1
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini meliputi latar belakang masalah yang menjadi dasar pemikiran untuk merumuskan pertanyaan kunci dalam penelitian, tujuan penelitian, tinjauan pustaka dan kerangka teori yang menjadi alat untuk menganalisis temuan dalam penelitian. Bab ini juga membahas terkait
dengan metode
penelitian yang digunakan yang meliputi teknik pengumpulan data dan analisis data. Selain itu bab ini juga menyajikan sistematika penyajian hasil penelitian.
1.1.Latar belakang Masalah Sertifikasi hutan merupakan salah satu alat kebijakan yang bertujuan untuk mendorong implementasi pengelolaan hutan secara lestari. Sertifikasi hutan muncul karena beberapa faktor yaitu adanya keprihatinan dari berbagai pihak (aktivis lingkungan dan masyarakat) terkait dengan minimnya upaya pemerintah dalam menanggulangi laju deforestasi, meningkatnya kebutuhan kayu dunia serta adanya tuntutan pasar internasional terhadap ekspor kayu yang ramah llingkungan
(terutama
pasar
Eropa
dan
Amerika
Utara).
Konsumen
menghendaki bahwa kayu yang dibeli merupakan produk dari hutan yang dikelola secara lestari dan ditunjukkan dengan adanya label/simbol yang menunjukkan bahwa produk yang dibeli konsumen tersebut telah melalui proses produksi yang ramah lingkungan (ekolabel). Sertifikasi hutan bagi produsen menjadi alat untuk menginformasikan kepada publik bahwa produk yang
2
dihasilkan merupakan produk yang berkualitas dan ramah lingkungan. Hal ini dilakukan oleh produsen sebagai upaya pelestarian lingkungan1. Sertifikasi hutan menurut Bass2 didefinisikan sebagai berikut: prosedur verifikasi yang ditetapkan dan menghasilkan sertifikat terkait dengan kualitas pengelolaan hutan dalam hubungannya dengan satu set kriteria dan indikator di mana penilaiannya dilakukan oleh pihak ketiga yang independen. Sertifikasi hutan dalam konteks global dimaknai adanya komitmen banyak pihak terhadap pengelolaan hutan secara lestari. Sebagai contohnya ada aliansi antara Bank Dunia dan WWF Internasional yang berkomitmen untuk bisa mewujudkan pencapaian sertifikasi hutan seluas 200 juta di seluruh dunia pada tahun 20053. Data pada bulan Mei 2012, jumlah hutan di seluruh dunia yang telah tersertifikasi oleh FSC4, PEFC5, SFI6 dan ATFS7 ada 394 juta hektar8. Jenis sertifikasi hutan ada dua macam yaitu sertifikasi pengelolaan hutan dan sertifikasi lacak balak (chain of custody). Sertifikasi pengelolaan hutan menekankan pada penilaian kualitas pengelolaan hutan berdasarkan standar dan indikator dalam pengelolaan hutan lestari. Sertifikasi lacak balak menekankan bahwa proses distribusi kayu ke industri pengelolaan berasal dari hutan yang 1
Info LEI. Pilot Proyek Sistem Sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari dan Pe ngelolaan Hutan Tanaman Lestari (Bogor: Lembaga Ekolabel Indonesia,2002) hlm 3-4 2 ibid, hlm 3-4 3 ibid, hlm 4 4 Sertifikasi FSC berkembang di berbagai negara baik negara maju maupun negara berkembang seperti di Eropa dan Amerika Utara. 5 Skema sertifikasi PEPC ada di negara Eropa dan Amerika Utara terutama di Finlandia, Norwegia dan Swedia. Skema PEPC ini muncul sebagai bentuk resistensi terhadap skema sertifikasi FSC. 95 % hutan di Finlandia disertifikasi oleh PEPC. Ahmad Maryudi, Rejim Politik Kehutanan Internasional. (Yogyakarta, Gadjah Mada University,2015) hlm 63 6 Skema Sertifikasi SFI ada di Amerika Serikat. SFI ini juga bentuk resistensi terhadap skema sertifikasi FSC yang dibidani oleh asosiasi dagang kayu Amerika Serikat. Amerika Serikat dan Kanada mengangagp bahwa FSC merugikan industri kehutanan. opcit hlm 63 7 Skema sertifikasi ATFS muncul sebagai resistensi skema sertifikasi FSC. Skema ATFS ini ada di Kanada 8 Kathryn Fernholz. 10 Certified Forest Products Markets. (UNICE/FAO, 2012) hlm. 108
3
telah mendapatkan sertifikasi lestari. Bagi industri yang telah lulus dan mendapatkan sertifikat lacak balak diperkenankan memberikan logo/label lembaga sertifikasi pada produk kayu yang dikelolanya9. Sertifikasi hutan di Indonesia menjadi faktor pendorong akan arti pentingnya pengelolaan hutan yang lestari. Luas Hutan di Indonesia 94.432.000 hektar (2,34%) dari seluruh luas hutan di dunia (4.033.060.000 hektar). Indonesia berada dalam peringkat ke-7 untuk luas hutan di dunia. Meskipun demikian, keberadaan hutan di Indonesia penting dalam percaturan hutan dunia. Hal ini disebabkan karena kekayaan keragaman hayati yang ada di dalamnya. Berikut distribusi luasan hutan dunia tahun 2010 menurut FAO (2011) 10 Tabel 1.1. Total luas hutan di dunia NO NEGARA Luas Hutan (x 1000 hektar) 1 Federasi Rusia 809.090 2 Brazil 519.522 3 Kanada 310.134 4 Amerika Serikat 304.022 5 China 206.861 6 Rep. Demoktartik 154.135 Kongo 7 Indonesia 94.432 8 + 200 negara lainnya 1.634.864 4.033.060 Jumlah Total Pada era Soeharto, sektor kehutanan
menjadi
Persentase 20,06 12,88 7,69 7,54 5,13 3,82
50,30
46,70
2,34 40,54 100% ladang devisa yang
menjanjikan bagi pertumbuhan ekonomi. Sektor kehutanan menjadi leading sector dalam pembangunan nasional. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada masa Soeharto harus dibayar mahal dengan adanya deforestasi. Adanya
9
Ahmad Maryudi.Rejim Politik Kehutanan Internasional. (Yogyakarta: Gadjah Mada University,2015) hlm 68 10 FAO 2011 dalam Ahmad Maryudi (2015, 9)
4
deforestasi yang akut di Indonesia menjadi sebuah produk kegagalan dari manajemen hutan yang ada. Kondisi pengelolaan hutan yang buruk telah melahirkan adanya paradigma baru dalam pengelolaan hutan yang terkenal dengan SFM (Sustainable Forest Management). Paradigma baru ini menekankan akan arti penting hutan tidak hanya sebagai berfungsi secara ekonomi an sich, tapi juga berfungsi secara ekologis dan sosial. Adanya berbagai fungsi dari keberadaan hutan ini memunculkan perlunya sertifikasi hutan di Indonesia . Sertifikasi hutan yang ada di Indonesia meliputi sertifikasi hutan negara dan sertifikasi hutan rakyat. Skema sertifikasi yang digunakan skema sertifikasi LEI11 dan skema FSC12 serta ada skema sertifikasi bersama (joint certification program)13 antara Lembaga Sertifikasi (LS)14 yang diakreditasi LEI15 (Lembaga
11
Skema sertifikasi LEI ini muncul sebagai bentuk resistensi terhadap skema sertifikasi FSC . Skema sertifikasi LEI berbeda dengan skema sertifikasi yang lain . Hal ini disebabkan karena: (1) skema sertifikasi LEI didesain khusus untuk konteks pengelolaan hutan di Indonesia. (2) Skema sertifikasi LEI memiliki fokus, komitmen, dan keberpihakan kepada masyarakat petani hutan/adat. (3) Segala prosesnya melibatkan pendekatan multistakeholder yang didukung oleh NGO/LSM, masyarakat adat, pengusaha hutan, dan pemerintah. (4) LEI mengembangkan 3 sistem sertifikasi bagi 3 tipe pengelolaan hutan yang ada di Indonesia, yaitu hutan alam produksi, hutan tanaman, dan hutan berbasis masyarakat. (5) Adanya fasilitasi forum komunikasi di daerah untuk menjamin proses sertifikasi di lapangan transparan, media resolusi konflik, dan media menyusun perwakilan daerah dalam pengambilan keputusan sertifikasi . (www.lei.or.id) 12 Sertifikasi Skema FSC adalah skema sertifikasi yang memuat 10 kriteria pengelolaan hutan lestari. 10 kriteria tersebut mencakup isu tenuterial, hubungan komunitas, hak-hak pekerja, penilaian, dampak lingkungan, penyusunan rencana kerja dan konservasi hutan alam. Prinsip kelestraian FSC bersifat global dengan kriteria dan indikator operasional ditentukan di tingkat nasional/regional disesuaikan dengan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan yang lebih spesifik. (opcit) hlm 53-54 13 skema sertifikasi bersama (joint certification program) adalah skema sertifikasi bersama yang dilalukan oleh LEI dan FSC untuk kasus sertifikasi hutan di Indonesia. 14 Lembaga Sertifikasi adalah lembaga yang bertujuan untuk melakukan penilaian terhadap unit manajemen dalam sistem sertifikasi yang berupa berupa kegiatan audit., pemeriksaan lapangan, konsultasi publik, dan seluruh proses sertifikasi. Lembaga Sertifikasi tersebut telah mendapatkan akreditasi dari pengembang sertifikasi. Artinya Lembaga Sertifikasi tersebut telah memiliki kompetensi yang tepat untuk melakukan sertifikasi pengelolaan hutan lestari menggunakan sistem sertifikasi dari pengembang sertifikasi. Lembaga sertifikasi yang ada di Indonesia ada dua yaitu Lembaga Sertifikasi LEI dan FSC. Lembaga Sertifikasi LEI yang telah mendapatkan akreditasi
