BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Setiap perusahaan dalam menjalankan usahanya selalu diarahkan pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Laba merupakan tujuan utama setiap perusahaan. Perusahaan yang profit oriented sangat memperhatikan masalah laba atau profit, karena laba atau profit dapat mencerminkan keberhasilan dan menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Kelangsungan hidup perusahaan (going concern) diperngaruhi oleh banyak hal, antara lain profitabilitas perusahaan itu sendiri. Bagi pimpinan perusahaan, profitabilitas dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk mengetahui berhasil atau tidaknya suatu perusahaan yang dipimpinnya, sedangkan bagi penanam modal dapat digunakan sebagai tolak ukur prospek modal yang ditanamkan dalam perusahaan tersebut. Menurut Wiagustini (2010:76), profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan memperoleh laba selama periode tertentu dengan menggunakan modal yang dimiliki oleh perusahaan atau ukuran efektivitas pengelolaan manajemen perusahaan. Profitabilitas bagi perusahaan merupakan permasalahan yang mencakup efektivitas manajemen perusahaan dalam mengelola dan menggunakan modal yang dimiliki untuk menghasilkan laba atau merupakan ukuran manajemen dalam bekerja. Besar kecilnya profitabilitas baik itu laba bersih operasional, laba usaha penjualan, ataupun aktiva operasional tergantung pada efektivitas modal yang dimiliki.
1
Kemampuan perusahaan menghasilkan laba atau profit bisa diukur dari modal sendiri ataupun dari seluruh dana yang diinvestasikan ke dalam perusahaan. Ada beberapa ukuran yang dipakai untuk melihat kondisi profitabilitas suatu perusahaan, antara lain dengan menggunakan tingkat pengembalian aktiva (return on asset) atau biasa disingkat dengan ROA. ROA merupakan kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan atau profit (Triambodo dan Musdolifah, 2007:87). ROA dapat dijadikan sebagai indikator untuk mengetahui seberapa mampu perusahaan memperoleh laba yang optimal dilihat dari posisi aktivanya dengan mengukur tingkat pengembalian total aktiva setelah beban bunga dan pajak. Semakin tinggi perbandingan laba bersih terhadap total aktiva maka akan semakin baik bagi perusahaan. Manajemen perusahaan dituntut tidak hanya memikirkan bagaimana memperoleh dan memilih sumber dana yang dibutuhkan untuk menghasilkan laba tetapi juga dituntut untuk mengatur, mengawasi, dan mengendalikan masalah penggunaan modal. Sehingga untuk mendapatkan laba perusahaan yang maksimal perlu didukung dengan ketersediaan modal kerja yang optimal sehingga kegiatan
operasional perusahaan
dapat
berjalan
lancar dan
mendapatkan laba yang maksimal untuk mendukung kegiatan operasionalnya. Perusahaan yang sehat biasanya memiliki laba usaha maksimum dan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sehingga untuk mencapai profitabilitas perusahaan salah satunya tergantung pada pengelolaan modal
2
kerja. Modal kerja merupakan masalah pokok dan penting yang seringkali dihadapi perusahaan, karena setiap perusahaan membutuhkan modal kerja untuk membiayai operasional sehari-harinya. Menurut Brigham dan Houston (2005:410), modal kerja adalah investasi perusahaan dalam aktiva jangka pendek, seperti kas, sekuritas yang mudah dipasarkan, piutang usaha, dan persediaan. Sedangkan menurut Sawir (2005:129), modal kerja adalah keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan atau dapat
pula
