BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepemilikan terhadap harta benda baik bergerak maupun tidak bergerak diatur secara komplek dalam hukum di Indonesia. Di dalam hukum perdata, hukum adat maupun hukum Islam mengatur mengenai kepemilikan harta benda tersebut dan mengenai peralihannya. Peralihan yang dimaksud yaitu adanya berbagai perjanjian seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik terhadap harta milik tersebut. Pengaturan tersebut diharapkan mampu melindungi para pihak dari risiko maupun hal-hal yang dapat merugikan pihak-pihak yang melakukan perjanjian. Di Indonesia adanya kebutuhan masyarakat mengenai adanya transaksi jual beli, hibah, tukar menukar atau hal-hal lain yang menyebabkan terjadinya peralihan hak milik diharapkan agar mendapatkan manfaat. Adapun transaksi yang menyebabkan peralihan harta tetapi pemilik awal tidak mendapatkan ganti berupa materi atas harta yang diberikan yaitu hibah. Perjanjian hibah dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis, tetapi ada baiknya membuat perjanjian tertulis, sebagai bukti nyata dan dapat sebagai bukti otentik apabila dibuat dihadapan pejabat yang berwenang. Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang No 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris, Pasal 1 angka 1 yang menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini. Disimpulkan bahwa akta otentik tersebut hanya bisa dibuat oleh pejabat yang berwenang. Dalam membuat perjanjian ada hal-hal yang juga harus diperhatikan oleh subyek perjanjian itu sendiri mengenai syarat-syarat perjanjian dan hal-hal di luar undang-
undang yang telah dibuat sesuai kesepakatan pihak-pihak yang melakukan perjanjian, dengan demikian tidak ada hal-hal yang merugikan pihak-pihak tersebut.Akta yang dibuat oleh notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah menjadi alat bukti tertulis apabila muncul sengketa dari para pihak. Akta otentik sebagai akta yang dibuat oleh notaris secara teoritis adalah surat atau akta yang sejak semula dengan sengaja secara resmi dibuat untuk pembuktian. Sejak semula dengan sengaja berarti bahwa sejak awal dibuatnya surat itu tujuannya adalah untuk pembuktian di kemudian hari jika terjadi sengketa, sebab surat yang tidak sengaja dibuat sejak awal sebagai alat bukti seperti surat korpondensi biasa. Dikatakan dengan resmi karena tidak dibuat di bawah tangan. 5 Notaris sebagai pejabat umum (openbaar ambtenaar) yang berwenang membuat akta otentik dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya sehubungan dengan pekerjaannya dalam membuat akta tersebut. Mengenai tanggung jawab notaris selaku pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran materiil, Nico membedakannya menjadi empat poin yakni:6
1. Tanggung jawab notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil terhadap akta yang dibuatnya; 2. Tanggung jawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya; 3. Tanggung jawab notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya; 4. Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannya bedasarkan kode etik notaris. Terhadap tanggung jawab notaris tersebut notaris wajib memenuhi kewajibannya, ketidakpahaman ataupun kelalaian yang dilakukan notaris menyebabkan notaris dapat dimintakan pertanggung jawaban atas kesalahannya sehingga pihak yang 5
Sudikno Mertokusmo, 1998, Hukum Acara Perdata Indonesia, Cetakan ke-5, Liberty, Yogyakarta, hlm. 121-122. 6 Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia Prespektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, hlm 34.
menderita kerugian memiliki alasan yuridis untuk menuntut penggantian biaya atau ganti rugi kepada notaris. Mengenai sanksi yang dijatuhkan kepada notaris sebagai pribadi.7 Menurut Undang-undang No. 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris Pasal 85, sanksi notaris dapat berupa: a.
Teguran lisan;
b.
Teguran tertulis;
c.
Pemberhentian sementara;
d.
Pemberhentian dengan hormat; atau
e.
Pemberhentian dengan tidak hormat. Mengenai tanggung jawab notaris terhadap akta yang dibuat notaris diatur dalam
Undang-undang No 30 Tahun 2004 tentang jabatan notaris Pasal 1 angka 1, bahwa kewenangan notaris adalah membuat akta otentik, disini tidak berarti notaris dapat secara bebas sesuai kehendaknya. Notaris dalam membuat akta otentik harus merumuskan isi akta perjanjian dengan kesepakatan para pihak dan tidak bertentangan dengan kesusilaan, kepatutan dan undang-undang. Hal tersebut untuk menghindari kerugian terhadap pribadi notaris dan menjaga kehormatan kode etik notaris. Timbulnya sengketa dalam hibah dapat terjadi apabila ada pihak yang merasa dirugikan. Pihak yang dirugikan misalnya pihak yang merasa ikut memiliki benda hibah atau pihak yang akan mewarisi benda hibah. Pelaksanaan pemberian hibah dianggap tidak sesuai dengan yang dikehendaki oleh si pemilik barang hibah atau ahli waris dari barang hibah tersebut karena bagian harta yang akan dihibahkan tidak boleh melebihi bagian ahli waris (Pasal 919- 929 KUH Perdata) atau saat perjanjian hibah perjanjian tersebut dianggap cacat hukum karena tidak memenuhi syarat-syarat
7
Ibid, hlm 46.
