BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Memiliki keluarga yang utuh dan bahagia tidak hanya menjadi impian
sepasang suami istri namun juga keinginan setiap anak di dunia ini, tidak seorang anakpun menginginkan keluarganya menjadi tidak utuh, baik itu diakibatkan karena kematian salah satu dari kedua orang tuanya (khususnya ibu) maupun karena masalah keluarga yang berujung perceraian. Apapun penyebab ketidakutuhan suatu keluarga, yang menjadi salah satu masalah bagi anak setelah hal itu terjadi adalah munculnya wanita baru dalam kehidupan seorang ayah yang biasa disebut dengan ibu tiri. Banyaknya duda (ayah) yang memutuskan untuk menikah kembali khususnya yang berada di Kota Bangkinang dalam data yang diperoleh mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data yang diperoleh dari Kantor Urusan Agama (KUA) di Kota Bangkinang, Kabupaten Kampar selama tahun 2011 tercatat laki-laki yang menikah kembali (duda) baik dengan gadis maupun janda adalah 20 orang dan semakin menunjukkan peningkatan selama tahun 2012 yaitu tercatat 29 orang duda yang menikah kembali. Ibu tiri merupakan ibu yang menjadi istri ayah kandung. Hal ini merupakan hasil dari pernikahan kembali ayah kandung karena berbagai kondisi.
1
2
Ibu tiri inilah yang menggantikan posisi ibu kandung dengan segala hak dan kewajiban yang sama dengan ibu kandung (Kartono, 1986). Status sebagai ibu tiri bukan merupakan hal yang mudah untuk diterima oleh anak tiri. Saat seorang ayah memutuskan untuk mencari pasangan baru selang sebuah perceraian terjadi, hal itu menjadi ketakutan tersendiri bagi anak. Anak biasanya menghadapi pernikahan kembali yang dilakukan orang tuanya dengan perasaan cemas daripada perasaan senang (Zanden, 1997). Ketika sosok yang bernama ibu tiri tiba–tiba hadir ke dalam kehidupan anak, hal tersebut akhirnya menghancurkan impian tentang kembali bersamanya orang tua mereka. Yang langsung terfikir oleh mereka adalah ibu tiri pasti akan mengambil penuh waktu ayah mereka, perhatian serta kasih sayangnya. Remaja yang mengikuti pernikahan kembali dari orang tuanya akan dilanda masalah perilaku (Cole, 2004). Anak tiri pada usia remaja memiliki kesulitan untuk menerima kehadiran ibu tirinya (Rice, 1996). Anak akan mendapatkan masalah lebih banyak apabila ia mulai mendapatkan ibu atau ayah tiri saat usianya sembilan tahun ke atas (Santrock, 2003). Hal tersebut disebabkan oleh kelekatan anak dengan orang tua kandung yang lebih lama dari pada anak yang mendapatkan orang tua tiri ketika berusia kurang dari sembilan tahun. Kelekatan yang semakin besar menyebabkan sulitnya anak menerima keberadaan orang tua tirinya. Karena
melihat hal
demikianlah penelitian ini bermaksud ingin meneliti mengenai remaja dan ibu tiri. Kisah tentang ibu tiri yang kejam dan jahat hampir selalu ada dipikiran setiap anak. Hal ini terbukti dalam sebuah wawancara yang peneliti lakukan pada
3
3 orang gadis remaja RR (15), TH (17) dan GH (17) pendapat mereka ketika mendengar kata “ibu tiri“ adalah “ibu tiri itu perempuan yang tukang siksa, kejam, dan cuma sayang sama ayah kita aja, kayak nenek sihirlah pokoknya, jahat banget”, seperti itu pendapat dari ketiga remaja tersebut, tidak ada yang berpendapat bahwa “ibu tiri adalah istri ayah atau ibu tiri adalah sama seperti ibu kandung”. Paradigma tentang ibu tiri yang kejam ini telah melekat di masyarakat bukanlah tanpa alasan, begitu banyak kasus yang membuktikan kekejaman ibu tiri, diantaranya adalah kasus yang belum lama ini terjadi dan menggemparkan masyarakat Kota Bangkinang pada bulan Desember 2013 yaitu “Ibu tiri aniaya anaknya sejak kecil sampai berumur 6 tahun, hingga akhirnya dibuang diperkebunan kelapa sawit (Riau Pos, 2013). AD di temukan warga dengan kondisi penuh luka disekujur tubuhnya, bagian punggung terdapat bekas setrika yang sudah membusuk, tangan dan kaki penuh siletan, lidah di gunting dan kepala penuh bekas luka, hampir tidak ada ruang di tubuh AD yang bersih tanpa luka. Ibu tiri AD mengaku tega menganiaya AD karena tidak tahan lagi dengan kenakalan yang selalu dilakukan AD, bahkan ayah dan paman kandung AD pun ikut serta dalam menganiaya, hingga puncaknya mereka bertiga membuang AD di sebuah hutan karet dengan memberi sedikit bekal makanan dan berharap ada yang bisa merawat adit, saat ini ibu tiri, ayah dan paman adit telah diamankan oleh pihak yang berwajib.
