1
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional dewasa ini merupakan kebutuhan dari setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam mengadakan perubahan-perubahan di segala sektor kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya pada masa pembangunan suatu negara. Penanaman modal asing di negara berkembang merupakan suatu kebutuhan pokok utama untuk bangkit dari keterbelakangannya. Oleh karena itu untuk menumbuhkan dan mengembangkan sumber-sumber yang ada pada suatu negara maka penanaman modal asing mutlak diperlukan. Negara-negara asing yang notabene mempunyai potensi-potensi modal, tentunya tidak akan dengan mudah menanamkan modalnya di suatu negara, bilamana tidak ada jaminan bahwa yang ditanamnya itu aman dan dijamin oleh hukum setempat. Masyarakat bisnis jelas membutuhkan penyelesaian sengketa yang efisien, cepat dan murah. Penyelesaian sengketa yang timbul dari perjanjianperjanjian mengenai soal perdagangan, industri dan keuangan ("business contractors") secara cepat dan adil merupakan suatu kebutuhan mutlak bagi dunia usaha, karena kelambatan pasti membawa kerugian. Sengketa bisnis
2
membutuhkan cara penyelesaian yang dapat dijalankan. Tidak ada gunanya bersusah payah menyelesaikan sengketa apabila ketika sengketa itu sudah diselesaikan, hasilnya ternyata tidak dapat dijalankan (biasanya oleh karena keengganan pihak yang kalah untuk melaksanakannya secara sukarela). Selain itu, sengketa bisnis membutuhkan cara penyelesaian yang lengkap dan tuntas. Masyarakat bisnis membutuhkan metode penyelesaian sengketa yang dapat menyelesaikan kebutuhan atau masalah mereka yang sesungguhnya. Sehubungan dengan hal ini, masyarakat bisnis membutuhkan metode penyelesaian sengketa yang memungkinkan mereka untuk terlibat atau didengar dalam proses pengambilan keputusan. Oleh karena itu proses penyelesaian sengketa atau konflik di masyarakat
mengalami
perubahan
sehingga
dalam
perkembangannya
kemudian muncul bentuk penyelesaian sengketa alternatif yang dikenal dengan nama Alternatif Dispute Resolution (ADR). Bentuk penyelesaian sengketa ini menekankan pada pengembangan metode penyelesaian konflik yang bersifat kooperatif diluar pengadilan dan bersifat konsensus yang dapat diterima para . pihak yang bersengketa. Kata "Altematif menunjukkan bahwa para pihak yang bersengketa itu bebas melalui kesepakatan bersama memilih bentuk dan tata cara apa yang terdapat di dalam ADR dan akan diterapkan kepada penyelesaian sengketanya. Oleh karena itu, dikatakan bahwa Arbitrase-ADR itu menjelmakan ketentuan-ketentuannya melalui kebebasan
3
para pihak yang bersengketa dengan menciptakan dan menyepakati sendiri dasar-dasar hukum prosedurnya (The Law of the Parties and The Law of Procedure) 1 Sesuai dengan perkembangan metode penyelesaian sengketa di negaranegara maju khususnya di Amerika Serikat, masyarakat bisnis di Indonesia kemudian mengenal dan "menggandrungi" arbitrase, yang sering di sebutsebut sebagai "The private court of the business people". Arbitrase sempat berkembang pesat di Indonesia, terutama pada masa keemasan investasi bisnis asing di Indonesia (terutama pada awal hingga pertengahan tahun 1990 - an). Pada waktu itu arbitrase hampir selalu dipilih sebagai forum penyelesaian dalam kontrak-kontrak bisnis yang dibuat (terutama yang dibuat dengan pihak asing). Arbitrase dipuja-puja sebagai the best means of resolving business disputes pada waktu itu terutama karena :(1) prosesnya lebih cepat (karena putusan arbitrase bersifat final dan mengikat) dan sederhana ( karena tidak perlu mengikuti aturan tatacara di pengadilan yang kaku); (2) terjamin kerahasiaannya; (3) para pihak dapat memilih arbiter yang mereka butuhkan sesuai dengan keahlian, pengalaman dan atau kejujurannya ; serta (4) putusannya dapat diakui dan dilaksanakan di banyak negara.
