BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Munculnya era pasar bebas membawa dampak persaingan bisnis yang
semakin ketat. Kondisi ini memacu dunia usaha untuk lebih peduli terhadap strategi yang dijalankan. Bahkan perusahaan-perusahaan terus berupaya merumuskan dan menyempurnakan strategi-strategi bisnis mereka dalam rangka memenangkan persaingan. Persaingan domestik dan global mengharuskan perusahaan menaruh perhatian pada penciptaan dan pemeliharaan keunggulan bersaing melalui penyampaian produk dan layanan yang lebih baik pada konsumen. Untuk dapat menjamin suatu organisasi berlangsung dengan baik, maka organisasi perlu mengadakan evaluasi terhadap kinerjanya. Setiap orang yang bekerja diharapkan mencapai kinerja yang tinggi. Kinerja sebagai hasil dari kegiatan unsur-unsur kemampuan yang dapat diukur dan terstandarisasi. Keberhasilan suatu kinerja akan sangat tergantung dan ditentukan oleh beberapa aspek dalam melaksanakan pekerjaan, antara lain kejelasan peran (role clarity), tingkat kompetensi (competencies), keadaan lingkungan (environment) dan faktor lainnya seperti nilai (value), budaya (culture), kesukaan (preference), imbalan dan pengakuan (rewards and recognitions). Dalam melakukan evaluasi kinerja tersebut diperlukan suatu standar pengukuran kinerja yang tepat, dalam arti tidak hanya berorientasi pada sektor keuangan saja, karena hal tersebut sangat kurang tepat dalam menghadapi
persaingan bisnis yang semakin ketat dan pada saat ini dalam perusahaan tidak lagi semata-mata mengejar pencapaian produktivitas yang tinggi, tetapi lebih memperhatikan kinerja dalam proses pencapaiannya. Kinerja setiap kegiatan dan individu merupakan pencapaian produktivitas suatu hasil dan hasil akhir yang didasarkan mutu dan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu pengukuran kinerja perlu dilengkapi dengan informasi dari sektor non keuangan, seperti kepuasan konsumen, kualitas produk atau jasa, loyalitas karyawan dan sebagainya, sehingga pihak manajemen perusahaan dapat mengambil keputusan yang tepat untuk kepentingan hidup perusahaan dalam jangka panjang. Selama ini yang umum dipergunakan dalam perusahaan adalah pengukuran kinerja tradisional yang hanya menitikberatkan pada sektor keuangan saja. Pengukuran kinerja dengan sistem ini menyebabkan orientasi perusahaan hanya pada keuntungan jangka pendek dan cenderung mengabaikan kelangsungan hidup
perusahaan
dalam
jangka
panjang.
Pengukuran
kinerja
yang
menitikberatkan pada sektor keuangan saja kurang mampu mengukur kinerja harta-harta tak tampak (intangible assets) dan harta-harta intelektual (sumber daya manusia) perusahaan. Selain itu pengukuran kinerja dengan cara ini juga kurang mampu bercerita banyak mengenai masa lalu perusahaan, kurang memperhatikan sektor eksternal, serta tidak mampu sepenuhnya menuntun perusahaan ke arah yang lebih baik (Kaplan dan Norton, 1996:7). Dewasa ini, disadari bahwa pengukuran kinerja keuangan yang digunakan oleh banyak perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif tidak lagi memadai, sehingga dikembangkan suatu konsep “Balanced Scorecard.” Balanced scorecard adalah suatu konsep pengukuran kinerja bisnis yang diperkenalkan oleh Robert S.