4
Penelitian terdahulu menemukan bahwa hubungan dalam keluarga tiri kurang kohesif terutama hubungan anak dengan orang tua tiri, hubungan mereka cenderung memiliki jarak, lebih konfliktual dibandingkan dengan hubungan pada pernikahan pertama (Duval & Miller. 1985). Faktor yang mempengaruhi pencapaian identitas diri remaja yang memiliki ibu tiri diantaranya adalah keluarga, variabel sosioekonomi yang ditandai dengan hubungan yang tidak baik dengan orang tua, keutuhan keluarga yang ditandai dengan remaja yang memiliki ibu tiri dan ayahnya menikah 2 kali, sikap dan kebiasaan orang tua yang ditandai dengan kurangnya remaja mendapatkan perhatian dari ayah dan ibu tirinya dan status sebagai anak tiri yang ditandai dengan ibu tiri yang menganggap sang anak sebagai anak tiri, (Yurika, 2008). Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa memberi perhatian dan penjelasan yang cukup terhadap anak dari ayah maupun ibu tirinya, begitu juga perlakuan dari seorang ibu tiri yang sebaiknya mampu memperlakukan anak tirinya layaknya anak sendiri akan mampu menjaga keutuhan sebuah pernikahan kembali. Penelitian lainnya yang dilakukan Monika Lastania Puspita (2008) menemukan bahwa penerimaan yang baik dari anak terhadap orangtua tiri mempermudah orang tua tiri dalam berkomunikasi dengan anak. Proses komunikasi yang lancar antara anak dengan orang tua tiri menumbuhkan kedekatan hubungan diantara kedua belah pihak sehingga meminimalisir ketidaknyamanan.
5
Begitu banyaknya kasus tentang kekejaman ibu tiri, masih dapat ditemui fenomena yang berbanding terbalik mengenai sosok ibu tiri, tidak semua ibu tiri memiliki perilaku buruk, karena fenomena lain tentang sosok ibu tiri juga peneliti dapatkan dari hasil wawancara dengan AA (16) yang mengungkapkan kedekatannya bersama ibu tirinya, sosok ibu kandung yang telah tiada mampu ia dapatkan dari ibu tirinya saat ini, AA juga mengungkapkan bahwa tidak pernah ada kekejaman yang ia rasakan, yang terjadi bahkan sebaliknya hubungan yang baik dan saling menyanyangi, tidak hanya seperti seorang ibu dan anak, namun mampu menjadi seperti sahabat. Ibu tiri hanyalah seorang perempuan biasa tak ubahnya seperti ibu kandung. Namun tidak dapat dipungkiri, hampir setiap anak jarang memandang ibu tiri sebagai orang tua yang sebenarnya karena mereka biasanya mempertahankan kesetiaan yang kuat terhadap orang tua biologisnya. Sang anak lebih memandang sosok ibu tiri sebagai seseorang yang mencoba menggantikan posisi ibu kandungnya (Cole, 2004). Di dalam proses pencapaian penerimaan ini seorang remaja tidak dapat dinafikan akan merasakan penderitaan yang paling dalam dibandingkan masamasa lainnya akibat kekacauan peranannya. Kondisi ini menyebabkan remaja merasakan kehampaan, kebimbangan dan kecemasan dalam hidupnya. Remaja sangat peka terhadap cara-cara orang lain memandang dirinya dan menjadi mudah tersinggung dan merasa malu (Nielsen, 1999). Salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan (acceptance) adalah pola asuh masa kecil yang baik (Hurlock, 1974). Pola asuh orang tua akan
6
