BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Novel sebagai sebuah entitas karya sastra berusaha mengisahkan sesuatu
melalui tokoh-tokoh rekaan yang ada dalam sebuah cerita. Tidak hanya sampai di situ, acap kali sebuah novel merupakan hasil endapan pengalaman pengarang yang telah mengalami berbagai proses pendalaman jiwa dan pengolahan imajinasi yang sarat dengan perenungan akan kehidupan. Keberadaan novel juga tidak bisa dipandang sebelah mata sebab selain berupaya menunjukkan kondisi sosiologis dan fisiologis, novel juga merekam gejala kejiwaan yang terungkap melalui dinamika kepribadian para tokoh yang terdapat di dalam cerita. Dinamika kepribadian yang tampak melalui perilaku tokoh inilah yang membantu terungkapnya makna cerita secara keseluruhan. Hal ini sejalan dengan pendapat Siswantoro (2005:31) yang menyatakan bahwa perilaku yang tercermin dari ucapan dan perbuatan tokoh dapat dijadikan data atau fakta empiris yang merujuk pada kejiwaan sang tokoh. Dalam novel Surat Panjang tentang Jarak Kita yang Jutaan Tahun Cahaya karya Dewi Kharisma Michellia yang menjadi objek penelitian ini, tampak bahwa persoalan kepribadian tokoh merupakan problematika yang muncul dominan dalam cerita. Berdasarkan pembacaan yang telah dilakukan, tokoh-tokoh dalam novel ini, terutama tokoh utamanya, memiliki kompleksitas masalah kepribadian yang tampak pada pilihan-pilihan hidup yang diambilnya. Misalnya,
1
2
tentang tokoh Aku yang menjadi tokoh sentral dalam novel ini ketika dihadapkan pada berbagai pilihan hidup serta konsekuensi yang mengharuskannya berkonflik dengan diri sendiri dan hal-hal di luar dirinya. Tokoh utama dalam novel tersebut mengalami berbagai kondisi psikologis, seperti tidak diterima dalam keluarga besar sang ayah, semenjak ia masih kecil hingga beranjak tua. Tokoh utama tersebut pun kehilangan hasrat untuk hidup sebagai makhluk sosial, makhluk yang membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Segala problematika hidup yang dialaminya berdampak pada dinamika kepribadian yang pada akhirnya terbentuk dalam dirinya. Hal yang melatarbelakangi kepribadian tokoh utama itulah yang erat kaitannya dengan psikologi sastra yang menjadi objek formal dalam penelitian ini. Adapun novel SPJKJTC penting ditelaah melalui pendekatan psikologi sastra sebab dalam prosesnya karya sastra tidak lepas dari manifestasi kepribadian yang melingkupi, baik itu dalam diri pengarang, tokoh dalam karya, maupun dari sisi pembaca. Keduanya, baik sastra maupun psikologi, bersimbiosis untuk menguraikan persoalan manusia sebagai makhluk sosial dan individu. Oleh sebab itu, psikologi sastra merupakan jalan untuk mencapai pemahaman terhadap kepribadian tokoh dalam sebuah karya sastra (Ratna, 2008:342). Suatu karya sastra sangat dimungkinkan untuk ditelaah melalui psikologi sastra sebab para tokoh yang ada dalam sebuah karya memiliki dinamika kepribadian masing-masing. Dalam penelitian ini, novel SPJKJTC akan dianalisis menggunakan kajian psikoanalisis Sigmund Freud. Penggunaan teori psikoanalisis
3
Sigmund Freud dipilih karena kedekatannya dengan ilmu sastra dan pokok permasalahan yang sesuai dengan objek penelitian yang telah ditentukan. Penelitian ini mempertimbangkan bahwa tokoh dalam novel SPJKJTC memiliki problem psikologis dalam kesadaran serta ketidaksadarannya dan hal itu perlu ditelaah secara lebih serius menggunakan pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud. Selain menguraikan dinamika dan perkembangan kepribadian tokoh yang tumbuh di dalam cerita, penelitian ini juga akan menjelaskan relasi sebuah karya dan keinginan pengarang yang terepresi melalui analisis tentang ketidaksadaran individu. Penelitian ini menjadi penting sebab selain penelitian terhadap objek kajian ini belum pernah dilakukan, fokus penelitian ini terletak pada analisis dinamika kepribadian tokoh-tokoh dalam cerita dan hubungannya dengan pengarang, yang itu berarti memberikan perspektif lain terhadap lingkup penelitian studi sastra Indonesia.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, dengan menggunakan
pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud, akan dijabarkan permasalahan dalam novel SPJKJTC karya Dewi Kharisma Michellia sebagai berikut. 1. Dinamika kepribadian tokoh utama dalam novel. 2. Hubungan antara SPJKJTC dan pengarang sebagai bentuk ketidaksadaran pengarang.