Kaplan (Guru Besar Akuntansi di Harvard Business School) dan David P. Norton (Presiden dari Renaissance Solutions, Inc.). Konsep ini menyeimbangkan pengukuran atas kinerja sebuah organisasi bisnis yang selama ini dianggap terlalu condong pada kinerja keuangan. Balanced Scorecard merupakan suatu benturan antara keharusan membangun suatu kapabilitas kompetitif jangka panjang dengan tujuan yang tidak tergoyahkan. Balanced Scorecard mengembangkan seperangkat tujuan unit bisnis melampaui rangkuman ukuran financial. Para eksekutif perusahaan sekarang dapat mengukur seberapa besar berbagai unit bisnis mereka menciptakan nilai bagi pelanggan perusahaan saat ini dan yang akan datang, dan seberapa banyak perusahaan harus meningkatkan kapabilitas internal investasi didalam sumber daya manusia, sistem prosedur yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja yang akan datang. Kerangka kerja pengukuran Balanced Scorecard menggunakan empat perspektif dengan titik awal strategi sebagai dasar perancangannya. Keempat perspektif tersebut meliputi (1) financial perspective (keuangan), (2) customer perspective (pelanggan), (3) internal business process perspective (proses bisnis internal), dan (4) learning and growth perspective (tumbuh dan berkembang). Balanced scorecard menterjemahkan strategi bisnis yang telah ditetapkan agar dapat dilaksanakan dan dapat terukur keberhasilanya. Dengan demikian, balanced scorecard lebih dari sekedar sistem pengukuran kinerja, tetapi merupakan alat untuk mengimplementasikan strategi. Balanced Scorecard juga dapat menjelaskan berbagai fungsi (divisi, departemen, seksi) agar segala
keputusan dan kegiatan di dalam masing-masing fungsi tersebut dapat dimobilisasikan untuk mencapai tujuan perusahaan. Setiap perusahaan dalam hal ini PT Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) Kuala Tanjung sangat memerlukan metode pengukuran kinerja yang dapat mendefinisikan faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan di masa yang mendatang, sehingga dapat meningkatkan kinerja. Dengan menggunakan balanced scorecard memungkinkan PT INALUM Kuala Tanjung untuk melakukan kinerja tidak hanya berfokus pada aspek keuangan, operasional, dan administrasi saja, tetapi juga dapat melengkapi aspek-aspek tersebut dengan memperhatikan ukuran pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan perusahaan, sehingga ukuran kinerja yang selama ini telah digunakan dapat lebih disempurnakan lagi serta mampu mencakup semua aspek penting yang bermanfaat bagi kemajuan perusahaan. Konsep balanced scorecard dapat dijadikan alternatif pengukuran kinerja PT INALUM sehingga diharapkan ukuran-ukuran kinerja yang tercakup dalam balance scorecard dapat melengkapi ukuran-ukuran kinerja yang selama ini digunakan PT INALUM. Keunggulan dan manfaat dari penerapan balance scorecard bagi perusahaan dapat menjadi alternatif dalam mengatasi banyaknya keterbatasan dalam sistem pengukuran kinerja secara tradisional yang hanya menekankan pengukuran kinerja berdasarkan aspek keuangan. Kinerja personal yang diukur hanyalah yang berkaitan dengan keuangan saja. Kinerja lain seperti peningkatan kompetensi dan komitmen personel, peningkatan produktivitas dan cost effectiveness proses bisnis yang digunakan untuk melayani pelanggan diabaikan
oleh manajemen karena sulit pengukurannya. Sehingga hal ini menyebabkan halhal yang sulit diukur diabaikan atau diberi nilai kuantitatif secara sembarang. Pada awalnya juga pengukuran kinerja di PT INALUM dilakukan oleh atasan saja, sehingga penilaian cenderung bersifat subjektif. Para atasan tidak memandang kinerja yang dihasilkan melainkan siapa yang bekerja. Oleh karena itu, dengan diterapkannya balanced scorecard ini diharapkan pengukuran yang dilakukan dapat bersifat objektif sesuai dengan kinerja yang dilakukan. Sehingga pengukuran yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan. Masing-masing karyawan juga dituntut untuk menentukan target sendiri dalam kinerjanya untuk mencapai target perusahaan yang telah ditentukan pula. Namun, pada karyawan sendiri masih ada karyawan yang belum memahami tentang balanced scorecard ini. Berdasarkan latar belakang diatas, mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang sistem pengukuran kinerja PT INALUM dengan menggunakan balanced scorecard dan menuliskannya dalam bentuk laporan penelitian dengan judul “Pengaruh Balanced Scorecard Terhadap Kinerja di PT Indonesia Asahan Alumunium (INALUM).”
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dalam dalam penelitian ini
yang menjadi perumusan masalahnya adalah: “Apakah ada Pengaruh Balanced Scorecard Terhadap Kinerja di PT Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) Kuala Tanjung?”