dimaksudkan sebagai dana yang tersedia untuk membiayai kegiatan operasional perusahan sehari-hari. Modal kerja menggambarkan kemampuan perusahaan memperoleh laba melalui pendapatan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan. Jumlah modal kerja yang tersedia oleh perusahaan harus sesuai dengan kebutuhan operasional perusahaan. Modal kerja yang lebih kecil dari kebutuhan akan menimbulkan kerugian atau hilangnya kesempatan untuk memperoleh laba karena perusahaan kekurangan modal kerja untuk memperluas penjualan dan meningkatkan produksinya. Sebaliknya jika modal kerja yang terlalu besar dari yang dibutuhkan akan mengakibatkan terjadinya dana menganggur sehingga tidak efisien dalam penggunaan dana. Dengan modal kerja yang optimal maka perusahaan akan mendapatkan keuntungan dan dapat beroperasi secara efektif serta tidak mengalami kesulitan operasional. Kebutuhan modal kerja akan terus berubah sesuai dengan perkembangan perusahaan. Apabila tujuan perusahaan berubah atau berkembang maka diperlukan tambahan modal kerja untuk mendukungnya. Tanpa adanya modal
3
kerja yang memadai maka aktivitas perusahaan tidak dapat berjalan dengan baik. Modal kerja ini menunjukkan kemampuan modal kerja berputar dalam satu periode siklus kas perusahaan dan untuk kelangsungan perusahaan dalam jangka panjang. Modal kerja dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan rasio perputaran modal kerja atau working capital turnover (WCTO). Semakin besar rasio ini maka semakin baik bagi suatu perusahaan dimana persentase modal kerja yang ada mampu menghasilkan jumlah penjualan tertentu. Selain itu semakin besar rasio ini menunjukkan semakin baiknya pemanfaatan modal kerja yang tersedia dalam meningkatkan profitabilitas perusahaan. Penelitian yang dilakukan Raheman dan Nasr (2007) mendukung teori yang telah dikemukakan dengan menemukan bahwa perputaran modal kerja dan current ratio berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas pada perusahaanperusahaan di Pakistan. Perusahaan sering dihadapkan pada masalah adanya trade off antara faktor likuiditas dan profitabilitas (Van Horne dkk, 2005:313). Jika perusahaan memutuskan menetapkan modal kerja dalam jumlah yang besar, kemungkinan tingkat likuiditas akan terjaga namun kesempatan untuk memperoleh laba yang besar akan menurun yang pada akhirnya berdampak pada menurunnya profitabilitas. Sebaliknya jika perusahaan ingin memaksimalkan profitabilitas, kemungkinan tingkat likuiditas perusahaan semakin meningkat. Sehingga semakin meningkatnya tingkat likuiditas maka semakin baik posisi perusahaan di mata kreditur karena terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa
4
perusahaan akan dapat membayar kewajibannya tepat pada waktunya. Likuiditas yang tinggi tidak selalu menguntungkan karena berpeluang menimbulkan dana-dana yang menganggur yang sebenarnya dapat digunakan untuk berinvestasi dalam proyek-proyek yang lebih menguntungkan bagi perusahaan. Likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi atau saat ditagih (Raharjaputra, 2009:194). Likuiditas dalam penelitian ini diukur dengan current ratio dan net working capital to total asset (NWCTA). Current ratio digunakan sebagai alat ukur atas kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek yang dihitung dengan membagi aset lancar dengan utang lancar dan net working capital to total asset digunakan untuk mengetahui total aktiva yang bisa diubah menjadi kas dalam waktu pendek yang dihitung dengan membagi modal kerja neto dengan total aktiva. Current ratio yang tinggi berarti bahwa dana yang diinvestasikan dalam uang kas dan alat-alat likuid lainnya dalam jumlah besar sehingga mengakibatkan sebagian modalnya menjadi beku dan perputarannya lambat sekali. Hal ini dapat mengakibatkan profitabilitas menjadi turun. Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dengan pengaruh likuiditas terhadap profitabilitas perusahaan diantaranya adalah penelitian yang dilakukan Hanum (2008) dengan menggunakan metode analisis regresi berganda, menunjukkan bahwa current ratio berpengaruh signifikan terhadap tingkat profitabilitas. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Firnandy (2007)
5
