1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pengembangan pertanian diarahkan untuk mewujudkan ketahanan pangan yang berbasis keragaman sumberdaya bahan pangan, kelembagaan dan budaya lokal dalam rangka menjamin tersedianya pangan dan nutrisi dalam jumlah dan mutu yang dibutuhkan dengan tingkat harga yang terjangkau oleh masyarakat. Sektor pertanian Timor Leste merupakan sektor yang memberikan kontribusi pada perekonomian nasional saat ini karena mayoritas masyarakatnya hidup di sektor pertanian. Ketangguhan sektor pertanian yang berbasis sumberdaya lokal tepat dalam mengatasi keadaan ekonomi masyarakat Timor Leste. Mayoritas masyarakat Timor Leste hidup di daerah pedesaan dan hidupnya tergantung dari aktifitas kehidupan pertanian. Slogan yang disampaikan Pemerintah Timor Leste dengan bunyi “Povo Kuda Governo Sosa” (Masyarakat Menanam Pemerintah Membeli), menjadikan sub-sektor pertanian khususnya hortikultura merupakan pilihan bagi masyarakat tani untuk mempertahankan kehidupan ekonominya. Pembangunan pertanian dan sub-sektor tanaman hortikultura pada dasarnya merupakan proses untuk memanfaatkan potensi sumberdaya alam hortikultura, sumberdaya manusia, modal, ilmu pengetahuan dan teknologi serta manajemen untuk menghasilkan produk yang dibutuhkan, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, memperluas kesempatan kerja dengan tetap memelihara kelestarian SDA dan lingkungan secara berkelanjutan, memantapkan struktur perekonomian pedesaan dan mendukung pemantapan ketahanan pangan nasional.
2
Secara operasional dan dalam arti yang spesifik pembangunan sub sektor tanaman hortikultura bertujuan untuk memperkuat perekonomian petani dan keluarga agar lebih baik, lebih sejahtera, profesional dengan lingkungan yang terpelihara dan lestari. Hal ini memerlukan suatu sistem tataniaga yang baik dan efisien agar produk pertanian khususnya hortikultura yang dihasilkan bisa sampai ke konsumen pada waktu dan tempat yang tepat. Sistem tataniaga yang baik diharapkan memberikan informasi pasar yang baik kepada petani sehingga petani berinisiatif untuk menghasilkan mutu dari produk yang sesuai dengan keinginan konsumen. Pemberian informasi pasar pada wilayah atau lokasi produksi yang terintegrasi cukup kuat dengan pasar di wilayah konsumsi akan menjadikan sistem tataniaga efisien, sehingga petani mendapatkan keuntungan yang diinginkan. Petani Timor Leste yang mayoritas melakukan kegiatan taninya belum berorientasikan bisnis, memerlukan pengetahuan tentang suatu proses tataniaga yang baik supaya mendapatkan informasi harga pasar dan kebutuhan
akan
produk-produk
unggulan,
sehingga
termotivasi
untuk
menghasilkan produk yang berkualitas serta dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Dengan tataniaga yang baik suatu produk pertanian yang dihasilkan akan memberikan manfaat dan keuntungan yang merata pada semua pihak yang terlibat dalam penyaluran produk-produk pertanian ke tangan konsumen. Budidaya tanaman hortikultura dapat menjadi indikator tingkat kemajuan sektor pertanian pada suatu daerah atau negara. Budidaya tanaman hortikultura pada negara-negara maju, merupakan komponen yang dominan dalam sektor pertanian. Menurut Kadarsan, 1995, agribisnis hortikultura merupakan usaha tani
3
yang memerlukan modal yang relatif besar, kondisi agroekosistem yang sesuai dan teknologi yang tepat untuk menghasilkan produksi yang tinggi dibandingkan dengan budidaya tanaman pertanian lainnya agar mampu bersaing di pasaran. Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan prospektif dilihat dari keunggulan komparatif. Timor Leste sebagai negara agraris yang bersuhu tropis memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah di masa mendatang jika dikelola dengan sungguh-sungguh. Banyak komoditi yang mempunyai prospek yang baik, salah satunya adalah komoditas sayur-sayuran. Wilayah Timor Leste memiliki keunggulan seperti kesuburan tanah yang masih luas, iklim yang mendukung, tersedianya sumberdaya manusia dan pasar yang masih terbuka lebar. Untuk menunjang program pengembangan agribisnis melalui peningkatan produk diperlukan penyediaan bibit yang berkualitas, paket teknologi budidaya termasuk pola tanam serta pengendalian hama dan penyakit secara terpadu. Sementara itu pasca panennya memerlukan penanganan hasil yang tepat karena hasil komodidas hortikultura pada umumnya mudah rusak karena produksi melimpah saat musim panen. Komoditas sayur-sayuran yang mendapat perhatian untuk dikembangkan dan memiliki peluang bisnis yang besar adalah kentang dengan sistem tataniaganya.
Kentang dipandang sebagai komoditi unggulan sayuran yang
bernilai gizi tinggi dan sampai saat ini diusahakan oleh petani di hampir seluruh wilayah Timor Leste setelah padi dan jagung. Beberapa daerah di Wilayah Timor Leste mengusahakan usaha tani kentang
dalam jumlah yang besar setiap
tahunnya dengan produksi yang tinggi. Kentang juga termasuk tanaman
4
hortikultura unggulan yang direkomendasikan pemerintah kepada petani untuk diusahakan mengingat kentang merupakan salah satu makanan favorite yang tersedia dalam berbagai macam acara kebudayaan Timor Leste. Kecamatan Hatu-Builiko Kabupaten Ainaro, adalah wilayah di sebelah barat Timor Leste yang mayoritas petaninya mengusahakan usahatani kentang sebagai aktifitas mereka untuk memenuhi permintaan pasar dan usahatani ini telah dilakukan bertahun tahun. Mengingat hampir di seluruh wilayah Timor Leste mengkonsumsi
kentang,
maka
prospek
dari
usahatani
ini
dipandang
menguntungkan dan dapat meningkatkan pendapatan petani. Usahatani kentang menjadi pilihan banyak petani hortikultura di Kecamatan Hatu-Builiko karena tidak memerlukan curah hujan yang tinggi serta lahan yang tersedia
cocok
ditanami tanaman kentang. Kentang di masyarakat dipandang sebagai bahan masakan yang harus ada dalam setiap acara tradisional ataupun acara-acara lainnya sehingga mendorong petani menfokuskan usahanya pada usahatani kentang. Kentang digunakan oleh masyarakat dalam memasak berbagai masakan sebagai campuran bahan masakan lainnya. Salah satu masakan yang terkenal dalam semua acara yaitu Calderada. Masakan dengan campuran kentang, kol, tomat dan bahan tulang daging ini selalu disuguhkan pada acara-acara resmi, seperti acara pernikahan, acara ulang tahun, acara-acara tradisional dan acara kenegaraan. Sebagai komoditas yang dianggap penting diperkirakan produksi kentang memenuhi persediaan kentang di pasar tradisional maupun supermarket. Komoditas kentang dikelompokkan kedalam komoditas hortikultura sayuran sama seperti kol, cabe, bawang merah dan bawang putih serta tanaman
5
hortikultura lainnya. Komoditas sayuran ini dianggap merupakan komoditas unggulan mengacu pada besarnya pangsa pasar , keunggulan produk, tingginya potensi
produksi,
kesesuaian
agroekosistem,
dan
mempunyai
peluang
pengembangan teknologi. Potensi tanaman sayuran di Timor Leste dapat dilihat dari perkembangan produksi yang cenderung fluktuatif setiap tahunnya, seperti yang tercatat pada data kementerian Pertanian Timor Leste dalam laporan (Dadus Statiska Horticultura de Dirasaun Nasional de Horticultura Ministerio Agricultura e Pescas) tahun 2012. Data dapat dilihat pada Table 1.1 Tabel 1.1. Perkembangan Produksi Sayuran di Timor Leste Tahun 2009 – 2012 Tahun Kentang Kol Cabai Bawang Merah Lain-Lain (Ton) (Ton) (Ton) (Ton) (Ton) 2009 20.170 29.992 18.023 4.609 20.737 2010 25.174 27.372 16.007 6.931 20.892 2011 24.452 27.570 15.792 6.905 40.798 2012 26.684 30.954 18.980 7.615 25.407 (Dadus Statistica Ministerio de Agricultura e Pescas Dili. 2012) Pada Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa kentang termasuk salah satu tanaman sayuran unggulan dengan tingkat perkembangan produksi yang menempati urutan kedua setelah kol. Perkembangan produksi kentang selama tahun 2009-2012 berfluktuatif, dimana pada tahun 2010, produksi kentang Timor Leste memberikan hasil produksi yang meningkat dengan luas areal yang sama namun terjadi juga penurunan produksi ditahun berikutnya. Hal ini mungkin dikarenakan faktor iklim dan cuaca yang tidak menentu juga karena perubahan luas lahan yang diusahakan sehingga mempengaruhi jumlah produksi. Areal pertanaman kentang di Timor leste meningkat diperkirakan karena memberikan keuntungan bagi petani. Hampir semua petani yang tinggal di pedesaan wilayah barat khususnya Kabupaten Ainaro, mengusahakan usaha tani
6
kentang walaupaun luas lahan yang digunakan berbeda beda dan banyak diantara petani mengusahakan kentang dengan lahan yang relatif kecil. Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman kentang di wilayah Timor Leste selama periode 2009-2012 dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2. Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kentang di Timor Leste. Tahun Luas Panen Poduksi Produktivitas (Ha) (ton) (Ton/Ha) 2009 1.498 20.178 13,46 2010 1.511 25.174 16,65 2011 1.506 24.452 16,23 2012 1.548 27.184 17,16 Sumber data: Dadus Statistika Ministerio de Agricultura e Pescas, 2012 Dari data luas panen dan produksi kentang di seluruh wilayah Timor Leste, Dristrito Ainaro (Kabupaten Ainaro) merupakan salah satu kabupaten dari tiga belas kabupaten yang menyumbangkan produksi kentang dan termasuk dalam kabupaten yang menjadi sentra produksi kentang. Kabupaten Ainaro yang memilki empat subdistrito atau kecamatan seperti Kecamatan Hatu-Builiko, Kecamatan Ainaro, Kecamatan Maubisi dan Kecamatan Hatu-Udo merupakan kecamatan penghasil kentang. Salah satu kecamatan diantara empat kecamatan dari Kabupaten Ainaro yang merupakan sentra produksi kentang adalah Kecamatan Hatu-Builiko. Data luas lahan dan produksi kentang Tahun 2012 di Kabupaten Ainaro dapat dilihat pada Tabel. 1.3
7
Tabel 1.3. Luas Lahan dan Produksi Kentang per Kecamatan di Kabupaten Ainaro (2012) No. Kecamatan Luas Lahan(M2) produksi (Kg) 1. Hatu-Udo 20.000 24.000 2. Hatu-Builiko 90.000 108.000 3. Ainaro 40.000 44.200 4. Maubisi 60.000 72.000 Sumber: Dadus Dirasaun Horticultura de Distrito Ainaro (2012) Berdasarkan Tabel 1.3. Terlihat Kecamatan Hatu-Builiko
merupakan
kecamatan dengan penghasil kentang terbesar di Kabupaten Ainaro begitu pula luas lahan yang diusahakan lebih besar
dibanding tiga kecamatan lainnya.
Kecamatan Hatu-Builiko terletak di dataran tinggi di kaki Gunung Ramelau dengan ketinggian 2000m di atas permukaan laut dan suhu 18°-21° C. Berdasarkan suhu yang ada kondisi agroklimat daerah ini cocok untuk ditanami kentang dan berbagai tanaman sayuran, termasuk diantaranya yang paling banyak diusahakan
adalah kol, kentang, kuis, bawang, terong dan tomat. Tujuan
pemasaran kentang Hatubu-Builiko dilakukan pada pasar-pasar induk yang ada di Kabupaten Ainaro seperti pasar induk Maubisi dan Ainaro. Kentang yang diproduksi di Kecamatan Hatu-Builiko dipasarkan juga sampai ke pasar-pasar induk yang berada di luar Kabupaten Ainaro melalui pedagang-pedagang perantara, bahkan sampai ke pasar induk Ibukota Dili. Semakin jauh daerah tujuan pemasaran kentang, maka semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses pemasaran kentang hingga ke konsumen akhir. Lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses tataniaga terdiri petani, pedagang pengumpul, pedagang pengecer dan pedagang grosir. Setiap lembaga yang terlibat akan memperoleh nilai tambah dari margin pemasaran. Posisi tawar menawar diperkirakan seimbang walaupun petani dikalahkan oleh kepentingan
8
pedagang yang akan lebih dulu mengetahui harga sehingga petani menerima harga sesuai dengan harga yang ditawarkan pedagang. Fluktuasi
harga
pasar
diperkirakan
berubah-ubah
sesuai
dengan
mekanisme pasar dan jika terus berlanjut menimbulkan ketimpangan harga yang nyata dalam sistem tataniaga karena petani tidak mengetahui informasi harga pasar. Dalam kondisi ini diperkirakan perkembangan harga kentang didominasi oleh pedagang baik pedagang pengumpul maupun pedagang pengecer. Pentingnya mengetahui keadaan tataniaga yang terbentuk di Kecamatan Hatu-Builiko Kabupaten Ainaro adalah untuk melihat seberapa jauh peranan pemerintah dengan slogan yang dikumandangkan menarik minat masayarakat tani hortikultura dalam menggunakan lahan yang dimiliki untuk usahatani sayuran.
9
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan
uraian di atas, maka rumusan
permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana saluran tataniaga dan fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga pada tataniaga kentang di Kecamatan Hatu-Builiko Kabupaten Ainaro, Timor Leste ? 2. Bagaimana struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat di Kecamatan Hatuberliku? 3. Bagaimana efisiensi masing-masing saluran tataniaga komoditi kentang berdasarkan marjin tataniaga dan farmer’s share? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian dengan judul Sistem Tataniaga Kentang di Kecamatan Hatu-Builiko Kabupaten Ainaro, Timor Leste dengan perumusan masalah yang telah dikemukakan adalah: 1. Mengalisis saluran tataniaga yang terbentuk dan fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniga kentang di Kecamatan Hatu-Builiko , Kabupaten Ainaro Timor Leste. 2. Mengidentifikasi struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat sistem tataniaga kentang di Kecamatan Hatu-Builiko, Kabupaten Ainaro. 3. Menganalisis
efisiensi masing masing saluran tataniaga Kentang yang
terbentuk berdasarkan margin tataniaga dan farmer’s share .
10
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini hasilnya diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, diantaranya: 1. Peneltian ini diharapkan bisa menjadi bahan informasi untuk melaksanakan kerjasama yang saling menguntungkan dalam tataniaga diantara petani dan juga lembaga lembaga tataniaga di wilayah Timor Leste. 2. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan dan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan untuk perkembangan agribisnis komoditas hortikultura Timor Leste terutama komoditas kentang mulai dari subsistem sarana produksi, usahatani, hingga pada subsistem tataniaga. 3. Hasil penelitian ini diharapkan
menjadi sumber informasi serta sebagai
referensi ilmiah bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya mengenai tataniaga komoditas kentang di Timor Leste. 1.5
Batasan Penelitian Penelitian ini meliputi semua kegiatan sistem tataniaga kentang ditinjau
melalui saluran, lembaga dan fungsi-fungsi tataniaga, analisis struktur dan perilaku pasar dan efisiensi tataniaga yang meliputi margin tataniaga dan bagian yang diterima petani atau farmer’s share. Penelitian dibatasi pada lembaga tataniaga kentang yang terlibat di Kecamatan Hatuberliku, pedagang ditingkat pasar induk Maubisi dan Aninaro Kabupaten Ainaro, Timor Leste. Saluran tataniaga yang diteliti dibatasi pada pola tataniaga yang memasarkan komoditi kentang dalam bentuk yang belum diolah atau kentang mentah, artinya kentang yang dikonsumsi oleh konsumen rumah tangga sebagai sayuran.
11
Sumber data harga yang digunakan adalah harga rata-rata bulanan selama periode 2012. Sumber data harga terdiri atas harga di tingkat petani di Kecamatan Hatu-Builiko, Kabupaten Ainaro dan harga kentang ditingkat pedagang pengumpul, pedagang pengecer dan pedagang grosir di pasar induk Maubisi dan Ainaro , Timor Leste.
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Kentang Tanaman kentang merupakan jenis tanaman sayuran semusim, berumur
pendek berkisar 90-180 hari tergantung varietasnya dan berbentuk perdu atau semak. Umumnya berdaun rimbun dan letak daun berseling-seling mengelilingi batang dengan bentuk daun oval dan agak bulat dengan ujung daun meruncing. Batang tanaman kentang berbentuk segi empat atau segi lima, tergantung varietasnya. Perakaran tanaman kentang adalah perakaran tunggang dan serabut. Beberapa diantara akar kentang berubah bentuk dan fungsinya menjadi bakal umbi (stolon) yang kemudian
menjadi umbi kentang. Sistematika tumbuhan
(taksonomi), kentang diklasifikasikan sebagai: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Tubiflorae Famili : Solanaceae Genus : Solanum Spesies : Solanum tuberosum L. Species solanum tuberosum L, ini banyak diusahakan oleh petani karena semusim dan tidak membutuhkan waktu yang lama untuk dipanen.
13
2.1.1 Varietas Kentang Perkembangan teknologi pemuliaan tanaman hortikultura khususnya kentang sejak tahun 1969, telah menghasikan beberapa varietas yaitu: varietas Cosima, Patrones, Desiree, Thung,
Radosa, Donata, Rapan dan Catella.
Penelitian selanjutnya akhirnya dapat menemukan varietas baru yang dapat meningkatkan produksi kentang yaitu varietas Granola. Varietas Granola lebih populer dibandingkan varietas baru lainya yaitu seperti French Fries, Diamant, Cardinal, Primiere, Ausonia, Famosa, Hertha, Sante, Cipanas, Segunung, Alpha, Draga, Narita, Spunta, Redpontiac, Aquila, Kenebec, dan Crebella. Varietasvarietas baru itu memiliki keunggulannya masing-masing, yaitu tampak dari segi bentuk, ukuran, warna daging umbi, kadar gula, dan kadar air umbi yang dihasilkan. Selain itu juga tampak dari segi daya adaptasi terhadap lingkungan, ketahanan terhadap hama dan penyakit, serta produktivitas tanaman. Berikut deskripsi beberapa varietas kentang yang laku di pasaran dan memiliki nilai ekonomi tinggi adalah : 1. Varietas Granola Umbi Varietas Granola ini berbentuk bulat sampai oval berkualitas baik dan berpotensi produksi tinggi
mencapai 30-35 ton/ha. Kulit dan daging umbi
berwarna kuning dengan umur tanaman pendek berkisar antara 80-90 hari. 2. Varietas Cipanas Varietas ini berpotensi produksi 34 ton/ha dan dapat dipanen pada umur 95105 hari. merupakan hasil persilangan antara varietas Thung 1510 dengan Desiree. Termasuk jenis kentang berbunga yang mampu tumbuh mencapai ketinggian 50-56 cm.