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pada dasrnya memiliki
tujuan penelitian yang ingin dicapai. Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh Balanced Scorecard pada PT Indonesia Asahan Alumunium (INALUM). 2. Untuk mengetahui kinerja pada PT Indonesia Asahan Alumunium (INALUM). 3. Untuk mengetahui pengaruh Balanced Scorecard terhadap kinerja pada PT Indonesia Asahan Alumunium (INALUM).
1.4
Manfaat Penelitian Dari penelitian ini tentunya akan diperoleh hasil yang diharapkan dapat
memberimanfaat bagi peneliti maupun bagi pihak lain yang membutuhkan. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi penulis Penelitian ini bermanfaat untuk melatih dan mengembangkan kerangka berfikir ilmiah dan menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah, sekaligus untuk menambah bahan pengetahuan dan pemahaman tentang Balanced Scorecard. 2. Bagi departemen Ilmu Administrasi Negara Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai referensi bagi mahasiswa yang tertarik pada bidang kajian ini, dan bermanfaat untuk mengembangkan minat mahasisiwa.
3. Bagi PT Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) Sebagai bahan analisa dan perkembangan langkah-langkah yang sudah dilakukan selama ini dari pengukuran kinerja serta sebagai bahan masukan yang mungkin dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan agar aktivitas perusahaan dapat berjalan efektif dan efisien sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai.
1.5
Kerangka Teori Kerangka teori adalah sebahagian konsep, defenisi dan kontruksi defenisi
dan proposisi yang menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan merumuskan konsep. Kerangka teori merupakan landasan pemikiran untuk melaksanakan penelitian dan teori digunakan untuk menjelaskan fenomena sosial yang menjadi objek penelitian (Singarimbun, 2006:73).
1.5.1
Balanced Scorecard
1.5.1.1 Pengertian Balanced Scorecard Balanced Scorecard (BSC) merupakan pendekatan baru terhadap manajemen, yang dikembangkan pada tahun 1990-an oleh Robert S. Kaplan, seorang guru besar (professor) dari Harvard Business School dan David P. Norton dari kantor akuntan publik KPMG (Amerika Serikat). Balanced Scorecard terdiri ats dua kata, yaitu (1) kartu skor (scorecard) dan
(2)
berimbang
(balanced).
Balanced
(berimbang)
berarti
adanya
keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat
internal dan performance yang bersifat eksternal. Sedangkan Scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan. Mula-mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh. Balanced Scorecard merupakan suatu alat pengukuran kinerja perusahaan yang mengukur kinerja kinerja perusahaan secara keseluruhan baik finansial maupun nonfinancial dengan mempertimbangkan empat aspek yang berkaitan dengan perusahaan antara lain: 1. Perspektif Finansial Perspektif ini
melihat kinerja dari
sudut pandang profitabilitas
ketercapaian target keuangan, sehingga didasarkan atas sales growth, return on investment, operating income, dan cash flow. 2. Perspektif Pelanggan Perspektif
pelanggan
merupakan
faktor-faktor
seperti
satisfaction, customer retention, customer profitability, dan market share.
customer
Market Share
Customer Aquisition
Customer Profitabilit
Customer Retension
Customer Satisfaction Gambar 1.1 Perspektif Pelanggan Inti Sumber : Kaplan and Norton (1996:68)
Keterangan: Market Share Customer Aquisition Customer Profitability Customer Retension Customer Satisfaction
Porsi penjualan yang dikuasai dalam suatu segmen tertentu. Suatu tingkat tertentu dimana perusahaan mampu menarik konsumen baru. Suatu tingkat tertentu dimana perusahaan dapat hubungan dan mempertahankan konsumennya. Suatu tingkat laba bersih yang diperoleh perusahaan dari suatu target segmen tertentu. Tingkat kepuasan konsumen terhadap kriteria kinerja tertentu.
