiring Sinulaki
Sembiring Sinupayung
Sembiring Singombak
Sembiring Brahmana
Sembiring Guru kinayan
Sembiring Colia
Sembiring Muham
Sembiring Pandia
Sembiring Keling
Sembiring Depari
Sembiring Bunuaji
Sembiring Milala
Sembiring Pelawi
Sembiring Sinukapor
20
Universitas Sumatera Utara
5.
Sembiring Tekang
Peranginangin terbagi atas beberapa sub marga yaitu:
Peranginangin Sukatendel
Peranginangin Kuto Buloh
Peranginangin Jombor Beringen
Peranginangin Jenabun
Peranginangin Kacinambun
Peranginangin Bangun
Peranginangin Keliat
Peranginangin Beliter
Peranginangin Mano
Peranginangin Pinem
Peranginangin Laksa
Peranginangin Pengarun
Sebayang
Peranginangin Uwir
Peranginangin Sinurat
21
Universitas Sumatera Utara
Peranginangin Pincawan
Peranginangin Singarimbun
Peranginangin Limbeng
Peranginangin Prasi
Seluruh marga dan submarga ini merupakan nama-nama khas yang ada pada masyarakat Karo, namun sering juga tampak memiliki keterkaitan dengan nama-nama marga dari kelompok masyarakat suku-suku Batak lain, khususnya masyarakat Batak Simalungun dan Batak Pakpak. Identitas dan subetnis orang Batak ini pada umumnya dapat langsung diketahui dari nama marganya, misal marga Tarigan dan Sembiring adalah marga khas Batak Karo, nama Saragih dan Damanik adalah marga khas Batak Simalungun, nama Bancin dan Berutu adalah marga khas Batak Pakpak, dan sebagainya. Berbeda dengan orang Batak Toba bahwa nama ataupun marga yang berarti menunjukkan nama dan nenek moyang asalnya. Jika misalnya seorang Karo bernama Perangin-angin, maka hal itu tidak berarti bahwa dulu nenek moyangnya bernama Bangun, anak dari si Peranngin-angin. Sebaliknya jika seorang Toba bernama Siregar Silo maka hal itu berarti bahwa yang bersangkutan adalah keturunan dari seorang nenek moyang yang bernama Silo dan bahwa Silo adalah anaknya Siregar.6 Sejak tahun 1902 desa Juhar memiliki komposisi masyarakat yang terdiri dari berbagai klen merga yang kemudian membuat desa Juhar dibagi dalam 3 daerah Genealogis7 yaitu: Desa juhar Tarigan (1902), Desa Juhar Perangin-angin dan Desa Juhar
6 7
Tridah Bangun, Manusia Batak Karo, Jakarta, Inti Idayu Press, 1986, hlm 52. Genealogis adalah masyarakat hukum yang terjadi dari orang- orang yang berasal dari turunan
satu suku.
22
Universitas Sumatera Utara
Ginting yang memiliki hukum adat serta perangkat desa masing-masing. Akan tetapi keharmonisan ditingkatan masyarakatnya dapat dipelihara dalam bentuk-bentuk gotong royong yang sudah menjadi tradisi bagi masyarakat pedesaan pada umumnya. Proklamasi kemerdekaan Republik indonesia telah membawa perubahan bagi seluruh rakyat indonesia. Bangsa indonesia bebas dan berhak menentukan nasib sendiri tanpa adanya campur tangan dari bangsa lain, hal ini diatur sesuai dengan Bab I pasal I, Bab VI pasal 18 Undang- undang dasar Republik Indonesia serta Pancasila yang bertujuan untuk membangun dan meningkatkan kesejahteraan Bangsa Indonesia yang cukup lama menderita akibat penjajahan dari bangasa lain. Dengan kondisi pemerintahan yang masih berpusat di Pulau Jawa akan tetapi pemerintah Indonesia kemudian membentuk pemerintahan di seluruh daerah Indonesia yang diwujudkan dalam daerah pemerintahan Tingkat I (satu) yaitu Provinsi, Daerah Tingkat II (dua) yaitu Kabupaten dan Daerah Tingkat III (tiga) yaitu kecamatan. Pada Tahun 1945 pemerintahan daerah Tiga kecamatan juhar terbentuk dan masuk kedalam wilayah kewedanan Karo Selatan. Matang Sitepu merupakan wedana Karo Selatan yang membawahi lima kecamatan yaitu: kecamatan Juhar dengan camatnya Tandil Tarigan, Kecamatan Tiga binanga dengan camatnya Pulung Tarigan, Kecamatan Munthe dengan camatnya Pangkat Sembiring meliala, kecamatan Kuta Buluh dengan camatnya Masa Sinulingga, dan Kecamatan Mardingding dengan camatnya Tuahta Barus. Desa Juhar di tetapkan sebagai Ibukota Kecamatan Sejak berdirinya kecamatan Tersebut, hal ini tidak terlepas dari perkembangan desa Juhar dan letak alamnya yang strategis berada di tengah-tengah banyak desa disekelilingnya. Sebagai Ibukota kecamatan desa juhar memiliki peranan yang cukup berpengaruh terhadap daerah