5
Ekolabel Indonesia) dan Lembaga Sertifikasi yang diakreditasi oleh Forest Stewardship Council (FSC)16. Jumlah hutan yang telah tersertifikasi
di
Indonesia menurut data LEI 2012 dengan jenis sertifikasinya sebagai berikut17: 1. Hutan alam seluas 411,690 hektar yang berada di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. 2. Hutan tanaman seluas 1,429,055 hektar yang tersebar di berbagai daerah seperti Sumatra Selatan, Riau, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatra Utara, Jambi dan Nusa Tenggara Barat. 3. Hutan rakyat seluas
1,873,428.57 hektar yang tersebar di 22 wilayah
kelola hutan rakyat di daerah Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat. Keberadaan Hutan rakyat di Indonesia didukung oleh Undang-Undang No 41 tahun 1999. UU tersebut menyebutkan hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik. Hutan rakyat menurut Awang18 adalah pengelolan hutan yang berasal dari inisiatif masyarakat maupun dari pemerintah dari LEI adalah PT. TUV Rheinland Indonesia, PT. Superintending Company of Indonesia (SUCOFINDO) , PT. Mutuagung Lestari dan PT. SGS Indonesia. Lembaga Sertifikasi FSC yang berperasi di Indonesia SGS, DNV Business Assurance, Scientific Certification System (SCS), Control Union Certification BV (CU) dan GFA certification GmbH . (www.lei.or.id) 15 LEI adalah lembaga akreditasi yang bertugas mengembangkan sistem dan prosedur sertifikasi , melaksanakan dan monitoring dan pelatihan untuk mendukung proses sertifikasi yang kredibel. Visi Lei adalah menjadi organisasi yang memperjuangkan terselenggaranya pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan melalui sistem sertifikasi dan ekolabel yang kredibel. . (www.lei.or.id) 16 FSC adalah organisasi independen, non pemerintah , non profit yang bertujuan untuk mempromosikan pengelolaan hutan di dunia. FSC didirikan pada tahun 1993 sebagai bentuk respon terhadap deforestasi dan degradasi hutan di dunia baik di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang serta adanya ketidakpuasan terhadap upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam merespon dan menanggulangi fenomena deforestasi dan degradasi hutan di dunia. FSC adalah salah satu pengembang sertifikasi hutan di tingkat internasional. (www.lei.or.id) 17 www.lei.or.id 18 San Afri Awang. Gurat Hutan Rakyat di Kapur Selatan (Yogyakarta: Debut Press, 2009) hlm 7-8
6
yang bertujuan untuk memberikan jaminan kelestarian bagi peningkatan kualitas antar generasi secara berkelanjutan. Adanya sertifikasi hutan rakyat, maka pengelolaan hutan rakyat di Indonesia memerlukan adanya strategi baru. Hal ini disebabkan karena karakteristik pengelolaan hutan rakyat yang bersifat individual,dikelola oleh keluarga, tidak memiliki menejemen formal dan cenderung subsisten19. Kondisi ini menjadikan keberadaan hutan rakyat tidak mempunyai daya tawar yang tinggi terhadap pedagang dan industri serta tidak terjaminnya keberlanjutan hutan rakyat20. Tuntutan sertifikasi hutan rakyat menjadi tantangan tersendiri bagi pengelolalan hutan rakyat di Indonesia. Sertifikat dan legalitas bagi hutan rakyat menjadi syarat mutlak agar bisa diterima, diakui dan laku di pasar internasional. Keberadaan hutan rakyat dalam konteks ini dimaknai telah terintegrasi dalam perdagangan internasional. Salah satu hutan rakyat yang telah mendapatkan sertifikasi di Indonesia adalah hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta. Keberadaan hutan rakyat ini telah mendapatkan sertifikat PHBML21 skema LEI oleh Lembaga Sertifikasi PT TUV Rheinland Group22 pada tanggal 20 September 2006. Sertifikat tersebut diberikan melalui Koperasi Wana Manunggal Mandiri
19
Subsisten artinya pemenuhan kebutuhan hidup yang paling minimalis. San Afri Awang. Peran Para Pihak Dalam melestarikan Hutan Rakyat (Spesial Kasus Gunungkidul ). (makalah dalam lokakarya Gunung Kidul , 2006.) hlm 1 21 Sertifikat PHBML diatur dalam Pedoman LEI seri 99-40 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBML). Sertifikasi PHBML yang dikembangkan oleh LEI bertujuan untuk kepentingan pasar dan sebagai salah satu alat rekognisi terhadap berbagai model Pengeloaan Hutan berbasis Masyarakat (PHBML) . (www.lei.or.id) 22 PT Thuv Rheiland Group adalah salah satu lembaga sertifikasi yang telah mendapatkan akreditasi dari LEI . (www.lei.or.id) 20
7
Kabupaten Gunungkidul23. Wilayah kelola yang tersertifikasi seluas luas 815,18 ha dengan jumlah petani yang terlibat sebagai pengelola sebanyak 997 keluarga. Wilayah kelola hutan rakyat yang tersertifikasi berada di tiga daerah kelola yaitu di Desa Girisekar Kecamatan Panggang, Desa Dengok, Kecamatan Playen dan Dusun Kedungkeris, Kecamatan Nglipar24. Sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul tidak bisa dilepaskan dari intervensi para aktor lain seperti NGO (,ARuPA25 dan Yayasan Shorea Yogyakarta26 dan PKHR27), Funding/donor (LEI), Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul, pengusaha kayu dan pasar.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana
proses
sertifikasi
hutan
rakyat
terjadi
di
Kabupaten
Gunungkidul? 2.
Bagaimana relasi
antar
aktor
dan kepentingan-kepentingannya dalam
proses sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul?
23
Koperasi Wana Manunggal Lestari adalah wadah bagi para petani hutan rakyat yang berada di tiga unit manajemen pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul yang tersebar di Desa Girisekar Kecamatan Panggang, Desa Dengok Kecamatan Playen dan Desa Kedungkeris di Kecamatan Nglipar. 24 Data Base ARuPA , 2006 25 ARUPA singkatan dari Aliansi Relawan untuk Penyelamatan Alam. ARuPA adalah salah satu NGO yang ada di Yogyakarta yang mempunyai konsent pada isu lingkungan hidup terutama isu hutan. ARuPA bekerja sama dengan PKHR UGM dan Yayasan Shorea turut serta memfasilitasi gerakan sertifikasi hutan rakyat di Gunungkidul 26 Yayasan Shorea singkatan dari Small Home of Rural Empowerment Activists dalah salah satu NGO yang ada di Yogyakarta yang mempunyai konsen pada isu lingkungan hidup terutama isu hutan. Yayasan Shorea bekerja sama dengan PKHR UGM dan ARuPA turut serta memfasilitasi gerakan sertifikasi hutan rakyat di Gunungkidul 27 PKHR singkatan dari Pusat Kajian Hutan Rakyat. Pusat studi ini berkedudukan di Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta. PKHR UGM bersama dengan ARUPA dan Yayasan Shorea turut serta memfasilitasi gerakan sertifikasi hutan rakyat di Gunungkidul
8
3.
Bagaimana upaya yang dilakukan oleh para aktor dalam memproduksi dan melanggengkan ketimpangan keuntungan sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul ?
4.
Aktor manakah yang paling diuntungkan dan dirugikan dalam sertifikasi hutan rakyat di kabuapaten Gunungkidul?
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui proses sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul . 2. Mengetahui relasi antar aktor dan kepentingan-kepentingannya dalam sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul. 3. Mengetahui upaya yang dilakukan oleh para aktor dalam memproduksi dan melanggengkan ketimpangan keuntungan sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul. 4. Mengetahui aktor yang paling diuntungan dan paling dirugikan dalam sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul.
1.4. Tinjauan Pustaka Penelitian ini memfokuskan kajian ekonomi politik tentang sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul. Tinjauan pustaka dalam konteks ini menyajikan fokus penelitian terdahulu terkait sertifikasi hutan rakyat. Tinjauan terhadap fokus penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi terkait beberapa aspek kajian yang sudah diteliti. Informasi tersebut digunakan untuk
9
memperkuat pemahaman dan pengetahuan terkait aspek yang diteliti . Selain itu melalui tinjauan pustaka bisa dilihat keaslian penelitian karena ada perbedaan dengan penelitian yang sudah dilakukan.