14
3. Varietas Segunung Varietas ini memiliki umbi berbentuk bulat lonjong, dan kulit serta daging umbi berwarna kuning. Potensi produksi hasil mencapai 25 ton/ ha. Merupakan hasil persilangan antara varietas Thung 151C dengan Desiree. 4. Vairetas Cosima Varietas ini memiliki umbi dengan permukaan rata, kulit berwarna kuning muda dan daging berwarna kuning tua. Potensi produksi hasil mencapai 36 ton/ha dengan umur panen 101 hari. Varietas Cosima diintroduksi dari Jerman Barat. 2.1.2 Syarat Tumbuh Ketinggian tempat, suhu, cahaya dan tanah merupakan Persyaratan kebutuhan tanaman kentang untuk tumbuh dengan baik. 1. Ketinggian Batasan minimum ketinggian lahan yang cocok ditanami kentang adalah 300–700 mdpl atau daerah pegunungan dengan ketinggian 1.000–3.000 meter diatas permukaan laut (mdpl). 2. Suhu Suhu tanah optimum untuk pembentukan umbi yang normal berkisar antara 15°-18° C, pertumbuhan umbi akan terhambat bila suhu tanah kurang dari 15° C atau lebih dari 30° C. Suhu rata – rata yang sesuai untuk pertumbuhan kentang berkisar anatara 18°-21° C. 3
Cahaya Penyinaran yang lama diperlukan oleh tanaman kentang untuk proses
fotosintesis adalah 9–10 jam per hari. Lama penyinaran juga berpengaruh terhadap pembentukan umbi terutama pada saat umbi baru mulai terbentuk dan
15
pada tahap perkembangan umbi di dalam tanah. Intensitas cahaya dan lamanya penyinaran merupakan faktor cahaya penting untuk pertumbuhan. Semakin tinggi intensitas cahaya yang diterima maka akan mempercepat proses pembentukan umbi dan waktu pembungaan yaitu foot candle.. 4
Tanah Tanaman kentang membutuhkan tanah yang subur, gembur, banyak
mengandung bahan organik, bersolum dalam, aerasi dan drainase yang baik dengan tingkat pH 5,0-6,5. Derajat kemiringan tanah yang diterima adalah kurang dari 30 persen selebihnya sudah merupakan faktor penghambat yang besar. Pembudidayaan kentang ditempat miring atau bergelombang memerlukan terasering dan tanggul-tanggul. 2.1.3 Panen dan Pasca Panen Kentang dipanen apabila telah cukup umur yaitu 90–120 hari atau dengan melihat ciri tanaman yang siap panen yaitu, daun dan batang berwarna kekuning– kuningan tetapi bukan karena penyakit. Panen merupakan proses pengambilan komponen-komponen produksi dengan tujuan untuk dikonsumsi, diolah, dipasarkan atau digunakan untuk keperluan lainnya. Sedangkan penanganan pascapanen meliputi semua kegiatan perlakuan dan pengolahan langsung terhadap produk pangan, tanpa mengubah struktur asli produk. Pemanenan kentang dilakukan dengan dua cara yaitu: 1. Umbi dibongkar dengan menggemburkan tanah dari sebelah kiri dan kanan sepanjang bedengan lalu umbi dibongkar dengan cara mencabutnya. Umbi kentang yang telah dipanen dibiarkan terlebih dahulu beberapa saat hingga tanah yang menempel terlepas dan umbi mengering.
16
2. Umbi dibongkar dengan mencangkul tanah sebelah kiri dan kanan lalu mengangkatnya hingga semua umbi keluar dari tanah. Kegiatan pascapanen yang dilakukan untuk komoditas kentang meliputi pembersihan, sortasi dan grading, penyimpanan, pengemasan, dan pengangkutan. Kegiatan pembersihan dilakukan untuk mengurangi atau meniadakan jasadjasad renik, sisa-sisa tanah yang masih tertempel dan berbagai macam kotoran yang bisa menjadi sumber patogen dan dapat merusak umbi pada saat proses penyimpanan. Sortasi dilakukan untuk memisahkan umbi yang baik dan sehat, yaitu umbi yang tidak cacat dan tidak terserang hama atau penyakit. Kegiatan sortasi ini dapat mencegah penularan penyakit dari umbi yang rusak. Setelah kegiatan sortasi, dilakukan grading yaitu pengelompokkan umbi kentang yang sehat menurut ukuran umbi, varietas, dan tingkat ketuaan umbi. Mutu kentang secara umum dapat dibedakan menjadi empat golongan mutu yaitu : 1. Kentang kategori kelas A (mutu super ) mempunyai bobot antara 250 - 400 gram atau dengan diameter kentang 6-7 cm. 2. Kentang kategori kelas B (mutu besar) mempunyai bobot antara 100 – 250 gram atau dengan diameter kentang 5-6 cm. 3. Kentang kategori kelas C (mutu sedang) mempunyai bobot antara 60 – 100 gram atau dengan diameter kentang 4-5 cm. 4. Kentang kategoru kelas D (mutu kecil) mempunyai bobot antara 30-60 gram atau dengan diameter kentang 3-4 cm. Kentang yang dikonsumsi penyimpanannya dilakukan di dalam ruang gelap dengan suhu yang rendah dan kelembaban yang sedang. Tempat penyimpanan harus benar-benar bebas dari cahaya, agar tidak merangsang pertumbuhan tunas
17
dan warna umbi berubah menjadi hijau yang menunjukkan adanya racun solanin yang berbahaya bagi tubuh. Kentang yang terkontaminasi racun solanin menyebabkan nilai ekonomisnya turun. Sortasi dan pengelompokkan mutu dapat dilakukan di gudang penyimpanan atau dapat juga dilakukan di kebun setelah panen. Kegiatan pengemasan bertujuan untuk melindungi hasil-hasil pertanian dari kerusakan mekanis ataupun kerusakan fisiologis. Bahan pengemas kentang dapat berupa peti kayu, krat, yang berbentuk silinder atau segi empat yang memiliki ventilasi. Pada kegiatan pengemasan hendaknya diberi pelindung berupa jerami atau guntingan-guntingan kertas pada dasar dan tepi alat pengemar agar dapat mengurangi benturan. Kegiatan pengangkutan juga hendaknya dilakukan dengan baik dan memperhatikan penataan barang di dalam alat angkut. Penyesuaian penggunaan alat angkut dengan jarak tempuh yang dituju dan volume yang hendak diangkut juga perlu diperhatikan agar penggunaan alat angkut lebih efisien dan tidak membutuhkan biaya yang tinggi. 2.2 Konsep Tataniaga Tataniaga merupakan Proses atau jasa yang dibutuhkan untuk memberikan suatu produk guna bentuk, waktu, tempat dan pemilikan yang diinginkan oleh konsumen. Guna bentuk, waktu, tempat, dan pemilikan adalah istilah ilmu ekonomi yang artinya agar suatu produk memenuhi keempat ini, berbagai macam tindakan atau fungsi tataniaga harus dilakukan. Karakteristik yang paling penting dari pada fungsi pemasaran adalah merupakan suatu proses fisik atau jasa-jasa fasilitas yang harus dilakukan dalam sistem tataniaga.
18
Menurut Mubyarto (1989) Tataniaga pada dasarnya sama dengan distribusi atau penjualan yang merupakan suatu kegiatan ekonomi yang bersifat membawa barang dari produsen ke konsumen. Sementara itu Kottler (1993) menyatakan bahwa tataniaga merupakan suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan cara menciptakan dan mempertukarkan produk atau jasa dengan pihak lain. Salah satu pendekatan dalam menganalisis sistem tataniaga adalah pendekatan StructureConduct-Performance (S-C-P). Tipe-tipe perbedaan pasar digolongkan dalam kelompok market structure. Praktik-praktik bisnis dikelompokkan dalam market conduct dan pengaruh-pengaruh terhadap harga dan output digolongkan dalam market performance. Pendekatan S-C-P bersifat dinamis dan menekankan pada aspek deskriptif, bersifat kasus-kasus. Menurut Kohls dan Uhl (2002) minimal ada tiga pendekatan utama dalam menganalisis permasalahan tataniaga yaitu : pendekatan kelembagaan (the institutional approach), pendekatan fungsional (the functional approach) dan pendekatan sistem perilaku (the behavioral approach). Ditinjau dari segi ekonomis kegiatan tataniaga merupakan kegiatan yang produktif karena dapat memberikan kegunaan yaitu: 1. Kegunaan bentuk yaitu bagaimana mengubah atau memproses komoditi menjadi bentuk yang diinginkan oleh konsumen. 2. Kegunaan tempat yaitu bagaimana memindahkan komoditi dari daerah produsen ke konsumen. 3. Kegunaan waktu yaitu bagaimana dapat menyediakan produk sepanjang waktu untuk memenuhi permintaan yang terus menerus sedang sifat produk pertanian fluktuasi.
19
4. Kegunaan kepemilikan yaitu bagaimana memindahkan komoditi milik produsen menjadi milik konsumen 2.2.1
Fungsi-Fungsi Tataniaga Menurut Gumbira (2001), tataniaga diartikan sebagai kegiatan produktif
yang ditujukan untuk memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Fungsifungsi tataniaga merupakan berbagai kegiatan atau aktifitas bisnis yang terjadi dalam penyaluran barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Apabila fungsifungsi tataniaga berperan sebagaimana mestinya, tataniaga dapat meningkatkan nilai ekonomi dan nilai tambah hasil produksi (Limbong dan Sitorus 1987). Pendekatan fungsional (the functional approach) menurut Kohls dan Uhl (2002) bermanfaat dalam mempertimbangkan bagaimana pekerjaan harus dilakukan, menganalisis biaya-biaya tataniaga dan memahami perbedaan biaya antar lembaga dan fungsi yang dilakukan oleh lembaga tataniaga. Dalam mendistribusikan produk dari produsen ke konsumen dilaksanakan berbagai fungsi-fungsi tataniaga seperti: 1. Fungsi Fisik Fungsi fisik yaitu semua aktifitas untuk menangani. Menggerakan dan mengubah produk produk secara fisik sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen. Fungsi fisik meliputi. a. Fungsi pengangkutan. Fungsi ini dilakukan oleh semua lembaga yang terlibat dalam sistem pemasaran, dari produsen sampai ke konsumen akhir unruk memperlancar proses penyaluran suatu produk komoditas. Tujuannya agar produk tersedia pada tempat yang sesuai. Jenis transportasi dan rute yang dipilih berpengaruh
terhadap
biaya
transportasi.
Adanya
keterlambatan
dalam
20
pengangkutan dan jenis alat angkut yang tidak sesuai dengan sifat barang yang diangkut dapat menimbulkan kerusakan dan penurunan mutu. b. Fungsi penyimpanan. Fungsi ini dilakukan oleh semua lembaga yang terlibat dalam sistem pemasaran, tetapi tingkat kerumitan kegiatan penyimpangan dan biaya penyimpangan yang dikeluarkan oleh setiap lembaga pemasaran berbedabeda. Penyimpanan yang paling rumit dan mahal dilakukan adalah pedagang besar antar kota. Dalam upaya pemuasan konsumen membutuhkan biaya yang besar untuk mengatasi hambatan hambatan. c. Fungsi pengolahan. Fungsi pengolahan merupakan kegiatan mengubah bentuk dasar dari produk agar mudah diterima oleh konsumen. 2. Fungsi Pertukaran Fungsi pertukaran merupakan semua kegiatan yang berhubungan dengan pemindahan hak milik suatu barang dan jasa melalui suau proses pertukaran. Fungsi pertukaran meliputi: a. Fungsi penjualan. Fungsi ini menjadi sangta penting dalam upaya memperlancar aliran produk dari tangan produsen sebagai hak milik ke konsumen akhir sebagai pemakai. b. Fungsi pembelian. Fungsi ini merupakan bagian penting dari suatu proses pemasaran produk atau komoditi . usaha pebelian dilakukan oleh pedagang perantara untuk dijual kembali dan oleh produsen untuk dijadikan bahan baku atau masukan dalam proses produksi. 3. Fungsi penunjang Fungsi penunjang dalam pemasaran mengcakup semua kegiatan yang dapat membantu kelancaran proses pemasaran. Fungsi ini meliputi:
21
a. Fungsi pembiayaan. Fungsi ini berperan dalam perencanaan pembiayaan, pelaksanaan, pengawasan, pengevaluasian dan pengendalian pembiayaan. Hal ini ditujukan untuk mengefektifkan pelaksanaan pembiayaan dan mengefisiensikan pengeluaran biaya sampai batas yang tidak mengurangi efektifitas pembiayaan. b. Fungsi penanggungan resiko. Penanggunan resiko merupakan salah satu unsur biaya atau penyedot biaya yang sulit diperkirakan besarnya dalam setiap aktifitas bisnis, baik resiko penurunan produksi maupun resiko penurunan dalam nilai produk atau pendapatan bersih usaha bisnis. c. Fungsi standarisasi dan grading. Standarisasi adalah suatu ukuran tingkat mutu suatu produk dengan menggunakan standar warna, ukuran, bentuk, susunan, ukuran jumlah dan berbagai kriteria lainnya yang dapat dijadikan standar dasar mutu produk. Standarisasi dan grading memiliki peranan yang sangat penting bagi kelancaran sistem pemasaran. Dengan standarisasi dan grading maka suatu produk yang dijual akan memiliki keseragaman mutu berdasarkan grade yang tertera pada label. d. Informasi pasar. Penyediaan informasi pemasaran adalah salah satu fungsi fasilitas pemasaran yang memegang peranan penting dalam melancarkan proses operasi sistem pemasaran, dan dapat memperbaiki tingkat efisiensi proses pemasaran. Peranan informasi pasar sangat penting untuk membantu pengambilan keuputusan yang tepat oleh para pelaku pemasaran karena keputusan yang tepat untuk suatu tindakan harus didasarkan pada data dan fakta fakta yang ada. Dari ketiga fungsi diatas semuanya berguna bagi peningkatan kegunaan barang yaitu kegunaan waktu, tempat, bentuk, dan kegunaan kepemilikan. Fungsi pertukaran meliputi hak milik, penyediaan fisik, menciptakan kegunaan tempat
22
dan waktu serta fungsi pelancar mengciptakan masalah standarisasi dengan grading, penanggungan resiko, kredit dan informasi pasar. 2.2.2
Saluran Tataniaga Proses mengalirkan barang hasil pertanian dari titik produsen ketangan
konsumen akhir dilaukan melalui saluran tataniaga. Dalam tataniaga panjangnya tataniaga akan menempatkan petani pada posisi yang kurang menguntungkan, karena semakin jauh dari pusat pasar maka harga yang diterima akan semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena kurangnya penguasaan informasi pasar, sarana transportasi yang tidak dijangkau atau tidak dimanfaatkan oleh petani produsen. Saluran tataniaga dapat berbentuk sederhana dan dapat pula rumit sekali. Hal ini tergantung pada macam komoditi, lembaga tataniaga dan sistem pasar. Sisitem pasar yang monopoli mempunyai saluran tataniaga yang relatif sederhana dibandingkan dengan sistem pasar yang lain. Berbagai badan atau lembaga yang menyelenggarakan penyaluran barang dari produsen ke konsumen merupakan saluran tataniaga. Hasil pertanian mempunyai saluran tataniaga yang berlainan. Saluran tataniaga suatu barang dapat berubah, berbeda tergantung pada keadaan daerah, waktu dan kemajuan teknologi (soetriono, Suwandari dan Rijanto, 2003) 2.2.3
Lembaga Tataniaga Lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan
taniaga produk pertanian sampai pihak konsumen (Saefudin, 1986). Lembaga tataniaga adalah orang, perusahaan dan lembaga lembaga itu terdiri atas petani produsen, pedagang perantara lembaga pemberi jasa. Produsen tugas utamanya menghasilkan produk pertanian. Pedagang perantara adalah mereka yang membeli
23
dan mengumpulkan produk produk pertanian dari produsen dan menyalurkannya kekonsumen seperti pedagang pengumpul,pedagang grosir, pengecer, koperasi kredit dan eksportir. Lembaga pemberi jasa adalah lembaga atau badan yang memberikan jasa pelayanan kepada petani maupun lembaga tataniaga dalam melakukan suatu usaha atau kegiatan seperti perusahaan pengangkutan dan perusahaan pengudangan. Saluran tataniaga (marketing channel) adalah saluran yang digunakan untuk menyampaikan barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen, dimana di dalamnya terlibat beberapa lembaga tataniaga (Limbong dan Sitorus 1987). Setiap pelaku tataniaga akan memperoleh keuntungan yang berbeda dalam proses tataniaga. Beberapa faktor penting perlu dipertimbangkan dalam pemilihan saluran tataniaga yaitu ; 1. Pertimbangan pasar, meliputi konsumen akhir dengan melihat potensi pembeli, geografi pasar, kebiasaan pembeli, dan volume tataniaga. 2. Pertimbangan barang, meliputi nilai barang per unit, besar, berat, harga, tingkat kerusakan, dan jenis barang. 3. Pertimbangan interen perusahaan, meliputi sumber permodalan, pengalaman manajemen, pengawasan, penyaluran dan pelayanan. 4. Pertimbangan terhadap lembaga dalam rantai tataniaga, meliputi segi kemampuan lembaga perantara dan kesesuaian lembaga perantara dengan kebijakan perusahaan. Semakin jauh jarak pasar antara produsen dan konsumen akan mengakibatkan panjangnya rantai tataniaga serta banyaknya fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan. Selain itu banyaknya jumlah lembaga yang terlibat
24
dalam saluran tataniaga juga dipengaruhi oleh sifat komoditinya apakah cepat rusak atau tidak. Komoditi yang cepat rusak membutuhkan rantai tataniaga yang pendek dan harus dengan cepat diolah atau langsung diterima oleh konsumen. Kemudian saluran tataniaga tergantung pula pada skala produksi. Bila produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil, maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula, dan akan tidak menguntungkan bila produsen menjual langsung ke pasar. Dalam keadaan yang demikian kehadiran pedagang perantara diharapkan, dan saluran yang akan dilalui produk cenderung panjang. Kekuatan modal dan sumberdaya yang dimiliki juga berpengaruh bagi keterlibatan lembagalembaga tersebut dalam saluran tataniaga karena produsen atau pedagang yang posisi modalnya kuat akan dapat melakukan lebih banyak fungsi tataniaga sehingga tataniaga dapat diperpendek. Menurut Kohls dan Uhl (2002), pendekatan kelembagaan (the institutional approach) lebih menekankan kepada orang atau lembaga tataniaga yang menjadi pelaku aktivitas (fungsi-fungsi) tataniaga. Pelaku aktivitas tataniaga dalam produk pertanian dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Pedagang perantara (merchant middleman) yang terdiri dari pengecer (retailers) dan grosir (wholesalers). Pedagang perantara mempunyai hak dan kepemilikan atas produk yang mereka tangani dan melakukan aktivitas jual beli untuk memperoleh keuntungan bagi mereka sendiri. Pengecer membeli produk dan menjualnya secara langsung kepada konsumen akhir. Grosir membeli secara langsung dari petani atau pedagang pengumpul lalu menjual kepada pengecer, grosir di kota lain atau kepada industri pengolahan.