perjanjian. Para pihak yang merasa dirugikan akan mengajukan tuntutan ke pengadilan yang berwenang untuk memperoleh kepastian hukum atas hak milik benda hibah tersebut. Suatu putusan hakim tidak luput dari kekeliruan atau kekhilafan oleh karena itu demi kebenaran dan keadilan setiap putusan hakim perlu dimungkinkan untuk diperiksa ulang, agar kekeliruan atau kekhilafan yang terjadi pada putusan dapat diperbaiki. Setiap putusan hakim pada umumnya tersedia upaya hukum, yaitu upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan.8 Upaya hukum yang dapat dilakukan dengan perlawanan (verzet), banding, kasasi, peninjauan kembali dan perlawanan dari pihak ketiga. Kasus yang akan diuraikan dan dikaji oleh penulis mengenai perjanjian hibah dimana salah satu pihak ingin membatalkan perjanjian dan menarik hibah tersebut. Adapun pihak-pihak dalam kasus ini, yaitu: 1. Nyonya Rina Anggraini. (Pemohon Kasasi, Tergugat, Terbanding) 2. Achmad Pramudito dan Nadia Paramita, anak-anak dari Rina Anggraini dan Edi Budi Pramudito. (Pemohon Kasasi, Tergugat, Terbanding) 3. Ir. Edi Budi Hartanto, M.Sc, (Penggugat, Pembanding, Termohon Kasasi) 4. Nyonya Silviani Tri Budi Esti, selaku Notaris/PPAT (turut Tergugat, Terbanding, Termohon Kasasi) 5. Badan Pertanahan Nasional Cq. Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah Cq. Kantor Pertanahan Kota Surakarta (turut Tergugat, Terbanding, Termohon Kasasi). Posisi kasus disini bermula dari sepasang suami-istri, Tuan Edi Budi Hartanto dan Nyonya Rina Anggraini yang mengadakan Perjanjian Penggunaan Tanah No.
8
Sudikno Mertokusmo , Op.cit., hlm 195.
539/152/1991 tertanggal 19 Juni 1991 dengan Pemerintah Kota Surakarta untuk bangunan pompa bensin di Kelurahan Pajang, kecamatan Laweyan Surakarta dengan kompensasi Pembangunan kantor Kelurahan Pajang. Pada tanggal 8 April 1999 tuan Edi Budi Hartanto dan nyonya Rina Anggraini telah sepakat menghibahkan tanah hak guna usaha dan bangunan yang berdiri di atasnya yaitu usaha SPBU tersebut kepada kedua anak kandung mereka, Achmad Pramudito dan Nadia Paramita yang tertuang dalam Akta Hibah No. 177/Lwy/1999 tertanggal 8 April 1999 yang isinya dirumuskan oleh Silviani Tri Budi Esti, SH., Notaris/PPAT di kota Surakarta sesuai kesepakatan dan dibuat dihadapan para pihak yang berkepentingan. Pada tanggal 21 Juli 1999 tuan Edi Budi Hartanto dan nyonya Rina Anggraini bercerai. Setelah bercerai tuan Edi Budi Hartanto mengajukan gugatan pada Pengadilan Negeri Surakarta untuk membatalkan akta hibah karena merasa bahwa akta hibah Nomor 177/Lwy/1999 tertanggal 8 April 1999 yang dibuat sesuai kesepakatan dan dihadapan para pihak yang berkepentingan oleh Silviani Tri Budi Esti, SH., Notaris/PPAT tersebut cacat hukum. Putusan Pengadilan Negeri Surakarta No. 111/Pdt.G/2001/PN.Ska., tanggal 23 Januari 2003, dalam amarnya menolak membatalkan akta hibah karena penggugat tidak dapat menunjukan bukti salinan asli yang diberi materai sehingga menurut majelis hakim pengadilan Surakarta mengganggap penggugat tidak dapat membuktkan gugatannya. Merasa tidak puas Tuan Edi Budi Hartanto kemudian mengajukan permohonan banding. Pada Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 370/Pdt/2003/PT.Smg., tanggal 3 Februari 2004 membatalkan putusan Pengadilan Negeri Surakarta No. 111/Pdt.G/2001/PN.Ska. dan menyatakan bahwa akta hibah terdapat unsur cacat hukum sehingga harus dibatalkan. Nyonya Anggraini selaku tergugat dan terbanding menganggap akta hibah tersebut tidak cacat hukum dan merasa keberatan dengan dibatalkannya akta hibah No. 177/Lwy/1999 tertanggal 8 April 1999 yang isinya dirumuskan oleh Silviani Tri
Budi Esti, SH., Notaris/PPAT kota Surakarta sesuai kesepakatan para pihak, karena jika akta hibah dibatalkan akan merugikan kepentingan anak-anak mereka selaku penerima hibah. Kemudian nyonya Rina Anggraini dalam kapasitasnya untuk diri sendiri dan selaku wali dari anak-anaknya yang belum dewasa Achmad Pramudito dan Nadia Paramita mengajukan permohonan kasasi meminta akta hibah
tidak
dibatalkan. Dalam tingkat kasasi pada Putusan Mahkamah Agung No. 2590 K/Pdt/2004 tanggal 3 Februari 2004, mengabulkan permohonan nyonya Rina Anggraini
dan
membatalkan
putusan
Pengadilan
Tinggi
Semarang
No.
