BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Islam merupakan agama peradaban yang membawa rahmat bagi alam semesta, bukan agama teroris. Tiga hal penting yang harus menjadi dasar penghayatan agama oleh setiap orang adalah: toleran, moderat, dan akomodatif. Bagi seorang muslim, keimanan yang hanya dibalut dengan simbol-simbol tidaklah cukup. Orang yang telah beriman harus disempurnakan dengan amal dan ibadah yang baik, serta perilaku yang terpuji (al-akhlak al-karimah). Pada tataran paling eksternal Islam adalah agama yang memberitahukan kepada umat manusia apa yang wajib dikerjakan dan apa yang tidak boleh dikerjakan, perbuatan-perbuatan baik dan buruk dijelaskan oleh syariat, yang berpijak pada ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Hadis, tetapi dikembangkan oleh para ulama generasi demi generasi. Pada tataran lebih dalam, Islam merupakan agama yang mengajarkan kepada umat manusia bagaimana memahami dunia dan diri mereka sendiri. Dimensi kedua ini berhubungan dengan pikiran. Islam
adalah agama yang
mengajarkan umat menusia bagaimana mentransformasikan diri mereka sendiri agar mereka dapat menciptakan keselarasan dengan sumber segala wujud.1 Banyak orang dari kalangan muslim maupun non muslim memandang tasawuf sebagai sesuatu yang asing bagi Islam. Akan tetapi sejak munculnya para kaum sufi pada abad ke-9 M (ke 3-H), mereka selalu mengklaim berbicara 1
William C. Chittick, Tasawuf Di Mata Kaum Sufi (Bandung: Mizan, 2002), hal. 20-22.
1
2
atas nama hakikat dan inti tradisi Islam. Para guru sufi awal menyatakan bahwa mereka berbicara atas nama spirit tradisi Islam yang senantiasa hidup. Menurut mereka dimanapun spirit ini hidup, Islam tetap dan senantiasa hidup dengan citacita moral dan spiritualnya sendiri. Akan tetapi apabila spirit itu mengendur, Islam akan mengalami kemunduran, sekalipun masih mampu bertahan. Inilah identifikasi tasawuf menurut seorang sufi.2 Tasawuf mengajarkan pembersihan hati. Mempunyai hati yang sangat bersih, jadi tidak sekedar bersih, tidak sombong karena ilmunya, tidak sombong karena setatusnya, tidak sombong karena ini dan itu. Namun hati ini betul-betul mulus, selalu melihat kepada kebesaran Allah SWT yang diberikan kepada kita, itu karenaAllah SWT.Sehingga kita tidak lagi mempunyai prasangka-prasangka yang buruk, apalagi berpikiran jelek dalam pola pikir dan lebih-lebih lagi di hati, sebab tasawuf itu tazkiyatul qulub, yakni untuk membersihkan hati. Jika hati kita ini bersih, maka hal-hal yang selalu menghalangi-halangi hubungan kita kepada Allah itu akan sirna dengan sendirinya. Sehingga kita senantiasa mengingat Allah. Sementara itu sejak ke 17 M hingga sekarang, para orientalis yang fokus melakukan kajian tasawuf Islam, berbeda pendapat dalam permasalahan akan sumber-sumber yang telah memunculkan tasawuf Islam.Seorang orientalis dari Inggris bernama Nicholson mengungkap hal itu dalam bukunya The Mystics of Islam yang dikutip oleh Abu Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, dalam bukunya yang berjudul Tasawuf Islam, Nicholson mengungkapkan dari kajian-kajian
2
William C. Chittick, Tasawuf Di Mata Kaum Sufi , hal. 22-24.