25
2. Agen perantara (agent middleman) yang terdiri dari makelar (brokers) dan komisioner (comission man). Agen perantara bertindak hanya sebagai wakil dari klien mereka dan tidak memiliki hak dan kepemilikan atas produk yang mereka tangani. Agen perantara memberikan jasa penjualan atau pembelian karena keahliannya dalam tawar menawar dan mempunyai pengetahuan pasar. Agen memperoleh pendapatan dalam bentuk upah dan komisi. Komisioner mempunyai wewenang yang lebih banyak karena dapat menangani produk secara fisik, mengatur waktu penjualan dan tugas-tugas lainnya tetapi makelar mempunyai wewenang yang lebih terbatas dan tidak menangani produk secara fisik serta mengikuti peraturan dari klien. 3. Perantara spekulatif (speculative middleman) yaitu perantara yang mempunyai kepemilikan atas produk dengan tujuan utama memperoleh keuntungan dari pergerakan harga. Perantara spekulatif berperan dalam mengambil risiko fluktuasi harga dengan penanganan minimum pada produk. 4. Pengusaha pengolahan dan pabrik (processors and manufacturers) yaitu pihak yang melakukan pengolahan secara fisik dan mengubah bentuk produk pertanian primer menjadi bahan setengah jadi atau produk akhir. Aktivitas pabrik pengolah menambah kegunaan waktu, tempat, bentuk, dan kepemilikan. 5. Organisasi pemfasilitasi (facilitative organizations) yang berperan untuk membantu atau memperlancar berbagai pelaku tataniaga dalam melakukan tugasnya. Fasilitator melakukan aktivitas seperti membuat peraturan-peraturan, kebijakan, asosiasi, jasa pengangkutan produk atau fungsi fasilitas spesifik lainnya.
26
2.2.4
Margin Tataniaga dan Farmer’s Share Azzaino (1982) menyatakan bahwa margin tataniaga merupakan selisih
harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima patani, margin tataniaga berbeda-beda antara satu komoditi dengan komoditi yang lainnya dikarenakan untuk setiap produksi mempunyai jasa pemasaran berbeda-beda seperti pengolahan, pengangkutan komoditi dari produsen ke konsumen akhir. Berubahnya jumlah barang dipasaran dapat menyebabkan berubahnya margin tataniaga. Margin tataniaga merupakan selisih antara suatu produk yang dibayar oleh konsumen dengan harga produk yang diterima oleh produsen. Perbedaan harga terdiri dari biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pedagang melalui fungsi tataniaga yang dilakukan dan keuntungan tataniaga yang diperoleh semua lembaga tataniaga yang berperan dalam memasarkan produk tersebut dari produsen ke konsumen. Farmer’s share adalah besarnya bagian dari harga produk pertanian yang dibayar oleh konsumen akhir yang diterima oleh petani atau imbalan yang diterima oleh petani atas usaha taninya. Keuntungan tataniaga yaitu keuntungan yang diperoleh setelah dikurangi dengan keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga dalam menyalurkan barang dari produsen ke konsumen dengan persamaan :
27
K=M-B Keterangan : K
= Keuntungan tataniaga
M
= Margin tataniaga
B
= Total biaya pada lembaga tataniaga
2.2.5
Biaya Tataniaga Menurut Hamit (1972). Biaya tataniaga merupakan biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam proses pergerakan barang dari tangan produsen ke tangan konsumen. Biaya-biaya itu meliputi biaya pengangkutan, penyimpangan, buruh, resiko-resiko, bunga kredit, pengolahan dan biaya pajak. Besar kecilnya biaya tataniaga tergantung dari besar kecilnya kegiatan lembaga tataniaga, jumlah fasilitas yang diperlukan dalam proses pergerakan barang, panjang pendeknya saluran tataniaga dan jarak dari pasar (anatar produsen dan konsumen). Biaya tataniaga merupakan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pemasaran (Soetrino dkk, 2003). Besarnya biaya tatniaga berbeda antara satu dan yang lainnya. Perbedaan ini disebabkan oleh jenis komoditi, lokasi pemasaran dan jenis lembaga tataniaga dan efektifitas tataniaga yang dilakukan. Makin efektif tataniaga yang dilakukan makin kecil biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga. 2.2.6
Efisiensi Tataniaga Saluran tataniaga dikatakan efisien jika memenuhi dua syarat yaitu mampu
mengangkut produk pertanian ke konsumen dengan biaya yang minimal dan mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen pada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan tataniaga. (Mubyarto,
28
1989). Hal ini tergantung dari saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu komoditi dan besarnya keuntungan disetiap tingkat lembaga tataniaga. Syarat pertama dan kedua mempunyai hubungan yang erat karena apabila biaya tataniaga tinggi maka dapat mengurangi keuntungan disetiap tingkat lembaga tataniaga. Soerkartawi (1993) menyatakan bahwa efisiensi tataniaga terjadi jika biaya tataniaga dapat ditekan agar keuntungan tataniaga lebih tinggi dan persentasi perbedaan harga yang dibayar konsumen tidak terlalu tinggi. Untuk mengukur efisiensi pemasaran dihitung dengan menggunakan rumus: B EC =
x 100 % Pr
Keterangan: EC
= Effisiensi Cost
B
= Biaya Tataniaga
Pr
= Price retailer
= Efisiensi biaya tataniaga
= Harga ditingkat pedagang pengecer
Apabila dalam perhitungan diperoleh nilai EC semakin kecil maka sistem biaya tataniaga yang dijalankan dapat dikatakan efisien.
29
2.3. Struktur Pasar dan Perilaku Pasar 2.3 1 Struktur Pasar Struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan atau industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran, deskripsi produk atau diferensiasi produk, syarat-syarat masuk dan sebagainya atau penguasaan pangsa pasar. Menurut Limbong dan Sitorus, 1987.
Struktur pasar dicirikan menjadi
konsentrasi pasar, diferensiasi pasar dan kebebasan untuk keluar masuk pasar. Empat faktor penentu dari karakteristik suatu pasar : (1) jumlah atau ukuran perusahaan (2) kondisi atau keadaan produk (3) kondisi keluar masuk pasar dan (4) tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh partisipan dalam tataniaga, misalnya biaya, harga, dan kondisi pasar antara partisipan (Dahl dan Hammond 1977). Dahl dam Hammond mengemukakan lima jenis struktur pasar pangan dan serat dengan berbagai karakteristiknya diantaranya yaitu pasar persaingan sempurna, pasar persaingan monopolistic, pasar oligopoly murni, pasar aligopoli diferensiasi dan pasar monopoli. 2.3.2 Perilaku Pasar Perilaku pasar menentukan bagaimana pola pasar yang terbentuk dan hubungan antara para pelaku pasar dalam penjualan dan pembelian suatu komoditas. Menentukan strategi yang dilakukan oleh pelaku-pelaku tataniaga dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi. Seperti cara pembayaran yang harus dilakukan dalam proses jual beli. Lebih spesifik perilaku pasar dapat menentuka dan menjelaskan bagaimana praktik penjualan dan pembelian,
30
kerjasama antar lembaga tataniaga, sistem penentuan harga serta sistem pembayaran. 2.4. Penelitian Terdahulu Beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan tentang tataniaga kentang diantaranya penelitian oleh Adang Agustian dan Henny Mayrowani (2008), mengenai pola distribusi komoditas kentang di Kabupaten Bandung, Jawa Barat diketahui terdapat 2 jenis kentang yang dipasarkan yaitu kentang Granola dan kentang Atlantik. Pada pola pemasaran kentang Granola terdapat tiga saluran tataniaga yaitu : Saluran tataniaga I terdiri dari : PetaniPedagang pengumpul desa-antar Desa (tengkulak) Pedagang pengepul/pedagang besar daerah sentra produksi Pedagang pasar induk Konsumen. Saluran tataniaga II terdiri dari: Petani Pedagang pengumpul Desa- antar Desa (tengkulak)Pedagang besar daerah/sentra produksi Pedagang luar kabupaten Konsumen Saluran tataniaga III terdiri dari: Petani Pedagang pengumpul daerah-antar Desa(tengkulak) Pedagang pengepul/pedagang besar daerah atau sentra produksiPedagang lokal kabupaten terdekat Konsumen. Selain ketiga saluran tataniaga tersebut di atas terdapat pula satu saluran tataniaga lain dimana kentang yang dipasarkan berasal dari pedagang luar daerah sentra produksi dengan saluran tataniaga sebagai berikut: Saluran: Pedagang luar daerah sentra produksi Pedagang pengepul/pedagang besar daerah atau sentra produksi Pedagang pasar induk/pedagang luar kabupaten/pedagang lokal kabupaten terdekat Konsumen.
31
Pada pola pemasaran kentang Atlantik, petani menjalin kemitraan dengan PT Indofood FM, Sehingga hanya terdapat satu saluran tataniaga sebagai berikut: Saluran: Petani kentang Kelompok Tani PT Indofoof FM. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui, bahwa harga yang diterima petani kentang Granola sesuai dengan harga pasar yaitu berkisar antara Rp. 2.500,00/kg himgga Rp. 2.800,00/kg. Harga ini relatif lebih rendah dari harga jual kentang Atlantik. Harga jual kontrak dengan PT Indofood FM, Rp 3.800/kg dan setelah diperhitungkan biaya pemasaran dan penyusutan serta fee kelompok, maka harga bersih yang diterima petani berkisar antara Rp. 3.300/kg hingga Rp. 3.450, 00/kg Berdasarkan nilai marjin pemasaran, maka pola pemasaran kentang Atlantik dengan saluran tataniaga yang pendek lebih efisien dibandingkan dengan pola pemasaran kentang Granola dengan saluran tataniaga yang relatif lebih panjang dimana marjin pemasaran kentang Atlantik lebih kecil dibandingkan marjin pemasaran pada pemasarn kentang Granola. Marjin pemasaran kentang pada pemasaran kentang atlantik sebesar Rp 400, 00/kg sedangkan marjin pemasaran kentang Granola sebesar Rp. 500, 00/kg. Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil tersebut di atas adalah bahwa dalam pemasaran kentang terdapat beberapa saluran pemasaran yang dapat digunakan dan melibatkan beberapa pedagang perantara agar pertanian yang dihasilkan bisa sampai ke konsumen baik konsumen rumah tangga maupun konsumen industri. Pada umumnya saluran pemasaran yang pendek lebih efisien dibandingkan dengan saluran pemasaran yang panjang. Suatu saluran pemasaran dapat dikatakan efisien apabila nilai marjin tataniaga yang diperoleh rendah dan
32
nilai farmer’s share tinggi. Sedikitnya lembaga tataniaga yang terlibat dalam penyampaian akan produk-produk pertanian di Timor Leste, menimbulkan keinginan peneliti untuk melakukan penelitian mengenai sistem tataniaga kentang di Hatu-Builiko yang merupakan salah satu sentra produksi kentang di Kabupaten Ainaro, Timor Leste.
33
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Konseptual Tataniaga dalam kegiatannya melibatkan pertanian yang dihasilkan
banyak pihak karena produk
petani tidak semuanya dijual langsung kepada
konsumen. Tataniaga dianalisis semua aktifitas bisnisnya dimulai dari produk keluar dari tangan produsen primer dan keterlibatan lembaga-lembaga tataniaga hingga pengaliran produk ke tangan konsumen. Lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat berperan dalam memberikan perlakuan khusus terhadap produk pertanian dan menyalurkan produk ketangan konsumen dengan melakukan beberapa tugas diantaranya mencari pembeli dan mengalihkan kepemilikan, melakukan penyusunan
dan
penyimpanan
akan
produk,
melakukan
penyortiran,
pengempakan, dan pengolahan, menyediakan pembiayaan untuk tataniaga dan pemgambilan resiko serta
melakukan
pemilahan terhadap produk dan
menyajikannya kepada konsumen. Gambaran beberapa saluran pemasaran komoditi pertanian bisa terbentuk seperti pada Gambar 3.1
34
PETANI
PETANI
PETANI
PETANI
PEDAGANG PENGUMPUL GROSIR PEDAGANG GROSIR
PENGECER
KONSUMEN
KONSUMEN
PENGECER
PENGECER
KONSUMEN
KONSUMEN
Gambar 3.1. Pola saluran pemasaran komoditi pertanian Petani dalam menghasilkan produk selalu berinteraksi dengan pasar dan lembagalembaga perantara guna mendapatkan profit. Pemasaran komoditi kentang tidak terlepas dari campur tangan lembaga-lembaga pemasaran atau tataniaga. Tataniaga yang baik tentu saja akan memberikan tingkat efisiensi yang baik untuk semua pihak. Tataniaga dikatakan efisien jika mampu mengangkut produksi kentang ke tangan konsumen akhir dengan biaya yang minimal dan mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen pada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan tataniaga. Untuk mewujudkan sistem tataniaga yang efisien tentu saja ada transaksi jual beli produk dengan pembagian keuntungan yang merata bagi semua lembaga yang terlibat. Pembeli memperoleh komoditi yang diinginkan pada waktu, bentuk dan harga yang sesuai.
35
Penetapan harga yang efektif tergantung dari seberapa baik pembeli dan penjual memperoleh informasi. Struktur pasar yang diberlakuan pada suatu produksi pertanian mempengaruhi penentuan harga. Misalnya pada pasar persaingan sempurna, kedudukan petani lemah dalam penentuan harga. Hal ini disebabkan karena jumlah petani banyak dan komoditi yang sama bebas keluar masuk pasar sehingga pedagang akan menetukan harga berdasarkan harga yang berlaku di pasar. Sebaliknya jika terdapat hambatan bagi pedagang daerah lain untuk bebas keluar masuk suatu pasar maka sifat pasarnya lebih ke pasar oligopsoni karena dimungkinkan adanya kolusi terselubung antar pedagang pengumpul yang menguasai pasar. Semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses tataniaga akan memberikan keuntungan yang kecil ditingkat petani karena lembaga tataniaga akan mengontrol harga yang berlaku dipasar. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Pada kegiatan sistem tataniaga kentang di kecamatan Hatu-Builiko Kabupaten Ainaro, diperlukan pasar komoditi kentang dan dipasar komoditi ini melibatkan beberapa lembaga tataniaga. Diantara lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam produk kentang ini terbentuk adanya perbedaan harga mulai dari tingkat produsen sampai pada lembaga yang menyalurkan ke konsumen akhir.
Penelitian ini akan menganalisis berapa besar tingkat perbedaan dari
masing masing lembaga tataniaga dalam harga yang ditentukan. Penelitian dalam sistem tataniaga kentang ini menggunakan analisis kualitatif dan kuantitaif. Analisis kualitatif akan menganalisis mengenai saluran tataniga dan fungsi tataniaga, struktur pasar dan perilaku pasar mulai dari petani
36
sampai dengan pedagang akhir yang menyalurkan produk kentang ke tangan konsumen. Sementara untuk analisis kuantitatif akan menganalisis mengenai margin tataniaga untuk mengetahui perbedaan harga dimasing masing lembaga tataniaga yang terdiri dari biaya tataniaga dan keuntungan tataniga dan menganalisis mengenai farmer’s share untuk mengetahui perbandingan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir dan dinyatakan dalam persentase. Untuk mengetahui efisiensi tataniaga kentang di Hatu-Builiko akan dihitung atau diukur melalui efisiensi operasional dengan memperhatikan dan mengetahui nilai marginal tataniaga dan farmer’s share. Dalam efisiensi opersional akan diketahui berapa
biaya minimum yang digunakan dalam proses fungsi dasar tataniaga
seperti penyimpanan yang mungkin dilakukan oleh semua lembaga yang terlibat dalam proses tataniaga, kegiatan mengubah bentuk dasar dari produk
atau
pengolahan, transportasi atau pengangkutan dan distribusi dari produsen sampai ke konsumen akhir. Setelah mengetahui hasil dari efisiensi operasional bisa ditentukan saluran tataniaga mana yang efisien yang dapat memberikan farmer share yang memadai bagi petani dan harga yang diterima tidak terlalu berbeda atau tetap dalam setiap produksi yang dihasilkan.
37
Petani Kentang
Harga Kentang ditingkat Petani (Tataniaga kentang)
Lembaga Tataniaga Kentang : pedagang pengumpul, pedagang grosir dan pedagang pengecer
pe ppedagang
Data Kualitatif
Data Kuantitatif
1. Saluran tataniaga dan lembaga lembaga tataniaga 2. Fungsi Tataniaga 3. Struktur pasar dan perilaku pasar
1. Margin tataniaga 2. Farmer’s share
Efisiensi Tataniaga
Efisiensi operasional 1. Margin tataniaga 2. Farmer’s share
Saluran tataniaga yang efisien Gambar 3. 2. Kerangka Pemikiran Operasional
38
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Kecamatan Hatu-Builiko Kabupaten Ainaro,
Timor Leste. Lokasi penelitian merupakan sentra produksi kentang di Kabupaten Ainaro. Waktu penelitian dan pengumpulan data dilakukan pada bulan Januari 2014 – 20 Maret 2014 4.2
Metode Pengambilan Sampel
1. Metode Penentuan Sampel Lokasi Pemilihan dan penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja atau purposive sampling yaitu daerah yang dipilih merupakan daerah dengan sentra produksi kentang terbesar dari daerah lain dikabupaten Ainaro dan juga daerah ini masih bisa dikembangkan untuk jangka waktu yang lama. 2. Metode penentuan sampel petani dan pedagang a. Penentuan sampel petani atau responden petani dalam penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu sengaja memilih responden petani yang mengusahakan kentang dengam luas lahan ≤ 500m2. Pada saat penelitian dilaksanakan ditemukan jumlah petani yang menggunakan lahan untuk usaha tani kentang seluas 500 m2 sampai 1000 m2 sebanyak 20 orang sehingga jumlah petani ini diambil semua sebagai responden dalam penelitian ini. b. Penentuan sampel pedagang atau responden pedagang. Dalam penentuan sampel responden pedagang dengan menggunakan metode snowball sampling karena jumlah populasi pedagang tidak diketahui. Oleh karenanya pedagang dipilih berdasarkan informasi mulai dari kentang terlepas dari petani hingga ke
39
konsumen akhir. Pedagang yang ditunjuk dan dipilih merupakan pedagang yang benar-benar tahu tentang distribusi kentang dari Kecamatan Hatu-Builiko hingga sampai ke konsumen akhir. 4. 3 Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dengan kuisioner. Teknik pengumpulan data yaitu
dengan
melakukan
survey
atau
pengamatan
langsung
dengan
mewawancarai petani dan lembaga tataniaga yang terlibat langsung dalam saluran tataniaga kentang. Selain wawancara, data juga dikumpulkan dengan merekam semua pembicaran yang dilakukan saat penelitian. Data primer ini merupakan data kuantitatif yang merupakan informasi yang dikumpulkan di lapangan dan dinyatakan dalam bentuk angka-angka yang dapat dihitung.