3. Perspektif Proses internal Perspektif ini mengidentifikasi faktor kritis dalam proses internal organisasi dengan berfokus pada pengembangan proses baru yang menjadi kebutuhan pelanggan. Postable
Inovation Process
Customer Identify Create the The Product/ Need Service identified Market
Operation Process
Build the Delivery the Product/ Product/ Service Service
Gambar 1.2 Perspektif Proses Bisnis Internal – Proses Inovasi Sumber : Kaplan and Norton (1996:96)
Customer Service Need The Customer Satisfied
4. Perspektif Inovasi dan Pembelajaran Perspektif ini mengukur faktor-faktor yang berhubungan dengan teknologi, pengembangan pegawai, sistem dan prosedur, dan faktor lain yang perlu diperbaharui. Tabel 1. Perspektif Pendekatan Balanced Scorecard Perspektif
Ukuran Kinerja Eksekutif yang Berimbang a. Economic value added (EVA) b. Pertumbuhan penadapatan (revenue Keuangan growth) (Finance) c. Pemanfaatan aktiva yang diukur dengan asset turnover d. Berkurangnya biaya secara signifikan yang diukur dengan cost effetivenes a. Jumlah customer baru Konsumen b. Jumlah customer yang menjadi non(Customer) customer c. Kecepatan waktu layanan customer d. Tingkat kepuasan customer a. Ketepatan waktu produksi (cycle time) Proses b. Ketepatan pesanan (on-time delivery) c. Perputaran keefektifan (cycle effectiveness (Process) (CE)) a. Rasio ketersediaan informasi b. Tingkat kepuasan karyawan Pembelajaran Dan c. Tingkat pemberdayaan karyawan Pertumbuhan d. Tingkat produktivitas karyawan (Learning and e. Persentase saran yang diimplementasikan Growth) f. Tingkat pencapaian kriteria pendukung keberhasilan tim. Sumber: Moeheriono (2009:124)
1.5.1.2 Kaidah dan Aturan Balanced Scorecard Kaidah dan aturan dalam penerapan sistem balanced scorecard adalah sebagai berikut: 1. Pertanggungjawaban unit kinerja dan personel harus ditetapkan secara komprehensif
dalam
mewujudkan
sasaran
strategik
organisasi.
Pertanggungjawabannya diukur pada kinerja secara strategik, namun leverage
(pengaruh) pengukuran kinerja diletakkan pada intangible assets (aktiva tidak berwujud). 2. Pertanggungjawaban unit kinerja ditentukan perannya masing-masing dalam menyediakan value bagi customer (baik customer eksternal maupun internal). Oleh karena itu, unit pertanggungjawaban dalam organisasi ditetapkan perannya sebagai (1) mission center atau (2) service center. 3. Kinerja mission center dan service center diukur secara komprehensif pada empat perspektif, yaitu (1) perspektif keuangan, (2) perspektif customer, (3) perspektif proses, serta (4) perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. 4. Peranan dan kompetensi inti mission center, service center, dan team and personal harus ditetapkan melalui proses cascading company scorecard, kemudian dimasukkan kedalam mission center scorecard, cascading mission center scorecard, dan ke dalam team and personal scorecard.
1.5.1.3 Tujuan Balanced Scorecard Tujuan dari balanced scorecard adalah menjabarkan strategi dan visi organisasi kedalam rerangka proses belajar strategik dengan mengaitkan semua kedalam lingkungan bisnis sehingga tetap dapat digunakan sebagai umpan balik untuk strategi yang akan dijalankan organisasi pada lingkungan yang lebih kompleks. Balanced scorecard menjabarkan strategi dan visi suatu organisasi menjadi tujuan dan pengukuran kedalam empat perspektif. Setiap perspektif tersebut mempunyai komponen pengarah yang terdiri dari tujuan (objective) tiap perspektif, pengukuran (measures), target apa yang hendak dicapai lalu inisiatif (initiatives) bagaimana mencapai target tersebut.
Tahap-tahap pengukuran kinerja balance scorecard yaitu: 1. Visi adalah sebuah organisasi secara umum pada dasarnya untuk menjadikan organisasi sebagai institusi pencipta kekayaan (wealth creating institution). Kondisi yang diperlukan untuk memenuhi visi tersebut adalah mempunyai customer yang puas, memiliki personel yang produktif dan komitmen, dan menghasilkan financial yang memadat. 2. Tujuan merupakan kondisi perusahaan yang akan diwujudkan dimasa mendatang yang merupakan gambaran lebih lanjut dari visi perusahaan. 3. Sasaran-sasaran strategik, yang meliputi: a. Perspektif keuangan. Dalam balanced scorecard perspektif ini masih tetap menjadi perhatian karena suatu ikhtiar dari konsekuensi ekonomi yang terjadi yang disebabkan oleh keputusan dan tindakan ekonomi yang timbul. b. Perspektif
pelanggan.