3
terkini, sangat tidak mungkin jika tasawuf berasal dari satu sebab saja. Oleh karena itu, seorang pengkaji moderat dan mendalami permasalahan ini, pasti tidak
menyetujui
bahwa
tasawuf
merupakann
pemikiran
Aria
yang
mempengaruhi agama Semitis yang telah melakukan sebuah ekspansi kenegaraan. Atau tasawuf taklain merupakan produktifitas murni akal Persia atau India.3 Terlepas dari keterangan-keterangan tentang dasar-dasar tasawuf yang ditemukan di dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw, ada sebuah pernyataan di kalangan para pengkaji tasawuf, yaitu: apakah tasawuf yang dikenal di dunia Islam ketika ini murni bersumber dari ajaran Islam atau pengaruh-pengaruh asing dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Sebagaian mengatakan bahwa tasawuf tumbuh karena pengaruh oleh unsur-unsur lain. Seperti unsur Nasrani, Hindu-Budha, Yunani, Persi dan lainnya. Dari berbagai pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf bersumber tidak hanya dari agama Islam, maka pro-kontra ajaran tasawuf pun bermunculan. Seperti para sufistik terdahulu, antara lain Imam al-Junaid, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam asy-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal yang pro dengan tasawuf, sedangkan Ibnu Taimiyah menolak terhadap ajaran tasawuf. Penolakan Ibnu Taimiyah terhadap ajaran tasawuf antara lain yaitu kebiasaan khalwat kaum sufi. Sudah maklum bahwa kaum sufi cenderung pada khalwat atau Uzlah (menyepi dan mengucilkan diri) dalam beberapa kondisi agar bisa berkonsentrasi menghadap Allah, dengan lebih banyak ibadah dan bisa 3
Abu Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Tasawuf Islam, (Jakarta: Gaya Media Pertama, 2008), hal. 25.
4
menyibukan diri dengan dzikir dan pikiran yang berkesinambunngan. Dalam hal ini mereka ingin meneladani jejak Rasulullah, yang menurut sejumlah riwayat sering melakukan tahannuts (menyepi) di Gua Hira sebelum diangkat menjadi rosul, agar lebih biisa mendekatkan diri kepada Allah atau berkomunikasi dengan al-ufuq al-aa’la. Namun dalam sejarahnya, tasawuf sering mengalami hujatan orang. Menurut mereka, tasawuf adalah bid’ah, mengadakan sesuatu yang tidak ada dalam agama. Bahkan, dianggap sebagai aliran yang sesat dan menyesatkan, baik karena kejahilan, motif untuk menutupi ketidaksetian pada syariat maupun malah menghancurkan agama dari dalam. Sebagaimana pula kebid’ahan, bukan semakin menambah pelakunya dekat dengan Allah, namun justru semakin dekat dengan syaitan. Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal yang tidak ada tuntunannya dari kami maka tertolak” (HR. Bukhari dan Muslim, ini salah satu lafazh Muslim).4 Sedangkan di daerah Kelurahan Krapyak Kota Pekalongan, ada sebuah masjid yang bernama Masjid Umar Bin Khoththob. Di wilayah Kelurahan Krapyak Kota Pekalongan banyak berdiri masjid-masjid, ada yang masih menjalankan
aturan-aturan
adat
istiadat
warisan
dari
leluhur,
yang
menitikberatkan pada urusan agama, seperti, pengikut tarekat, majlis dzikir, shalawat nariyah dan tawasul, ini merupakan sebuah amalan-amalan atau praktek
4
Muhamad fauqi hajaj, Tasawuf Islam Dan Akhlak,(Jakarta: Amzah, 2013), hal. 177-178.
5
ketasawufan dari masyarakat, sekaligus merupakan aspek-aspek dari ilmu tasawuf. Disamping itu ada pula yang tidak melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang masih berhubungan dengan adat istiadat masyarakat Kelurahan Krapyak Kota Pekalongan, salah satunya adalah jama’ah Masjid Umar bin Khoththob. Namun bukan berarti mereka jama’ah Masjid Umar Bin Khoththob tidak melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan. Justru jama’ah Masjid Umar bin Khoththob sangat sering melakukan kegiatan keagamaan, seperti halnya pengajian, cramah-cramah dan terkadaang melakukan sebuah perkumpulan seluruh jama’ah dari luar daerah krapyak.5 Salah satu pengikut jama’ah Masjid Umar bin Khoththob, menyatakan bahwa selama mereka menuntut ilmu agama Islam di lingkup Masjid, mereka tidak pernah diajari ilmu-ilmu yang berhubungan dengan tasawuf. Mereka juga berpendapat bahwa ilmu tasawuf bukan bersumber dari ajaran agama Islam.6 Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Persepsi pengurus Masjid Umar Bin Khoththob di Kelurahan KrapyakKota Pekalongan Terhadap konsep Tasawuf”.Tujuannya adalah untuk mengetahui pendangan mereka terhadap tasawuf, yaitu dari ajaran maupun praktek tasawuf yang ada di kalangan Kelurahan Krapyak.
5
Observasi pada tanggal 24 November2015. Wawancara pribadi kepada saudara Zainudin, tanggal 28Desember2015.