Sedangkan data
Sekunder diperoleh dari tinjauan pustaka dari berbagai referensi pendukung. Data sekunder juga bisa berupa data produksi, data luas lahan, produktivitas, dan harga yang diperoleh dari Direktorat Jendral Hortikultura pusat (Dirasaun Nasional de Horticultur, MAF) dan Dinas Pertanian Tanaman Hortikultura Kabupaten Ainaro (Dirasaun de Horticulrura Distritu Ainaro) . Serta badan pusat statistik (Dadus Statistica Nasional Ministerio Agricultura e Pesca, Timor Leste ). 4.4
Metode Analisis Data Dalam penelitian ini menganalisis dan mengolah data
kualitatif dan
kuantitatif, hasil analisis dari data kualitatif dan kuantitatif kemudian diinterpretasikan kedalam pembahasan secara deskriptif. Analisis dengan metode kualitatif digunakan untuk menganalisis saluran kelembagaan tataniaga yang mengusahakan tataniaga kentang mulai dari terlepasnya produk dari konsumen
40
hingga produk ke konsumen akhir, analisis bagaimana fungsi tataniaga itu bekerja, bagaimana bentuk dan perilaku pasar yang ada di lokasi penelitian. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan untuk menganalisis efisiensi tataniaga yaitu analisis margin tataniaga dan farmer’s share. 4.4.1 Analisis Saluran Tataniaga dan Fungsi Tataniaga Menganalisis saluran tataniaga dengan melakukan identifikasi terhadap seluruh pelaku pasar yang terlibat dalam penyampaian komoditi kentang dari tempat produksi atau produsen sampai kepada konsumen akhir. Analisis saluran juga mengidentifikasi berapa banyak tingkatan lembaga dalam suatu saluran tertentu, dan alasan petani dalam memilih suatu saluran tertentu. Dengan hasil pengamatan tersebut
bisa menggambarkan pola saluran tataniaga di lokasi
penelitian. Menganalisis fungsi tataniaga dengan mengamati kegiatan yang dilakukan oleh petani dan lembaga tataniaga yang terlibat dalam tataniaga kentang di Kecamatan Hatu-Builiko dalam menyalurkan produk ke konsumen akhir. Setiap fungsi tataniaga diidentifikasi manfaatnya dalam menciptakan kegunaan. Fungsi tataniaga yang dilakukan meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. 4.4.2 Analisis Struktur Pasar Analisis struktur pasar kentang dapat dilakukan dengan mengamati saluran tataniaga, jumlah petani, dan lembaga tataniaga yang terlibat (penjual dan pembeli), sifat dan jenis produk, kebebasan keluar masuk pasar dan akses terhadap informasi pasar. Sebagai contoh semakin banyak jumlah penjual dan pembeli dan semakin kecil jumlah barang yang diperjual belikan oleh setiap
41
lembaga tataniaga, maka struktur pasar tersebut mendekati kesempurnaan dalam persaingan. Dengan menganalisis struktur pasar maka akan diketahui struktur pasar seperti apa yang terbentuk pada tataniaga kentang yang diproduksi petani di Kecamatan Hatu-Builiko. 4.4.3 Analisis Perilaku Pasar Analisis perilaku pasar kentang dilakukan dengan mengamati strategi yang dilakukan oleh masing-masing pelaku tataniaga dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi. Secara lebih spesifik analisis perilaku pasar dapat dilakukan dengan mengamati praktik penjualan dan pembelian, kerjasama antar lembaga tataniaga, sistem penentuan harga , dan bagaimana cara pembayaran yang diberlakukan pada tataniaga kentang yang diproduksi petani di Kecamatan HatuBuiliko. 4.4.4 Margin Tataniaga dan Farmer’s Share Margin tataniaga adalah suatu analisis yang bertujuan untuk mengetahui komponen biaya tataniaga dan margin keuntungan dari setiap lembaga tataniaga yang terlibat. Margin total dapat dihitung dengan menjumlahkan margin dari setiap lembaga tataniaga (Tomek dan Robinson 1990). Secara matematis, margin tataniaga dapat dirumuskan sebagai berikut : Mtot = Pr– Pf =
=1
Dimana : Mtot = margin total (Rp/kg) Pr = harga pembelian oleh konsumen akhir (Rpkg) Pf = harga penjualan oleh petani (Rp/kg) Mi = margin tataniaga tingkat ke- i (Rp/kg) ni = jumlah tingkatan lembaga tataniaga yang terlibat
42
Margin tataniaga untuk tiap lembaga tataniaga (Mi) dapat dihitung dengan dua cara yaitu pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian, atau dengan penjumlahan biaya dan keuntungan pemasaran, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut : Mi = Psi - Pbi ………………………………. .(1) Mi = Ci + πi ………………………………… (2) Dengan demikian, πi = Mi - Ci …………………………………. (3) Jadi besarnya margin tataniaga adalah : Mi = Σmi i= 1,2,3,…….n ……………………(4) Dimana : mi = Margin tataniaga pada lembaga ke-i Psi = Harga penjualan lembaga tataniaga ke-i Pbi = Harga pembelian lembaga tataniaga ke-i Ci = Biaya tataniaga lembaga tataniaga ke-i πi = Keuntungan lembaga tataniaga ke-i Mi = Total margin tataniaga Persentase margin tataniaga pada tingkat ke- i dapat dihitung dengan membagi margin pada tingkat ke-i dengan harga pembelian oleh konsumen akhir. Dengan menggunakan rumus, dapat dituliskan sebagai berikut :
Mi Mi (%) =
x 100 Pf
43
Dimana: Mi (%)=
Margin persentase
Mi
=
Margin tataniaga
Pf
=
Harga ditingkat petani
Untuk mengetahui harga yang diterima petani (farmer’s share) digunakan rumus sebagai berikut : Pf Fsi =
x 100
Dimana: Fsi : Persentase harga yang diterima petani Pf : Harga ditingkat petani Pr : Harga ditingkat konsumen Nilai farmer’s share berbanding terbalik dengan margin tataniaga yaitu jika farmer’s share rendah, berarti margin tataniaga tinggi, sebaliknya jika farmer’s share tinggi berarti margin tataniaga rendah. Jumlah farmer’s share dan persentase margin total tataniaga adalah 100 persen. 4.5
Defenisi Operasional Menjelaskan Definisi masing masing konsep secara operasional adalah
sebagai berikut: 1. LembagaTataniaga Lembaga tataniaga merupakan lembaga lembaga yang melakukan proses pemasaran kentang mulai dari produsen hingga konsumen akhir diantanya adalah:
44
a. Petani. Merupakan kumpulan Petani kentang yang menanam kentang dan menjual produk kentang. b. Pedagang pengumpul Merupakan pedagang yang melakukan pembelian dari petani dan menyalurkan produk kentang kepada konsumen atau kepada pedagang pengecer maupun pedagang grosir c. Pedagang grosir Merupakan pedagang kentang yang biasanya membeli kentang dalam jumlah banyak dan melakukan fungsi tataniaga kemudian menyalurkan kepada pedagang pengecer atau menjual kepada konsumen. d. Pedagang pengecer Merupakan pedagang yang biasanya menerima produk kentang yang disalurkan dari pedagang pengumpul maupun pedagang grosir kemudian diteruskan ke konsumen akhir. 2. Harga Jual Petani Merupakan harga yang diterima petani dari pembeli baik dari pedagang pengumpul maupun pedagang grosir dan merupakan harga rata-rata yang diterima petani dalam (Rp/kg). 3. Harga Beli Pedagang. Merupakan harga rata-rata produk perkilogram yang dibeli dari petani atau pedagang perantara sebelumnya dalam (Rp/kg). 4. Harga Jual Pedagang.
45
Merupakan harga rata-rata produk per-kilogram yang dijual pedagang kepada pedagang lainnya atau kepada konsumen akhir. 5. Margin Tataniaga Merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani yang dinyatakan dalam Rp/kg atau persentase. 6.
Biaya Tataniaga Merupakan biaya yang dikeluarkan dalam mendistribusikan produk dari sentra produksi sampai ke konsumen akhir dinyatakan dalam Rp/kg.
7.
Keuntungan Tataniga Merupakan selisih antara biaya jual dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan tataniaga hingga produk sampai ke konsumen akhir.
46
BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1
Keadaan wilayah dan Keadaan Penduduk
5.1.1 Keadaan Wilayah Kecamatan Hatu-Builiko Kecamatan Hatu-Builiko merupakan bagian wilayah Kabupaten Ainaro, Timor Leste. Kecamatan ini merupakan kecamatan yang terletak di dataran tinggi di bawah kaki Gunung Ramelau dengan suhu rata-rata 18°-24° C. Suhu rata-rata seperti ini sangatlah cocok untuk mengusahakan tanaman hortikulture terlebih sayur-sayuran seperti kentang, kol, bawang, cabe dan jenis sayuran lainnya. Kecamatan Hatu-Builiko memiliki batas-batas administrasi sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan Letefoho. Sebelah selatan berbatasan dengan Hatu-udo Sebelah barat berbatasan dengan Ainaro Sebelah timur berbatasan dengan Maubisi. Kecamatan Hatubuiliko merupakan wilayah di Kabupaten Ainaro dengan luas Kecamatan adalah 180 km. Letak geografis Kecamatan Hatu-Builiko berada kurang lebih 20 km dari pusat Kabupaten Ainaro dan 25 km dari pusat pasar induk Maubisi. Jarak dari Ibukota Dili adalah 100 km. Kecamatan Hatu-Biliko bertopografi berbukit dan bergunung, dengan ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut. Keadan iklim Kecamatan Hatu-Builiko sama dengan keadaan wilayah Timor Leste pada umumnya yaitu beriklim tropis dengan musim kemarau dan musim hujan. Rata-rata suhu udara di Kecamatan Hatu-Builiko berkisar antara 16°-30°c. Dengan keadaan iklim yang demikian, tanaman kentang sangat cocok dikembangkan didaerah ini. Kentang akan tumbuh dengan baik pada suhu
47
berkisar antara 16°-18°c di siang hari dan antara 18°-24°c pada malam hari terlebih didaerah pegunungan seperi di Hatu-Builiko. Dengan keadaan yang memenuhi syarat tumbuhnya kentang dan dengan pengawasan extensionista atau penyuluh lapangan banyak sekali petani yang mengalihkan fungsi lahannya dan memilih lebih banyak membudidayakan kentang sehingga kentang menjadi produk unggulan di wilayah Hatu-Builiko, Terlebih lagi petani Hatu-Builiko sering mendapatkan bantuan pemerintah dalam hal penyediaan bibit kenang dan pupuk gratis. 5.1.2 Keadaan Penduduk Kecamatan Hatu-Builiko 1. Jumlah penduduk Jumlah Penduduk Menurut jenis kelamin di Kecamatan Hatu-Builiko didasarkan pada .Distribuisaun Populasaun Tuir Area Administrativu atau (Pembagian Kependudukan Berdasarkan Pada Daerah Administratif) dapat dilihat pada Tabel 5.4 Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Rasio di Kecamatan Hatu-Builiko Daerah Jumlah Penduduk (jiwa) Sex Rasio Laki-Laki Perempuan Jumlah Mulo 3.123 3.151 6.274 99,11 Nuno-Moque 1.701 1.693 3.394 100,47 Mau-Chiga 1.154 1.128 2.282 102,30 Total Penduduk 5.978 5.972 11.950 100,10 Sumber: Dirrecao Nacional de Statistica (DPAA Volume 2). 2010 Berdasarkan Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa menurut laporan Badan Stataistik Nasional ( Dirrecao Nacional de Statistica, Distribusaun Populasaun Area e Aministrativu Volume 2) penduduk Kecamatan Hatu-Builiko pada tahun 2010 berjumlah 11.950 jiwa yang terbagi menjadi penduduk laki-laki berjumlah 5.978 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 5972 jiwa mencakup tiga suku
48
yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Hatu-Builiko dengan rasio jenis kelamin pada tahun 2012 sebesar 100,10. Dengan jumlah penduduk laki-laki yang lebih banyak dari jumlah penduduk perempuan akan mendukung berkembangnya usahatani kentang. Dalam prakteknya petani kentang
yang
menanam kentang di Kecamatan Hatu-Builiko semuanya adalah petani laki-laki. 2. Keadaan penduduk Berdasarkan Pada Umur Penduduk Hatu-Builiko berdasarkan pada umur menurut Dirrecao Nacional de Statistica Timor Leste atau Badan Statistik Nasional Timor Leste membagi golongan umur produktif dan non produktif ke dalam dua golongan. Golongan umur produktif adalah golongan umur antara 15- 65 tahun. Sementara golongan umur non produktif adalah umur yang dimulai dari 0-14 tahun dan golongan umur di atas 65 tahun. Komposisi umur berdasarkan golongan dapat dilihat pada Tabel 5.5 Tabel 5.5. Komposisi Penduduk Kecamatan Hatu-Builiko Menurut Umur No. Kelompok Umur Jenis Kelamin Jumlah (Tahun) (Laki-laki) (Perempuan) (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa) 1. 0-14 2.825 2.834 5.659 2. 15-65 2.923 2.822 5.749 3. ≥ 65 230 316 546 Total Penduduk 5.978 5.972 11.950 Sumber: Dirrecao Nacional de Statistica Timor Leste, 2010 Berdasarkan Tabel 5.5 dapat dilihat bahwa jumlah usia produktif di kecamatan Hatu-Builiko terbesar pada usia produktif penduduk laki-laki yaitu sebesar 2.923 jiwa, hal ini menunjukan bahwa tenaga kerja yang digunakan untuk melakukan ushatani kentang cukup memadai dan berpotensi untuk dikembangkan
termasuk
didalamnya
penyerapan
teknologi
baru
guna
memajukan usahatani kentang yang dilakukan petani di Kecamatan Hatu-Builiko
49
sehinga upaya pengembanan usahatani kentang bisa berjalan dengan lebih baik. Penduduk Kecamatan Hatu-Builiko lebih banyak yang berusia diantara 15-65 tahun bila dijumlah antara penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan. yaitu sebesar 5.749 jiwa dan jumlah terbanyak ini berada pada usia produktif. 5.2 Keadaan usahatani kentang Kentang merupakan salah satu komoditi unggulan diantara komoditi sayuran di Kecamatan Hatu-Builiko, Kabupaten Ainaro. Komoditi kentang termasuk dalam program Kementerian Pertanian Timor Leste yang mendapat perhatian penuh untuk dikembangkan. Karena menjadi prioritas utama Pemerintah dengan slogan “Agricultor kuda Governo Sosa” (Petani menanam Pemerintah Membeli) menjadikan wilayah Hatu-Builiko sebagai wilayah dengan sentra produksi kentang di Kabupaten Ainaro. Pemerintah Timor Leste melalui Kementerian Pertanian juga menjadikan Kecamtan Hatu-Builiko sebagai kecamatan pelopor untuk menanam kentang dengan bantuan pemerintah. Selain topografi yang cocok untuk menanam kentang daerah ini juga berpotensi untuk dikembangkan dengan menanam berbagai macam tanaman hortikultura lainnya. Usahatani kentang di Kecamatan Hatu-Builiko juga mengalami kendala dalam pengembangannya karena fasilitas insfrastruktur yang tidak memadai serta jauhnya wilayah Kecamatan Hatu-Builiko dari pasar induk membuat banyak petani belum berani menggunakan lahan yang luas untuk menanam kentang dalam jumlah yang banyak karena takut mengalami kerugian.