1
Priyatna Abdurrasyid, Pengusaha Indonesia perlu meningkatkan minatnya terhadap Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa ()Disputes Resolution – ADR/ Arbitration) suatu tinjauan, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 21, (Oktober – November 2002) : 6
4
Arbitrase merupakan forum untuk menyelesaikan suatu sengketa. Forum ini lebih banyak dikenal dalam perdagangan internasional, karena para pihak berusaha untuk melepaskan diri dari yuridiksi badan peradilan biasa (umum). Upaya hukum mengenai pembaharuan UndangUndang Arbitrase Nasional telah dilakukan melalui Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Lembaran Negara No.138 Tahun 1999). Dengan demikian terdapat konsistensi dan pemanfaatan ADR
(negosiasi,
mediasi,
konsiliasi
dan
arbitrase)
sebagai
sistem
penyelesaian sengketa di luar pengadilan dalam bisnis di Indonesia. Hal ini mengakibatkan arbitrase komersial internasional semakin berkembang, sulit dan kompleks, karena pada umumnya sengketa yang muncul dari perdagangan internasional tersebut diserahkan kepada arbitrase. Mau tidak mau masalah ini harus diikuti perkembangannya dengan cepat. Tidak jarang para pelaku bisnis, terutama mereka yang memenangkan perkara dihinggapi kefrustasian apabila dihadapkan pada implementasi putusan arbitrase yang melibatkan pengadilan. 2 Dalam perkara-perkara tersebut, pengadilan menyatakan dirinya berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara-perkara tersebut walaupun para pihak sudah membuat perjanjian atau klausula arbitrase.
2
Hikmahanto Juwana, Pembatalan Putusan Arbitrase Onternasional oleh Pengadilan Nasional, Jurnal Hukum Bisnis, Vo. 21, (Oktober – November 2002) : 67.
5
Akhirnya, masyarakat bisnispun menyadari bahwa salah satu kelemahan utama dari arbitrase adalah "ketergantungannya" pada pengadilan. Arbitrase tidak dapat berjalan sendiri tanpa bantuan atau "kerjasama" pengadilan. Arbitrase akan membutuhkan bantuan dari pengadilan dalam beberapa hal, misalnya dalam hal para pihak tidak mencapai kesepakatan mengenai arbiter yang dipilih, dalam hal Pelaksanaan sita jaminan dan tentu saja dalam hal pelaksanaan, apakah salah satu pihak membawa sengketanya ke pengadilan, yakni agar pengadilan menolak dan menyatakan dirinya tidak berwenang untuk memeriksa perkara yang tunduk pada perjanjian arbitrase. Tanpa adanya bantuan atau kerjasama tersebut, maka arbitrase tidak dapat berjalan efektif. B.
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, penulis membatasi rumusan masalah adalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana Prosedur Penyelesaian Sengketa Bisnis melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999?
2.
Bagaimana peran pengadilan negeri dalam pembatalan putusan arbitrase sengketa bisnis antara PT SAETI CONCRETINDO WAHANA dan PT PEMBANGUNAN PERUMAHAN (Persero) berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999?
6
C.
Keaslian Penelitian Penelitian mengenai Peranan Pengadilan Negeri Atas Permohonan Arbitrase Berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 merupakan karya asli penulis, penulisan ini berbeda dengan penulisan hukum lainnya, penulisan hukum berjudul Pembatalan Putusan Arbitrase di Indonesia menurut UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dilakukan Oleh Andy Yusuf Kadir, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Falkutas Hukum Universitas Gajah Mada, sedangkan penelitian yang spesifik tentang putusan arbitrase yang dibatalkan Pengadilan Negeri belum pernah ada.
D.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini diharapkan akan berguna : 1. Untuk mengetahui prosedur penyelesaian sengketa bisnis melalui BANI. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis sejauh mana putusan arbitrase dapat dibatalkan oleh Pengadilan Negeri.
E.
Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut dibawah ini : a. Untuk mengetahui dan menganalisis prosedur penyelesaian sengketa
7
bisnis . b. Untuk mengetahui dan menganalisis sejauh mana putusan arbitrase dapat dibatalkan oleh Pengadilan Negeri.