23
Universitas Sumatera Utara
lainnya, selain sebagai pusat administrasi tingkat kecamatan desa Juhar juga berperan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat desa lainnya, bidang ekonomi tersebut adalah peran sentral sebagai tempat pelemparan hasil-hasil pertanian dari desadesa sekelilingnya. Pada tahun 1945 perkembangan desa Juhar masih dalam bentuk administratif wilayah begitu juga dengan peranannya, dan mengalami kehancuran pada Tahun 1949 akibat dari agresi militer Belanda, meski tidak sempat di duduki oleh tentara Belanda akan Tetapi bangunan penting yang ada di desa Juhar sempat dibumi hanguskan oleh tentara indonesia sendiri, hal ini bertujuan untuk menjaga data-data penting agar tidak dikuasai oleh Belanda. Pada tahun 1960-an adalah masa mulainya desa Juhar mengalami perkembangan, baik dari segi Pemerintahan, infrasturktur, ekonomi dan Sosial, baik dari segi pertumbuhan penduduk yang secara langsung mendorong pertumbuhan desa-desa yang ada di daerah sekitarnya. Secara keseluruhan hingga Tahun 1970 Kecemaatan Juhar terdiri dari 21 desa dengan jumlah penduduk 14.847 jiwa. Penelitian ini berjudul “Desa Juhar: Perkembangan dan Peranannya Sebagai Ibukota Kecamatan Juhar, Kabupaten Karo (1945-1970)”. Adapun periodisasi yang dilakukan dalam penelitian ini untuk membatasi penulisan agar tidak terlalu luas. Penelitian diawali pada tahun 1945 sebagai awal terbentuknya kecamatan Juhar dan pada tahun 1970 menjadi akhir periode penelitian karena merupakan salah satu titik puncak perkembangan desa Juhar sebagai ibukota Kecamatan Juhar dan telah memberikan banyak pengaruh terhadap desa-desa yang ada di sekelilingnya.
24
Universitas Sumatera Utara
1.2.
Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang diatas maka dibuatlah suatu perumusan mengenai masalah yang hendak diteliti sebagai landasan utama dalam penelitian. Penelitian ini dibuat untuk membahasa Perkembangan Desa Juhar dan peranannya sebagai Ibukota Kecamatan Juhar tahun 1945-1970. Untuk mempermudah tulisan dalam upaya menghasilkan penelitian yang objektif, maka pembahasannya dirumuskan terhadap masalah-masalah sebagai berikut:
Bagaimana Latar belakang berdirinya desa Juhar?
Bagaimana Perkembangan Desa Juhar?
Apa peranan Desa Juhar bagi kecematan Juhar?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Masa lampau manusia memang tidak dapat ditampilkan kembali dan direkonstruksi seutuhnya. Namun rekonstruksi kehidupan manusia perlu dipelajari sebagai aktivitas kehidupan manusia masa kini dan akan datang karena sejarah memberikan dan menjadi pelajaran bagi manusia untuk tidak melakukan kesalahan yang sama pada masa lampau di masa kini dan akan datang. Adapun tujuan dari penelitian/penulisan skripsi ini adalah:
Mengetahui latar belakang berdirinya desa Juhar
Menjelaskan perkembangan Desa Juhar
Menjelaskan peranan Desa Juhar sebagai ibukota kota kecamatan Juhar
25
Universitas Sumatera Utara
Di samping tujuan di atas, juga diharapkan akan menghasilkan manfaat sebagai berikut:
Menambah wawasan pembaca mengenai berdirinya Desa Juhar bagaimana peranan serta perkembangannya bagi Kecamatan Juhar.
Menambah literatur dalam penulisan sejarah guna membuka ruang penulisan sejarah yang berikutnya.
Memberikan motivasi bagi pembaca sebagai bahan bacaan untuk penelitian lanjutan bagi yang ingin meneliti permasalahan yang sama atau yang berhubungan dengan masalah dalam penelitian ini.