50
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Karekteristil Petani Karakteristik petani responden merupakan gambaran atau latar belakang petani dalam menjalankan usahatani kentang. Sampel petani diambil secara sengaja atau dengan metode purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan alasan-alasan yang dibuat. Petani responden dipilih sebanyak 20 orang dimana petani yang dipilih sedang melakukan kegiatan penanaman kentang dengan luas lahan yang digunakan tidak kurang dari 500 m2. Petani responden tidak hanya menanam kentang tetapi juga melakukan rotasi tanaman lain setelah terjadi panen, seperti kubis, kol serta terong dan sayuran lainnya. Karakteristik petani responden mencakup beberapa hal yaitu umur petani, tingkat pendidikan, pengalaman dalam usahatani kentang serta luas lahan menanam kentang dan status pekerjaan. 1. Umur petani Usia produktif menurut Dadus Statistica Distrito Ainaro atau badan statistik nasional Ainaro adalah dimulai dari usia 15 sampai 65 tahun. Hasil penelitian komposisi umur petani responden dapat dilihat pada Table 6.6 Tabel 6.6. Komposisi Umur Petani Responden di Kecamatan Hatu-Builiko. No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 ≤ 20 4 20 2 21-30 4 20 3 31-40 9 45 4 41-50 1 5 5 51-60 2 10 Total 20 100 Sumber: Data Primer Diolah (2014). Lampiran 9
51
Berdasarkan Tabel 6.6. Umur termuda petani responden di Kecamatan Hatu-Builiko adalah 20 tahun sebanyak empat orang atau sekitar 20 persen dari jumlah petani responden. Sementara umur tertua petani responden adalah 2 orang atau 10 persen dari jumlah petani responden. Komposisi usia produktif petani responden terbesar berada diantara usia 31 sampai usia 40
yaitu sebesar 45
persen. Dengan komposisi umur seperti ini tenaga yang dibutuhkan dalam menjalankan usahatani kentang sangat baik karena topografi lahan yang berbukit harus dikerjakan secara intensif sehingga bisa memberikan hasil yang baik. Dengan melihat komposisi umur petani responden menunjukan bahwa produktifitas usia kerja petani responden sangat baik sehingga menghasilkan hasil yang baik. 2. Pendidikan petani Pendidikan yang dimiliki oleh petani akan mempengaruhi usahatani yang dilakukannya. Banyak petani yang yang mengusahakan usahataninya merupakan keharusan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka. Untuk mendapatkan suatu hasil yang baik dalam usahatani biasanya tingkat pendidikan yang dimiliki dapat dijadikan tolak ukur perkembangan usahatani petani. Persentase dan komposisi tingkat pendidikan petani responden dapat dilihat pada Tabel 6.7 Tabel 6.7. Tingkat Pendidikan Petani Responden di Kecamatan Hatu-Builiko. No Tingkat pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 Tidak sekolah 4 20 2 SD 10 50 3 SMP 6 30 4 SMA 5 Sarjana Total 20 100 Sumber : Data primer diolah (2014)
52
Berdasarkan Tabel 6.7 tingkat pendidikan petani responden masih tergolong rendah karena sebanyak 50 persen petani responden hanya sampai SD atau sebanyak 10 orang. Empat orang petani responden tidak sekolah atau 20 persen . Sementara sebanyak enam orang petani menyelesaikan pendidikan SMP atau sebesar 30 persen. Alasan petani tidak melanjutkan sekolah karena selain lokasi sekolah yang jauh dari tempat mereka juga karena ketidakmampuan untuk membayar biaya sekolah menyebabkan banyak remaja yang putus sekolah dan memilih menjadi petani untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 3. Luas lahan petani Luas lahan sangat menentukan produksi dan keuntungan yang diterima petani dari menanam kentang. Luas lahan yang digunakan untuk usahatani kentang adalah lahan yang dimiliki petani responden sendiri. Dari jumlah luas lahan yang dimiliki petani responden tidak hanya digunakan untuk menanam kentang tapi dirotasi dengan tanaman sayuran seperti kubis, kol, terong, tomat dan sayuran lainnya. Besarnya luas lahan yang digunakan petani responden dapat dilihat pada Tabel 6.8 Tabel 6. 8. Luas Lahan yang Diusahakan Petani Responden di, Kecamatan Hatu-Builiko. No Luas Lahan (M2) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 ≤ 500 2 10 2 501-750 7 35 3 751-1000 11 55 4 >1000 Total 20 100 Sumber : Data primer diolah (2014). Berdasarkan Tabel 6.8 dapat diketahui bahwa sebagian besar
Petani
responden di Kecamatan Hatu-Builiko Kabupaten Ainaro yang mengusahakan kentang dengan luas lahan 751 m2 – 1.000 m2 sebanyak 11 orang atau 55 persen
53
dan petani yang memiliki luas lahan sama dengan 50 m2 sebanyak 2 orang atau 10 persen dari total petani responden dan jumlah petani responden yang memiliki lahan antara 501 m2 - 750 m2 sebanyak 7 orang atau 35 persen. Dengan luas lahan yang digunakan tentu saja biaya yang digunakan juga berbeda. Semakin besar lahan yang digunakan biaya yang digunakan akan semakin besar. 6.2. Karakteristik Pedagang Lembaga tataniaga yang terlibat pada tataniaga kentang Hatu-Buikiko adalah petani pedagang pengumpul, pedagang pengecer dan pedagang grosir. Lembaga-lembaga tataniaga tersebut dalam mendistribusikan kentang. Dalam penelitian
ini
karena
tidak
diketahuinya
populasi
pedagang
sehingga
menggunakan metode Snowball sampling. pedagang responden dipilih adalah 14 orang meliputi 1 orang pedagang pengumpul, 11 orang pedagag pengecer, dan 2 orang pedagang grosir. Karakteristik pedagang responden yang diteliti meliputi umur, tingkat pendidikan dan pengalaman berdagang. 1. Umur pedagang Faktor umur dan kondisi fisik pedagang berpengaruh pada aktifitas tataniaga yang dijalankan karena pada umumnya pedagang akan langsung terlibat dalam semua aktifitas pembelian maupun penjualan. Komposisi umur pedagang responden dapat dilihat pada Table 6.9
54
Tabel 6.9. Komposisi Umur Pedagang Responden yang Terlibat Tataniaga Kentang Di Hatu-Builiko. No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 <25 4 28.57 2 26 – 35 6 42.86 3 36- 45 4 28.57 Total 14 100 Sumber : Data primer diolah (2014). Lampiran 10 Berdasrakan Table 6.9 dapat dilihat bahwa dari 14 pedagang responden yang diambil dalam penelitian semuanya berada pada usia yang produktif. Dengan golongan usia seperti ini semua pedagang responden memiliki peluang yang besar dalam menjalankan tataniaga kentang yang dijalankannya. Usia produktif akan sangat menunjang semua aktifitas dalam sistem tataniaga kentang untuk jangka waktu yang lama. Dari 14 pedagang responden yang diambil terbagi menjadi 1 orang pedagang pengumpul, 11 orang pedagang pengecer, dan 2 orang pedagang grosir. 2. Tingkat pendidikan pedagang Pendidikan yang cukup akan mempengaruhi keputusan yang diambil dalam suatu bisnis serta berani melakukan terobosan-terobosan guna mendapatkan keuntungan atas usaha yang dijalankannya. Tingkat pendidikan juga berperan dalam pengambilan keputusan akan aktifitas yang dijalankan oleh pedagang dan pendistribusikan kentang hingga ke konsumen. Tingkat pendidikan pedagang responden dapat dilihat pada Table 6.10
55
Tabel 6.10. Tingkat Pendidikan Pedagang Responden Pada Sistem Tataniaga Kentang di Kecamatan Hatu-Builiko. No Tingkat pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 SD 2 14,29 2 SMP 7 50.00 3 SMA 2 14,29 4 Diploma 2 14,29 5 Sarjana S1 1 7.13 Total 14 100 Sumber : Data primer diolah (2014) Berdasarkan Tabel 6.10 dapat dilihat dimana tingkat pendidikan pedagang responden masih tergolong rendah, karena sebagian besar pedagang responden tidak menyelesaikan sekolah menenga atas. Dari 14 pedagang responden yang menyelesaikan SD yaitu sebanyak dua orang. Pedagang responden yang lulus SMP tujuh Orang, SMA sebanyak dua orang, diploma dua orang, dan sarjana satu orang. Hal ini menunjukan bahwa hanya pengalaman berdagang serta fisik yang baik yang menjadi andalan dalam menjalankan usaha berdagang dari semua pedagang responden walaupun beberapa diantara pedagang responden ada yang mencapai tingkat diploma dan sarjana. 3. Pengalaman pedagang Pengalaman pedagang responden dapat diketahui dengan melihat berapa lama terlibat dalam sistem tataniaga kentang. Lamanya menjalankan usaha dapat membantu melihat dan memprediksi keadaan pasar sehingga pedagang akan mengambil keputusan dalam menentukan sistem tataniaga dan strategi yang baik bagi usahanya. Komposisi pengalaman berdagang pedagang resoponden dapat dilihat pada Tabel 6.11 berikut:
56
Tabel 6.11. Pengalaman Berdagang Pedagang Responden Tataniaga Kentang Produksi Kecamatan Hatu-Builiko No Pengalaman Berdagang Kentang Jumlah Persentase (Tahun) (orang) (%) 1. 2 2 10 2. 4 2 10 3. 6 5 25 4. 8 4 20 5. 10 7 35 Jumlah Sumber: Data Primer diolah (2014)
20
100
Berdasarkan Tabel 6.11 dapat dilihat sebagian besar pedagang responden telah memiliki pengalaman berdagang lebih dari 10 tahun atau sebesar 35 % yaitu sebanyak 7 orang pedagang responden. Responden pedagang yang mempunyai pengalaman berdagang 2 sampai 4 tahun masing-masing 10 %. Sementara 5 orang pedagang dan 4 orang pedagang masing-masing mempunyai pengalaman berdagang 6 tahun dan 8 tahun. Hal ini menunjukan bawha dengan pengalaman yang dimiliki pedagang akan tahu keadaan pasar termasuk didalamnya perubahan harga maupun kebutuhan konsumen akan produk kentang serta bagaimana menyediakan produk kentang dipasaran. Volume pembelian kentang oleh pedagang pengumpul dari petani maupun pedagang pengecer dan pedagang grosir menentukan
keuntungan rata-rata.
Volume pembelian rata-rata kentang dipetani antara 25 sampai 40 karung sak setiap kali panen dan hal ini dilakukan oleh pedagang pengumpul sementara volume pembelian yang dilakukan oleh pedagang pengecer bervariasi. Volume pembelian yang biasa dilakukan oleh pedagang pengecer dipasar induk dimulai dari 5 karung sak sampai 10 karung sak dari beberapa pedagang pengumpul yang menyalurkan komoditi kentang. Volume pembelian terkecil sebesar 5 karung sak dengan bobot masing masing karung sak adalah 25 kilogram kentang. Sementara
57
pembelian kentang terbesar dari pedagang pengecer dipasar induk Ainaro maupun Maubisi adalah sebesar 10 karung sak kentang. Semakin besar volume pembelian maka semakin besar keuntungan yang diperoleh oleh pedagang pengecer. Besarnya volume pembelian yang dilakukan pedagang pengumpul dan pedagang pengecer berdasarkan hasil penjualan sebelumnya. Pedagang pengecer tidak hanya menjual Kentang tetapi menjual sayuran lainnya seperti kobis, kol, tomat dan lain-lain. Rata-rata pembelian per bulannya bisa mencapai beberapa karung sak untuk pedagang pengumpul maupun pedagang-pedagang pengecer yang tersebar dipasar induk Maubisi maupun Ainaro. Volume pembelian kentang oleh pedagang pengumpul dan pedagang pengecer dapat dilihat pada Tabel 6.12 Tabel 6.12. Volume Pembelian Kentang Pedagang Responden yang Terlibat`Tataniaga Kentang di Kecamatan Hatu-Builiko. Volume Pembelian Pedagang Pedagang Pedagang Karung sak/25 kg Pengumpul Pengecer Grosir ≤5 5 6-10 2 11-15 2 16-20 2 21-25 2 >25 1 Jumlah 1 11 2 Sumber : Data primer diolah (2014) 6.3
Usahatani Kentang di Kecamatan Hatu-Builiko Budidaya kentang
meliputi kegiatan pengolahan lahan, penanaman,
pemupukan serta perlindungan tanaman dan perawatan lain-lain hingga panen. Faktor-faktor produksi yang umumnya dipakai adalah bibit atau benih, pupuk kandang, pupuk kimia, peralatan dan tenaga kerja. Pupuk kandang yang digunakan biasanya kompos, sedangkan pupuk kimia yang digunakan adalah pupuk Urea, TSP, dan KCl
58
Kegiatan tanaman kentang terdiri dari beberapa tahap yaitu persiapan lahan, pembentukan bedengan, pemberian pupuk, penanaman, pemupukan dan panen. Pada usahatani kentang di Kecamatan Hatu-Builiko, luas lahan dimiliki petani responden adalah antara 500 m2 sampai
yang
1000 m2. Petani
responden yang memiliki luas lahan 751 m2 sampai 1000 m2 adalah 11 orang, sementara 9 orang petani memiliki luas lahan yang lebih kecil yaitu berkisar antara 500m2 sampai 750 m2. Periode panen kentang
dilakukan oleh tenaga kerja pria, biasanya
berjumlah tiga sampai empat orang. Pemanenan dilakukan secara manual yaitu menggali tanah dan mencabut akar sampai didalam tanah kemudian kentang dibersihkan dan dikumpulkan dalam Lafatik atau penampung kentang tradisioanl. Petani melakukan panen dan dibantu tenaga kerja luar termasuk pembersihan dan pengangkutan hasil ke rumah petani dengan membayar upah tenaga kerja. Tenaga kerja yang digunakan tergantung pada luas lahan yang diusahakan. untuk hasil panen dari 1000 m2 dengan jumlah tenaga kerja tiga sampai empat orang. Periode panen dilakukan pada hari ke 90 sampai hari ke 120 kentang ditanam, setelah pemanenan kentang petani tidak melakukan penanaman kentang tetapi dirotasi dengan sayuran lain seperti kubis, kol, dan tomat. Rotasi tanam setelah terjadi panen bertujuan untuk menjaga kesuburan tanah. Untuk bibit kentang biasanya petani membeli dari balai pembibitan yang terdapat di Kecamatan HatuBuiliko yang dilakukan oleh sektor pribadi dengan pengawasan dari pihak pemerintah dalam hal ini pihak Extensionista atau bidang penyuluh lapangan agar petani memperoleh bibit yang direkomendasikan, ada juga petani yang melakukan pembibitan sendiri namun biasanya dilakukan dalam bentuk kelompok. Bibit
59
kentang bisa diperoleh dengan harga US$ 3.00 atau Rp 30.000 per kg. Alasan petani membeli bibit dari pihak pembibitan setempat karena petani tidak perlu pergi jauh ke kota untuk mendapatkan bibit kentang selain itu juga karena petani bisa membayar belakangan setelah panen. Petani juga seringkali mendapatkan bantuan bibit kentang dan pupuk cuma-cuma dari pemerintah karena kentang menjadi salah satu tanaman hortikultura yang dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Produksi rata-rata yang dihasilkan untuk lahan seluas 1000 m2 adalah satu (1) ton sampai satu koma dua (1,2) ton kentang atau sekitar 1.000 sampai 1.200 kilogram kentang . Kentang yang sudah dipanen dijadikan satu dalam karung sak kemudian dibawah kerumah petani atau dilokasi yang sudah ditentukan untuk diangkut oleh pedagang pengumpul setelah sebelumnya dilakukan grading dan dimasukan kedalam karung sak yang telah disediakan oleh pedagang pengumpul dan pada masing masing karung sak telah diberi label untuk kategori kentang sesuai hasil grading. Petani dalam melakukan usahatani kentang ini memerlukan biaya dan biaya – biaya ini digunakan untuk biaya produksi. Dalam satu kali panen untuk luas lahan 1000 m2 petani mengeluarkan biaya ratarata sebesar Rp 4.140.000,00. Biaya produksi dan faktor-faktor produksi kentang yang digunakan petani dapat dilihat pada Tabel 6. 13
60
Tabel 6.13 : Penggunaan input produkasi dan biaya produksi budidaya kentang di Kecamatan Hatu-Builiko Kabupaten Ainaro, Timor Leste No . Input Produksi Kentang Jumlah biaya Produksi 1. Bibit ( 10 Kg @ Rp 30.000) Rp. 300.000,00 2.
Pupuk a. Kompos ( 20 karung @ Rp 100.000)
Rp. 2.000.000,00
b. Urea ( 10 kg @ Rp 3.0000)
Rp. 300.000,00
c. Kcl (10 kg @ Rp 25.000)
Rp.
250.000,00
d. Tsp ( 10 kg @ Rp. 25.000)
Rp.
250.000,00
3.
Obat ( 2 botol @ Rp 100.000)
Rp.
200.000,00
4.
Tenaga Kerja a. Pengolahan lahan (6 HKP @ Rp 30.000
Rp. 180.000,00
b. Penanaman (3 HKP @ Rp. 30.000
Rp.
90.000,00
c. Pemupukan (3 HKP @ Rp. 30.000
Rp.
90.000,00
d. Panen ( 1 HKP @ Rp 480 per kg x 1000 kg
Rp. 480.000,00
Total Biaya Produksi Kentang Rp. 4.140.000,00 Total produksi per 1000 m2 luas lahan 1000 kg x @ Rp. 7000 Rp. 7.000.000,00 Total Keuntungan per 1000 kg Rp. 2.860.000,00 Sumber: Data Penyuluhan Berdasarkan Laporan Tahunan (Dirasaun Nasional Hortikultura de Ainaro). Lampiran 3
61
6.4. Saluran Tataniaga dan Fungsi Tataniaga 1. Saluran Tataniaga Saluran tataniaga kentang di Kecamatan Hatu-Builiko dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul, dan pedagang pengecer, dan pedagang
grosir. Pola saluran
pemasaran yang ada akan mempengaruhi besar kecilnya biaya pemasaran serta besar kecilnya harga yang dibayarkan oleh konsumen . Berdasarkan hasil penelitian sistem tataniaga kentang di Kecamatan Hatu-Builiko dari produsen hingga ke tingkat konsumen, secara umum memiliki tiga saluran tataniaga yang berbeda seperti terlihat pada Gambar 6.3 dibawah: Petani Petani
I
Pedagang Pengumpul PPengumPengumpul III
Pedagang Pengecer
Konsumen
II
Pedagang Besar atau grosir
Konsumen
Konsumen
Gambar 6.3. Saluran tataniaga kentang di Kecamatan Hatu-Builiko Seperti yang terlihat pada Gambar 6.3 terdapat 3 saluran tataniaga yang bisa dijelaskan sebagai berikut:
62
1. Saluran Tataniaga I Saluran tataniaga satu merupakan saluran tataniaga terdiri dari: Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer Konsumen. Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa petani yang menjual kentang di Kecamatan Hatu-Builiko, semua hasil panen dijual ke satu-satunya pedagang pengumpul besar yang terdapat di Kecamatan Hatu-Builiko. Hal ini dikarenakan petani tidak tahu tentang harga pasar dan juga keadaan wilayah yang jauh dari pusat pasar sehingga menyulitkan petani untuk menjual sendiri. Alasan lain petani menjual komoditinya ke pedagang pengumpul karena petani tidak perlu memasarkan sendiri komoditinya karena kentang yang dihasilkan petani dijual ke pedagang pengumpul sudah pasti terjual habis, karena sudah menjadi resiko pedagang pengumpul jika produknya tidak terjual habis. Harga yang berlaku pada saluran tataniaga ini adalah harga yang berasal dari pedagang pengumpul dan disepakati bersama. Selain itu juga harga yang disetujui berdasarkan harga jual dipasar sehingga petani juga tidak merasa dirugikan. Penentuan harga pasar berdasarkan informasi yang berasal dari pedagang pengecer di pasar induk. Sistem pembelian umumnya secara tunai namun kadang pedagang pengumpul baru membayar produk petani ketika produk sudah habis terjual tergantung kuantitas produksi yang dihasilkan petani. Hal ini disebabkan adanya kepercayaan diantara petani dan pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul yang melakukan kegiatannya di Kecamatan HatuBuiliko adalah pedagang pengumpul yang mengfokuskan pengumpulan produk pertanian seperti kentang, kol, kubis, tomat, dan bawang .
Produk kentang
diangkut dengan menggunakan mobil box khusus kentang dan sayuran yang
63
dimiliki sendiri oleh pedagang pengumpul. Biaya transportasi untuk mengangkut kentang ke pasar-pasar induk Kabupaten Ainaro . transportasi yang dikenakan Rp 500.000 sekali angkut. Biaya transportasi untuk masing masing tujuang pasar induk Ainaro dan Maubisi tidak berbeda karena jarak sama-sama jauh dan keadaan jalan yang tidak baik. Pedagang pengumpul menjual kentang tersebut kepada pedagang pengecer yang terdapat di Pasar induk Maubisi dan pasar di Ainaro. Pedagang pengecer adalah pedagang pengecer yang ada di pasar induk Maubisi dan pasar induk Ainaro yang masih termasuk kabupaten Ainaro. Pedagang pengumpul menjual kentang dalam bentuk karung sak dilakukan pada pagi hari dan sore hari tergantung proses pemanenan. Satu karung sak berisikan 25 kilogram kentang dengan harga per saknya adalah 25 dollar Amerika atau sekitar Rp 250.000,00 untuk kentang kelas B dan C sementara untuk kentang dengan kelas A atau kategori super besar per 25 kilogram karung sak seharga Rp. 275.000 atau perkilogramnya adalah Rp. 11.000,00. Transaksi jual beli dalam US dollar dengan rate yang berlaku dilokasi disamakan dengan Rp 10.000 perdollarnya. 2. Saluran Tataniaga II Saluran tataniaga dua merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari: Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Grosir Konsumen. Pedagang pengumpul mengirimkan kentang yang telah di grade dengan kelas A, B dan C diantar ke lokasi pedagang grosir yang berada di pasar induk Maubisi dan juga Ainaro. Pada saluran tataniaga ini pedagang grosir ini membeli kentang dengan grade A, B dan C dalam jumlah yang banyak namun kadang kala petani grosir
64
lebih banyak membeli kentang dengan grade A dan B karena sesuai dengan permintaan pasar diluar kabupaten ainaro yang sudah menjadi langganan tetap. Pedagang grosir pada saluran tataniaga ini mempunyai banyak langganan pedagang dan konsumen yang berada diluar kabupaten Ainaro selain konsumen dari restoran-restoran besar di Kota Ainaro pedagang grosir ini mempunyai langganan tetap dari restoran restoran besar dari pusat Ibukota Dili. Konsumen yang berada di luar Kabupaten Ainaro tersebut biasanya lebih banyak membeli kentang di pasar induk Maubisi selain untuk dikonsumsi maupun dijual dan diolah menjadi bentuk lain. Penelitian ini terbatas pada saluran tataniaga dalam Kabupaten Ainaro sehingga pembeli dari luar Kabupaten Ainaro disamakan dengan konsumen. Pedagang grosir ini telah mempunyai langganan tetap yang cukup banyak dan selalu memesan kentang dalam jumlah yang banyak sehingga kentang akan selalu terjual habis. Pedagang grosir selalu berusaha memenuhi kebutuhan langganan karena seringkali pemesanan bukan hanya kentang tapi juga sayuran lainnya. Pembelian oleh pedagang grosir seringkali lebih dari 25 karung sak per 25 kg kentang satu kali pembelian dengan harga US$ 27.50 cent atau Rp 275.000 per karung sak atau perkilogramnya Rp. 11.000.