mempengaruhi karakter anak hingga dewasa. Agama Islam mengharuskan orang tua mengajarkan anak-anak untuk menghormati siapapun yang lebih tua dari mereka, tidak mudah su’udzon dan selalu bersikap sopan. Jika setiap orang tua menanamkan nilai-nilai agama seperti ini sejak dini, maka tentu tidak akan ada bentuk penolakan yang berarti dan pikiran-pikiran negatif anak terhadap sosok ibu tiri. Begitu banyaknya fenomena remaja yang memiliki ibu tiri yang bisa saja ada disekeliling kita dengan beranekaragam bentuk penerimaan yang baik maupun buruk beserta alasan mereka, sangat menarik untuk diteliti lebih dalam lagi. Pentingnya
penerimaan
remaja
yang
memiliki
ibu
tiri
sangat
mempengaruhi kebahagian sebuah keluarga, sikap anak yang dapat menerima ibu tiri akan berdampak baik bagi diri anak dan keharmonisan keluarga tentunya. Pentingnya penerimaan remaja terhadap ibu tiri akan sangat menentukan kebahagiaan anak, ayah dan ibu tiri. Berdasarkan penjelasan dan fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti dan ingin mengetahui lebih lanjut mengenai “Penerimaan Remaja yang memiliki Ibu Tiri ?
B.
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas maka pertanyaan
yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah “Bagaimana penerimaan remaja yang memiliki ibu tiri dan penyebab penerimaan dan penolakan?”
7
C.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bermaksud mengkaji lebih dalam dan mempelajari secara
ilmiah mengenai penerimaan remaja yang memiliki ibu tiri. Untuk mencapai maksud di atas, maka tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerimaan remaja yang memiliki ibu tiri.
D.
Keaslian Penelitian Penelitian ini berjudul penerimaan remaja yang memiliki ibu tiri di Kota
Bangkinang. Penelitian ini adalah benar penelitian yang berasal dari ide peneliti. Sebelumnya sudah ada peneliti yang melakukan penelitian tentang ibu tiri ini, adapun penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, yaitu penelitian Yurika (2008) yang berjudul pencapaian identitas diri pada remaja yang memiliki ibu tiri, penelitian Suhriana (2011) yang berjudul pola relasi anak dengan ibu tiri dan implikasinya terhadap upaya mewujudkan keluarga sakinah. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada metode penelitian dan informan penelitian. Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti sebelumnya adalah studi kasus dan field research (penelitian lapangan) dan informan dalam penelitian sebelumnya adalah remaja yang berada di Kabupaten Malang, sedangkan pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian fenomenologi kualitatif dan informan penelitian adalah yang remaja yang berada di Kota Bangkinang.
8
E.
Manfaat Penelitian Adapun Manfaat dalam penelitian ini adalah menambah pengetahuan
penulis tentang hal yang diteliti secara teoritis maupun praktis.
i. Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan teori dibidang Psikologi Klinis, Psikologi Perkembangan dan Psikologi Sosial dalam memahami penerimaan remaja yang memiliki ibu tiri. b. Memberikan masukan bagi peneliti selanjutnya yang berminat dengan permasalahan penerimaan remaja yang memiliki ibu tiri. ii. Praktis a. Penulis berharap bahwa penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat untuk menjelaskan secara empiris tentang penerimaan remaja terhadap ibu tiri. b. Memberikan masukan bagi anak dalam memandang dan menentukan sikap terhadap sosok ibu tiri.