4
1.3
Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini memiliki dua tujuan utama, yakni tujuan
teoretis dan tujuan praktis. Secara teoretis, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dinamika dan perkembangan kepribadian tokoh dalam novel SPJKJTC serta menguraikan relasi antara karya dan pengarang dengan menggunakan pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud. Adapun tujuan praktis dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan minat terhadap perkembangan penelitian studi sastra Indonesia, terutama yang berkaitan dengan psikologi sastra.
1.4
Tinjauan Pustaka Penelitian ilmiah, khususnya kajian psikologi sastra terhadap novel ini
belum pernah dilakukan. Namun demikian, penelitian mengenai konflik kepribadian tokoh dalam karya sastra yang menggunakan teori psikologi sastra sebagai pendekatan sudah pernah dilakukan dalam bentuk tesis dan skripsi, antara lain sebagai berikut. Skripsi berjudul “Kajian Teks Drama Dag Dig Dug Karya Putu Wijaya: Kajian Psikoanalisis Sigmund Freud” (Nursasongko, 2010) yang menganalisis mimpi dan kasus melupakan nama dalam teks drama tersebut. Dalam skripsinya, Nursasongko menganalisis mimpi yang dialami oleh tokoh dan menguraikan dinamika kepribadian tokoh dengan menekankan rincian penelitiannya pada naluri dan kecemasan Sigmund Freud.
5
Kemudian, tesis berjudul “Deviasi Kepribadian dalam Novel Detik Terakhir Karya Alberthiene Endah: Kajian Psikologi Sastra” (Ali, 2009) memfokuskan penelitian terhadap gejolak kejiwaan tokoh utama, baik yang menyangkut
kesadaran
(consciousness)
maupun
ketidaksadarannya
(unconsciousness) serta deviasi kepribadian dan kritik terhadap fenomena sosial dalam objek material penelitiannya. Penelitian lain yang menggunakan pendekatan psikoanalisis sebagai alat bedah untuk menguraikan karya sastra adalah tesis berjudul “Kajian Psikoanalisis Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk” (Kamaliyah, 2006) yang menjelaskan dinamika kepribadian tokoh-tokohnya. Selanjutnya, penelitian lain yang berjudul “Dinamika Kepribadian Tokoh Drama Mangir Karya Pramoedya Ananta Toer: Tinjauan Psikoanalisis” (Gempar, 2006) memfokuskan penelitian pada dinamika kepribadian para tokoh dalam teks drama tersebut. Adapun penelitian yang berjudul “Gangguan Jiwa dan Perilaku Abnormal Tokoh-Tokoh Novel Dadaisme Karya Dewi Sartika: Analisis Psikologi Sastra” (Sahputri, 2010) yang menguraikan gangguan jiwa dan perilaku abnormal tokoh di dalam objek penelitiannya dengan menggunakan pendekatan teori abnormal dan teori kepribadian. Kelima karya ilmiah di atas menggunakan pendekatan psikologi sastra sebagai landasan teorinya. Namun, perbedaan antara lima penelitian yang pernah dilakukan di atas dengan kajian ini terletak pada objek material yang digunakan serta perluasan aplikasi pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud dalam
6
hubungannya dengan karya sastra. Tidak hanya menguraikan dinamika dan perkembangan kepribadian tokoh, penelitian ini juga akan mendalami relasi antara karya dan pengarangnya dalam kaitannya dengan ketidaksadaran (unconscious) individu.