Pedagang grosir
menjual kentang dalam bentuk kilogram kepada langganannya. Dalam praktek jual beli yang terjadi kadangkala pedagang pengumpul akan mengutamakan pembelian yang dilakukan oleh pedagang grosir dengan alasan selain pembayaran yang selalu berjalan lancar, semua resiko akan menjadi tanggungan pedagang grosir dan pembelian biasanya dilakukan dalam jumlah yang banyak.
65
3. Saluran Tataniaga III. Saluran tataniaga III merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari: Petani Pedagang Pengumpul Konsumen. Pada saluran tataniaga ini, pedagang pengumpul langsung menjual komoditi kentang ke konsumen. Pedagang
pengumpul
menjual
komoditi
kentang
ke
restoran
restoran
langganannya yang tersebar dijalanan utama menuju Kota Ainaro yang biasanya sudah didata sebelumnya. Namun penjualan ini tidak dalam jumlah yang banyak. Maksimal pembelian adalah satu karung sak dengan bobot 25 kg. Pembayaran bisa cash maupun bisa dibayar belakangan karena sudah terjadi kepercayaan sehingga penagihan pembayaran bisa belakangan. Penjualan kedua pada saluran tataniaga tiga ini adalah pedagang pengumpul menitipkan komoditi kentang di kios kios yang terletak dijalan utama untuk dijualkan. Harga yang diberikan adalah harga pasar yaitu Rp. 10.000,00 per kg. penjualan yang dititipkan ini juga tidak banyak biasanya dalam jumlah tidak lebih dari 5 sampai 10 kilogram tiap kios yang menjadi langganan untuk menjualkan komoditi kentang. Alasannya pedagang pengumpul menitipkan penjualan di kios–kios tersebut karena banyak kunjungan yang biasanya membeli produk sayuran termasuk kentang dikios kios jalanan utama karena tidak sempat mampir ke pasar membeli produk sayuran untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh berkunjung ke Ainaro. Karena sudah menjadi tradisi kebanyakan masyarakat setelah berkunjung ke Ainaro dan tidak membeli kentang serta kol, rasanya belum lengkap. Sehingga masyarakat yang berkunjung ke Ainaro selalu berusaha membeli kentang dan kol serta sayuran lainnya sebagai oleh oleh dari Ainaro. Posisi petani pada saluran tataniaga ini juga hanya sebagai price taker karena lokasi produk kentang untuk dibawa
66
kejalanan utama cukup jauh sehingga petani tidak punya pilihan untuk menjual sendiri. 2. Fungsi Tataniaga Fungsi tataniaga diperlukan dalam kegiatan tataniaga untuk memperlancar distribusi barang dan jasa dari tiap lembaga tataniaga yang terlibat. Lembaga tataniaga berperan menyalurkan kentang yang diproduksi dan didistribusikan ke konsumen dengan menjalankan fungsi-fungsi tataniaga. Secara umum fungsi tataniaga yang dilaksanakan lembaga tataniaga terdiri dari tiga fungsi yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga kentang mulai dari petani, pedagang pengumpul, pedagang pengecer dan pedagang grosir di Kecamatan Hatu-Builiko menjalankan fungsi tataniaga yang berbeda-beda. Funsi tataniga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga yang terlibat dapat dilihat pada Table 6.14 berikut: Tabel 6.14. Fungsi Tataniaga yang Dilakukan Lembaga Tataniaga Kentang Di Kecamatan Hatu-Builiko, Kabupaten Ainaro. No. Lembaga Pemasaran Tugas dan Fungsi Lembaga Pemasaran 1.
Produsen/Petani
Melakukan Fungsi pengangkuan Melakukan Fungsi Penjualan
2.
Pedagang Pengumpul
Melakukan Fungsi sortasi dan grading Melakukan Fungsi Pengangkutan Melakukan Fungsi Pengemasan Melakukan Fungsi Penjualan
3.
Pedagang Pengecer kecil
Melakukan fungsi pengemasan Melakuakn Fungsi Penjualan
4.
Pedagang Grosir
Melakukan Fungsi Pengemasan Melakukan Fungsi Penyimpanan Melakukan Fungsi Penjualan
Sumber: Data Primer diolah (2014)
67
Berdasarkan Tabel 6.14. terlihat bahwa masing masing lembaga tataniaga yang terlibat dalam sistem tataniaga kentang hingga kentang sampai ke konsumen melakukan fungsi tataniaga yang berbeda. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga Kentang di Kecamatan Hatu-Builiko diterangkan sebagai berikut ; 1. Petani Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh petani kentang di Kecamatn HatuBuiliko Kabupaten Ainaro adalah: A. Fungsi pertukaran yaitu berupa fungsi penjualan. Petani menjual produk kentang dihari yang sama di saat pemanenan. Petani menjual produk kentang ke satu-satunya pedagang pengumpul yang ada di Kecamatan Hatu-Builiko karena jarak dari kentang diproduksi jauh dari pasar selain itu juga sudah terjadi kerjasama antara petani dan pedagang pengumpul untuk waktu yang lama sehingga produk kentang yg dihasilkan sudah pasti terjual. Petani di Kecamatan Hatu-Builiko menjual kentang ke satu-satunya pedagang pengumpul setempat dengan sebelumnya meminformasikan kepada pedagang pengumpul yang selalu membeli hasil panen petani sehingga pedagang pengumpul akan datang dan melakukan pembelian dihari yang sama. B. Fungsi fisik berupa kegiatan pemanenan dan pembersihan serta pengangkutan kentang dari lahan ke rumah petani dengan menyewa tenaga kerja. Petani memanen kentang dan dibawa kerumahnya kemudian langsung dijual kepada pengumpul yang sudah menunggu dirumah petani untuk melakukan sortasi dan grading. Petani tidak melakukan pengemasan karena kentang langsung dijual kepada pedagang pengumpul.
68
C. Fungsi fasilitas yang dilakukan petani adalah fungsi pembiayaan dimana petani menggunakan modalnya sendiri untuk memproduksi kentang. Petani mendapatkan informasi harga pasar dari pedagang pengumpul maupun sesama petani kentang dari wilayah lain sehingga petani hanya bertindak sebagai price taker. informasi pasar diketahui petani hanya untuk keperluan kesepakatan dengan pedagang pengumpul. Kegiatan penanggungan resiko tidak dilakukan petani karena semua resiko menjadi tanggungan pedagang pengumpul. 2. Pedagang Pengumpul Pedagang pengumpul melakukan fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fugsi fasilitasi. Fungsi pertukaran yang dilakukan pedagang pengumpul meliputi fungsi pembelian dan penjualan. Pedagang pengumpul mendatangi petani dirumahnya dan membeli kentang dirumah petani kemudian kentang yang telah di beli tersebut kemudian disortasi dan digrading dirumah petani sebelum di jual ke pedagang pengecer dan pedagang grosir yang tersebar di pasar induk Kabupaten Ainaro. Pedagang pengumpul ini merupakan satu-satunya pedagang yang menampung semua hasil panen kentang petani di kecamatan Hatu-Builiko. Fungsi fisik yang dilakuan pedagang pengumpul meliputi pengemasan dan pengangkutan kentang. Pengemasan yang dilakukan pedagang pengumpul meliputi sortasi dan grading sesuai dengan kelas yang telah ditentukan oleh pedagang pengumpul. Sortasi dan grading dilakukan dirumah petani dan Biasanya kentang digrade dan disortasi menjadi tiga kelas yaitu kentang kelas A, B dan C. masing-masing kelas kentang digrade dan disortasi menurut ukuran diameter. Kentang kelas A adalah kentang yang mempunyai ukuran diameter 6-7 cm, kentang kelas B adalah kentang dengan ukuran diameter 5-6 cm, sementara
69
kentang kelas C mempunyai ukuran diameter 4- 5 cm. Kentang yang telah di grade dan disortasi menurut ukurannya akan di kemas kedalam karung sak 25 kilogram sesuai dengan label yang tertera pada karung sak untuk masing-masing kelas kentang. Pedagang pengumpul dalam melakukan pengemasan selalu menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pembelian kentang karena sebelumnya telah mendapatkan informasi panen dari petani kentang sehingga pedagang pengumpul akan ikut mengawasi proses pemanenan. Pengangkutan dilakukan setelah kentang selesai disortasi dan digrade kemudian kentang akan dipindahkan kedalam mobil box dan dijualkan kepada pedagang pengecer dan pedagang grosir yang tersebar dipasar induk kabupaten Ainaro. Pasar induk yang dituju adalah pasar induk Ainaro dan Maubisi. Pedagang pengecer dan pedagang grosir yang tesebar di pasar induk dalam kota adalah pedagang langganan yang telah didata sebelumnya berdasarkan pemesanan dan pedagang pengecer yang ada di pasar. Penjualan kentang yang dilakukan oleh pedagang pengumpul biasanya mengutamakan pedagang langganan yang telah didata. Penentuan harga yang ada dalam pembelian kentang tidak melalui proses tawar-menawar karena harga sudah ditentukan berdasarkan informasi pasar baik dipihak pedagang pengumpul, pedagang pengecer maupun pedagang grosir. Fungsi fasilitas yang dilakukan pedagang pengumpul meliputi fungsi informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan. Informasi pasar diperoleh dari sesama pedagang pengumpul di tempat lain dari kecamatan Hatu-builiko, serta informasi pasar dari pedagang pengecer luar kota sehingga pedagang pengumpul mempunyai gambaran atau panduan dalam menentukan harga jual di pasar. Pedagang pengumpul dapat mempengaruhi harga yang berlaku dipasar
70
dengan mengetahui harga jual produk dari luar kota. Penanggungan resiko dalam pembelian produk kentang dari petani dan pengangkutannya sepenuhnya menjadi tanggung jawab pedagang pengumpul. Resiko yang bisa muncul seperti penurunan harga, hal ini disebabkan banyaknya produk kentang yang beredar dan berasal dari daerah lain serta jauhnya lokasi pengangtaran kentang dari lokasi ke pasar induk. Fungsi pembiayaan yang dilakukan pedagang pengumpul meliputi penyediaan modal untuk membeli produk kentang dari petani sampai pedagang pengumpul dapat menjual produk tersebut di pasar. Pedagang pengumpul memerlukan biaya yang cukup banyak karena merupakan satu-satunya pedagang pengumpul di Kecamatan Hatu-Builiko. 3. Pedagang Pengecer Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitasi. Fungsi pertukaran yang dilakukan meliputi pembelian dan penjulan kentang dari pedagang pengumpul dan menjualnya kekonsumen. Pembelian dilakukan pedagang pengecer dari pedagang pengumpul dalam karung sak berisikan 25 kg kentang. Setiap kali pembelian minimal adalah 5 karung sak dan pembelian maksimum mencapai 25 karung sak. Setiap karung sak berisikan 25 kg kentang dengan harga bervariasi disesuaikan dengan kelas kentang. Pembelian dilakukan berdasarkan pemesanan yang telah didata oleh pedagang pengumpul sehingga pembelian dilakukan dipasar induk. Kentang diantar oleh pedagang pengumpul ke pedagang pengecer yang telah didata sehingga pedagang pengecer ini tidak melakukan pengangkutan. Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah pengemasan. Kentang dibeli dari pedagang pengumpul dalam kemasan karung sak 25 kg
71
dikemas kembali penjulannya kekonsumen dengan kemasan baldy atau ember kecil berisikan 3 sampai 4 kilogran kentang kemudian dipajang untuk menarik minat pembeli dan dijual dengan harga yang bervariasi sesuai grade atau kelas kentang. Kentang yang dijual dengan kemasan baldy atau ember kecil tidak ditimbang lagi karena sudah terjadi kepercayaan akan konsumen sehingga dalam penjualan ini berlaku proses tawar menawar. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang pengecer meliputi fungsi informasi pasar, penangungan resiko dan pembiayaan. Fungsi informasi pasar yang diulakukan pedagang pengecer meliputi survei perkembangan harga di tingkat pasar baik dari sesama pedagang pengecer kentang atau pesaing, produk yang dihasilkan, serta jenis dan kualitas produk yang diinginkan konsumen. Hal ini dilakukan karena harga yang berlaku merupakan mekanisme pasar. Penjual seringkali melakukan diskriminasi terhadap konsumen yang melakukan pembelian terhadap komoditi kentang. Penjual seringkali menaikan harga jika konsumen tidak melakukan tawar menawar. Pedagang pengecer juga menanggung resiko pada saat terjadi penurunan harga kentang di pasar. Jika tidak habis terjual pedagang pengecer selalu berusaha menjual habis kentang dengan meurunkan harga atau diborongkan kepada pembeli yang membeli dalam jumlah banyak. Pembiayaan yang dilakukan oleh pedagang pengecer yaitu penyediaan modal antara Rp.1.000.000 sampai Rp. 3.000.000,00 setiap satu kali pembelian. Selain itu biaya retribusi pasar juga ditanggung oleh padagang pengecer kentang selama proses pembelian dan penjualan.
72
4. Pedagang Grosir Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang grosir meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi Pertukaran yang dilakukan adalah pembelian dan penjualan. Pedagang grosir melakukan pembelian dari pedagang pengumpul kemudian menjualkannya kepada konsumen dalam kota, pedagang pengecer luar kota maupun konsumen langganan yang berasal dari luar kota. Selain langganan pedagang luar kota, pedagang grosir ini juga mempunyai konsumen dari luar kota yang selalu memesan dan membeli kentang dalam jumlah yang banyak. Penjualan dilakukan dengan mendata semua langganan yang telah memesan kentang sebelumnya dan juga memberikan informasi kepada pedagang kentang luar kota. Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang grosir meliputi pengemasan dan penyimpanan. Pengemasan yang dilakukan adalah kentang dikemas dalam bentuk black lata berisikan bobot 25 kg. pengemasan ini juga dilakukan untuk menjaga kerusakan produk akan sinar matahari maupun kerusakan yang mungkin disebabkan oleh hal lain. Kentang dikemas dan dilabeli sesuai grade atau kelas kedalam black lata atau semacam kaleng biscuit agar kentang bertahan lama dan tidak cepat rusak. Dengan kemasan black lata, maka kentang mudah diangkut dengan mobil untuk jarak yang jauh sekalipun. Pedagang luar kota yang membeli kentang dipasar induk biasanya mengangkut sendiri komoditi kentang sehingga pedagang grosir tidak melakukan pengangkutan.
Penjualan yang dilakukan
pedagang grosir ini selalu habis karena mempunyai konsumen yang sebelumnya telah di data. Pedagang grosir ini juga diuntungkan dengan konsumen langganan luar kota yang selalu memesan kentang maupun sayuran lain dalam jumlah
73
banyak untuk keperluan restoran maupun acara-acara pesta yang sering digelar. Konsumen-konsumen ini biasanya dari pusat Ibukota Dili. Jarak dari Ibukota Dili ke pasar Maubisi ditempuh dengan waktu 1 jam 30 menit sehingga banyak konsumen dari ibukota yang membeli langsung produk kentang maupun produk sayuran lainnya di pasar Maubisi. Fungsi fasilitasi yang dilakukan oleh pedagang grosir meliputi fungsi informasi pasar, fungsi penangulangan resiko dan fungsi pembiayaan. Fungsi informasi pasar yang dilakukan pedagang grosir meliputi perkembangan harga ditingkat pasar antar sesama pedagang grosir maupun perkembangan harga eceran dipasar induk, pesaing serta jenis dan mutu produk yang diminati konsumen dipasar luar kota dan pasar dalam kota. Penangulangan resiko yang dilakukan oleh pedagang grosir meliputi penurunan harga produk dipasar luar kota maupun dalam kota. bila hal ini terjadi pedagang grosir akan berusaha memborongkan produk yang dijualnya dengan menurunkan harga supaya tidak mengalami kerugian yang besar. Pada saat penelitian ini dilakukan pedagang grosir kentang ini belum mengalami resiko berarti dalam penjulan kentang karena harga mengikuti mekanisme pasar yang terjadi baik dalam kota maupun luar kota. Fungsi pembiayaan yang dilakukan pedagang grosir meliputi penyediayaan biaya dalam jumlah yang besar sebagai modal usaha untuk memenuhi kebutuhan langganannya. Umumnya pedagang grosir melakukan pemesanan produk ke pedagang pengumpul sesuai modal yang dimiliki. Satu kali pembelian bisa mencapai Rp. 5.000.000,00 sampai Rp. 10.000.000,00 dan setiap pembelian akan disesuaikan dengan pedagang langganan dari luar kota. Biaya retribusi juga menjadi tanggungan pedagang grosir selama proses pembelian dan penjualan.
74
Pedagang grosir biasanya tidak hanya menjual produk kentang tetapi juga produk sayuran lainya seperti kol, kubis, teron, tomat.
6.5 Struktur Pasar dan Perilaku Pasar 1. Straktur Pasar Struktur pasar didefinisikan sebagai sifat atau karakteristik pasar. Faktor penting yang diperlukan dalam penentuan struktur pasar meliputi jumlah pembeli dan penjual yang terlibat, sifat atau keadaan produk, kondisi keluar masuk pasar dan informasi pasar berupa biaya, harga dan kondisi pasar. Petani dan lembaga – lembaga tataniaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga Kentang di Kecamatan Hatu-Builiko menghadapi struktur pasar yang berbeda. Dimana petani langsung berhubungan dengan pedagang pengumpul tanpa harus bersusah payah membawa produknya ke pasar dan menjualkannya. 1. Struktur pasar petani Struktur pasar yang dihadapi petani kentang di Kecamatan Hatu-Builiko Kabupaten Ainaro bersifat pasar Monopsoni karena walau jumlah petani banyak, namun tidak dapat mempengaruhi harga disebabkan petani tidak bebas untuk keluar masuk pasar karena pedagang pengumpul hanya satu dan telah membeli semua produk kentang yang dihasilkan. Produk petani bersifat homogen terlihat dari keseragaman kualitas akan produk kentang yang dihasilkan sehingga petani menjual produk kentangnya dengan harga yang sama kepada pedagang pengumpul. Petani dalam penjualan tidak melakukan grade karena menurut mereka ukuran kentang yang dihasilkan tidak jauh berbeda sehingga dijual dengan borongan.
Informasi harga yang dimiliki petani cukup baik. Petani tidak
75
memerlukan biaya untuk mendapatkan informasi tentang harga. Petani mendapatkan informasi harga dari pedagang pengumpul yang berdasarkan harga pasar. 2. Struktur pasar pedagang pengumpul Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul di Kecamtan HatuBuiliko Kabupaten Ainaro adalah Monopoli, karena merupakan satu-satunya pedagang pengumpul. Terdapat hambatan bagi pedagang pengumpul lain untuk memasuki pasar pedagang pengumpul setempat. Selain tempat yang jauh dan jalan yang banyak menempuh resiko, sehingga pedagang pengumpul yang berasal dari Kecamatan Hatu-Builiko saja yang berani melakukan kegiatan ini. Pada umumnya pedagang pengumpul memiliki hubungan yang erat dengan petani. Pedagang pengumpul telah menjadi langganan, karena pedagang pengumpul yang menjualkan hasil produk petani dan juga mencari pedagang pengecer sehingga petani tinggal menerima uangnya sesuai kesepakatan.