1.4. Tinjauan pustaka Adapun buku yang digunakan sebagai rujukan dalam penelitian ini antara lain: Dalam bukunya Tridah Bangun yang berjudul “Manusia Batak Karo” menjelaskan tentang bagaimana kehidupan orang karo, sistem kekerabatan orang karo dan tentang kebiasaan orang karo tersebut. buku ini membantu penulis untuk menyelediki kehidupan orang karo yang ada di daerah pedalaman. Dalam bukunya Brahma Putro yang berjudul “karo dari jaman ke jaman” menjelaskan tentang bagaimana bentuk-bentuk dan cara orang Karo membangun sebuah tempat tinggal cara-cara bertahan hidup orang Karo serta bagaimana orang Karo membangun sebuah daerah. Buku ini membantu penulis mengupas bagaimana orang karo bisa memajukan sebuah daerah yang dibangunnya. Dalam bukunya Soetardjo Kartohadikoesomo yang berjudul “Desa” menjelaskan bagaimana awal berdirinya sebuah desa, sifat-sifat desa, bentuk-bentuk desa, serta 26
Universitas Sumatera Utara
pengertian desa secara nasional. Buku ini sangat membantu penulis untuk mengetahui pengertian desa konsep-konsep pembangunan desa secara nasional serta gambaran seluruh desa yang ada di indonesia mulai dari kemerdekaan Republik Indonesia.
1.5. Metode Penelitan Penelitian sejarah mempunyai metode tersendiri dengan menggunakan pengamatan. Penggunaan metode sejarah harus hati-hati8. Untuk memperoleh data yang lebih ilmiah dilakukan suatu penyusunan metode. Tujuannya agar penelitian yang akan dilakukan dapat berjalan dengan baik dan lancar, serta dapat memahami secara ilmiah objek penelitian yang dimaksud. Penelitian ini akan dilakukan dengan metode penelitian histories sebagai rujukan untuk merekonstruksi masa lampau pada objek yang akan diteliti, dipakai metode sejarah dengan menggunakan sumber sejarah sebagai bahan penelitian. Tahapan pertama yang akan dilakukan adalah melalui heuristik yakni metode yang dilakukan dengan mengumpulkan data, fakta-fakta dan sumber yang sesuai dengan objek penelitian, dalam hal ini ada dua langkah yang dapat dilakukan yaitu: Penelitian Kepustakaan atau Library Research yaitu penelitian mencari data dalam perpustakaan yakni memperoleh buku-buku dan keterangan melalui bahan-bahan penulisan sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Penelitian Lapangan atau Field Research yaitu penelitian mencari data dalam bentuk wawancara atau observasi secara langsung ke lapangan untuk mengumpulkan keterangan tentang peristiwa yang terjadi.
27
Universitas Sumatera Utara
Penelitian kepustakaan yang akan dilakukan dengan mengumpulkan sumbersumber tertulis baik primer maupun sumber sekunder berupa buku, majalah, artikel, skripsi, dilakukan dengan menggunakan metode wawancara yang berstruktur/ tertutup dan terbuka terhadap informan-informan yang dianggap mampu memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penulisan ini. Tahapan kedua yang di lakukan adalah kritik sumber. Dalam tahapan ini kritik dilakukan terhadap sumber yang telah terkumpul untuk mencari kesahihan sumber tersebut baik dari segi substansial (isi) yakni dengan cara menganalisis sejumlah sumber tertulis misalnya, buku-buku atau dokumen yang berkaitan dengan perpustakaan daerah, kritik ini disebut kritik intern. Dan mengkritik dari segi materialnya untuk mengetahui keaslian atau palsukah sumber tersebut agar diperoleh keautentikannya, kritik ini disebut kritik ekstern. Tahapan yang ketiga adalah Interpretasi. Dalam tahapan ini data yang di peroleh dianalisa sehingga melahirkan suatu pemahaman baru yang sifatnya objektif dan ilmiah. Objek kajian yang cukup jauh kebelakang serta minimnya data dan fakta yang membuat interpretasi menjdai sangat fital. keakuratan serta analisa yang tajam perlu di lakukan untuk mendapatlan fakta sejarah yang objektif. Dengan kata lain tahap ini dilakukan sebagai penyimpulan kesaksian atau data yang dapat dipercaya dari data-data yang ada. Tahapan yang keempat adalah Historiografi, yakni penyusunan kesaksian yang dapat terpercaya tersebut menjadi suatu kisah atau kajian yang menarik dan berrmanfaat.Dalam hal ini di usahakan memperhatikan aspek-aspek kronologisnya. Metode yang di pakai dalam penulisan ini adalah deskriptif analitis. Yaitu dengan mengenalisis setiap data dan fakta yang ada untuk mendapatkan penulisan sejarah yang
28
Universitas Sumatera Utara
kritis dan ilmiah mengenai Desa Juhar: Perkembangan serta Peranannya Sebagai Ibukota Kecamatan Juhar, Kabupaten Karo (1945-1970).
29
Universitas Sumatera Utara