1.5
Landasan Teori Dengan pertimbangan bahwa karya sastra mengandung aspek-aspek
kejiwaan yang sangat kaya, analisis psikologi sastra perlu dikembangkan secara lebih mendalam. Oleh sebab itu, penelitian ini akan mengurai aspek kepribadian para tokoh dalam novel SPJKJTC menggunakan pendekatan sebagai berikut. 1.5.1
Psikologi Sastra Psikologi berasal dari kata Yunani psyche yang berarti „jiwa‟ dan logos
yang berarti „ilmu‟. Menurut Atkinson (dalam Minderop, 2011:3), psikologi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia. Psikologi merupakan kajian ilmu sosial yang bila dihubungkan dengan karya sastra, akan mengantarkan pada pemahaman baru, yaitu refleksi psikologis pengarang, tokoh dalam cerita dan para pembaca. Psikologi memiliki peran yang penting dalam kajian sastra sebab keduanya tidak lepas dari kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki berbagai latar belakang dengan kondisi psikologisnya masing-masing. Keduanya memanfaatkan landasan yang sama, yaitu menjadikan pengalaman manusia sebagai bahan telaah (Minderop, 2011:2). Dalam hal ini, sastra menggunakan medium bahasa dan cerita untuk menjelaskan keadaan kejiwaan
7
para tokohnya. Oleh sebab itu, pendekatan psikologi dianggap penting penggunaannya dalam penelitian sastra. Selain menganalisis dinamika kepribadian tokoh dalam sebuah karya sastra, kajian psikologi sastra juga menelaah karya sebagai sebuah aktivitas yang melibatkan kejiwaan pengarang. Menurut Endraswara (2006:96), pengalaman hidup pengarang akan terproyeksi secara imajiner ke dalam karya sastra. Oleh sebab itu, hukum-hukum psikologi dapat diterapkan pada karya sastra maupun pengarangnya. Hal ini sesuai dengan pandangan Wellek dan Warren (1990:92) yang menyatakan bahwa kajian psikologi sastra memiliki empat kemungkinan penelitian, yakni pertama penelitian terhadap psikologi pengarang sebagai entitas individu. Kedua, penelitian proses kreatif munculnya sebuah karya dalam kaitannya dengan kejiwaan. Ketiga, mengaplikasikan teori psikologi ke dalam karya sastra. Keempat, penelitian dampak psikologis karya sastra terhadap pembaca. Oleh karena itu, terkait dengan kepribadian, sebuah karya sastra menjadi suatu bahan kajian yang menarik karena sastra bukan sekadar telaah teks yang biasa
saja,
melainkan
bisa
menjadi
bahan
kajian
yang
melibatkan
perwatakan/kepribadian para tokoh dalam sebuah karya (Minderop, 2011:3). Oleh karena itu, perlu dijelaskan dalam penelitian ini bahwa kepribadian, yang akan dikaitkan dengan novel SPJKJTC sebagai objek material kajian, akan mengetengahkan sebuah aliran pendekatan psikologi, yakni psikoanalisis, sebab dari berbagai cabang ilmu psikologi, psikoanalisislah yang dianggap lebih banyak
8
memiliki hubungan dengan sastra terkait faktor dorongan bawah sadar yang memengaruhi tingkah laku manusia. 1.5.2
Psikoanalisis Sigmund Freud Freud membagi kepribadian menjadi dua pokok bahasan, yaitu struktur
kepribadian dan dinamika kepribadian, yang di dalamnya juga tercakup bahasan tentang perkembangan kepribadian. Struktur kepribadian di sini meliputi id, ego, dan superego. Ketiga struktur tersebut memiliki mekanisme dan fungsinya masing-masing, tetapi ketiganya merupakan satu kesatuan dalam membentuk tingkah laku manusia (Nursasongko, 2010:11). Ketiganya disebut struktur sebab terdapat konsistensi dalam hal tujuan dan cara kerjanya. Sementara tingkah laku, menurut Freud, merupakan hasil dari konflik yang terjadi dan rekonsiliasi ketiga sistem kepribadian tersebut (Minderop, 2011:20). 1.5.2.1 Struktur Kepribadian 1.5.2.1.1
Id
Id merupakan naluri manusia yang paling mendasar dan terletak di lapisan yang paling dalam (rendah). Menurut Bertens (2006:33), id merupakan lapisan paling dalam yang dimiliki manusia jauh sebelum manusia menyadari kehadirannya. Id muncul sejak manusia masih berwujud bayi yang baru lahir. Id ini berbentuk energi psikis yang menekan manusia supaya memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti makan, minum, seks, tidur, atau menolak rasa tidak nyaman. Inti dari ketidaksadaran manusia terdapat dalam id. Oleh sebab itu, menurut Freud, tidak ada kontak realitas karena cara kerja id berhubungan dengan prinsip kesenangan (pleasure principle), yaitu kebutuhan untuk selalu mencari
9