Pedagang
pengumpul memiliki kekuatan untuk mempengaruhi harga yang terjadi di Kecamatan Hatu-Builiko, Kabupaten Ainaro. Informasi pasar diperoleh pedagang pengumpul melalui survey pasar dan dari pedagang lainnya. 3. Struktur pasar pedagang pengecer Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempurna, karena jumlah pedagang pengecer cukup banyak, produk yang diperjualbelikan bersifat homogen dan pedagang pengecer juga tidak dapat mempengaruhi pasar sehingga bertindak sebagai price taker. Sistem pembayaran yang berlaku di pasar pengecer adalah tunai. Harga kentang ditentukan berdasarkan harga yang berlaku di pasar tetapi pembeli dapat melalukan kegiatan
76
tawar- menawar dengan pedagang pengecer. Informasi harga didapatkan pedagang pengecer melalui survei pasar atau dari pedagang lainnya. Selain itu pedagang pengecer dapat dengan mudah keluar masuk pasar, karena tidak terdapat hambatan bagi pedagang pengecer lain untuk memasuki pasar. Pedagang pengecer tidak hanya menjual kentang tetapi juga menjual sayuran lain seperti kol, kubis, dan tomat serta sayuran lainnya. 4. Pedagang Grosir Struktur pasar yang dihadapi pedagang grosir adalah pasar persaingan sempurna, karena jumlah pedagang grosir cukup banyak, produk yang diperjualbelikan bersifat homogen dan pedagang grosir tidak dapat mempengaruhi pasar. Sistem pembayaran yang berlaku di pasar adalah tunai. Harga Kentang ditentukan berdasarkan harga yang berlaku di pasar tetapi pembeli dapat melalukan kegiatan tawar- menawar dengan pedagang grosir. Informasi harga didapatkan pedagang grosir berdasarkan harga diluar kota dan juga dari sesama pedagang grosir di pasar induk dalam kota maupun pasar induk kota lain melalui survei pasar atau dari pedagang lainnya. Selain itu pedagang grosir dapat dengan mudah keluar masuk pasar, karena tidak terdapat hambatan bagi pedagang grosir lain untuk memasuki pasar. 2. Perilaku Pasar Perilaku pasar adalah pola tingkah laku lembaga-lembaga tataniaga yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan kegiatan penjualan dan pembelian serta bentuk-bentuk keputusan yang diambil dalam menghadapi struktur pasar tersebut. Perilaku pasar tataniaga kentang HatuBuiliko meliputi kegiatan pembelian dan penjualan, penentuan harga, dan
77
kerjasama antara petani, pedagang pengumpul, pedagang pengecer dan pedagang grosir. 1. Perilaku Pembelian dan Penjualan Lembaga Tataniaga a. Perilaku pembelian dan penjualan ditingkat petani Praktek pembelian dan penjualan di tingkat petani di Kecamatan HatuBuiliko Kabupaten Ainaro yang terjadi yaitu semua petani kentang menjual hasil panennya kepada satu satunya pedagang pengumpul yang berada di kecamatan tersebut. Petani melakukan panen pada pagi hari dan pedagang pengumpul mengambil hasil panen ke lokasi yang telah ditentukan dan biasanya dirumah petani sehingga pedagang penggumpul akan melakukan sortasi dan grading serta pengemasan langsung di rumah petani. Petani menjual produk kentang dengan borongan dan tidak berdasarkan pada grade. Kentang dijual dengan harga Rp. 7.000 per kg. b. Perilaku pembelian dan penjualan ditingkat pedagang pengumpul Pedagang pengumpul di Kecamatan Hatu-Builiko membeli produk kentang langsung dari petani. Pedagang pengumpul biasanya melakukan grading dan sortasi serta pengemasan di rumah petani sebelum kentang diangkut dengan mobil boxnya kemudian pedagang pengumpul akan mengantar ke pedagang pengecer dan pedagang grosir langganannya. Pedagang pengumpul melakukan kegiatan pengantaran kentang pada pagi hari jam 8.00-11.00 WTL ke Pasar Maubisi dan Ainaro. Penjualan kentang dilakukan dengan karung sak dengan bobot 25 kilogram kepada pedagang pengecer dan pedagang grosir yang tersebar di dua pasar induk di Kabupaten Ainaro. Dalam proses pengangkutan semua biaya merupakan tanggungan pedagang pengumpul.
78
c. Perilaku pembelian dan penjualan ditingkat pedagang pengecer Pedagang pengecer pada penelitian ini adalah pedagang pengecer kecil yang berada di pasar Maubisi dan pasar Ainaro. Pedagang pengecer melakukan kegiatan pembelian kentang dari pedagang pengumpul yang diproduksi dari Kecamatan Hatu-Builiko. Pembelian yang dilakukan oleh pedagang pengecer dilakukan secara tunai. Masing-masing pedagang pengecer kecil yang telah menjadi langganan membeli kentang dari pedagang pengumpul tidak kurang dari 5 karung sak kentang bahkan ada yang membelinya lebih dari 5 karung sak tergantung modal yang dimiliki. Tiap pembelian dan jumlah yang dijual pada umumnya habis terjual. Pedagang pengecer melakukan penjualan dalam bentuk baldy atau ember kecil yang bisa memuat tiga sampai empat kilogram kentang dan dijual kepada konsumen dengan harga perkilogramnya adalah Rp. 12.500,00 untuk kentang kelas B dan C, sementara untuk kentang kategori kelas A dijual Rp. 13.000,00 per kg. Pedagang pengecer biasanya akan menurunkan harga jika kentang tidak habis terjual untuk menghindari kerugian yang lebih besar . d. Perilaku pembelian dan penjualan kentang ditingkat pedagang grosir Pedagang grosir pada penelitian ini adalah pedagang grosir yang berada di pasar Maubisi dan pasar Ainaro. Pedagang grosir ini melakukan kegiatan pembelian kentang dari pedagang pengumpul yang diproduksi dari Kecamatan Hatu-Builiko dalam jumlah yang banyak. Pembelian yang dilakukan oleh pedagang grosir dibayar tunai. Pedagang grosir yang tersebar di pasar induk di Kabupaten Ainaro merupakan langganan pedagang pengumpul yang menjual kentang hasil produksi dari petani di Hatu-Builiko. Pedagang grosir ini membeli kentang dan mempunyai langganan dari luar kota Kabupaten Ainaro sehingga
79
kentang yang dibeli selalu habis terjual. Pedagang grosir ini juga melakukan pengemasan dan penyimpanan dalam bentuk black lata semacam kaleng biskuit untuk menjaga kentang tidak cepat rusak sebelum diangkut oleh pemesan atau langganan dari luar kota. Pembelian yang dilakukan oleh pedagang grosir ini dimulai dari 10 karung sak kentang sampai lebih dari 25 karung sak kentang berbobot 25 kg sekali pembelian. Modal yang disiapkan oleh pedagang grosir ini cukup besar karena itu pedagang grosir juga selalu berusaha menjual kentang dalam waktu yang diinginkan. Tiap pembelian dan jumlah yang dijual pada umumnya habis terjual. Pedagang grosir juga bertindak sebagai pengecer di pasar induk dalam menjual kentang ke konsumen. Pedagang grosir sering juga menjual kentang dengan kentang kelas C saat permintaan kentang meningkat baik dipasar maupun pemenuhan permintaan dari langganan yang berada diluar kota. Walaupun demikian pedagang grosir ini mempunyai langganan pedagang pengecer maupun konsumen dari luar kota Ainaro yang sering memesan kentang dengan grade atau kelas A dan B sehingga dalam pembelian ke pedagang pengumpul, pedagang grosir ini lebih banyak memesan kentang dengan kelas A dan kentang kelas B. Kentang dijual dengan harga Rp. 14.000 per kg untuk kentang kelas A dan Rp. 13.000 untuk kentang kelas B dan C. Pedagang grosir akan menurunkan harga jika pemesanan dari langganan dilakukan dalam jumlah yang banyak. Selama pengalaman berdagang, pedagang grosir ini tidak mendapatkan resiko maupun hambatan berarti karena sebelumnya sudah diantisipasi dengan mendata terlebih dahulu pemesanan dari semua langganannya.
80
2. Sistem Penentuan Harga Ditingkat Lembaga Tataniaga Harga terbentuk dari hasil kerjasama antar lembaga dan ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Jumlah permintaan dan penawaran terhadap suatu produk dan faktor geografis menjadi beberapa faktor penentu pembentukan harga. Harga yang terbentuk harus dapat menguntungkan produsen dan konsumen. Penentuan harga untuk komoditas pertanian berdasarkan mekanisme harga. a. Sistem penentuan harga ditingkat petani Bargaining position ditingkat petani sangat rendah, akibatnya petani tidak memiliki kekuatan dalam menentukan harga. Sehingga petani hanya bertindak sebagai price taker. Penentuan harga kentang ditentukan oleh pedagang pengumpul berdasarkan harga yang terjadi di pasar. Pada saat penelitian dilakukan harga jual di tingkat petani ke pedagang pengumpul adalah US$ 17.50 cent per karung sak, atau sekitar Rp. 175.000 per 25 kilogram kentang, atau per kg kentang sama dengan Rp 7.000,00. b. Sistem penentuan harga ditingkat pedagang pengumpul Harga kentang ditingkat pedagang pengumpul dipengaruhi oleh kekuatan pedagang pengumpul dalam mempengaruhi harga pasar. Pedagang pengumpul memiliki kebebasan dalam menentukan harga. Sistem pembayaran kepada petani dapat dilakukan secara tunai. Hal yang sama terjadi pada sistem pembayaran atas pembelian yang juga dilakukan secara tunai. Secara umum informasi harga diperoleh dengan mudah melalui survei pasar atau dari pedagang lain. c. Sistem penentuan harga ditingkat pedagang pengecer Sistem penentuan harga di tingkat pengecer berdasarkan mekanisme pasar. Akan tetapi harga jual di tingkat pedagang pengecer juga ditentukan oleh
81
besarnya biaya tataniaga yang dikeluarkan, harga beli, dan tingkat keuntungan yang ingin diraih serta harga jual produk kentang di pedagang pengecer lainnya. Pada saat penelitian dilakukan harga beli kentang pedagang pengecer sebesar Rp 10.000 per kg. kentang kelas B dan kentang kelas C. Sedangkan kentang kelas A dibeli dengan harga Rp. 11.000. Harga jual kentang di tingkat konsumen bervariasi yaitu berkisar antara Rp 12.500 per kilogram sampai Rp 13.000 per kilogram kentang biasanya dijual dalam kemasan baldy atau ember kecil kemudian dipajang untuk menarik minat pembeli. Selain itu antara pedagang pengecer dan konsumen masih terdapat tawar – menawar dalam kegiatan jual beli produk. d. Sistem penentuan harga ditingkat pedagang grosir Sistem penentuan harga di tingkat pedagang grosir berdasarkan mekanisme pasar. Akan tetapi harga jual di tingkat pedagang grosir baik dipasar induk maupun pedagang pengecer dari luar kota yang menjadi langganan pedagang grosir mempengaruhi penentuan harga jual dan keuntungan yang ingin dicapai serta penanggulan resiko yang mungkin terjadi sebagai patokan dalam menentukan harga yang diinginkan. Penentuan harga juga ditentukan oleh besarnya biaya tataniaga yang dikeluarkan, harga beli ditingak pedagang pengumpul, tingkat keuntungan yan ingin diraih dan harga jual produk kentang di pedagang grosir lainnya. Pada saat penelitian dilakukan harga beli kentang di pedagang pengumpul sebesar Rp. 11.000 untuk kentang kelas A dan Rp. 10.000 untuk kentang kelas B dan C. Pembelian dilakukan dalam bentuk karung sak berbobot kentang 25 kg. dengan harga US$ 27.50 cent atau sekitar Rp. 275.000 dengan rate satu dollar equivalent ke Rp. 10.000,00 untuk kentang kelas A.
82
Sementara untuk kentang kelas B dan C harga kentang per 25 kg sebesar Rp. 250.000,00 atau Rp. 10.000,00 per kg. Harga jual pedagang grosir Rp. 14.000,00 untuk kentang grade atau kelas A dan Rp. 13.000 untuk kentang kelas B dan C untuk pedagang atau pembeli dari luar kota. 3. Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga Kerjasama antar lembaga tataniaga dalam saluran tataniaga sangat diperlukan untuk menunjang kelancaran dan kemudahan dalam pemasaran kentang. Kerjasama antar lembaga tataniaga yang baik akan meminimalkan biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga tataniaga. Kerjasama antara petani dengan pedagang pengumpul dilakukan melalui kegiatan jual beli hasil produksi petani. Jalinan kerjasama yang terjadi diantara kedua pihak tersebut sudah cukup baik, karena baik petani maupun pedagang pengumpul merupakan penduduk diwilayah yang sama. Hubungan yang dijalin merupakan suatu hubungan mitra usaha yang tidak hanya mengutamakan keuntungan akan tetapi berlandaskan kekeluargaan, menyebabkan terciptalah sifat saling percaya diantara keduanya sehingga pedagang pengumpul yang merupakan satu satunya pedagang pengumpul di Kecamatan Hatu-Builiko ini selalu berusaha untuk mencari harga yang baik agar petani tidak merasa dirugikan.
Kerjasama
antara lembaga-
lembaga pedagang juga tercipta dengan baik karena lembaga pedagang yang terlibat dalam tataniga kentang Hatu-Builiko baik pedagang pengecer maupun pedagang grosir sudah terjalin untuk jangka waktu yang sangat lama sehingga tidak terjadi masalah dalam proses pembelian dan penjualan. Diantara lembaga tataniaga tersebut selalu berusaha saling mendukung dengan pembagian
83
keuntungan yang diperoleh melalui penentuan harga penjualan sehingga masing masing mendapatkan porsi sesuai yang diinginkan.
6.6
Efisiensi Saluran Tataniaga Kentang Berdasarkan Marjin dan Farmer’s Share.
Efisiensi tataniaga juga didefinisikan sebagai suatu kegiatan perubahan yang dapat meminimalkan biaya input tanpa harus mengurangi kepuasaan konsumen dengan ouput barang dan jasa. Biaya tataniaga merupakan tingkat efisiensi tataniaga yang terjadi. Analisis efisiensi tataniaga mencakup analisis marjin tataniaga dan farmer’s share. Efisiensi tataniaga dapat juga diketahui melalui penyebaran marjin pada tiap saluran tataniaga. Berdasarkan identifikasi saluran tataniaga yang terdapat di Kecamatan Hatu-Builiko, bahwa saluran tataniaga yang ada sebanyak tiga saluran tataniaga. Untuk mengetahui efisisensi tataniaga masing masing salauran tataniaga kentang di Kecamatan Hatu-Builiko dapat dihitung dengan marjin tataniaga, dan farmer’s share sebagai berikut: 1. Efisiensi saluran tataniga berdasarkan margin tataniaga Analisis marjin tataniaga dilakukan untuk mengetahui efisiensi tataniaga suatu produk dari tingkat produsen sampai ke tingkat konsumen. Marjin tataniaga adalah perbedaan harga yang terjadi di setiap lembaga tataniaga. Besarnya marjin tataniaga ditentukan oleh besarnya biaya tataniaga yang terjadi dengan besarnya keuntungan di setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga suatu produk. Biaya tataniaga terdiri dari komponen biaya panen, biaya pengemasan, biaya pengangkutan, dan biaya retribusi. Sedangkan keuntungan tataniaga diukur dari besarnya imbalan jasa yang diperoleh atas biaya yang dikeluarkan dalam penyaluran produk kentang. Marjin tataniaga dari tiga saluran
84
tataniaga kentang di Kecamatan Hatu-Builiko dapat dilihat dalam Table 6.15, Tbael 6.16 dan Tabel 6.17 Tabel 6.15. Total Biaya, Keuntungan dan Marjin Tataniaga Kentang Pada Saluran Tataniaga I di Kecamatan Hatu-Builiko , Kabupaten Ainaro Kelas Kentang No. Uraian Kelas A Kelas B Kelas C Rp/kg % Rp/kg % Rp/kg % 1. Petani a. Harga ditingkat petani 7.000 53.84 7.000 56.00 7.000 56.00 b. Biaya tataniaga meliputi 1. Pembersihan, pengumpulan dan pemindahan kentang 240 1.84 240 1.92 240 1.92 2. pengangkutan 240 1.84 240 1.92 240 1.92 Jumlah biaya 480 3.68 480 3.84 480 3.84 c. Harga yang diterima petani 7.000 46.00 7.000 56.00 7.000 56.00 2. Pedgang pengumpul a. Harga beli b. Biaya tataniaga 1. Sortasi grading 2. Pengemasan 3. Pengangkutan Jumlah biaya c. Keuntungan d. Margin tataniaga e. Harga jual 3. Pedagang pengecer a. Harga Beli b. Biaya tataniaga c. Keuntungan d. Margin tataniaga e. Harga jual 4. Konsumen a. Harga Beli Total Biaya tataniaga Total keuntungan tataniga Total marjin tataniaga Farmer’s Share
7.000
53.84
7.000 56.00 7.000 56.00
200 1.53 200 200 1.53 200 500 3.84 500 900 6.92 900 3.100 23.84 2.100 4.000 22.85 3.000 11.000 84.61 10.000
1.60 200 1.60 1.33 200 1.60 4.00 500 4.00 7.20 900 7.20 16.15 2.100 16.15 24.00 3.000 24.00 80.00 10.000 80.00
11.000 53,84 10.000 56,00 10.000 56,00 300 2.30 300 2.40 300 2,40 1.700 13.07 2.200 17.60 2.200 17,60 2.000 15.38 2 .500 20.00 2.500 20.00 13.000 100.00 12.500 100 12.500 100 13.000 100.00 12.500 100 12.500 100 1.200 9,23 1.200 9,60 1.200 9,60 4.800 36,92 4.300 34,40 4.300 34,30 6.000 46,15 5.500 44,00 5,500 44,00 53,84 56.00 56.00
Berdasarkan Tabel 6.15 diketahui sistem tataniaga pada saluran I terdiri dari petani, pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Biaya input yang dikeluarkan oleh petani pada saluran tataniaga ini adalah Rp. 240 per kg kentang
85
untuk biaya pengumpulan, pembersihan dan pemindahan kentang dari lahan ke dalam Lafatik atau Bote yaitu semacam tempat penampung tradisional dan Rp. 240 per kg kentang untuk biaya pengangkutan kentang dari lahan menuju tempat yang telah ditentukan untuk diangkut oleh pedagang pengumpul, biasanya dirumah petani namun biaya ini tidak temasuk dalam biaya tataniaga. Biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul sebesar Rp. 200 per kg untuk sortasi dan grading, Rp. 200 per kg untuk pengemasan dan Rp. 500 per kg untuk biaya pengangkutan kentang menuju pasar induk dengan mobil box. Biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer adalah Rp. 200 per kg untuk biaya pengemasan kentang dan Rp. 100 per kg untuk biaya retribusi pasar selama proses pembelian dan penjualan. Total biaya yang dikeluarkan petani sebesar Rp. 480. per kg kentang. Total biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul adalah Rp. 900 per kg kentang dan total biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer adalah Rp. 300 per kg kentang. Harga jual ditingkat petani untuk semua kelas kentang adalah Rp. 7000 per kg. Petani tidak melakukan sortasi dan grade tetapi petani menjual kentang dengan borongan kepada pedagang pengumpul dirumah petani. Pedagang pengumpul membayar petani setelah pedagang pengumpul melakukan sortasi dan grading dan melakukan pengemasan kedalam karung sak berlabel dengan bobot 25 kg kentang. setiap karung sak 25 kg dibeli pedagang pengumpul dengan US$ 17.50 atau sebesar Rp. 175.000. Harga jual pedagang pengumpul kepada pedagang pengecer adalah US$ 27.50 cent atau sebesar Rp. 275.000 per 25 kg kentang dalam satuan karung sak. Atau per kg kentang sama dengan Rp. 11.000 untuk kelas kentang A dan US$ 25.00 atau sebesar Rp.250.000 per karung sak
86
kentang atau sebesar Rp. 10.000 per kg untuk kentang kleas B dan C. Harga jual pedagang pengecer ke konsumen adalah Rp. 13.000 untuk kentang kelas A dan Rp. 12.500 per kg untuk kentang kelas B dan C. Dalam praktek penjualan kepada pedagang pengecer tidak ada perbedaan harga untuk kentang kelas B dan C. Hal ini karena selain perbedaan ukuran yang tidak jauh berbeda juga harga kentang kelas B dan C berdasarkan pada permintaan harga pasar. Keuntungan pedagang pengumpul pada kentang kelas A sebesar Rp. 3.100 per kg dan Rp. 2.100 untuk kentang kelas B dan C. sementara keuntungan pedagang pengecer untuk kentang kelas A sebesar Rp. 1.700 per kg dan Rp. 2.200 untuk kentang kelas B dan C. Marjin tataniaga pedagang pengumpul masing-masing sebesar Rp. 4000. per kg untuk kentang kelas A dan Rp. 3000 per kg untuk kentang kelas B dan C. Sementara marjin tataniaga pedagang pengecer masing-masing sebesar Rp. 2000 per kg untuk kentang kelas A dan Rp. 2.500 per kg untuk kentang kelas B dan C. Total biaya tataniaga pada saluran tataniaga I untuk semua kelas kentang adalah Rp. 1.200 per kg. Total keuntungan tataniaga pada saluran tataniaga I untuk kentang kelas A sebesar Rp. 4.800 per kg dan Rp. 4.300 per kg untuk kentang kelas B dan C. Total marjin tataniaga untuk kentang kelas A sebesar Rp. 6000 per kg dan Rp. 5.500 per kg untuk kentang kelas B dan C. Totab Biaya, total keuntungan dan marjin tataniaga pada saluran tataniaga II dilihat pada tabel 6.16
87
Tabel 6.16. Total Biaya Keuntungan dan Marjin Tataniaga Kentang Pada Saluran Tataniaga II di Kecamatan Hatu-Builiko , Kabupaten Ainaro.