370/Pdt/2003/PT.Smg. Hal yang membuat penulis tertarik kasus tersebut untuk diulas dalam tesis yaitu berkaitan dengan perbedaan dalam putusan Pengadilan Tinggi Semarang yang menemukan adanya unsur cacat hukum dan membatalkan akta hibah, sedangkan dalam putusan Pengadilan Negeri Surakarta dan Mahkamah Agung tidak menemukan adanya unsur cacat hukum dalam akta hibah tersebut sehingga akta hibah tidak dibatalkan.
B. Rumusan Masalah 1.
Mengapa dalam pertimbangan Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 370/Pdt/2003/PT.Smg., ditemukan adanya unsur cacat hukum dalam akta hibah dan mengabulkan pembatalan akta hibah?
2.
Mengapa dalam pertimbangan Putusan Pengadilan Negeri Surakarta No. 111/Pdt.G/2001/PN.Ska.
dan
Putusan
Mahkamah
Agung
K/Pdt/2004 menolak permohonan pembatalan akta hibah?
No.
2590
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dan penulisan ini adalah: 1. Untuk menganalisis dasar pertimbangan Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 370/Pdt/2003/PT.Smg., dalam menemukan adanya unsur cacat hukum sehingga mengabulkan permohonan pembatalan akta hibah. 2. Untuk menganalisis pertimbangan Putusan Pengadilan Negeri Surakarta No. 111/Pdt.G/2001/PN.Ska. dan Putusan Mahkamah Agung No. 2590 K/Pdt/2004 yang menolak permohonan pembatalan akta hibah.
D. Keaslian Penelitian Hasil penelitian kepustakaan yang dilakukan penulis, ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan akta hibah yang dibuat oleh dan dihadapan notaris/PPAT yang cacat hukum. 1. Tesis Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, tahun 2010, judul: “Analisis Yuridis Putusan Hakim terhadap akta Pemberian Hak Tanggungan yang Cacat Hukum”, ditulis oleh Anita Kriptiani, dengan rumusan masalah:9 a. Pertimbangan hukum apakah yang digunakan oleh hakim dalam memutuskan akta pembebanan Hak Tanggungan dengan nomor perkara 09/PdtG/2004/PN.YK adalah dapat dibatalkan? b. Bagaimana akibat hukum atas akta PPAT yang diputus batal demi hukum bagi para pihak? 9
Anita Kriptiani, “Analisis Yuridis Putusan Hakim terhadap akta Pemberian Hak Tanggungan yang Cacat Hukum”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2010, hlm 5.
Dengan hasil kesimpulannya yaitu:10 a. Pertimbangan hakim dalam memutuskan suatu Akta Pemberian Hak Tanggungan dengan nomor perkara 09/PdtG/2004/PN.YK pada tahap persidangan di Pengadilan Negeri dapat dibatalkan adalah karena proses pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan nomor 36/2003 tersebut terdapat penyalahgunaan keadaan sehingga menimbulkan akta tersebut batal. b. Akibat hukum atas akta PPAT yang diputus batal demi hukum pada tahap persidangan di Pengadilan Negeri Yogyakarta adalah karena akta pemberian hak tanggungan tersebut dibatalkan sehingga menyebabkan segala ketentuan yang ada dalam akta tersebut dianggap tidak pernah ada, bagi pihak yang mengajukan kredit mengakibatkan kreditnya menjadi tidak mempunyai jaminan berupa hak tanggungan, bagi pemilik tanah mengakibatkan tanah yang menjadi objek hak tanggungan diroya sehingga hak tanggungan menjadi hapus. 2. Tesis Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada,
tahun
2010,
dengan
judul:
“Analisis
Putusan
No.