menyebutkan bahwa net working capital to total asset berpengaruh positif terhadap profitabilitas. Dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan selain memiliki modal kerja yang memadai dan tingkat likuditas yang aman, aktiva juga memiliki peranan yang penting guna mendukung kegiatan usaha perusahaan. Setiap perusahaan memiliki aktiva yang berbeda-beda dalam hal jumlah dan jenis aktiva yang dimilikinya. Hal ini berdasarkan pada perbedaan jenis operasi atau usaha yang dilakukan oleh setiap perusahaan. Dalam mengelola aktiva atau assets yang dimiliki perusahaan harus dapat menentukan besar alokasi untuk masing-masing aktiva terkait dengan bidang usaha perusahaan bersangkutan. Menurut Munawir (2001:30), aktiva merupakan sarana yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang harus dikelola dengan baik agar mendapat keuntungan di masa depan. Aktiva dibagi menjadi dua, yaitu aktiva lancar dan aktiva tetap. Aktiva lancar meliputi kas, saham investasi, piutang, dan persediaan. Sedangkan aktiva tetap meliputi gedung, peralatan, property dan aktiva tidak berwujud seperti aktiva pajak penghasilan. Aktiva memiliki fungsi sebagai pendukung operasional perusahaan dan memiliki peran penting dalam menyediakan informasi yang berguna bagi investor dan kreditur. Oleh karena itu perlu adanya pengelolaan yang baik atas aktiva yang dimiliki perusahaan. Pengukuran aktiva dalam penelitian ini menggunakan aktiva tetap sebagai indikatornya. Aktiva tetap adalah kekayaan perusahaan yang memiliki wujud, manfaat ekonomis lebih dari satu tahun, dan diperoleh perusahaan untuk melaksanakan
6
kegiatan perusahaan bukan untuk dijual kembali (Mulyadi, 2005:591). Aktiva tetap tidak hanya berfungsi sebagai peralatan untuk menyokong kegiatan operasional perusahaan tetapi berfungsi juga sebagai investasi perusahaan untuk jangka waktu panjang tetapi tidak untuk dijual kembali. Pengelolaan aktiva tetap secara efektif diharapkan dapat menghasilkan laba bersih yang semakin meningkat sehingga profitabilitas perusahaan dapat dikatakan baik. Aktiva tetap dapat dilihat dari tingkat perputaran aktiva tetap atau dalam penelitian ini diukur dengan fixed asset turnover (FATO). FATO menunjukkan seberapa kali nilai aktiva berputar bila dikur dari nilai penjualan. Penelitian yang dilakukan oleh Ashfihan (2009) menunjukkan bahwa fixed asset turnover (FATO) berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas. Industri otomotif nasional diprediksikan akan semakin cerah pada tahuntahun mendatang, dilihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia terus tumbuh dengan baik dan juga nilai tukar rupiah yang cenderung makin membaik menunjukkan fundamental ekonomi Indonesia cukup bagus dan pertumbuhan perusahaan-perusahaan otomotif di Indonesia cukup pesat perkembangannya. Hal ini berdampak pada semakin tingginya minat konsumen terhadap otomotif dan berdirinya perusahaan otomotif besar yang ada di Indonesia. Banyaknya perusahaan otomotif akan membuka peluang meningkatnya kebutuhan modal kerja. Adanya kenaikan kebutuhan modal kerja ini akan diikuti dengan kenaikan kemampuan perusahaan menghasilkan laba. Namun pada beberapa perusahaan, kenaikan kebutuhan modal kerja ini tidak diikuti dengan kenaikan kemampuan
7
perusahaan menghasilkan laba. Berikut Return on Asset (ROA) pada perusahaan otomotif yang terdaftar di bursa efek Indonesia periode 2005-2010. Tabel 1.1 Perkembangan Return On Asset (ROA) Pada Perusahaan Otomotif di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2005-2010 Tahun Rata-rata (%) 2005 4,67 2006 2,60 2007 5,60 2008 3,93 2009 9,26 2010 9,26 Sumber: Lampiran 5
Return On Asset (ROA) Maksimum (%) Minimum (%) 0,17 (0,05) 0,20 (0,02) 0,16 (0,02) 0,19 (0,07) 0,18 0,01 0,16 0,02
Tabel 1.1 menunjukkan perkembangan Return on Asset (ROA) pada perusahaan
otomotif
di
Bursa
Efek
Indonesia
periode
2005-2010.