kenyamanan dan menghindari ketidaknikmatan (Minderop, 2011:21). Id merupakan bagian kepribadian dari diri manusia yang paling primitif yang berisikan insting-insting seksual dan agresif: yang dianggap sebagai sumber utama untuk menggerakkan dua mekanisme lainnya. Oleh sebab itu, apabila ketegangan individu meningkat akibat stimulasi dari luar atau rangsangan-rangsangan yang timbul dari dalam, akan menjadi tugas id untuk sesegera mungkin mengendurkan ketegangan dan mengembalikan individu pada kondisi yang menyenangkan (Semiun, 2007:61). Prinsip kesenangan yang dianut id ini memang tidak terikat oleh waktu, tempat, moralitas, dan logika. Cara kerja id yang terus-menerus menuntut kenikmatan inilah yang tidak jarang berbenturan dengan ego dan superego. Sebagaimana sifat bawah sadar manusia yang menginginkan kenyamanan pikiran, id bekerja dengan dua proses yang biasa dilaluinya. Kedua proses tersebut adalah sebuah tindakan refleks dan proses primer. Tindakan refleks merupakan tindakan spontan seperti bersin, berkedip, dan menguap, sedangkan proses primer menuntut untuk meregangkan pikiran dengan membentuk khayalan yang bisa menghilangkan tegangan. 1.5.2.1.2
Ego
Menurut Bertens (2006:33), ego secara penuh dikuasai oleh realitas sekitar yang menuntut pemikiran objektif yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan sosial. Ego bertugas untuk menalar suatu masalah, menyelesaikannya, serta mengambil keputusan yang dianggap paling objektif. Oleh karena itu, dalam proses kerjanya,
10
ego memiliki kewenangan untuk bertindak mengarahkan individu berdasarkan realitas yang ada di sekelilingnya (Koeswara, 1991:34). Dengan menggunakan proses berpikir sekunder, ego menyusun sebuah rencana penyelesaian untuk kemudian mengujinya dan melihat apakah rencana yang dibuatnya berhasil atau tidak. Proses kerja ego ini disebut dengan reality testing yang berusaha mencegah terjadinya tegangan hingga individu menemukan objek pemuas kebutuhan id. Cara kerja ego yang acap kali menunda tuntutan kepuasan menyebabkannya sering berbenturan dengan impuls id. Ego juga bekerja sebagai pertahanan kepribadian dan menjamin penyesuaian dengan lingkungan sekitar, memecahkan konflik berdasar realitas, dan konflik-konflik antara keinginan yang tidak sesuai satu sama lain (Bertens, 2006:3). Ego disebut juga sebagai eksekutif kepribadian sebab ego mengontrol pintu-pintu ke arah tindakan, memilih segi-segi lingkungan ke mana ia akan memberikan respons, dan memutuskan insting-insting manakah yang akan dipuaskan dan bagaimana cara memuaskan insting yang terdapat dalam impuls id tersebut
(Semiun,
2007:65).
Dalam
upaya
pemuasan
ini,
selain
mempertimbangkan keberadaan id dan superego, ego juga mempertimbangkan dunia luar ketika mengambil keputusan berdasar realitas yang ada. Secara lebih terperinci, Semiun (2006:66) menjabarkan lima fungsi ego, yaitu (1) memberikan kepuasan pada kebutuhan-kebutuhan akan makanan dan melindungi organisme, (2) menyesuaikan usaha-usaha dari id dengan tuntutan dari kenyataan sekitar, (3) menekan impuls-impuls yang tidak dapat diterima oleh superego, (4) mengoordinasi dan menyelesaikan tuntutan-tuntutan yang
11
bertentangan dari id dan superego, dan (5) mempertahankan kehidupan individu serta berusaha supaya spesies dikembangbiakkan. 1.5.2.1.3
Superego
Menurut Hall (2005:67), superego berfungsi sebagai perintang impulsimpuls id, khususnya impuls seksual dan agresivitas. Superego juga mendorong ego untuk menggantikan tujuan realistis dengan tujuan moralistis, serta pengejaran terhadap kesempurnaan (Hall, 2005:68). Superego menomorduakan kesenangan dan realitas atas dasar moralitas yang dijunjung tinggi. Moralitas dalam konteks ini bisa berwujud kontrol yang mengharuskan individu mengambil keputusan berdasar nilai baik dan buruk yang berlaku dalam masyarakat. Superego menjadi mediator antara lingkungan dan kejiwaan individu karena turut berperan sebagai penyeimbang antara id dan ego. Superego juga turut menjadi pengendali penuh atas penentu moral individu sebab pengambilan keputusan yang dilakukan olehnya mencerminkan sesuatu yang ideal dan real. Dengan adanya superego, individu dapat melakukan sesuatu berdasar pada moralitas atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Oleh sebab itu, tidak mengherankan ketika dinamika kepribadian yang tercermin pada tingkah laku dan pikiran individu bisa jadi bertentangan disebabkan keputusan-keputusan yang ditentukan superego (Semiun, 2007:13). Tiga fungsi pokok superego yang diuraikan oleh Semiun (2007:67), ialah (1) merintangi impuls-impuls id, utamanya impuls seksual dan agresivitas, (2) mendorong ego untuk menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan moralistik, dan (3) mengejar kesempurnaan yang berlaku dalam masyarakat.