6
6
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah persepsi pengurus Masjid Umar bin Khoththob di Kelurahan Krapyak terhadap konsep tasawuf ? 2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi mereka tersebut ? C. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan menjelaskan persepsi pengurus Masjid Umar bin Khoththob terhadap konsep tasawuf. 2. Untuk mengetahui dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi pengurus Masjid Umar Bin Khoththob terhadap konsep tasawuf. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik teoritis maupun praktis antara lain yaitu 1. Manfaat teoritis. a) Penelitian ini diharapkan untuk dapat memahami persepsi pengurus Masjid Umar Bin Khoththob terkait dengan seluk beluk ajaran tasawuf dan urgensinya. b) Sebagai landasan pertimbangan bagi masyarakat terkait dengan ajaran tasawuf. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah pemikiran Islam di tanah air, serta dapat diterapkan bagi para pelajar atau mahasiswa, terutama para ustadz, guru pendidikan agama, tokoh masyarakat,
7
dan aktifis masyarakat dalam kegiatan pembinaan untuk mencetak generasigenerasi yang berkepribadian muslim. E. Tinjauan Pustaka 1. Analisis Teoritis Dalam bukunya A. Bachrun Rif’i, dan Hasan Mud’is, yang berjudul filsafat tasawuf menjelaskan bahwa Imam Al-Ghozali menyebutkan bahwa tasawuf adalah budi pekerti, dapat disimpulkan bahwa tasawuf adalah ajaranajaran kehidupan sehari-hari, kehidupan rohani, kebersihan jiwa, cara-cara membersihkan dari berbagai penyakit hati, godaan hawa nafsu, kehidupan duniawi, cara-cara mendekatkan diri kepada Allah Swt, serta mendalam kekekalan-Nya sehingga sampai pada pengenalan hati yang dalam akan Allah Swt (ma’rifah)7 Selain buku tersebut, dalam bukunya Imam Khanafi al- Jauhari, M.Ag. yang berjudul pokok-pokok ajaran tasawuf juga menjelaskan bahwa tasawuf merupakan ilmu ke Islaman yang mengkaji bagian dalam atau aspek batiniyah, esoterik, rohaniyah, spiritual, meta fisik, esensi, dan hakekat. Maka tasawuf dapat diartikan sebagai tindak lanjut dari aspek syari’at-fiqhiyyaheksoterik, yang akan melandasi semua aspek dhahiriyah-formalistiknormatifitas. Tasawuf berhubungan dengan dimensi akhlak, dan akhlak merupakan muara dari semua amaliyah ritual keagamaan dalam Islam. Bila syari’at adalah kulit maka tasawuf adalah isinya.
7
A. Bachrudin Rifa’i dan H. Hasan Mud’is, Filsafat Tasawuf (Bandung:CV Pustaka Setia, 2010), hal. 27-30.
8
Bahkan keseluruhan agama dalam Islam adalah akhlaq, dan termasuk ilmu-ilmu keIslaman harus bermuara pada pembentukan akhlaq. Tasawuf berintikan ilmu jiwa, berisi suatu metode yang lengkap tentang pengobatan jiwa dan mengkonsentrasikan kejiwaan manusia kepada Khaliq, sehingga dapat mengarahkan kepada kesehatan mental dan kesempurnaan jiwa. Tasawuf merupakan aspek ajaran Islam yang paling penting, karena merupakan jantung atau urat nadi pelaksana ajaran Islam. Tasawuflah kunci kesempurnaan amaliyah ajaran Islam. Bila pilar agama tiga yaitu Islam iman dan ihsan, maka menuju Islam harus bersyari’at, untuk beriman harus menyempurnakan akidah, serta untuk menyempurnakan ihsan harus bertasawuf.8 Dalam bukunya Romdon, menerangakan bahwa tasawuf merupakan istilah baru dalam agama Islam, artinya tidak ada dalam Al-Qur’an ataupun Al-Hadits. Sebelum istilah tasawuf muncul, sudah ada istilah-istilah zuhud, zuhhad, ubaad, dan nussak. Tasawuf menunjukan keadaan keagamaan seorang muslim, baik yang lahiriyah
maupun batiniyah, artinya
yang
berkaitan dengan keimanan atau perasaan yang berdasarkan pengalaman keagamaannya. Keadaan keagamaannya dinamakan tasawuf dan orangnya dinamakan sufi atau mutashawwif. Ada yang menamakan tasawuf sebagai kebatinan Islam, barangkali karena diantara sifat tasawuf adalah menekankan sifat-sifat batin.9
8
Imam Khanafi al-Jauhari, Pokok-Pokok Ajaran Tasawuf(Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2010), hal. 11-12. 9 Romdon, Tasawuf dan aliran kebatinan (Yogyakarta: PT. Kurnia Kalam Semesta, 1995), hal. 7.