Penelitian terdahulu terkait dengan sertifikasi hutan rakyat Penelitian tentang ekonomi politik hutan sudah ada beberapa yang melakukan. Beberapa studi yang dijadikan sebagai bahan kajian pustaka dalam penelitian ini sebagai berikut: Michael John Bloomfield28 , Errol Meidinger dkk29 , Dominique Irvine30, Alexander Hinrichs dkk31, Ahmad Maryudi
32
, Ahmad Maryudi33,
Ahmad Maryudi34 , San Afri Awang35, Ronald Muh Ferdaus36 Studi yang dilakukan oleh Michael John Bloomfield berfokus pada skema sertifikasi FSC dengan menggunakan pendekatan Gramsci. Studi ini menjelaskan hegemoni sertifikasi hutan, FSC dan tantangan yang dihadapi. Bloomfield menjelaskan bahwa FSC, merupakan agenda dari ekonomi politik neoliberal. Sertifikasi dapat dipahami sebagai konteks historis ekonomi global neoliberal. FSC merepresentasikan sebuah kompromi dari aktifitas lingkungan 28
Michael John Bloomfield. Is Forest Certification a Hegemonic Force? The FSC and its Challengers. (SAGE Publication, 2012) 29 Errol Meidinger dkk, Social and Political dimensions of Forest Certification, (Germany,2002) 30 Dominuque Irvine. Certification and Community Forestry: Current Trends, Challenges and Potential ( Washington DC, 1999). 31 , Alexander Hinrichs dkk,. Sertifikasi Hutan Rakyat di Indonesia. (Deutsch Geselschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH, 2008) 32 Ahmad Maryudi. Rejim Politik Kehutanan Internasional. (Gadjah Mada University, Yogyakarta 2015) 33 Ahmad Maryudi, ”Beberapa Kendala bagi sertifikasi Hutan Rakyat”, (Jurnal Hutan Rakyat Vol VII no 3, hal 25-39,2005) 34 Ahmad Maryudi. Strategi sertifikasi pengelolaan hutan rakyat lestari. ( Proceeding seminar nasional “Pengembangan Pengelolaan dan Pemanfaatan hasil Hutan Rakyat ,2005) 35 San Afri Awang. Kajian Legalitas Kayu Rakyat : Penguatan Sertifikasi Hutan Rakyat Didukung dengan Transparansi Proses Legalitas Kayu. (Yogyakarta,2008) 36 Ronald Muh Ferdaus. Community Forest Certification in Gunungkidul District, (Paper ,2008)
10
radikal untuk melakukan dominasi melalui kebijakan prosedur sertifikasi hutan dunia. Fokus kajian Bloomfield mempunyai perbedaan dengan studi penulis. Penulis lebih memfokuskan pada analisis ekonomi politik sertifikasi hutan rakyat dengan skema LEI. Teori yang digunakan oleh penulis adalah teori sistem dunia Wallerstein. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan interpretatif. Adanya perbedaan dalam studi penulis menjadi celah untuk melengkapi studi sertifikasi hutan rakyat di ranah lokal (Kabupaten Gunungkidul). Studi yang dilakukan oleh Errol Meidinger dkk berfokus pada isu-isu sosial, keadilan ekonomi dan sosial, masyarakat dan partisipasi, pembuatan kebijakan , aturan dan sistem legal terkait dengan sertifikasi hutan. Studi ini lebih banyak memberikan penjelasan sertifikasi hutan secara deskriptif. Penjelasan sertifikasi hutan terkait dengan aspek-aspek teknis dalam sertifikasi hutan dijelaskan secara detail. Meidinger tidak menganalisis sertifikasi hutan dengan pendekatan ekonomi politik. Teori yang digunakan dalam studi Meidinger dkk adalah teori menejemen hutan. Inilah yang menjadi pembeda antara fokus kajian Meidinger dengan penulis. Selain itu, kajian Meidinger tidak membahas skema sertifikasi hutan yang mengedepankan aspek-aspek lokal dalam sertifiaksi hutan (local knowledge/local wisdom ) seperti yang penulis lakukan. Studi yang dilakukan oleh Dominuque Irvine bertujuan untuk menjelaskan sejarah, manfaat, persoalan dan tantangan yang ada dalam sertifikasi hutan. Studi ini menjelaskan sejarah keterlibatan masyarakat dalam sertifikasi hutan
11
serta tantangan dan peluang terkait dengan sertifikasi hutan. Hasil studi ini menunjukkan bahwa: a. Sertifikasi saat ini berfokus pada hutan kemasyarakatan yang memproduksi kayu dan secara umum disupport oleh NGO, pemerintah dan organsiasi antar negara. b. Sertifikasi dibentuk untuk mengintegrasikan masyarakat dengan pasar kayu internasional, menciptakan struktur pasar regional yang lebih tinggi serta meningkatkan jaringan yang lebih dekat dengan industri. c. Hutan kemasyarakatan memfokuskan pada masalah kayu dengan sesuai dengan pengalaman dan kapasitas masyarakat dalam mengelola hutan. d. Produksi kayu telah menyediakan keuntungan ekonomi yang signifikan tapi bagi masyarakat sulit untuk mendapatkan akses pasar tersebut. e. Pasar sertifikasi dapat mendorong partisipasi masyarakat dalam sertifikasi di negara-negara yang berbeda f. Sertifikasi dapat menciptakan forum untuk partisipasi lokal yang mempengaruhi aktifitas industri dan berdampak bagi masyarakat dan hutannya. Studi ini lebih banyak menyoroti persoalan sejarah, manfaat dan tantangan dalam sertifikasi hutan rakyat di beberapa negara seperti Bolivia, Canada, Swedia, Amerika Utara. Studi ini analisisnya merupakan kajian ekonomi politik akan tetapi dalam studi ini tidak dijelaskan pendekatan ekonomi politik yang digunakan. Studi ini lebih banyak menyoroti model-model sertifikasi untuk hutan rakyat, dampak industri dari sertifikasi hutan rakyat serta
persoalan
12
partisipasi sosial dari para aktor dalam sertifikasi hutan rakyat. Studi ini tidak menjelaskan bagaimana relasi para aktor dalam sertifikasi hutan dan aktor siapa yang paling diuntungkan dan dirugikan dalam sertifikasi hutan. Padahal dalam kajian ekonomi politik, analisis hal tersebut menjadi sesuatu yang penting dilakukan. Studi yang dilakukan oleh Alexander Hinrich dkk bertujuan untuk memahami keadaan, proses-proses dan tantangan-tantangan yang dihadapi oleh sertifikasi hutan rakyat di Indonesia. Studi ini dianalisis berdasarkan literatur, diskusi dengan para pakar dan kunjungan-kunjungan ke wilayah-wilayah yang telah mendapatkan sertifikat yang terletak di Jawa Tengah (Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Wonogiri), Daerah Istimewa Yogyakarta (Kabupaten Gunungkidul ) dan Sulawesi Tenggara (Kabupaten Konawe Selatan). Hasil studi menunjukkan bahwa: a. Semua hutan rakyat yang saat ini disertifikasi mencakup suatu campuran dari hutan tanaman keras (jati) dan wanatani (agroforestry). b. Semua wilayah yang disertifikasi didukung oleh organisasi-organisasi eksternal melalui keterlibatan donor dan promotor (LSM, peneliti, prakarsa sektro swasta ) dan melibatkan para tokoh kepala desa, kepala dusun dan ketua Rukun Tetanggga. c. Pengembangan kapasitas terbukti relevan untuk aspek-aspek tehnis seperti inventori hutan, pengembangan organisasi, penggunaan komputer dan sebagainya.