12
1.5.2.2 Dinamika Kepribadian Dinamika kepribadian digunakan oleh Freud untuk menjelaskan energi yang mendorong di balik semua tindakan manusia (Semiun, 2007:67). Dalam dinamika kepribadian, sistem id, ego, dan superego saling memengaruhi satu sama lain, termasuk di dalamnya naluri, kecemasan, distribusi dan penggunaan energi psikis, serta mekanisme pertahanan ego. 1.5.2.2.1
Naluri
Naluri merupakan suatu energi alamiah yang dibawa oleh individu sejak lahir. Menurut Freud, naluri atau insting merupakan representasi psikologis bawaan dari eksitasi (keadaan tegang dan terangsang) akibat munculnya suatu kebutuhan tubuh (Minderop, 2011:24). Naluri terbagi dalam dua, yakni naluri kehidupan dan naluri kematian. Naluri kehidupan
merupakan upaya manusia untuk bertahan hidup dengan
memenuhi segala kebutuhan dasarnya, seperti makan, tidur, dan seks. Sementara naluri kematian adalah naluri yang bertujuan untuk merusak, baik itu merusak diri sendiri maupun merusak objek di luar diri. 1.5.2.2.2
Kecemasan
Kecemasan memiliki peran yang penting dalam teori psikoanalisis Freud sebab ia berhubungan langsung dengan dinamika kepribadian individu. Pada mulanya, Freud percaya bahwa kecemasan merupakan dorongan seksual yang mengalami represi. Namun, model struktural kepribadiannya yang baru menempatkan
kecemasan
pada
impuls
ego
dan
menganggap
bahwa
ketergantungan ego terhadap id-lah yang menyebabkan kecemasan neurotik, dan
13
ketergantungan ego pada superego yang menyebabkan kecemasan moral, serta ketergantungan ego pada dunia luar yang memunculkan kecemasan realistik (Semiun, 2007:88). Kecemasan neurotik merupakan ketakutan terhadap sesuatu yang muncul secara tidak sadar. Rasa takut tersebut berada dalam struktur ego, meskipun mendapat sumber energinya dari id. Kecemasan neurotik berawal dari ketakutanketakutan yang acap kali tidak disadari individu sejak usia dini. Misalnya, selama masa kanak-kanak, perasaan permusuhan terhadap orangtua, guru, atau figur yang dianggap lebih berkuasa diiringi oleh ketakutan akan hukuman yang lambat laun berkembang menjadi kecemasan yang tidak disadari (Semiun, 2007:88). Kecemasan moral adalah kecemasan yang disebabkan oleh konflik antara ego dan superego. Ketika individu sudah memiliki pemahaman tentang superego, ia cenderung mempunyai perasaan bersalah ketika memenangkan tuntutan realistis dibandingkan menuruti tuntutan moral. Misalnya, ketika individu dewasa gagal mendidik anak-anaknya atau ketika individu melanggar hal-hal yang dianggap baik dan benar oleh masyarakat. Tipe kecemasan ketiga adalah kecemasan realistik yang acap kali disebut dengan kecemasan objektif. Menurut Semiun (2007:88), kecemasan realistik dapat didefinisikan sebagai perasaan yang tidak menyenangkan dan tidak spesifik terhadap suatu bahaya yang mungkin terjadi. Contoh kecemasan realistik, misalnya, ketika seorang peselancar mencoba ombak di pantai yang baru kali pertama dikunjunginya.