9
2. Penelitian yang Relevan Skripsi yang disusun oleh Mas’ud Ulum, Jurusan Akidah Filsafat Fakultas Ushuluddin Perguruan UIN Sunan Kalijaga Yoogyakarta 2007, yang berjuudul Urgensi Tasawuf dalam Kehidupan Moderen (telaah atas pemikiran Hamka) menjelaskan menyuburkan potensi moral dan spiritual bukan berarti memisahkan diri dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi agama menempatkan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sebagai alat, sarana bukan tujuan. Sebab tujuan manusia itu sendiri sesuai dengan martabatnya yang telah ditentukan oleh Tuhan. Sementara itu tasawuf dapat menjadi solusi alternatif
terhadap
kebutuhan spiritual dan pembinaan manusia moderen,karena tasawuf merupakan tradisi yang hidup dan kaya dengan doktrin-doktrin metafisis, kosmologis, dan psiko terapi religius yang dapat menghantarkan kita menuju kesempurnaan dan ketenangan hidup, yang hampir hilang atau bahkan tidak pernah dipelajari oleh manusia moderen. Mempraktikan tasawuf secara aktif dalam setiap aktifitas manusia moderen dan menjadikan tasawuf sebagai alat bantu dalam recollection (meningkatkan) dan reawekening(membangunkan), orang moderen dari tidur spiritualnya yang panjang dan pembinaan moral, dan tasawuf dapat dipraktekan dalam kerangka syari’ah saja.10 Sedangkan persamaan dengan skripsi yang saya buat adalah samasama mengambil topik tentaang tasawuf, dengan perbedaan di dalam skripsi 10
Mas’ud Ulum,Urgensi Tasawuf dalam Kehidupan Moderen (telaah atas pemikiran Hamka) Skripsi, Jurusan Akidah Filsafat Fakultas Ushuluddin Perguruan UIN Sunan Kalijaga Yoogyakarta 2007.
10
saya ini akan membahas bagaimana pandangan atau persepsi Pengurus Masjid Umar bin Khoththob terhadap konsep tasawuf, yang dimana tasawuf dapat menyuburkan potensi moral dan sepiritual, sedangkan penelitian yang terdahulu ini bukan mengkaji tentang persepsi, namun sudah mencangkup manfaat tasawuf. Skripsi yang disusuun oleh Afif Kurnia Rohman jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama IslamSekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga yang berjudul Pengalaman Sepiritual Mahasiswa Sebelum Dan Sesudah Mengikuti Mata Kuliah Akhlak Tasawuf Pada Mahasiswa Prodi PAI STAIN Salatiga Angkatan 2012. Menerangkan bahwa Pengalaman spiritual yang mahasiswa didapatkan ketika mereka mengaplikasikan ajaran-ajaran yang terkandung dalam mata kuliah akhlak tasawuf, di antaranya: Pengalaman spiritual yang berkaitan dengan doa orang tua: mereka mendapatkan kenikmatan dalam melakukan berbagai aktifitas dengan ridho orang tua dan merasakan bahwa karomah orang tua benar-benar ada. Pengalaman spiritual yang berkaitan dengan sedekah: mereka merasakan kenikmatan tersendiri ketika biasa bersedekah dan mendapatkan kesenangan batin diluar prediksi serta mendapatkan kenikmatan diluar batas kemampuan, serta pengalaman spiritual yang berkaitan dengan doa, mahasiswa mendapatkan balasan secara cepat dan tidak terduga setelah berdoa dengan keyakinan dan kepasrahan kepada Allah SWT. Cara mahasiswa
mendapatkan
pengalaman
spiritual
adalah
dengan:sholat
berjamaah, berdoa, sedekah, puasa sunnah, sholat tahajud,sholat dhuha,
11
membaca Al-Qur‟an, dan membaca sholawat, secara sungguh-sungguh dan konsisten sehingga mereka benar-benar yakin bahwa Tuhan maha kuasa dan cinta kepada hambaNya.11 Sedangkan persamaan dengan yang peneliti lakukan adalah samasama penelitian lapangan, sedangkan perbedaannya terletak pada subjek kajiannya yakni persepsi pengurus masjid Umar bin Khoththob terhadap praktek tasawuf di kalangan kelurahan Krapyak Kota Pekalongan.Sedangkan penelitian yang sudah penulis sebutkan di atas tentang pengalaman spiritual setelah mengikuti mata kuliah Akhlak Tasawuf. F. Landasan Teori Terbentuknya persepsi dimulai dengan pengamatan yang melalui proses hubungan melihat, mendengar, merasakan, dan menerima sesuatu hal yang kemudian seseorang menseleksi, informasi yang diterimanya menjadi suatu gambaran, yang berarti terjadinya pengamatan ini dipengaruhi oleh pengalaman masa lampau dan sikap seseorang dari individu, selain itu juga persepsi ini tidak bertahan seumur hidup dapat berubah sesuai dengan perkembangan pengalaman, perubahan kebutuhan,dan sikap dari seseorang baik laki-laki maupun perempuan. Proses pembentukan persepsi diawali dengan masuknya sumber melalui suara, penglihatan, rasa, yang diterima oleh indera manusia (sensory receptor) sebagai bentuk sensation. Sejumlah besar sensation yang diperoleh dari proses