13
d. Akses pasar dan skala ekonomi terbukti sangat penting dalam sertifikasi hutan rakyat. e. Pengenalan sertifikasi oleh para pendukung yang menjanjikan insentif pasar untuk sertifikasi menjadi alasan utama bagi masyarakat untuk terlibat dalam semua aspek sertifikasi. Pada studi ini, ada yang relevan dengan kajian penelitian yang dilakukan penulis terkait dengan sertifikasi yang berlangsung di Kabupaten Gunungkidul. Beberapa hal yang relevan seperti terkait dengan isu-isu yang terkait dengan sertifikasi hutan seperti: promotor sertifikasi, pengembangan kapasitas serta urgensi akses pasar dan alasan masyarakat terlibat dalam sertifikasi. Studi ini lebih banyak mengkaji persoalan-persoalan sertifikasi dari sisi menejerial dan teknis yang dihadapi oleh petani hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul dan tidak mengkaji dalam analisis ekonomi ekonomi politik. Studi ini tidak dijelaskan bagaimana peran dan relasi para aktor dalam sertifikasi hutan serta aktor yang paling diuntungkan dan dirugikan dalam sertifikasi hutan rakyat. Studi yang dilakukan oleh Ahmad Maryudi berfokus pada kebijakan kehutanan
internasional
serta
dampak-dampaknya
dalam
proses-proses
pengambilan kebijakan dalam aras domestik/nasional. Fokus kajian yang dilakukan oleh Maryudi membahas kebijakan kehutanan secara luas termasuk di dalamnya ada rejim politik perubahan iklim. Metode yang digunakan lebih banyak bersumber dari hasil literatur. Studi ini ada yang relevan dengan kajian yang penulis lakukan terkait dengan rejim politik kehutanan internasional. Namun demikian ada perbedaan studi penulis dengan studi Maryudi terkait
14
fokus kajian. Studi penulis lebih banyak menyoroti persoalan sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul dengan skema LEI. Teori yang digunakan adalah teori sistem dunia Wallerstain. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan interpretatif. Studi yang dilakukan oleh Ahmad Maryudi berfokus pada kendala bagi sertifikasi hutan rakyat. Kendala sertifikasi hutan rakyat ada dua yaitu kendala dari dalam (internal constrain ) dan kendala dari luar (external constrains). Kendala dari dalam terkait dengan kesadaran dari petani hutan , biaya sertifikasi yang mahal dan pengelolaan hutan rakyat. Kendala dari luar terkait dengan pasar. Studi ini menjelaskan kendala sertifikasi hutan rakyat dari sisi menejerial. Studi ini memang ada yang relevan dengan penelitian yang penulis lakukan, terkait dengan kendala bagi sertifikasi hutan rakyat di Gunungkidul. Akan tetapi dalam studi penulis kendala sertifikasi hutan rakyat tidak hanya persoalan menejerial
akan tetapi juga persoalan kelembagaan petani hutan rakyat di
Kabupaten Gunungkidul. Studi yang dilakukan oleh Ahmad Maryudi berfokus pada strategi sertifikasi pengelolaan hutan rakyat lestari. Studi ini lebih banyak mengkaji persoalan strategi sertifikasi pengelolaan hutan lestari secara teknis dan menejerial. Tujuan dari kajian ini adalah adalah untuk mengatasi kelemahan dan mengusahakan agar ancaman yang ada di lingkungan eksternal tidak mengganggu upaya sertifikasi serta memanfaatkan berbagai peluang yang ada. Hasil kajian menunjukkan bahwa pengelolaan hutan rakyat mempunyai potensi yang besar untuk mendapatkan sertifikasi. Hal ini disebabkan karena adanya
15
keunggulan hutan rakyat. Perbedaan studi ini dengan studi yang dilakukan oleh penulis terkait dengan fokus kajian di mana fokus penulis terkait
dengan
sertifikasi hutan rakyat dalam pendekatan ekonomi politik. Studi yang dilakukan oleh San Afri Awang berfokus pada analisis kebijakan dan implementasi sistem penatausahaan hasil hutan rakyat yang sedang berjalan dan dilihat implementasinya di lapangan, khususnya kasus penerapan legalitas kayu hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul. Studi ini lebih banyak menyoroti dari aspek politik/kebijakan pengelolaan hutan. Fokus kajian penulis lebih spesifik menyoroti persolan kebijakan sertifikasi hutan secara global dan nasional dan berpengaruh terhadap sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul. Studi yang dilakukan oleh Ronald M Ferdaus memfokuskan pada sertifikasi hutan rakyat yang terjadi di Kabupaten Gunungkidul. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa inisiatif proses sertifikasi dilakukan oleh banyak pihak seperti NGO dan funding. Keberadaan NGO dan Funding didukung oleh pemerintah daerah Kabupaten Gunungkidul. Tantangan dalam sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul terkait dengan aspek kelembagaan hutan rakyat yang belum kuat dan persoalan pasar. Studi ini mempunyai korelasi dengan penelitian yang penulis lakukan. Akan tetapi studi ini lebih menyoroti proses sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul secara umum dan dianalisis secara deskriptif. Studi yang dilakukan oleh penulis terfokus pada sertifikasi hutan rakyat dengan pendekatan ekonomi politik.
16
Berdasarakan studi – studi yang telah penulis paparkan di atas penulis bermaksud mengkritik
dan melengkapi kajian sertifikasi hutan rakyat di
Kabupaten Gunungkidul dengan pendekatan ekonomi politik. Kajian terdahulu memang sudah menyinggung berbagai persoalan terkait dengan sertifikasi hutan seperti nilai ekonomi sertifikasi hutan, peran NGO dalam sertifikasi, akar,isu, proses dan tantangan, keterlibatan masyarakat,implementasi kebijakan. Kajian terdahulu ada juga yang mengkaji persoalan menejerial, persoalan teknis terkait dengan sertifikasi hutan rakyat namun tidak dikaji dengan pendekatan ekonomi politik Marxian. Kajian terdahulu tidak mengkaji bagaimana relasi para aktor dan kepentingan-kepentingan yang ada dalam sertifikasi hutan rakyat dan upaya para aktor dalam memproduksi dan melanggengkan ketimpangan keuntungan sertifikasi hutan rakyat serta aktor yang paling diuntungkan dan paling dirugikan dalam sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul. Studi yang penulis lakukan berfokus pada sertifikasi hutan rakyat skema LEI di Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta dengan pendekatan ekonomi politik Marxian. Studi ini bertujuan untuk mengkaji persoalan-persoalan yang terkait dengan proses sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul , ketimpangan relasi antar aktor dalam sertifikasi hutan rakyat dan upaya para aktor dalam memproduksi ketimpangan keuntungan antar aktor serta aktor yang paling diuntungkan dan dirugikan dalam sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul. Studi yang penulis lakukan menggunakan teori sistem dunia Immanuel Wallerstein. Metode Penelitian yang digunakan penulis adalah metode
penelitian
kualitatif
dengan
pendekatan
interpretatif.
Metode
17
pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam serta menelaah dokumen-dokumen yang relevan dalam penelitian ini seperti buku, jurnal, laporan penelitian dan sebagainya.
1.5. Kerangka Teori Penelitian ini menggunakan pendekatan ekonomi politik. Pendekatan ekonomi politik relevan untuk menjelaskan fenomena sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul. Kajian ekonomi politik terkait dengan hubungan antara institusi ekonomi dan institusi politik serta hubungan tindakan ekonomi dengan proses politik. Kedua institusi tersebut saling mempengaruhi dan tidak bisa dipisahkan37. Pendekatan ekonomi politik yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan ekonomi politik Marxian. Penulis menggunakan pendekatan ekonomi politik Marxian karena kajian ini terkait dengan relasi antara pasar bebas (pasar internasional ) sebagai representasi dari institusi ekonomi dan negara sebagai representasi insitusi politik. Kedua institusi ini saling mempengaruhi. Ekonomi
politik
menurut Caporaso dan Levine38 bertujuan untuk
memberikan saran terkait dengan pengelolaan urusan ekonomi dalam sebuah negara. Caporaso dan Levine mengkategorisasikan pendekatan ekonomi politik ke dalam 4 pendekatan yaitu: pendekatan ekonomi politik klasik, pendekatan
37
Didik J Rachbini. Ekonomi Politik dan Teori Pilihan Publik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006) hlm 3 38 Kames A Caporaso, dan David P Levine. Teori Ekonomi Politik. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008) hlm 68
18
ekonomi politik Marxian, pendekatan ekonomi politik neoklasik dan pendekatan ekonomi politik Keynesian. Istilah Ekonomi Politik dalam Marxian
tidak merujuk pada pemikiran-
pemikiran tentang hubungan ekonomi dengan politik melainkan merujuk pada cara pandang perekonomian yang didasarkan pada metode dan teori dari pemikir ekonomi klasik seperti Adam Smith dan David Ricardo. Gagasan dari ekonomi politik Marxian menekankan
bahwa perekonomian pasar bekerja menurut
prinsip-prinsip yang reproduksi dan ekspansi sistem kesalingtergantungan material antar orang. Proses ini tidak dipengaruhi oleh keinginan dari tiap –tiap orang atau pembagian kerja sosial. Pendekatan Marxian memfokuskan pada proses-proses reproduksi yang bersifat objektif bukan subjektif (penentuan peringkat peluang atau pembuatan pilihan oleh individu39. Ada tiga aliran dalam Pendekatan Marxian dalam menjelaskan hubungan antara politik dan ekonomi. Ketiga aliran tersebut adalah politik revolusioner , politik sosial demokrat dan teori negara Marxis. Ketiga aliran ini mempunyai perbedaan namun berada dalam satu tema yaitu transformasi kepentingan pribadi objektif menjadi kepentingan subjektif yang dianut bersama oleh beberapa orang sehingga tercipta kelas. Konsep kelas menjadi salah satu konsep dalam dalam teori Marxian. Kelas yang terbentuk secara politik tidak muncul serta merta dalam kapitalisme. Perekonomian kapitalisme berjalan sampai terbentuknya kesamaan kepentingan antara beberapa golongan orang tertentu. Artinya semakin adanya kesadaran individu bahwa ia memiliki kesamaan kondisi dan
39
ibid, hlm 124-125
19
tujuan dengan orang lain maka ia akan mempunyai pandangan yang luas terkait kepentingan material mereka. Hal ini pada akhirnya akan membentuk kepentingan individu menjadi kepentingan kelas. Interpretasi Marxian terhadap hubungan antara ekonomi dan politik didasarkan pada kepentingan ekonomi dan peranan dari kepentingan ekonomi dalam mendefinisikan agenda politik40. Pendekatan Marxis menjelaskan kepentingan tersebut sebagai berikut41: a. Kepentingan muncul karena adanya struktur dari produksi b. Kepentingan pribadi dari seorang individu dapat diketahui dengan melihat kelas mana individu itu berada c. Kepentingan kelas yang satu akan bertentangan dengan kepentingan kelas yang lain d. Kepentingan kelas yang terbentuk dalam sistem produksi akan menjadi kepentingan politik, yaitu pertarungan untuk memperebutkan kekuasaan negara. Perekonomian kapitalis awalnya terdiri dari berbagai komoditas dalam jumlah besar ditambah individu-individu pemilik komoditas serta beberapa hubungan pertukaran yang saling menghubungkan individu-individu tersebut. Kapitalisme memiliki sifat khusus yaitu selain sirkulasi komoditas juga sirkulasi kapital. Pendekatan ekonomi politik dalam Marxian menegaskan bahwa institusi politik atau agen politik (dalam hal ini negara) mendefinisikan dan melindungi kepentingan politik dari sebuah kelas atas kemauannya sendiri karena negara adalah ‘instrumen” yang dikendalikan kelas itu. Negara mendefinisikan dan melindungi sebuah tatanan sosial termasuk di dalamnya menegakkan aturanaturan permainan dalam mengejar kepentingan pribadi. Aturan-aturan ini
40 41
ibid, hlm 130-132 ibid, hlm 129
20
melindungi kepentingan dari kelas dominan. Hubungan antara perekonomian dengan negara menjadi kompleks karena perekonomian swasta selalu membuat agen politik (negara) memfokuskan pada kepentingan pribadi dan berusaha mencegah agar kepentingan pribadi ini tidak pernah melebar ke luar dari lingkup kepentingan material. Menurut Gramsci, harusnya negara berperan untuk mendidik dan membentuk kesadaran politik. Menurut Marx, negara adalah bagian dari superstruktur yaitu sebagai wadah politik dari kapitalisme yang merespon perubahan-perubahan dalam faktor-faktor ekonomi42. Penelitian ini menggunakan pendekatan ekonomi politik Neo Marxian. Tokoh-tokoh ekonomi politik Neo Marxian ada beberapa seperti Paul Baran, Samir Amin, Andre Gunder Frank, Immanuael Wallerstein. Kelompok neo Marxian lebih sering disebut sebagai kelompok radikal43. Turunan dari pendekatan ekonomi politik Neo Marxian yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sistem dunia Immanuel Wallerstein.