14
Tiga jenis kecemasan ini menunjukkan bahwa hanya ego yang bisa merasakan kecemasan, sedangkan id, superego, dan dunia luar terlibat dalam masing-masing kecemasan yang diidentifikasi oleh Freud tersebut. 1.5.2.2.3
Distribusi dan Penggunaan Energi Psikis
Respons terhadap proses pertumbuhan secara fisiologis, rasa frustrasi, berbagai
macam
konflik,
serta
ancaman-ancaman
telah
membentuk
perkembangan kepribadian individu. Reduksi atas tekanan-tekanan yang diterima individu tersebut yang disebut Hall (2005:83) sebagai proses belajar yang secara tidak langsung mengembangkan pribadi individu. Perkembangan kepribadian ini dilakukan dengan menggunakan jalur distribusi dan pemakaian energi psikis secara tepat. Misalnya, ego tidak memiliki sumber energi untuk memenuhi kebutuhannya sehingga ego harus mengambil energi dari id melalui proses identifikasi. Proses identifikasi merupakan penyatuan individu terhadap sifat-sifat suatu objek di luar diri ke dalam dirinya sendiri. Menurut Hall (2005:100), identifikasi digerakkan oleh kegagalan, kekurangan, dan kecemasan, yang bertujuan untuk meredakan ketegangan melalui penguasaan atas kegagalan, kekurangan, dan kecemasan tersebut. Proses identifikasi dalam penggunaan energi psikis ini tidak semata-mata mengantarkan ego memenuhi kebutuhannya saja, tetapi juga meliputi proses mempertimbangkan keadaan dengan dunia di sekitarnya. Proses identifikasi ini juga berlaku pada superego terhadap ego.
15
1.5.2.2.4
Mekanisme Pertahanan Ego
Hall (2005:108) mengatakan bahwa salah satu tugas terpenting yang diberikan pada impuls ego adalah tugas untuk menghadapi ancaman dan bahaya yang menimpa individu. Dalam konteks ini, ego memiliki pertahanan untuk mengatasi suatu masalah secara realistis, dengan mempertimbangkan keadaan paling logis bagi individu dan lingkungannya. Ancaman terhadap individu ini datang dari id dan superego yang merepresi ego dengan berbagai tuntutan. Dalam hal ini, mekanisme pertahanan ego berfungsi untuk mengurangi tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh berbagai tuntutan tersebut. Proses penguraian tegangan ini terbagi ke dalam beberapa mekanisme
pertahanan,
yaitu
represi,
regresi,
sublimasi,
displacement
(pemindahan), proyeksi, reaksi formasi, dan rasionalisasi. Represi merupakan mekanisme pertahanan yang paling mendasar bagi individu. Menurut Freud, ego melindungi diri dengan memaksa impuls yang tidak dikendaki tersebut untuk masuk ke wilayah ketidaksadaran. Oleh sebab itu, acap kali ketika seseorang sangat menginginkan sesuatu di dunia nyata, ego membawanya ke dunia bawah sadar, dalam hal ini mimpi, untuk meredakan tegangan-tegangan yang muncul akibat keinginan yang ditekan. Regresi, menurut Freud, yaitu keadaan kembali lagi ke tahap perkembangan sebelumnya ketika individu mengalami stres dan kecemasan, segera setelah libido melewati suatu tahap perkembangan (Semiun: 2007: 99). Sublimasi terjadi apabila tindakan-tindakan yang bermanfaat secara sosial dapat menggantikan perasaan tidak nyaman (Minderop, 2011:34). Perasaan tidak
16
nyaman tersebut acap kali muncul akibat pertentangan antara impuls id, ego, dan superego. Displacement atau pemindahan adalah kemampuan seseorang untuk memindahkan energi alamiah dari satu objek ke objek lainnya. Proses pemindahan ini berkaitan dengan impuls id yang memaksa untuk dipenuhi kebutuhannya akan sesuatu, tapi dialihkan pada suatu objek yang lain. Proyeksi terjadi apabila dorongan insting internal menimbulkan terlalu banyak kecemasan sehingga ego mereduksi kecemasan tersebut dengan menghubungkan dorongan yang tidak bisa dikendalikan itu dengan objek luar (Semiun, 2007:100). Reaksi formasi menurut Koeswara (1991:48), ialah keadaan ketika individu mampu mengendalikan dorongan-dorongan primitif agar tidak muncul sambil secara sadar mengungkapkan tingkah laku sebaliknya. Rasionalisasi ialah upaya individu menyelewengkan atau memutarbalikkan kenyataan yang mengancam ego melalui dalih yang seakan-akan masuk akal sehinga kenyataan tersebut tidak lagi mengancam ego individu yang bersangkutan (Koeswara, 1991:47).