Untuk
mewujudkan
kepuasan
konsumen,
organisasi perlu mengerti siapa konsumennya, kebutuhan yang ingin dipenuhi dan dalam bisnis apa kebutuhan konsumen dipuaskan. c. Perspektif internal bisnis. Perusahaan perlu menciptakan cara yang terbaik untuk memuaskan kebutuhan konsumen. Terdapat tiga proses dasar bisnis dalam perspektif ini, yaitu 1) proses inovasi, 2) proses operasi, 3) proses purna jual. d. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Organisasi perlu melakukan improvement secara berkelanjutan terhadap proses internal bisnis yang digunakan untuk menghasilkan value bagi customer. Untuk keperluan ini organisasi perlu menuntut personelnya untuk memiliki kemampuan
belajar yang berkelanjutan yang memungkinkan adanya peningkatan nilai perusahaan. 4. Ukuran kinerja, yang meliputi: a. Perspektif keuangan, ukuran yang dipakai dalam perspektif ini biasanya profitabilitas pertumbuhan shareholder value. b. Perspektif pelanggan, tolak ukur yang dipakai adalah pangsa pasar yang dicapai, tingkat perolehan pelanggan baru, kemampuan mempertahankan pelanggan lama, kepuasan pelanggan, hubungan dengan pelanggan , citra dan reputasi perusahaan dimata pelanggan beserta atributnya. c. Perspektif internal bisnis, tolak ukur yang dipakai dalam tahap inovasi adalah lead timenya untuk mendapatkan keunggulan kecepatan waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk mengubah ide produk baru menjadi produk yang dipasarkan. Proses operasi dari cycle efectivenessnya, untuk mendapatkan keunggulan perusahaan dalam menghasilkan produk dengan hanya menggunakan value added activity. d. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, tolak ukur perspektif ini dibagi tiga: 1. Kemampuan pegawai, misal diukur dari kepuasan kerja, perputaran pegawai dan nilai tambah per pegawai, 2. Kemampuan sistem informasi, diukur dan tingkat ketersediaan dan ketepatan informasi yang dibutuhkan, dan 3. Motivasi, pemberdayaan dan keserasian individu perusahaan. Diukur dari saran jumlah perpegawaian, jumlah saran yang diimplementasikan dan berhasil digunakan dan banyak pegawai yang mengerti visi dan tujuan perusahaan.
1.5.1.4 Keuntungan Penggunaan Balanced Scorecard Dalam penggunaan sistem pengukuran kinerja pada model balanced scorecard, yang dipakai banyak perusahaan dapat memberikan beberapa keuntungan, yaitu seperti berikut: 1. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi organisasi. Proses perancangan manajemen kinerja dengan balanced scorecard diawali dengan penerjemahan strategi organisasi ke dalam sasaran strategik organisasi yang lebih operasional dan mudah dipahami. 2. Mengkomunikasikan dan menghubungkan sasaran strategik dengan indikator. Indikator kinerja dikembangkan untuk mengukur pencapaian sasaran strategik organisasi. Hal ini akan menjasi alat komunikasi bagi organisasi dengan cara memberikan indikasi bagaimana kinerja dalam mencapai sasaran strategik tersebut. Kinerja yang tinggi diperlukan pada sasaran strategik apabila organisasi mengunginkan tercapai dan terealisasikannya misi organisasi. 3. Merencanakan, menyiapkan target, dan menyesuaikan inisiatif stategik. Tahap awal dari proses manajemen adalah tahapan perencanaan dan penyiapan target kinerja terhadap setiap inisiatif energik. Pada tahap ini, organisasi
mengkuantifikasikan
dari
hasil
yang
ingin
dicapai,
mengidentifikasi mekanisme dan sumber daya untuk mencapai hasil dari inisiatif strategik yang direncanakan akan dilaksanakan. Indikator kinerja yang tepat dipersiapkan untuk setiap inisiatif strategik. 4. Meningkatkan umpan balik untuk pengambilan keputusan strategik. Sistem pengukuran kinerja akan lebih bermanfaat apabila dapat dipakai sebagai umpan balik dan sumber informasi yang berharga guna pengambilan
keputusan strategik yang lebih baik di masa mendatang. Balanced scorecard menyediakan fungsi umpan balik karena model penilaian kinerja dirancang dengan mengaitkan indikator kinerja dengan strategi organisasi. Sistem pengukuran kinerja model balanced scorecard bermanfaat bagi organisasi sebagai alat penerjemahan strategi dan sekaligus sebagai alat evaluasi sehingga menyediakan informasi umpan balik bagi pengambilan keputusan yang lebih baik. Kaplan dan Norton (1996:17) mengemukakan beberapa manfaat dari balanced scorecard, yaitu: 1. Mengidentifikasi dan menghasilkan korsesus mengenai strategi. 2. Mengkomunikasikan strategi ke seluruh perusahaan menyelaraskan berbagai tujuan departemen dan pribadi dengan strategi perusahaan. 3. Mengkaitkan berbagai tujuan strategi dengan sasaran jangka panjang dan anggaran tahunan. 4. Mengidentifikasikan dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategi. 5.