1.5.1. Teori Sistem Dunia. Sistem dunia menurut Wallerstein adalah sebuah sistem sosial yang memiliki batas-batas, struktur, anggota kelompok, legitimasi aturan serta hubungan yang saling terkait 44. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Wallerstein sebagai berikut:
42
ibid, hlm 179-181 Yanuar Ikbar. Ekonomi Politik Internasional 1. Konsep dan Teori. (, Jakarta: PT Refika Aditama 2006) hlm 57 44 Immanual Wallerstein. The Modern World System: Capitalist Agriculture and the origins of the Eruropean World Economy in the Sixteenth Century. (Newyork: Academic Press, 1976) hlm 229 43
21
“A world-system is a social system, one that has boundaries, structures, member groups, rules of legitimation, and coherence. Its life is made up of the conflicting forces which hold it together by tension and tear it apart as each group seeks eternally to remold it to its advantage. It has the characteristics of an organism, in that it has a life-span over which its characteristics change in some respects and remain stable in others”. Wallerstein menjelaskan bahwa dalam struktur politik ekonomi dunia identik dengan adanya keterkaitan budaya global dan lokal.
Dalam struktur
negara terdapat homogenisasi budaya yang mempunyai kecenderungan untuk melayani kepentingan kelompok kunci dalam
membangun identitas budaya
nasional. Negara inti dalam hal ini akan diuntungkan dari adanya sistem ekonomi dunia. Hal ini disebabkan karena negara-negara semi pinggiran dan pinggiran akan terintegrasi dalam skenario global45. Sistem ekonomi dunia melibatkan hirarki pembagian tugas. Sistem ini melekat penghargaan akumulasi modal, termasuk modal manusia serta pasar. Adanya sistem ekonomi dunia cenderung melahirkan kesenjangan ekonomi dan sosial. Sistem ekonomi dunia (kapitalis) di satu sisi memang bisa menciptakan kemajuan teknologi yang berguna dalam memperluas batas-batas dan memperkuat keuntungan di negara inti. Namun di sisi lain bisa menciptakan perubahan strukur ekonomi dunia yang timpang46. Wallertein menjelaskan jika sistem dunia merupakan satu-satunya sistem sosial yang nyata yang melekat beberapa hal seperti konsolidasi , peran politik kelas dan kelompok sosial. Realitas ini melahirkan banyak kelompok kepentingan yang mengorganisir kehidupan politik untuk mengejar tujuannya .
45 46
Ibid, hlm 229-232 ibid hlm 229-232
22
Tujuan dari banyak kelompok kepentingan adalah memperoleh keuntungan serta ekspansi sistem ekonomi kapitalis. Keuntungan terbesar diperoleh di orangorang yang berada di negara inti. Mereka berada dalam kelas sadar yang terlibat dalam arena politik47. Gagasan Immanuel Wallerstain terkait teori sistem dunia mengadopsi dari dasar teori ketergantungan terkait dengan hubungan inti dan batas luar. Wallerstein membedakan antara sistem-sistem dunia dan kekaisaran-kekaisaran dunia. Sistem dunia adalah satu unit dengan pembagian kerja tunggal dan sistemsistem budaya majemuk. Kekaisaran-kaisaran dunia, kewenangan politik pusat membebankan pada sistem ekonomi. Sebagai seorang Sosiolog, Wallerstein adalah penerus Durkheim maupun Marxis untuk mengadopsi metode totalitas yang menekankan dominasi keutuhan terhadap bagian-bagiannya48. Wallerstein menjelaskan secara holistik terkait
hubungan politik dan
ekonomi. Proses –proses politik domestik ditentukan secara eksternal atau pencerminan kepentingan-kepentingan ekonomi domestik yang dilakukan secara mekanis dan pukul rata. Politik dalam hal ini negara hadir sebagai faktor penentu yang penjagaan sistem pertukaran yang tidak seimbang49. Inti dari teori sistem dunia yang digagas oleh Immanuel Wallerstein50 adalah bahwa ekonomi modern dan hubungan politik diyakini berbeda dengan pendahulu pra modern. Dunia (world) adalah merupakan keseluruhan dari struktur sistem dan merupakan sebuah tingkatan analisis yang tepat. Dunia modern
47
Ibid hlm 31-33 Martin Stainland. Apakah Ekonomi Politik itu?, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada) hlm 200-203 49 ibid, hlm 207 50 Yanuar Ikbar. Ekonomi Politik Internasional (1 ), (Bandung :PT Reflika Aditama,2006) hlm 23 48
23
dipahami sebagai sebuah sistem di mana bagian strukturnya berfungsi dan perlu berhubungan di mana sistem yang terselenggara menurut seperangkat ekonomi. Wallerstein51 menjelaskan bahwa analisis utama dalam teori sistem dunia ini adalah analisis sumber, struktur dan pelaksanaan sistem serta keunggulan ekonomi dan perjuangan kelas atas politik maupun kelompok sebagai faktor yang sangat menentukan. Analisis teori sistem dunia ini berpusat pada kapitalisme sebagai fenomena global yang dianggap sebagai perpaduan sistem ekonomi yang ada saat ini atas hirarki negara pendominasi kelas yang kesatuannya terjaga oleh kekuatan ekonomi. Teori sistem dunia Wallerstein ini merupakan reaksi dari teori ketergantungan. Teori sistem dunia Wallerstein adalah sistem perekonomian dunia adalah satu-satunya sistem dunia yang ada. Sistem dunia inilah yang menjadi kekuatan yang menggerakkan negara-negara di dunia. Brewer dalam Budiman52 menjelaskan sebagai berikut: “sebuah sistem dunia tidaklah harus berarti bahwa dia menguasai seluruh dunia, sistem ini dirumuskan sebagai sebuah unit dengan satu pembagian kerja dengan macam-macam sistem budaya. Sebuah sistem dunia dengan demikian merupakan sebuah sistem dunia tanpa satu kekuasaan pusat” Sistem dunia yang ada sekarang adalah kapitalisme global. Wallerstein membagi negara menjadi tiga yaitu negara inti/pusat, negara setengah/semi pinggiran53 dan pinggiran54. Perbedaan inti/pusat
51
dari ketiga kelompok ini
ibid, hlm 51 Arief Budiman. Teori Pembangunan Dunia Ketiga, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1995) hlm 109 53 Negara ini berada di antara initi dan pinngiran . Pada negara semi pinggiran terdapat kompleksitas kegiatan ekonomi, kekuatan mesin negara , inetgritas budaya dan lain-lain. Negara semi pinggiran ini berada di luar arena politik negara inti dan sulit untuk mengejar tujuan dan koalisi politik yang diinginkan ibid 52
24
adalah kekuatan ekonomi dan politik dari masing-masing kelompok. Kekuatan ekonomi politik dalam konteks ini jelas berada di negara pusat/inti, karena mengambil
keuntungan
yang
paling
banyak.