1.6
Metode Penelitian Metode merupakan strategi atau langkah-langkah sistematis untuk
menyederhanakan masalah sehingga lebih mudah untuk dipecahkan (Ratna, 2008:34). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hermeunetik. Menurut Ratna (2008:45), metode penelitian hermeunetik
17
merupakan metode yang paling sering digunakan dalam sebuah penelitian karya sastra sebab di satu pihak karya sastra terdiri atas bahasa, sedangkan di lain pihak, di dalam bahasa itu sendiri terdapat makna yang tersembunyi atau sengaja disembunyikan. Metode ini berusaha menafsirkan makna yang tersembunyi atau disembunyikan tersebut untuk memperoleh makna yang optimal. Selain itu, untuk menganalisis hubungan antara novel dengan pengarang, diperlukan suatu metode yang mampu menguraikan relasi individu dengan aspek ketidaksadarannya. Analisis mimpi, menurut Freud (Koeswara, 1991:30) merupakan cara untuk mengetahui keinginan atau pengalaman yang direpresi oleh pemimpi di alam sadarnya. Freud menggunakan metode interpretasi mimpi untuk menggali hal-hal yang ada di balik mimpi individu. Dengan mengasumsikan bahwa karya sastra merupakan mimpi dengan mata terbuka, maka metode interpretasi mimpi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu bekerja sama dengan orang yang mengalami mimpi—dalam hal ini pengarang—hingga bisa dilihat substitusi yang muncul dan pikiran yang melatarbelakanginya, atau dengan memberi makna pada simbol-simbol dalam novel tersebut dengan berbekal pada pengetahuan peneliti. Penafsiran mimpi yang menyertakan analisis makna dari simbol-simbol keinginan tersebut akan mempermudah
untuk
mengetahui
gejala
motivasional
yang
dialaminya
(Koeswara, 1991:66). Dalam hubungannya dengan psikologi, karya sastra dianggap sebagai salah satu perwujudan dari mimpi dengan mata yang terbuka. Interpretasi mimpi, menurut Freud, merupakan salah satu cara untuk menguraikan berbagai hal yang
18
terdapat dalam ketidaksadaran, selain tentu saja problematika keseleo (salah ucap, salah dengar, salah tulis), lupa nama, dan simtom-simtom neurotik yang menjadi fokus penelitiannya tentang unconcious. Freud merumuskan bahwa mimpi mengungkapkan kegiatan dan isi paling primitif dari jiwa manusia. Dengan membongkar simbol-simbol yang tersembunyi di balik mimpi inilah ekspresi pengarang yang tersamarkan di dalam karyanya bisa ditemukan. Hal ini disebabkan
oleh
interpretasi
mimpi
merupakan
jalur
menuju
wilayah
ketidaksadaran yang muncul akibat motivasi pengarang yang terepresi. Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.6.1
Menentukan karya sastra yang dijadikan objek penelitian, yaitu novel SPJKJTC karya Dewi Kharisma Michellia.
1.6.2
Menetapkan pokok permasalahan dalam novel sebagai dasar penelitian.
1.6.3
Menentukan teori yang relevan dengan objek permasalahan penelitian.
1.6.4
Menguraikan dinamika kepribadian, yakni naluri, kecemasan tokoh, proses distribusi dan penggunaan energi psikis, serta mekanisme pertahanan ego dengan menggunakan pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud yang telah ditetapkan sebagai landasan teori penelitian.
1.6.5
Menjelaskan hubungan antara karya dan pengarang sebagai bentuk ketidaksadaran yang terepresi menggunakan metode interpretasi mimpi.
1.6.6
Tahap akhir dari penelitian ini adalah menyajikan hasil analisis dalam bentuk kesimpulan.
19
1.7
Sistematika Laporan Penelitian Sistematika penyajian dalam penelitian ini terdiri dari empat bab sebagai
berikut. Bab I merupakan pendahuluan yang berisi gambaran umum
tentang
penelitian yang sedang dilakukan. Bab I berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II dan III akan menjabarkan dinamika kepribadian yang terdapat dalam novel berdasarkan pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud serta hubungan antara karya dengan pengarang dalam tataran ketidaksadaran pengarang. Adapun Bab IV berisikan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan secara menyeluruh.