42/Pdt.G/2005/PN.Yk tentang Akta PPAT yang Cacat Hukum oleh Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta”, ditulis oleh Tasrif, dengan rumusan masalah11 a. Apakah dasar pertimbangan hakim membatalkan akta hibah Nomor 92 tahun 1995 dalam perkara No. 42/Pdt.G/2005/PN.Yk
10
Ibid, hlm 125. Tasrif, “Analisis Putusan No. 42/Pdt.G/2005/PN.Yk tentang Akta PPAT yang Cacat Hukum oleh Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta” Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2010, hlm 4. 11
b. Apa akibat hukum yang ditimbulkan terhadap pembatalan akta hibah Nomor 92 Tahun 1995. Dengan hasil kesimpulannya yaitu12 1. Hakim dalam mengadili perkara Nomor 42/PDT.G/2005/PN.YK, hanya mempertimbangkan faktor hukum tertulis, hukum adat dan faktor non hukum yaitu kebiasaan yang patut dalam pergaulan masyarakat adalah dasar pertimbangan hakim dalam menetapkan suatu putusan. Hakim mengesampingkan faktor kemanusiaan yaitu tergugat sudah lama tinggal bersama Nyonya Sastrodiharjo bahkan merawat selama Nyonya Sastrodiharjo sakit-sakitan hingga meninggal dunia. 2. Akibat
hukum
yang
timbul
terhadap
pembatalan
akta
PPAT
menyebabkan terjdinya hibah antara Nyonya Sastrodiharjo alias Saniyem kepada tergugat I serta balik nama objek yang dihibahkan atas nama tergugat I batal demi hukum. Akta hibah Nomor 92 Tahun 1995 dinyatakan tidak pernah ada perbuatan hibah dan tergugat I tidak berhak atas harta warisan almarhum Nyonya Satrodiharjo alias Saniyem yang berhak adalah para penggugat sebagai ahli waris pengganti yang sah. Tergugat I-XI harus tunduk dan patuh pada putusan hakim. Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil beberapa hal mengenai persamaan dan perbedaan antara penelitian dan penulisan penulis dengan penelitian dan penulisan yang sebelumnya mengenai pembatalan akta hibah. Persamaan penelitian dan penulisan tersebut ialah Penelitian dan penulisan tersebut sama-sama membahas tentang pembatalan akta hibah. Adapun perbedaan dalam penelitian dan penulisan tersebut ialah:
12
Ibid, hlm 87.
1. Dalam putusan penelitian dan penulisan yang telah ada tersebut diatas, hakim mengabulkan permohonan membatalkan akta PPAT, sedangkan dalam penelitian dan penulisan yang dilakukan penulis hakim terdapat perbedaan dalam putusan hakim. Hakim Pengadilan Tinggi Semarang mengabulkan permohonan pembatalan akta hibah, sedangkan Pengadilan Negeri Surakarta dan Mahkamah Agung menolak mengabulkan permohonan pembatalan akta hibah, 2. Penelitian dan penulisan oleh Anita Kriptiani mengenai akta Hak Tanggungan atas hak milik, sedangkan penelitian dan penulisan yang dilakukan penulis membahas mengenai akta hibah tanah atas hak guna usaha. Dengan demikian dari perbedaan tersebut diatas dapat disimpulkan oleh penulis bahwa penelitian dan penulisan ini berbeda dengan beberapa penelitian dan penulisan terdahulu, sehingga penulis menjamin keaslian penelitian dan penulisan ini. Apabila di luar sepengetahuan penulis, terdapat penelitian serupa sebelum penelitian ini, diharapkan penelitian ini dijadikan pelengkap dari penelitianpenelitian sebelumnya.
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat untuk ilmu pengetahuan atau teori, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu pengetahuan hukum khususnya dalam bidang kenotariatan yakni rumusan mengenai cacat hukum serta hal-hal yang dapat dibatalkannya akta Notaris/PPAT oleh putusan hakim.
2. Dari segi praktek, penelitian ini diharapkan dijadikan sebagai bahan masukan (input) bagi semua pihak, yaitu bagi masyarakat umum, hakim, dan Notaris/PPAT khususnya, dalam adanya perbedaan dalam putusan hakim dalam permohonan pembatalan akta hibah karena adanya cacat hukum .