Kelompok
ini
bisa
memanipulasikan sistem dunia sampai batas-batas tertentu. Negara setengah pinggiran mengambil keuntungan dari negara-negara pinggiran yang merupakan pihak yang paling dieksploitir. Dinamika dari tiga kelompok ini ditentukan oleh sistem dunia. Bagi Wallerstein, semua sistem sosial harus dilihat sebagai sebuah keseluruhan. Negara kebangsaan dalam sebuah negara yang terbuka. Wallerstein menjelaskan bahwa negara-negara bisa naik atau turun kelas karena faktor dinamika sistem dunia. Ada tiga strategi terjadinya proses kenaikan kelas menurut Wallerstein: 1. Dengan merebut kesempatan yang datang 2. Melalui undangan 3. Ada kebijakan dari negara untuk memandirikan negaranya55. Wallerstein menjelaskan bahwa ekonomi kapitalis modern saat ini telah mengglobal sejak lima abad silam. Para kapitalis sistem dunia telah menciptakan ketimpangan global yang berbasis pada dominasi negara-negara pusat (barat) terhadap wilayah pinggiran (non barat) . Wallerstein menolak penggunaan istilah “globalisasi” untuk menjelaskan fenomena yang relatif baru. Wallerstein menekankan bahwa kecenderungan global telah lama terjadi bersamaan dengan proses modernisasi. Wallerstein menyatakan bahwa integrasi global sangat dikontrol oleh kekuatan-kekuatan ekonomi dunia kapitalis. Kultur dan ideologi 54
Ciri dari negara pinggiran adalah negara pribumi, lemah ,tidak berdaya (dalam situasi kolonial ) adan otonomi yang rendah (situasi neo kolonial) ibid 55 ibid, hlm 109-111
25
berperan subordinat sebagai sistem ide yang tergantung pada gerak riil sistem ekonomi dunia kapitalis.56 Dalam perkembangannya, para pemikir sistem dunia mengakui bahwa laju globalisasi kian cepat pada abad kedua puluh. Menurut Ash Amin, perkembangan global yang terjadi saat ini pantas mendapatkan label baru. Para teoritisi sistem dunia lebih memfokuskan pada interaksi antara kepentingan kelas dominan dengan praktik-praktik transnasional yang bersifat ideologis kutural57. Perkembangan sistem kapitalisme global yang ada saat ini melekat liberalisasi dalam segala bidang. Globalisasi adalah proses ekonomi dan proses politik. Globalisasi ekonomi terkait dengan konteks historis yang ada seperti adanya Konferensi Bretton Woods tahun 1944 yang menghasilkan beberapa keputusan seperti liberalisasi terbatas atas perdagangan dan penciptaan aturanaturan yang mengikat kegiatan ekonomi internasional serta menciptakan sistem pertukaran mata uang yang stabil. Adanya konferensi Bretton Woods telah mendorong lahirnya tiga organisasi ekonomi internasional seperti IMF (International Monetary Fund), IBRD (International Bank for Reconstruction and Development ), GATT (General Agreement on Traiffs and Trade). Pada tahun 1995, GATT diganti dengan WTO (World Trade Organization ) 58. Globalisasi ekonomi berkaitan dengan perubahan ciri proses produksi dan internasionalisasi transaksi finansial. Globalisasi keuangan menurut Manuel Castell mengalami percepatan ketika pasar modal dan saham di Eropa dan
56 Manfred B Steger. Globalisme, Bangkitnya Ideologi Pasar. (Yogyakarta:Lafald Pustaka,2002) hlm , 36-37 57 ibid, hlm 37 58 ibid, hlm 39-40
26
Amerika Serikat dideregulasi pada akhir tahun 1980 dan juga adanya kemajuan dalam teknologi dan informasi. Adanya perubahan dalam sistem produksi transnasional
menambah
kekuatan
kapitalisme
global
melalui
TNCs
(Transnational corporation). Robert Gilpin mengakui bahwa meningkatnya kekuatan TNCs telah mengubah struktur dan kinerja ekonomi global. Gilpin menuturkan sebagai berikut:59 “Perusahaan-perusahaan raksasa ini dan startegi global mereka telah menjadi penentu utama arus perdangan lokasi industri dan kegiatan ekonomi lainnya di seluruh dunia. Kebanyakan investasi mereka pada sektor yang padat modal dan teknologi. Perusahaan-perusahaan ini berperan penting dalam penggunaan teknologi baik ke negara maju maupun negara berkembang. Akibatnya, perusahaan-perusahaan multinasional kian berperan menentukan perekonomian, politik dan kesejahteraan sosial di banyak negara. Dengan menguasai modal investasi, teknologi dan akses ke pasar global, perusahaan-perusahaan tersebut menjadi pemain utama tidak hanya dalam ekonomi internasional namun juga urusan politik.” Globalisasi ekonomi selalu
berkaitan dengan globalisasi politik.
Globalisasi politik dapat dimaknai sebagai proses yang secara intrinsik berkaitan dengan ekspansi pasar.
Perkembangan
kemajuan teknologi komputer dan
komunikasi seperti world wide web dapat menjadi salah satu faktor utama yang menciptakan pasal global yang tunggal. Kemajuan antara kepentingan ekonomi dan inovasi teknologi ini telah mereduksi peran pemerintah menjadi kaki tangan pasar bebas. Lowel Bryan dan Dinana Farrel menyebutkan peran pemerintah dalam konteks ini sebagai superkonduktor bagi kapitalisme global. Kenichi Ohmae
menjelaskan bahwa
kinerja pasar global telah mengerdilkan
kemampuan negara mengontrol nilai tukar. Perekonomian regional yang saling
59
ibid, hlm 42-44
27
terkait dalam jaringan global beroperasi mengikuti prinsip-prinsip yang ada dalam pasar bebas. Caroline Thomas menyebutkan bahwa globalisasi politik semata-mata sebagai akibat dari proses global yang dikendalikan oleh kapitalisme yang akumulasi modalnya lebih terjadi di tingkat global dari pada di tingkat nasional.60 Globalisasi mencakup berbagai hal seperti aliran gagasan dan pengetahuan secara internasional, pemahaman budaya, munculnya kelompok masyarakat dunia, pergerakan masalah lingkungan secara global. Globalisasi menekankan pada aspek perekonomian global. Adanya perekonomian global ini menyebabkan adanya integrasi ekonomi antar negara di dunia melalui peningkatan aliran barang, jasa, modal dan tenaga kerja. Globalisasi diharapkan bisa menciptakan berbagai keuntungan bagi negara-negara maju dan berkembang di seluruh dunia61. Nugroho62 memberikan penjelasan terkait globalisasi sebagai berikut: “proses kebudayaan yang ditandai dengan adanya kecenderungan wilayah-wilayah di dunia baik secara geografis maupun fisik menjadi seragam dalam format sosial, budaya, ekonomi dan politik. Dalam kehidupan sosial proses global telah menciptakan egalitarianisme, di bidang budaya telah menciptakan internalisasi budaya, di bidang ekonomi telah menciptakan dependensi dalam proses produksi dan pemasaran sementara di bidang politik menciptakan liberalisasi.”
Konsekuensi logis dari adanya globalisasi adalah ada integrasi ekonomi dan ekspansi pasar antar negara-negara di dunia baik antar negara maju, berkembang. Globalisasi bisa dipahami sebagai hegemoni ekonomi negara-
60
ibid, hlm 44-45 Joseph E. Stiglitz. Making Globalization Work. Mensiasati Globalisasi menuju dunia yang lebih adil. (Bandung: Mizan,2007) hlm 50 62 Heru Nugroho. Negara, pasar dan Keadilan Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001) hlm 3 61
28
negara maju atau kaya dengan kepanjangan tangan negara-negara satelit di seluruh dunia. Globalisasi secara politis juga didukung oleh pasar bebas63 .
1.5.2. Kerangka Konseptual Kerangka teori dalam penelitian ini menggunakan pendekatan ekonomi politik Marxian. Pendekatan ekonomi politik Marxian menekankan bahwa perekonomian pasar bekerja menurut prinsip-prinsip yang reproduksi dan ekspansi sistem kesalingtergantungan material antar orang. Pendektan ekonomi politik yang digunakan dalam hal ini adalah pendekatan ekonomi politik neo Marxian. Kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sistem dunia Immanuel Wallerstein. Pendekatan
ekonomi politik Neo Marxian dengan teori sistem dunia
dalam penelitian ini berguna untuk menganalisis beberapa hal terkait dengan sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul. Beberapa hal tersebut adalah sebagai berikut: proses sertifikasi hutan rakyat , relasi para aktor (negara, pasar dan kelembagaan hutan rakyat, NGO, Donor ) dan kepentingan-kepentingannya dalam sertifikasi hutan rakyat, upaya para aktor
dalam memproduksi dan
melanggengkan ketimpangan keuntungan yang terjadi dalam sertifikasi hutan rakyat serta aktor yang paling diuntungkan dan dirugikan dalam sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul. Sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul dalam konteks ekonomi politik, dapat ditafsirkan bahwa ada proses transformasi kepentingan pribadi 63
Francis Wahono. Neoliberalisme (Yogyakarta, Cindelaras 2003) hlm 21
29
objektif menjadi kepentingan subjektif yang dianut bersama oleh beberapa orang sehingga tercipta kelas. Petani dalam konteks ini berada dalam kelas yang tersubordinasi dari aktor-aktor lain dalam sertifikasi hutan rakyat. Posisi petani hutan rakyat yang berada dalam kelas subordinat tersebut terbentuk secara politik tidak muncul serta merta dalam kapitalisme. Artinya kesadaran individu petani hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul bahwa ia memiliki kesamaan kondisi dan tujuan dengan orang lain maka ia akan mempunyai pandangan yang luas terkait kepentingan material mereka (sertifikasi hutan rakyat). Interpretasi Marxian terhadap fenomena sertifikasi hutan rakyat ini bisa ditafsirkan bahwa ada hubungan antara ekonomi dan politik. Adanya kepentingan ekonomi kapitalis ini mempunyai peran yang signifikan dalam menciptakan struktur politik sertifikasi hutan secara global64. Pendekatan Marxian
menjelaskan bahwa munculnya kepentingan
sertifikasi hutan itu karena adanya struktur dari produksi hutan dunia. Adanya struktur tersebut kemudian menciptakan kelas-kelas yang berbeda. Penciptaan kelas tersebut melahirkan kepentingan yang berbeda antar kelas. Sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul terlihat ada banyak kepentingan yang bermain. Misal kepentingan donor, kepentingan NGO, kepentingan pemerintah daerah Kabupaten Gunungkidul, kepentingan petani hutan rakyat melalui Koperasi Wana Manunggal Lestari serta kepentingan pasar internasional. Sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul tidak bisa dilepaskan dari konteks sertifikasi hutan di dunia. Menurut Wallersetin, ini bagian dari 64
Kames A Caporaso dan David P Levine. Teori Ekonomi Politik. ( Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2008 ) hlm 128
30
skema sistem dunia . Sistem dunia yang dimaksudkan Wallerstein adalah sistem ekonomi kapitalis. Sertifikasi hutan dunia muncul dari wujud keprihatinan para penggiat lingkungan
internasional (WWF, Greenpeace dan berkolaborasi
dengan Rainforest Alliance dan World Rainforest Movement ) atas deforetasi dan degradasi hutan dunia. Skema sertifikasi yang pertama kali muncul adalah skema FSC. Orientasi dari sertifikasi hutan adalah orientasi pasar internasional. Tuntutan pasar dunia terkait dengan produk hutan adalah sesuai standarisasi yang disusun oleh FSC . Skema FSC ini dalam perkembangannya mengalami resistensi di berbagai negara baik negara maju maupun negara berkembang. Bentuk resistensi terhadap skema FSC adalah membentuk skema sertifikasi hutan yang lain seperti skema PFFC, SFI, ATFS, MTCC, LEI. Skema sertifikasi yang diterapkan di Kabupaten Gunungkidul adalah skema sertifikasi PHBML LEI. Skema LEI menjadi titik balik resistensi terhadap skema sertifikasi FSC yang selama ini dominan dalam sertifikasi hutan. Skema sertifikasi hutan dunia
(FSC)
yang diinisiasikan oleh pegiat
lingkungan internasional dalam analisis Wallerstein bisa dikategorikan sebagai skema yang diinisiasikan oleh negara inti/pusat (Eropa65, Amerika Utara66 ). Berbagai skema tandingan skema bisa dikategorikan dalam negara inti (Eropa, Amerika Utara ) dan semi pinggiran (Asia67) serta pinggiran (negara-negara di
65
Negara-negara di Eropa yang hutannya telah tersertifikasi seperti: Inggris Raya, Belanda,Ukraina,Swiss, Swedia, Rusia,Lithuania,Irlandia,Finlandia,Estonia, Denmark,Belgia, Republik Ceko,Austria, Kroasia, Perancis, Jerman,Hungaria,Italia, Latvia, Liechtenstein 66 Negara-negara di Amerika Utara seperti Kanada dan Amerika Serikat 67 Negara-negara di Asia yang masuk kategori negara semi pinggiran dan telah tersertifikasi hutannya seperti Malaysia, India.