Melaksanakan review kinerja berkala untuk mempelajari dan meningkatkan strategi.
6. Mendapatkan umpan balik yang dibutuhkan untuk mempelajari dan memperbaiki strategi.
1.5.2
Kinerja
1.5.2.1 Pengertian Kinerja Kinerja berasal dari kata-kata job performance dan disebut juga actual performance atau prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang telah dicapai oleh seorang karyawan. Kinerja menurut kamus besar Bahasa Indonesia berarti
“suatu yang dicapai” atau prestasi yang dicapai atau diperlihatkan sehingga kinerja dapat diartikan sebagai prestasi kinerja oleh individu perusahaan. Menurut Simamora (2003: 45)
kinerja adalah ukuran keberhasilan organisasi dalam
mencapai misinya. Dari pengertian di atas maka dapat dikatakan bahwa kinerja adalah kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya yang diperoleh selama periode waktu tertentu dan meliputi elemenelemen seperti kuantitas dari hasil, kualitas dari hasil, kehadiran dan kemampuan bekerja sama.
1.5.2.2 Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran dalam pengelolaan sumber daya manusia untuk menghasilkan barang dan jasa, termasuk informasi atas efisiensi serta efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan organisasi. Rencana Strategis
Pengukuran Kinerja
Implementasi
Evaluasi Kinerja
Gambar 1.3. Skema Pengukuran Kinerja Sumber: Mohamad Mahsun (2006:29)
1.5.2.3 Elemen Pokok Pengukuran Kinerja Beberapa aspek yang paling mendasar dan paling pokok dari pengukuran kinerja, yaitu sebagai berikut:
1. Menetapkan tujuan, sasaran dan strategi organisasi, dengan menetapkan secara umum apa yang didinginkan oleh organisasi sesuai dengan tujuan, visi dan misinya. 2. Merumuskan indikator kinerja dengan ukuran kinerja, yang mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung, sedangkan indikator kinerja mengacu pada pengukuran kinerja secara langsung yang berbentuk keberhasilan utama (critical success factors) dan indikator kinerja kunci (key performance indicator). 3. Mengukur tingkat capaian tujuan dan sasaran organisasi, menganalisis hasil pengukuran kinerja yang dapat diimplementasikan dengan membandingkan tingkat capaian tujuan dan sasaran organisasi. 4. Mengevaluasi kinerja dengan menilai kemajuan organisasi dan pengambilan keputusan yang berkualitas, memberikan gambaran atau hasil kepada organisasi seberapa besar tingkat keberhasilan tersebut dengan mengevaluasi langkah apa yang diambil organisasi selanjutnya.
1.5.2.4 Siklus Pengukuran Kinerja Siklus pengukuran kinerja merupakan tahap-tahap pengukuran kinerja yang harus dilakukan secara berkesinambungan agar pengukuran kinerja bisa diterapkan dengan efektif dan efisien. Terdapat 5 (lima) tahap untuk melakukan pengukuran
kinerja,
yaitu
penskemaan
strategi,
penciptaan
indikator,
pengembangan sistem pengukuran data, penyempurnaan ukuran kinerja, dan pengintegrasian dengan proses manajemen.