Perkembangan rata-rata ROA tahun 2005 sebesar 4,67 persen, pada tahun 2006 mengalami penurunan menjadi sebesar 2,60 persen. Mengalami peningkatan rata-rata ROA pada tahun 2007 sebesar 5,60 persen, namun terjadi penurunan kembali pada tahun 2008 yakni sebesar 3,93 persen. Namun tahun 2009 dan 2010 rata-rata ROA perusahaan otomotif mengalami peningkatan yaitu masingmasing sebesar 9,26 persen. Berdasarkan tabel 1.1 dapat terlihat bahwa Return on Asset pada perusahaan otomotif cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, meskipun beberapa perusahaan ada yang memperoleh Return on Asset yang bernilai negatif. Pertumbuhan Return on Asset (ROA) pada perusahaan otomotif di Bursa Efek Indonesia dapat dikatakan berfluktuasi selama periode 2005-2010. Meskipun pada beberapa perusahaan ROA bernilai negatif dan cenderung
8
mengalami penurunan, hal ini tentunya menjadi perhatian manajemen perusahaan supaya dapat meningkatkan ROA. Selain memperhatikan Return on Assets (ROA), perusahaan otomotif juga memperhatikan perkembangan working capital turnover, fixed asset turnover, current ratio dan net working capital to total asset. Tabel 1.2 menunjukkan perkembangan working capital turnover, fixed asset turnover, current ratio dan net working capital to total asset pada perusahaan Otomotif di Bursa Efek Indonesia periode 2005-2010 adalah sebagai berikut: Tabel 1.2
Tahun
Perkembangan Working Capital Turnover, Fixed Asset Turnover, Current Ratio dan Net Working Capital to Total Asset Pada Perusahaan Otomotif di Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2010 Working capital turnover
Fixed asset turnover
Current ratio
Rata-rata (kali)
Rata-rata (kali)
Rata-rata (%)
6,03 6,12 4,97 5,68 6,74 6,07
144 141 159 148 169 170
2005 8,15 2006 7,42 2007 8,02 2008 (2,06) 2009 2,47 2010 3,22 Sumber: Lampiran 7,9,11,13
NWCTA Rata-rata (%) 2,63 4,33 8,00 3,56 9,27 14,10
Rata-rata working capital turnover yang disajikan dalam tabel 1.2 cukup berfluktuasi selama periode 2005-2010. Pada tahun 2005 sebesar 8,15 kali. Pada tahun 2006 mengalami penurunan menjadi 7,42 kali. Peningkatan kembali terjadi tahun 2007 menjadi 8,02 kali. Pada tahun 2008 mengalami penurunan yang drastis bahkan mencapai angka negatif yaitu sebesar -2,06 kali. Penurunan kembali terjadi pada tahun 2008 hingga menjadi 0,13 kali. Namun pada tahun berikutnya tahun 2009 dan 2010 rata-rata working capital turnover mengalami
9
peningkatan yaitu menjadi 2,47 kali dan 3,22 kali. Berdasarkan Tabel 1.2 working capital turnover pada perusahaan otomotif di Bursa Efek Indonesia cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya selama periode 2005-2010. Selain perkembangan rata-rata working capital turnover yang berfluktuasi, perkembangan rata-rata fixed asset turnover yang tersaji dalam tabel 1.2 juga dikatakan berfluktuasi. Pada tahun 2005 sebesar 6,03 kali. Kemudian pada tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 6,12 kali sdan tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 1,15 kali hingga menjadi 4,97 kali. Namun, pada tahun 2008 dan 2009 mengalami peningkatan masing-masing menjadi 5,68 kali dan 6,74 kali. Dan tahun 2010 rata-rata fixed asset turnover mengalami penurunan menjadi 6,07 kali. Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa rata-rata fixed asset turnover pada perusahaan otomotif di Bursa Efek Indonesia cenderung mengalami penurunan selama periode 2005-2010. Current ratio sebagai proksi dari likuiditas pada perusahaan otomotif di Bursa Efek Indonesia cenderung mengalami peningkatan selama tahun 2005 hingga tahun 2010. Hal ini terlihat dari rata-rata current ratio pada tahun 2005 sebesar 144 persen. Tahun 2006 mengalami penurunan menjadi 141 persen. Pada tahun 2007 current ratio mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 159 persen. Tahun 2008 terjadi penurunan kembali hingga 148 persen. Namun tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 21 persen hingga mencapai angka 169 persen. Dan pada tahun 2010 meningkat sedikit menjadi 170 persen.