31
Asia Pasifik68, Afrika69, Amerika Latin70). Sertifikasi hutan di Indonesia dengan skema PHBML LEI bisa dikategorikan sebagai skema sertifikasi yang muncul dari negara pinggiran. Keberadaan skema PHMBL LEI tidak bisa dilepaskan dari dinamika skema sertifikasi hutan dunia yang diinisikasikan oleh negara pusat/inti.
1.6. Metode Penelitian Pemilihan metode sebuah penelitian berdasarkan pada paradigma/teori yang digunakan dalam penelitian. Semua penelitian kualitatif bersifat interpretatif. Ada empat paradigma utama interpretatif membentuk penelitian kualitatif yaitu: positivis dan post positivis, konstruktivis –interpretatif, kritis (Marxis, post struktural.emansipatoris) dan feminisme71. Penelitian yang penulis lakukan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan paradigma/teori Marxis. Teori yang digunakan dalam penelitian yang penulis lakukan berbentuk teori kritis , historis dan ekonomik. Analisis yang digunakan oleh penulis berupa analisis historis, ekonomik dan sosikultural72. Penelitian ini bertujuan untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang berkaitan dengan ekonomi politik sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
68
Negara-negara pinggiran di Asia dan Pasifik yang masuk kategori negara pinggiran dan telah tersertifikasi hutannya seperti: Indonesia, Thailand, Philipina, Srilanka) 69 Negara-negara yang telah tersertifikasi hutannya di Afrika seperti : Uganda, Zimbawe, Swaziland, Namibia, Afrika Selatan 70 Negara-negara yang ada di Amerika Latin yang telah tersertifikasi hutannya seperti: Argentina, Belize, Bolivia, Brasil, Chile, Kolombia,Kostarika, Ekuador, Guatemala, Honduras,Meksiko, Nikaragua,Uruguay, 71 ibid, hlm 16-17. 72 ibid, hlm 17
32
kualitatif karena metode
ini menekankan pada sifat realita yang terbangun
secara sosial, hubungan erat antara peneliti dengan subyek yang diteliti dan tekanan situasi yang membentuk penyelidikan. Penyelidikan yang dilakukan bersifat sarat nilai. Para peneliti dengan metode penelitian kualitatif mencari jawaban
atas
pertanyaan-pertanyaan
yang
menyoroti
cara
munculnya
pengalaman sosial simultan perolehan maknanya73. Strategi penelitian ini menggunakan strategi penelitian interpretatif (interpretative research). Penelitian kualitatif menuntut adanya kreatifitas dan interpretasi. Peneliti membuat teks lapangan (field text ) yang tersusun dari catatan dan dokumen lapangan. Peneliti dalam konteks ini membuat catatan dan interpretasi berdasarakan data di lapangan. Praktek interpretatif ini dilakukan untuk memahami dan memahamkan temuan yang ada di lapangan74. Desain penelitian ini meliputi strategi penelitian, pemilihan lokasi, durasi waktu penelitian, unit analisis, sampel penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis75. Secara detail desain penelitian tersebut sebagai berikut:
1.6.1. Lokasi dan Waktu penelitian Lokasi penelitian berada di Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta. Hal ini disebabkan karena di Kabupaten Gunungkidul ini merupakan daerah yang mempunyai potensi hutan rakyat dan ada intervensi pihak luar (NGO ARUPA dan Yayasan Shorea serta PKHR UGM). Adanya intervensi dari pihak luar telah
73
Norman K Denzin,and Yvonna S Lincoln. Hand book of Qualittaive Research ( California: Sage Publication , 2009 ) hlm 6 74 ibid, hlm 19 75 Janesick dalam Denzin dan Linclon, 2009 hlm 267
33
mendorong proses
sertifikasi hutan rakyat bagi tiga desa (Desa Girisekar
Kecamatan Panggang, Desa Dengok Kecamatan Playen dan Desa Kedungkeris Kecamatan Nglipar ). Sertifikat PHBML skema LEI telah diterima oleh ketiga desa tersebut pada tanggal 20 September 2006 melalui Koperasi Wana Manunggal Lestari .
1.6. 2. Unit analisis dan sampel penelitian Unit analisis dalam penelitian ini adalah seluruh anggota Kelompok Tani Hutan Rakyat yang ada di Kecamatan Playen, Kecamatan Nglipar dan Kecamatan Panggang Kabupaten Gunungkidul, Koperasi Wana Manunggal Lestari
Pemerintah Daerah Gunungkidul , NGO (ARuPA ), PKHR UGM,
Yayasan Shorea Yogyakarta, lembaga lembaga donor dan pengusaha kayu. Teknik penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan secara bertujuan (purposive sample)76 Informan dalam penelitian ini
terdiri dari
anggota dan pengurus Kelompok Petani Hutan Rakyat di Gunungkidul di tiga desa (Desa Girisekar Kecamatan Panggang, Desa Dengok Kecamatan Playen dan Desa Kedungkeris Kecamatan Nglipar, Perwakilan dari pemerintah daerah Gunungkidul (Bupati Gunungkidul, Dinas Kehutanan, Bappeda, Deperindagkop ) PKHR UGM, NGO (ARuPA), DPRD Kabupaten Gunungkidul, pihak lembaga donor LEI (Lembaga Ekolabel Indonesia), Pengusaha kayu Java Furniture. Hal ini dilakukan agar data-data dapat diperoleh dari informan yang mengetahui dan
76
ibid, hlm 255
34
memahami permasalahan yang diteliti. Secara detail, infoman dalam penelitian sebagai berikut77 Tabel 1.2. Daftar Informan dalam penelitian NO
77
KETERANGAN
Tanggal Wawancara
1 2 3 4 5 6
NAMA INFORMAN (INISIAL) BDH HDN AJ AD MT SG
Bupati Gunungkidul DPRD Gunungkidul Komisi B Dinas Industri BAPPEDA Dinas Kehutanan Koperasi Wana Manunggal Lestari
7
KMN
Koperasi Wana Manunggal Lestari
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
SRD ISRD WGY SGN SHD MSN ES RMF SRY STY
Kelompok Tani Margo Mulyo Kelompok Tani Margo Mulyo Kelompok Tani Sendowo Kelompok Tani Sendowo Kelompok Tani Trubus Kelompok tani Trubus ARuPA ARuPA ARuPA ARuPA
18 19 20 21 22 23 24 25
ZNR EN WTW SJN KMJ SDY GH JJG
Yayasan Shorea Yayasan Shorea PKHR UGM Kepala Desa Kedungkeris Kepala Desa Dengok Kepala Dukuh Blimbing Lembaga Ekolabel Indonesia Java Furniture
3 Mei 2012 23 April 2012 15 Mei 2012 25 April 2012 25 April 2012 20 Maret 2012 dan 13 April 2012 20 Maret 2012 dan 13 April 2012 25 Juni 2012 25 Juni 2012 25 Juni 2012 22 Juni 2012 6 Januari 2012 6 Januari 2012 27 April 2012 26 Juni 2012 26 Juni 2012 25 Mei 2012 dan 25 Juni 2012 13 Juni 2012 9 Juli 2012 26 Juni 2012 25 Mei 2012 13 April 2012 6 Januari 2012 7 Agustus 2012 26 September 2012
olah data primer,2012
35
1.6. 3. Teknik Pengumpulan data Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara mendalam (depth interview). Wawancara menjadi
salah
satu perangkat metode bagi
peneliti kualitatif. Wawancara dalam penelitian kualitatif ada yang terstruktur (structured), tak terstruktur (unstructured) dan terbuka (open ended) 78. Peneliti melakukan wawancara dengan tokoh-tokoh kunci (key informan) secara terstruktur dan terbuka yang relevan dalam penelitian ini terkait beberaap hal seperti: proses sertifikasi hutan rakyat yang diduga merugikan petani hutan rakyat, ketimpangan relasi para aktor dalam sertifikasi hutan rakyat serta upaya para aktor dalam memproduksi dan melanggengkan ketimpangan keuntungan sertifikasi hutan rakyat. Penulis melakukan kegiatan pengumpulan data sejak bulan Januari – September 2012. Namun ada data yang kurang lengkap kemudian ke lapangan lagi pada bulan November 2012. Sasaran dari penelitian ini adalah tiga desa yang mendapat sertifikasi hutan rakyat serta perwakilan dari pemerintah Kabupaten Gunungkidul berserta lembaga yang mendampingi tiga desa tersebut serta Lembaga donor dan pengusaha. Berkaitan dengan hal tersebut maka diatur jadwal penelitian agar bisa berjalan secara efisien. Pada bulan Januari dan Februari 2012 penulis melakukan observasi lapangan ke tiga desa tiga kecamatan yang menjadi sasaran penelitian sekaligus ke lembaga pendamping (NGO ARuPA, Yayasan Shorea dan PKHR UGM) di