11
Afif Kurnia Rohman, Pengalaman Sepiritual Mahasiswa Sebelum Dan Sesudah Mengikuti Mata Kuliah Akhlak Tasawuf Pada Mahasiswa Prodi PAI STAIN Salatiga Angkatan 2012,Skripsi. Jurusan Tarbiyah, program studi Pendidikan agama Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam Negri Salatiga.
12
pertama diatas kemudian diseleksi dan diterima. Fungsi penyaringan ini dijalankan oleh faktor seperti harapan individu, motivasi, dan sikap.12 G. Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara yang ditempuh oleh peneliti untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji suatu pengetahuan.13 1. Jenis Penelitian Lapangan Jenis penelitian ini adalah lapangan dengan metode kualitatif yang memanfaatkan paradigma penelitian interpretatif dengan tujuan membangun makna berdasarkan data-data lapangan yaitu terkait dengan hubungan sosial, melalui hubungan melihat, mendengar, menyentuh, merasakan. Penelitian ini disebut penelitian lapangan (field research) yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Penelitian ini juga merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif ini merupakan penelitian yang memaparkan apa yang terdapat atau terjadi dalam sebuah kancah, lapangan, atau wilayah tertentu. Data yang terkumpul diklasifikasikan menurut jenis, sifat, atau kondisinya. Sesudah data lengkap, kemudian dibuat kesimpulan.14 2. Pendekatan Penelitian Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah pendekatan sosiologis, maksudnya adalah pendekatan yang meliputi aspek-aspek sosial yang tercermin dalam perilaku. Pendekatan ini mencoba
12
Hadyana Pujaatmaka, Prilaku Organisasi, (Jakarta: Prenhallindo, 1996), hal. 124. Sutrisno Hadi, Metodologi Researc, (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1982), hal.
13
3. 14
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 3.
13
meneliti dan mempelajari interaksi sosial dan persepsi mereka tentang tasawuf dari pengurus Masjid Umar bin Khoththob. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Masjid Umar bin Khoththob Kelurahan Krapyak Kota Pekalongan,karena Masjid Umar Bin Khoththob merupakan tempat ibadah sekaligus tempat menuntut ilmu bagi jama’ah Masjid Umar bin Khoththob. 4. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari tiga sumber yaitu pertama: sumber primer, atau data pokok yakni data yang diperoleh langsung dari lapangan penelitian (field research) yang meliputi para jama’ah Masjid Umar bin Khoththob Kedua: sumber sekunder, yaitu buku atau literatur, hasil penelitian terdahulu, dan internet yang terkait dengan tema penelitian. Ketiga: sumber pendukung, yaitu karya-karya lain yang relevan dengan penelitian ini. H. Tehnik Pengumpulan Data Tehnik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Metode Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (yang mengajukan pertanyaan) dan yang diwawancarai (yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu).15
15
Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 135.
14
Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terbuka (overt) dan bebas terpimpin. Wawancara terbuka artinya subjek penelitian tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula maksud wawancara tersebut. Sedangkan wawancara bebas terpimpin yaitu model wawancara dengan mempersiapkan daftar terlebih dahulu kepada informan (interview guide). Namun cara penyampaian pertanyaan tersebut dilangsungkan secara bebas. Jenis wawancara ini digunakan untuk mencari data tentang persepsi pengurus Masjid Umar bin Khoththob terhadap ilmu tasawuf,yang selama ini masih banyak perdebatan dikalangan agama Islam sendiri. 2. Metode Observasi Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki. Jenis observasi yang digunakan adalah observasi partisipatif, yaitu peneliti terlibat dengan kegiatan-kegiatan yang sedang diamati atau digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data dan ikut merasakan suka dukanya.16 Guna untuk mengetahui kegiatan-kegiatan keagamaan jama’ah Masjid Umar bin Khoththob. 3. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi adalah penelitian yang dilakukan kepada penguraian dan penjelasan apa yang telah dilakukan melalui sumber-sumber dokumentasi. Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang sarana 16
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal.