Penskemaan Strategi
Integrasikan dengan proses Manajemen
Penyempurnaan Ukuran
Menciptakan Indikator
Mengembangkan SistemPengukuran Data
Keterangan : Perencanaan Strategi
Siklus pengukuran kinerja dimulai dengan proses penskemaan strategik, yang berkenaan dengan visi, misi, tujuan dan sasaran, kebijakan, program operasional dan kegiatan/aktivitas. Penciptaan Setelah perumusan strategik, instansi pemerintah perlu mulai Indikator Kinerja menyusun san menetapkan ukuran/indikator kinerja. Ada beberapa aktivitas dari beberapa jenis program yang dilaksanakan dalam proses ini untuk menghasilkan indikator kinerja yang mudah dan sederhana, di mana indikator berupa input, process, output, outcomes, benefit, atau impacts. Indikator/ukuran yang mudah adalah untu aktivitas yang dapat dihitung, misalnya, jumlah klaim yang diproses. Mengembangkan Ada tiga kegiatan dalam tahap ini: pertama, meyakinkan Sistem keberadaan data yang diperlukan dalam siklus pengukuran Pengukuran kinerja. Kedua, mengukur kinerja dengan data yang tersedia Kinerja dan data yang dikumpulkan. Terakhir, penggunaan data pengukuran kinerja yang dihimpun, harus dipresentasikan dalam cara-cara yang dapat dimengerti dan bermanfaat. Penyempurnaan Pada tahapan ini, pemikiran kembali atas indikator hasil Ukuran (outcomes) dan indikator dampak (impacts) menjadi lebih penting dibandingkan pemikiran kembali atas indikator masukan (inputs) dan keluaran (outputs). Pengintegrasian Bagaimana menggunakan ukuran kinerja tersedia secara efektif dengan proses merupakan tantangan selanjutnya. Penggunaan data organisasi Manajemen dapat dijadikan alat untuk memotivasi tindakan dalam organisasi. Gambar 1.4 Siklus Pengukuran Kinerja Sumber: Indra Bastian (2006:281)
1.5.2.5 Manfaat Pengukuran Kinerja Ada beberapa hal yang membuat pengukuran kinerja itu begitu penting. Diantaranya, menurut Lynch dan Cross dalam Sony Yuwono (2002:38), manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik adalah sebagai berikut: a. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan. b. Memotivasi para pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal. c. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste). d. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur, menjadi lebih nyata sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi. e. Membangun komitmen untuk melakukan suatu perubahan dengan melakukan evaluasi atas perilaku yang diharapkan tersebut. Untuk mencapai manfaat dari pengukuran kinerja tersebut, maka paling tidak harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut: a. Didasarkan pada masing-masing aktivitas dan karakteristik organisasi itu sendiri sesuai perspektif pelanggan. b. Evaluasi atas berbagai aktivitas. c. Dapat dinilai dengan menyeluruh, yaitu semua bidang aktivitas dalam organisasi tersebut. d. Membantu seluruh organisasi mengenali masalah-masalah yang ada dengan kemungkinan melakukan perbaikan.
1.5.3
Pengaruh Balanced Scorecard Terhadap Kinerja Pengimplementasian Balanced Scorecard ini tidaklah seperti membalik
telapak tangan karena konsep ini membutuhkan suatu komitmen dari manajemen pusat maupun karyawan yang terlibat dalam organisasi perusahaan. Sebagian besar perusahaan mengalami kesulitan dalam melakukan pendeteksian terhadap keselarasan aktivitas dan strategi perusahaan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan dalam jangka panjang. Sehingga banyak dijumpai kasus ketidakikutsertaan tujuan dan strategi perusahaan atau strategi yang dijalankan melenceng dari tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan dalam jangka panjang. Tapi beberapa perusahaan justru mencoba mengimplementasikan konsep balanced scorecard dengan tujuan untuk mempengaruhi kultur yang ada dalam perusahaan. Terjadinya perubahan kultur dalam perusahaan ini disebabkan karena adanya perubahan dari sistem lama ke sistem baru dengan empat perspektif. Mulyadi (2001:15) menjelaskan mengenai faktor-faktor penyebab mengapa perusahaan perlu mengimplementasikan balanced scorecard, yaitu: 1. Lingkungan bisnis yang dimasuki perusahaan sangat kompetitif dan turbulen sehingga menuntut kemampuan perusahaan untuk: a. Mengembangkan keunggulan kompetitif melalui distinctive capability b. Membangun dan secara berkelanjutan memutahirkan peta perjalanan untuk mewujudkan masa depan perusahaan. c. Menempuh langkah-langkah strategi dalam membangun masa depan perusahaan. d. Mengerahkan dan memusatkan kapabilitas dan komitmen seluruh personel dalam membangun masa depan perusahaan.