tiga desa tersebut,
perwakilan pemerintah Kabupaten Gunungkidul. Pada bulan Maret sampai bulan
78
ibid, hlm 495
36
September 2012
penulis melakukan kegiatan penggalian data ke sasaran
penelitian secara intensif. Pada bulan November 2012 karena masih ada data yang belum lengkap, maka penulis kembali lagi ke lapangan. Penulis juga melakukan kegiatan pengumpulan data sekunder . Kegiatan ini penulis lakukan dengan cara menggali data-data yang mempunyai relevansi dengan ekonomi politik sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul. Penulis memperoleh data sekunder
dari berbagai sumber seperti: literatur,
laporan terkait sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul, jurnal, artikel , internet serta dokumen-dokumen yang menunjang dalam penelitian ini (BPS, laporan, data base/arsip). Penulis melakukan kegiatan pengumpulan data sekunder sejak bulan Maret 2009 sampai dengan tahun 2012. Data sekunder meliputi kebijakan sertifikasi hutan, kebijakan sertifikasi hutan rakyat, laporanlaporan dan jurnal-jurnal , buku , makalah, proceeding terkait proses sertifikasi hutan rakyat serta dokumentasi tentang sertifikasi hutan rakyat. Namun kemudian ternyata ada data sekunder yang kurang kemudian dilengkapi pada bulan Januari – Maret tahun 2013 dan bulan Juli 2014.
1.6.4.Teknik analisis data Proses analisis data merupakan proses yang saling terkait yaitu reduksi data, penyajian data dan pengambilan kesimpulan/verifikasi. Proses ini dilakukan sebelum tahap pengumpulan data, proses pengumpulan data dan setelah tahap pengumpulan data79.
79
A Michael Huberman dan Mattew B Miles dalam Denzin dan Lincoln, 2009: 594
37
Gambar 1.1. Teknik analisis data menurut Huberman dan Miles80
Pengumpulan data
Reduksi data
Penyajian data/display data
kesimpulan
Penulis melakukan analisis
data
dari awal pengumpulan data sampai
selesai pengumpulan data. Analisis data dilakukan sejak bulan Januari 2012 sampai
bulan Agustus 2013. Namun dalam proses analisis belum lengkap
kemudian saya perbaiki lagi pada bulan September 2013 sampai bulan November 2015. Pada tahapan analisis data ini, penulis melakukan berbagai kegiatan seperti membaca, mempelajari dan menelaah seluruh data yang penulis peroleh dari lapangan, yang berupa data observasi, wawancara, dokumen dan sumber lain yang relevan dalam penelitian ini. Proses selanjutnya adalah penulis melakukan reduksi data. Reduksi data merupakan tahapan analisis yang dilakukan oleh penulis setelah penulis melakukan pengumpulan data. Proses reduksi data yang dilakukan oleh penulis dengan cara menyederhanakan data yang telah terkumpul melalui perangkuman data (data summary),pengkodean(coding) , merumuskan tema, pengelompokkan
80
ibid, hlm 592
38
(clustering) dan penyajian cerita secara tertulis. Tahap selanjutnya adalah display data. Penyajian data merupakan bagian kedua dari tahap analisis. Penyajian data yang dilakukan oleh penulis lebih terfokus pada ringkasan yang terstruktur dan sinopsis, deskripsi singkat, diagram-diagram, matrik dengan teks dari pada angka dalam sel. Tahap ketiga dari analisis data adalah pengambilan kesimpulan dan verifikasi. Penulis pada tahapan ini melakukan interpretasi atas penetapan makna dari data yang telah tersaji melalui merumuskan pola dan tema, pengelompokkan (clusterring) dan menggunakan metafora tentang metode konfirmasi seperti triangulasi dan cek silang hasilnya dengan informan81.
1.7. Sistematika Penyajian Hasil Disertasi ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I. Pendahuluan Bab pertama meliputi latar belakang masalah penelitian yang menjadi dasar untuk merumuskan pokok permasalahan dalam penelitian ini. Bab ini juga menjelaskan tujuan penelitian, tinjauan pustaka yang relevan dalam penelitian ini, kerangka teori dan metode penelitian yang digunakan serta sistematika penyajian hasil penelitian. Pada bab ini, menetapkan pendekatan ekonomi politik Marxian dengan penggunaan teori sistem dunia Immanuel Wallerstein sebagai alat untuk menganalisis hasil penelitian. Sebagian dari bab ini telah terpublikasikan di seminar nasional Agroforestry (Mei 2012) di UGM Yogyakarta , APSA (Asia Pasific Sociological Associaton ) pada bulan Oktober
81
ibid, hlm 592.
39
2012 di
Manila, Philipina dan Jurnal Ilmu Pemerintahan UMY (Jurnal
internasional terakreditasi ) pada bulan Februari 2013. Bab II. Rejimentasi Sertifikasi Hutan di Indonesia Bab kedua menggambarkan rejimentasi global sertifikasi hutan dan rejimentasi nasional sertifikasi hutan. Rejimentasi ini bertujuan untuk memberikan gambaran terkait dengan rejimentasi sertifikasi hutan di Indonesia. Adanya penggambaran rejimentasi sertifikasi hutan akan terpetakan para aktor yang berkepentingan terhadap sertifikasi hutan. Bab III. Setting Lokasi Penelitian Bab ketiga
menggambarkan setting lokasi penelitian. Setting penelitian ini
meliputi setting sosial, politik, ekonomi, budaya masyarakat di Kabupaten Gunungkidul serta gambaran dinamika pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta yang berada di tiga desa yaitu Desa Girisekar, Desa Dengok dan Desa Kedungkeris. Setting lokasi penelitian bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas terkait dengan kondisi sosial, ekonomi,politik dan budaya serta dinamika pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul. Bab IV Proses Sertifikasi Hutan Rakyat di Kabupaten Gunungkidul Bab keempat ini menggambarkan proses inisasi , pra kondisi menuju sertifikasi hutan rakyat serta implementasi sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul. Bab ini menggambarkan proses sertifikasi di Kabupaten Gunungkidul. Bab ini juga menggambarkan bagaimana relasi para aktor dan kepentingan-kepentingannya dalam proses ini sertifikasi hutan rakyat. Adanya
40
penggambaran proses sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul ini diharapkan bisa terpetakan relasi para aktor dan kepentingan-kepentingannya dalam proses sertifikasi hutan rakyat. Sebagian bab ini sudah pernah dipresentasikan dalam Kongres ISI (Ikatan Sosiologi Indonesia ) di UNS Surakarta, pada bulan Februari 2014. Bab V Upaya para aktor dalam memproduksi dan melanggengkan ketimpangan keuntungan dalam sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul. Bab kelima ini menjelaskan proses sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul dalam konteks ekonomi politik. Bab ini juga menjelaskan upaya yang dilakukan oleh para aktor dalam memproduksi dan melanggengkan ketimpangan keuntungan para aktor yang terlibat dalam sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul. Bab ini juga menjelaskan aktor yang paling diuntungkan dan paling dirugikan dalam sertifikasi hutan rakyat di Kabuapten Gunungkidul. Bab VI. Penutup (Kesimpulan dan Rekomendasi ) Bab ini menjadi penutup dari Disertasi. Bab ini berisi kesimpulan dan Rekomendasi. Kesimpulan disusun berdasarkan pembahasan di bab-bab sebelumnya. Rekomendasi merupakan intervensi Sosiologis yang diberikan oleh peneliti kepada banyak pihak yang terkait dalam sertifikasi hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul.
41