300.
15
dan prasarana terkait penelitian persepsi pengurus Masjid Umar bin Khoththob di Kelurahan Krapyak Kota Pekalongan terhadap ilmu tasawuf. I. Analisis Data Metode ini digunakan untuk menjelaskan data yang telah terkumpul sehingga bisa diambil kesimpulannya. Dalam metode ini penulis menggunakan analisis data kualitatif, yaitu analisis data dengan metode deskriptif (non statistik), dan menggunakan cara berfikir induktif, yaitu berangkat dari pengetahuan yang bersifat khusus untuk menilai kejadian umum.17 Analisis data ini digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Data dikumpulkan, dikelompokkan, direduksikan, diinterpretasikan untuk kemudian disimpulkan. Dalam hal ini peneliti, peneliti mendeskripsikan secara sistematis tentang persepsi pengurus Masjid Umar bin Khoththob terhadap tasawuf, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengurus Masjid tidak mengakui bahwa tasawuf bersumber dari agama Islam. Untuk menganalisis data yang diperoleh, penulis menggunakan analisis deskriptif yang dikembangkan oleh Milles dan Hubberman dengan tiga langkah berikut: 1. Reduksi data Reduksi data merupakan kegiatan pemilihan, penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis dilapangan sehingga menjadi lebih fokus sesuai dengan obyek penelitian. Reduksi data
17
Sutrisno Hadi, Metodologi Researc hal. 42.
16
berlangsung selama proses penelitian sampai tersusunnya laporan akhir penelitian. 2. Penyajian data Dengan penyajian data dari sekumpulan informasi akan memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data dalam skripsi ini merupakan penggambaran seluruh informasi tentang persepsi pengurus Masjid Umar bin Khoththob terhadap tasawuf. 3. Penarikan kesimpulan Penarikan kesimpulan merupakan suatu kegiatan konfigurasi, Setelah analisis dilakukan maka penulis dapat menyimpulkan masalah yang telah ditetapkan oleh penulis. Dari hasil pengolahan dan penganalisisan data ini kemudian diberikan interpretasi yang akhirnya digunakan oleh penulis sebagai dasar untuk menarik kesimpulan.18 J. Sistematika Penulisan Dalam rangka menguraikan pembahasan diatas, maka penulis berusaha menyusun kerangka penelitian secara sistematis agar mudah dipahami, dengan uraian sebagai berikut: Bab pertama, Pendahuluan. Disini akan diuraikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasan Teori, Metode Penelitian, Tehnik Pengumpulan Data, Analisis Data, serta Sistematika Penulisan.
18
Sugiyono,Metode Penelitian Pendidikan Kualitatif, hal. 244.
17
Bab Kedua, Mencakup persepsi yaitu mengenai pengertian persepsi, proses persepsi, fungsi persepsi, sifat-sifat persepsi. Mengenai tasawuf yaitu pengertian tasawuf, tujuan tasawuf, konsep tasawuf, maqam dan ahwal dalam tasawuf Bab Ketiga, Berisi deskripsi mengenai objek penelitian, dalam hal ini mencakup gambaran umum tentang jama’ah Masjid Umar bin Khoththob, mulai dari sejarah berdirinya, struktur kepengurusan, visi misi, sarana dan prasarana, program kegiatan, serta persepsi pengurus Masjid Umar bin Khoththobterhadap tasawuf dan faktor-faktor yang menyebabkan pengurus masjid Umar Bin Khoththob tidak mengakui bahwa tasawuf bersumber dari agama Islam. Bab Keempat, Analisa tentang persepsi pengurus Masjid Umar bin Khoththob terhadap tasawuf, dan faktor-faktor yang menyebabkan pengurus masjid Umar Bin Khoththob tidak mengakui bahwa tasawuf bersumber dari agama Islam. Bab kelima, Bab Penutup, adapun yang terkandung didalamnya berisi tentang Kesimpulan dari hasil penelitian dan Saran-Saran.