2. Sistem manajemen yang digunakan oleh perusahaan tidak pas dengan tuntutan lingkungan bisnis yang dimasuki oleh perusahaan. Sistem ini mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. Sistem manajemen yang digunakan hanya mengandalkan anggaran tahunan sebagai alat perencanaan masa depan perusahaan. b. Tidak terdapat kekoherenan antara jangka panjang (corporate plan) dengan rencana jangka pendek dan implementasinya. c. Sistem manajemen yang digunakan untuk mengikutsertakan secara optimum seluruh personel dalam membangun masa depan perusahaan.
1.6
Hipotesis Penelitian
Ha: Terdapat pengaruh Balanced Scorecard terhadap kinerja di PT Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) Kuala Tanjung.
1.7. Definisi Konsep Menurut Singarimbun ( 2006: 33), konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok, atau individu tertentu yang menjadi pusat perhatian. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variable yang diteliti. Oleh karena itu, untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang akan diteliti, maka defenisi konsep yang dikemukakan penulis adalah: 1. Balanced Scorecard merupakan suatu alat pengukuran kinerja perusahaan yang mengukur kinerja-kinerja perusahaan secara keseluruhan baik finansial
maupun nonfinancial dengan mempertimbangkan empat aspek yang berkaitan dengan perusahaan antara lain, perspektif financial, perspektif pelanggan, perspektif proses internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (Moeheriono, 2009). 2. Pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran dalam pengelolaan sumber daya manusia untuk menghasilkan barang dan jasa, termasuk informasi atas efisiensi serta efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan organisasi (Mohamad Mahsun, 2006).
1.8
Definisi Operasional Defenisi operasional adalah unsur-unsur yang memberitahukan bagaimana
mengukur suatu variable sehingga dengan pengukuran tersebut dapat diketahui indikator-indikator apa saja untuk mendukung analisa dari variable-variabel tersebut. ( Singarimbun, 2006: 46). Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam penelitian ini adalah: 1. Pengaruh Balanced Scorecard sebagai variabel bebas (X), menurut Kaplan dan Norton (1996:48) diukur dengan menggunakan indikator-indikator sebagai berikut: a. Perspektif keuangan Yaitu penggunaan biaya operasional yang sesuai atau tidak melebihi anggaran yang telah dibuat serta peningkatan profitabilitas perusahaan. b. Perspektif pelanggan
Yaitu mengukur pangsa pasar yang dicapai perusahaan, tingkat perolehan pelanggan baru, kemampuan mempertahankan pelanggan lama, dan hubungan perusahaan dengan pelanggan. c. Perspektif internal bisnis Yaitu proses rekruitment pegawai harus selektif sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan pegawai harus mempunyai keterampilan yang kompeten dalam bidang pekerjaannya sehingga dapat meminimalisir tingkat kesalahan yang dibuat. d. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan Yaitu perusahaan tanggap terhadap kebutuhan pegawai dengan melibatkan pegawai dalam proses pengambilan keputusan. Memotivasi karyawan untuk meningkatkan keterampilannya dengan mengadakan pelatihan peningkatan keterampilan atau pemberian penghargaan. 2. Kinerja sebagai variabel terikat (Y), menurut Bastian (2001) diukur dengan menggunakan indikator-indikator sebagai berikut: 1. Efisiensi Yaitu seberapa jauh keinginan bekerja, kemampuan bekerja, dan kemahiran bekerja yang dimiliki. 2. Efektivitas Yaitu seberapa jauh kemampuan menyesuaikan diri, kepuasan kerja, dan prestasi kerja yang dimiliki. 3. Ekonomis Yaitu hubungan antara pasar dan input, dimana pembelian barang dan jasa dilakukan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.