10
Rasio likuiditas berikutnya yaitu net working capital to total asset pada perusahaan otomotif di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2005-2010 mengalami perkembangan sebagai berikut. Net working capital to total asset pada tahun 2005 sebesar 2,63 persen. Rata-rata net working capital to total asset mengalami peningkatan hingga menjadi 4,33 persen pada tahun 2006. Tahun 2007 terjadi peningkatan yang cukup drastis hingga mencapai 8,00 persen. Namun pada tahun 2008 kembali mengalami penurunan sebesar 4,44 persen hingga mencapai angka 3,56 persen. Kembali mengalami peningkatan hingga menjadi 9,27 persen pada tahun 2009. Dan pada tahun 2010 rata-rata net working capital to total asset mengalami peningkatan drastis hingga mencapai 14,10 persen. Berdasarkan uraian Tabel 1.2 dapat terlihat bahwa net working capital to total asset pada perusahaan otomotif di Bursa Efek Indonesia cenderung mengalami peningkatan selama periode tahun 2005-2010. Tabel 1.1 dan Tabel 1.2 menunjukkan bahwa working capital turnover, current ratio dan net working capital to total asset cenderung mengalami penurunan, sementara fixed asset turnover cenderung mengalami peningkatan. Akan tetapi profitabilitas cenderung mengalami penurunan bahkan pada tahun tertentu memperoleh Return on Asset yang bernilai negatif. Profitabilitas perusahaan mengalami fluktuasi seiring dengan fluktuasi working capital turnover sehingga sangat penting bagi suatu perusahaan untuk mengelola modal kerja dengan baik. Oleh karena itu, modal kerja yang dimiliki harus dikelola seefektif mungkin agar profitabilitas perusahaan dapat ditingkatkan. Kegagalan dalam mengelola modal kerja dan likuiditas perusahaan dapat menghambat
11
proses produksi sehingga berpengaruh terhadap kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1)
Apakah working capital turnover, fixed asset turnover, current ratio, dan net working capital to total asset secara simultan berpengaruh terhadap return on asset perusahaan otomotif di Bursa Efek Indonesia periode 2005-2010?
2)
Apakah working capital turnover, fixed asset turnover, current ratio, dan net working capital to total asset secara parsial berpengaruh terhadap return on asset perusahaan otomotif di Bursa Efek Indonesia periode 2005-2010?
1.2
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.2.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahn tersebut, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui working capital turnover, fixed asset turnover, current ratio, dan net working capital to total asset secara simultan berpengaruh terhadap return on asset perusahaan otomotif di Bursa Efek Indonesia periode 2005-2010. 2) Untuk mengetahui working capital turnover, fixed asset turnover, current ratio, dan net working capital to total asset secara parsial berpengaruh terhadap return on asset perusahaan otomotif di Bursa Efek Indonesia periode 2005-2010.
12
1.2.2 Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Kegunaan teoritis (1) Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya studi empiris tentang manajemen keuangan yang dihubungkan dengan teori modal kerja, aktiva tetap, dan likuiditas yang terkait dengan profitabilitas perusahaan. (2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitipeneliti lainnya yang melakukan penelitian dengan obyek yang sama. 2) Kegunaan praktis Bagi investor, yaitu dapat digunakan untuk melihat kinerja perusahaan (emiten) sebagai salah satu dasar pertimbangan untuk melakukan investasi di Bursa Efek Indonesia.
1.3 Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran secara garis besar mengenai susunan skripsi ini, berikut disajikan sistematika penulisan dan uraian singkat mengenai isi dari masing-masing bab. BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang masalah dan rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II
: KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS Bab ini mengkaji teori dan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian dalam skripsi ini.
13
Bab ini juga menyajikan hipotesis yang merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang ingin dipecahkan dalam skripsi ini. BAB III
: METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan mengenai lokasi penelitian, objek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, serta teknik analisis data atau model empiris yang digunakan untuk menguji hipotesis yang sudah dikembangkan sebelumnya.
BAB IV
: PEMBAHASAN HASIL SEBELUMNYA Bab ini menyajikan gambaran umum lokasi penelitian. Bab ini juga menguraikan hasil serta pembahasan penelitian yang mengacu pada masalah dan tujuan penelitian.
BAB V
: SIMPULAN DAN SARAN Bab ini menguraikan tentang simpulan dan saran berdasarkan atas pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya.
14