No.
Uraian
Kelas A Rp/kg %
Kelas Kentang Kelas B Rp/kg %
1. Petani a. Harga ditingkat petani 7.000 50.00 b. Biaya tataniaga 1. Pembersihan, pengumpulan dan pemindahan kentang 240 1.71 2. Pengangkutan 240 1.71 Jumlah biaya 480 3.42 c. Harga yang diterima petani 7.000 46.00 2. Pedgang pengumpul a. Harga beli b. Biaya tataniaga 1. Sortasi grading 2. Pengemasan 3. Pengangkutan Jumlah biaya c. Keuntungan d. Margin tataniaga e. Harga jual 3. Pedagang Grosir a. Harga Beli b. Biaya tataniaga c. Keuntungan d. Margin tataniaga e. Harga jual 4. Konsumen Luar Kota a. Harga Beli Total Biaya tataniaga Total keuntungan tataniga Total marjin tataniaga Farmer’s Share Sumber: Data primer Diolah
7.000
240 240 480 7.000
Kelas C Rp/kg %
53.84 7.000 53.84
1.84 1.84 3.69 56.00
240 1.84 240 1.84 480 3.69 7.000 56.00
7.000 50.00
7.000 53.84 7.000 53.84
200 1.42 200 1.42 500 3.57 900 6.42 3.100 22.14 4.000 28.57 11.000 78.57
200 1.53 200 1.53 200 1.53 200 1.53 500 3.84 500 3.84 900 6.92 900 6.92 2.100 16.15 2.100 16.15 3.000 23.07 3.000 23.07 10.000 76.92 10.000 76.92
11.000 700 2.300 3.000 14.000
50,00 10.000 56,00 10.000 56,00 5,00 700 2,40 700 2,40 21.52 2.300 18.38 2.300 18.38 23.07 3 .000 20.00 3.000 20.00 100.00 13.000 100 13.000 100
14.000 1.600 5.400 7.000
100.00 11,42 38,57 50,00 50,00
13.000 1.600 4.400 6.000
100 13.000 100 12,30 1.600 12,30 33,84 4.400 33,84 46,15 6.000 46,15 53.84 53.84
Berdasarkan Tabel 6.16 dapat diketahui pedagang yang terlibat pada saluran tataniaga II adalah pedagang pengumpul dan pedagang grosir. Kentang dibeli oleh pedagang pengumpul dari petani dengan harga yang sama dengan saluran tataniaga I. hal yang sama juga berlaku pada biaya yang dikeluarkan oleh
88
petani dan pedagang pengumpul. Keuntungan pedagang pengumpul pada saluran tataniaga II adalah sama dengan saluran tataniaga I yaitu sebesar Rp. 3.100 untuk kentang kelas A dan keuntungan untuk pedagang grosir untuk kentang kelas A sebesar Rp. 2.300 per kg. Sementara keuntungan tertinggi pada saluran tataniaga II untuk kentang kelas B dan C diperoleh pedagang grosir yaitu sebesar Rp. 2.300 per kg. Harga jual pedagang pengumpul pada saluran tataniaga II ini adalah sama dengan harga jual pedagang pengumpul pada saluran tataniaga I. Harga jual pedagang grosir pada saluran tataniga II yaitu sebesar Rp. 14.000 per kg untuk kentang kelas A dan Rp. 13.000 per kg untuk kelas kentang B dan C. Harga jual pedagang grosir tinggi karena adanya penambahan biaya penyimpanan yang dikeluarkan oleh pedagang grosir. Total biaya yang dikeluarkan oleh pedagang grosir sebesar Rp. 700 per kg kentang meliputi biaya biaya pengemasan Rp. 200 per kg, Rp. 400 per kg untuk penyimpanan dan biaya retribusi pasar sebisar Rp. 100 per kg. Total biaya tataniaga pada saluran tataniaga II sebesar Rp. 1.600 untuk semua kelas kentang. Total keuntungan pada saluran tataniaga II masing-masing sebesar Rp. 5.400 per kg untuk kentang kelas A dan Rp. 4.400 untuk kentang kelas B dan C. Total marjin tataniaga untuk kentang kelas A adalah sebesar Rp. 7.000 per kg dan Rp. 6.000 per kg untuk kentang kelas B dan C. Petani pada saluran tataniaga II ini sama dengan saluran tataniaga I yaitu hanya berinteraksi dengan pedagang pengumpul dalam proses penjualan kentang. keuntungan, dan marjin tataniaga III dapat dilihat pada Tabel 6.17
Total biaya,
89
Tabel 6.17. Total Biaya, Keuntungan dan Marjin Tataniaga Kentang Pada Saluran Tataniaga III di Kecamatan Hatu-Builiko, Kabupaten Ainaro.
No. Uraian
1. a. b.
c. 2. a. b.
Kelas A Rp/kg %
Petani Harga ditingkat petani 7.000 63.63 Biaya Tataniga 1. Pembersihan, pengumpulan dan pemindahana kentang 240 2.18 2. Pengangkutan 240 2.18 Jumlah biaya 480 4.36 Harga yang diterima petani 7.000 63.63
Pedgang pengumpul Harga beli Biaya tataniaga 1. Sortasi grading 2. Pengemasan 3. Pengangkutan Jumlah biaya e. Keuntungan f. Margin tataniaga g. Harga jual 3. Konsumen Total Biaya tataniaga Total Keuntungan Tataniga Total Marjin tataniaga Farmer’s Share Sumber: Data Primer Diolah
7.000 63.63
Kelas Kentang Kelas B Rp/kg %
7.000
Kelas C Rp/kg %
70.00 7.000 70.00
240 2.40 240 2.40 240 2.40 240 2.00 480 4.80 480 4.80 7.000 70.00 7.000 70.00
7.000 70.00 7.000 70.00
200 1,81 200 2,00 200 2,00 200 1,81 200 2,00 200 2,00 500 4,54 500 5,00 500 5,00 900 8,18 900 9,00 900 9,00 3.100 28,18 2.100 21,00 2.100 21,00 4.000 36,36 3.000 30,00 3.000 30,00 11.000 100,00 10.000 100,00 10.000 100,00 11.000 100,00 10.000 100,00 10.000 100,00 900 8,18 900 9,00 900 9,00 3.100 28,18 2.100 21,00 2.100 21,00 4.000 36,36 3.000 30,00 3.000 30,00 63.63 70.00 70.00
Berdasarkan pada Tabel 6.17 diketahui bahwa pada saluran tataniaga III ini lebih pendek karena hanya terdiri dari petani dan pedagang pengumpul dalam penyaluran kentang ke konsumen. Pedagang pemgumpul bertindak
sebagai
pedagang pengecer, karena hasil produksi kentang dijual kepada konsumen langganan yaitu restoran-restoran yang sebelumnya telah didata. Pembelian oleh restoran-restoran tidak sebanyak pembelian kentang pada saluran tataniaga I dan II. Penjualan juga dilakukan pedagang pengumpul dengan menitipkan kentang
90
pada kios-kios yang berada dipinggir jalan dan pada penjualan ini status kios hanya menjualkan saja. Biaya yang dikeluarkan petani pada saluran tataiaga III meliputi biaya pengumpulan, pembersihan dan pemindahan kentang kedalam Lafatik atau Bote dan biaya pengangkutan kentang dari lahan menuju rumah petani sebesar Rp 480 per kg. Biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul sebesar Rp. 900 per kg meliputi biaya sortasi dan grading, biaya pengemasan dan biaya pengangkutan kentang ke konsumen Harga jual petani dan pedagang pengumpul pada saluran tataniaga III ini sama dengan harga jual pada saluran tataniaga I dan II yaitu masing-masing Rp. 11 000 per kg untuk kentang kelas A dan Rp. 10.000 per kg untuk kentang kelas B dan C. Keuntungan yang diperoleh pedagang pengumpul pada saluran tataniaga III sama dengan keuntungan yang diperolah pada saluran tataniaga I dan II yaitu masing-masing sebesar RP. 3.100 per kg untuk kentang kelas A dan Rp. 2.100 untuk kentang kelas B dan C. Total biaya tataniaga pada saluran tataniaga III sebesar Rp. 900 untuk semuan kelas kentang. Total keuntungan untuk masing-masing kelas kentang sama dengan keuntungan yang diperoleh pada saluran tataniaga I dan II. Walaupun demikian jika dilihat keuntungan yang diperoleh oleh petani pada usahatani kentang dengan luas lahan 1000 meter persegi dengan harga jual kentang sebesar Rp. 7000 per kg untuk semua kelas kentang, petani tetap mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan keuntungan pada tiap lembaga tataniaga yang terlibat.
91
2 Efisiensi saluran tataniga berdasarkan farmer’s share Farmer’s share merupakan perbandingan harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar konsumen akhir dan dinyatakan dalam persentase. farmer’s share memiliki hubungan negatif dengan marjin tataniaga yang mana semakin tinggi marjin tataniaga, maka bagian yang akan diperoleh petani semakin rendah. Farmer’s share pada masing masing saluran tataniaga komoditas kentang dapat dilihat pada Tabel 6.18 Tabel 6.18. Farmer’s Share Pada Saluran Tataniaga Kentang I, II dan III di Kecamatan Hatu-Builiko, Kabupaten Ainaro No. Saluran Tataniaga Harga Petani Harga Konsumen Farmer’s Share Kelas Kentang Rp/Kg Rp/Kg % 1. Saluaran Tataniaga I a. Kentang Kelas A 7.000,00 13.000,00 53,84 b. Kentang Kelas B 7.000,00 12.500,00 56.00 c. Kentang Kelas C 7.000,00 12.500,00 56.00 2.
3.
Saluran Tataniaga II a. Kelas Kentang A b. Kelas Kentang B c. Kelas Kentang C
7.000,00 7.000,00 7.000,00
14.000,00 13.000,00 13.000,00
50.00 53,84 53,84
Saluran Tataniga III a. Kelas Kentang A b. Kelas Kentang B c. Kelas Kentang C
7.000,00 7.000,00 7.000,00
11.000,00 10.000,00 10.000,00
63,63 70,00 70,00
Sumber: Data primer diolah Berdasarkan Tabel 6.18 dapat diketahui bahwa masing-masing farmer’s share untuk masing-masing saluran tataniaga berbeda-beda, hal ini dikarenakan keterlibatan lembaga tataniaga pada masing-masing saluran yang berbeda dengan biaya yang berbeda dan harga jual ditingkat konsumen yang berbeda pula. Pada saluran tataniaga I, farmer’s share yang diperoleh pada kelas atau grade kentang berbeda karena harga jual yang berbeda pada tiap kelas kentang. Kentang kelas A
92
pada saluran tataniaga I memberikan farmer’s share sebesar 53,84 persen sementara untuk kentang kelas B dan C farmer’s share yang diperoleh sebesar 56 persen. Persentase farer’s share yang berada pada 58,84-56,00 persen ini menunjukan bahwa saluran tataniaga I ini telah efisien secara operasional. Pada salauran tataniaga II pedagang yang terlibat adalah pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Dengan melihat pada harga pada konsumen akhir pada saluran tataniaga II, masing-masing persentase farmer’s share yang didapat adalah 50 % untuk kentang kelas A dan 53,83 % untuk kentang kelas B dan C. Secara keseluruhan berdasarkan farmer’s share yang diperoleh saluran tataniaga pada saluran tataniaga II telah efisien. Dengan persentase farmer’s share yang lebih dari 50 % maka bisa diartikan bagian yang diterima petani merata dengan bagian yang diterima oleh pedagang perantara. Pada saluran tataniaga III pedagang pengumpul menjual kentang ke konsumen dengan harga yang sama dengan harga yang dijual untuk pedagang pengecer maupun pedagang grosir. Pada saluran tataniaga III menghasilkan farmer’s share sebesar 63,63 % untuk kentang kelas A dan 70 % farmer’s share pada kentang kelas B dan C. dengan farmer’s share demikian menunjukkan bahwa pada saluran tataniaga tiga merupakan saluran tataniaga yang memberikan bagian yang diterima hampir sama dengan bagian yang diterima pedagang pengumpul. Petani akan mendapatkan hasil yang lebih tinggi bila petani mampu meningkatkan produktifitas usahatani kentang dan bisa mendapatkan akses menuju pasar sehingga petani tidak hanya bertindak sebagai price taker saja tetapi bertindak sebagai pengecer.
93
3. Efisiensi tataniaga kentang Sistem tataniaga terdiri dari kegiatan mendistribusikan produk ke pihak konsumen. Output dari sistem tataniaga adalah kepuasan konsumen atas produk yang dikonsumsinya. Sedangkan input dari sistem tataniaga meliputi tenaga kerja, modal dan manajemen. Efisiensi tataniaga juga didefinisikan sebagai suatu kegiatan perubahan yang dapat meminimalkan biaya input tanpa harus mengurangi kepuasaan konsumen dengan ouput barang dan jasa. Biaya tataniaga merupakan tingkat efisiensi tataniaga yang terjadi. Analisis efisiensi tataniaga mencakup analisis marjin tataniaga dan farmer’s share. Efisiensi tataniaga dapat juga diketahui melalui penyebaran marjin pada tiap saluran tataniaga. Berdasarkan identifikasi saluran tataniaga yang terdapat di Kecamatan Hatu-Builiko, bahwa saluran tataniaga yang ada sebanyak tiga saluran tataniaga. Efisiensi tataniaga kentang berdasarkan marjin tataniaga dan farmer’s Share
pada masing-masing saluran tataniaga kentang yang terbentuk di
Kecamatan Hatu-Builiko dapat dilihat dengan perbandingan total biaya, total keuntungan dan total margin tataniaga dalam Tabel 6.19
94
Tabel 6.19. Perbandingan Total Margin, Total Keuntungan dan Total biaya Tataniaga Kentang Hatu-Builiko Kabupaten Ainaro. No.
Saluran Pemasaran
Total Total Total Persentase Farmer’s Biaya Keuntungan Margin Marjin Share (Rp/kg) (Rp/kg) Pemasaran Pemasaran (%) (Rp/Kg) (%)
1. a. b. c.
Saluran I Kentang A Kentang B Kentang C
1.200 1.200 1.200
4.800 4.300 4.300
6.000 5.500 5.500
46,15 44,00 44,00
53,84 56,00 56,00
2. a. b. c.
Saluran II Kentang A Kentang B Kentang C
1.600 1.600 1.600
5.400 4.400 4.400
7.000 6.000 6.000
50,00 46,15 46,15
50,00 53,84 53,84
3. Saluran III a. Kentang A 900 3.100 b. Kentang B 900 2.100 c. Kentang C 900 2.100 Sumber: Data primer diolah (2014)
4.000 3.000 3.000
36,36 30,00 30,00
63,63 70,00 70,00
Analisis marjin menunjukan bahwa saluran yang memiliki nilai marjin terkecil adalah saluran tataniaga tiga yaitu sebesar 36,36 % untuk kentang kelas A, dan masing-masing 30 % untuk kentang kelas B dan C. Pada saluran tataniaga tiga pedagang pengumpul mendapatkan keuntungan yang cukup tinggi seiring dengan biaya yang tinggi pula.
Saluran tataniaga ini efisien karena saluran
tataniaga lebih pendek dibanding saluran tataniga I dan II. Farmer’s share dapat dijadikan indikator efiseinsi tataniaga. Berdasarkan perhitungan Farmer’s share yang diterima petani berkisar 63,63 -70 persen. Farmer’s share yang tertinggi yang terdapat pada saluran tataniaga tiga yaitu sebesar 70 persen. sementara biaya tertinggi terletak pada saluran tataniaga II yaitu sebesar 1.600 untuk tiap kg kentang semua kelas.
95
Berdasarkan perhitungan efisiensi tataniaga untuk komoditas kentang, saluran tataniaga kentang di Kecamatan Hatu-Builiko sudah
efisien karena
margin tataniaga kecil pada semua saluran tataniaga. Hal ini menunjukan bahwa sistem tataniaga di Kecamatan Hatu-Builiko memberikan pembagian keuntungan yang merata antara petani dengan saluran tataniaga yang terlibat hingga produk sampai di konsumen akhir. Saluran tataniga
III pada tataniaga kentang di
Kecamatan Hatu-Builiko mempunyai nilai farmer’s share yang lebih tinggi dan persentase marjin tataniaga yang paling rendah sehingga saluran tataniaga III ini merupakan saluran tataniaga yang paling efisien.
96
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Sistem tataniaga kentang di Kecamatan Hatu-Builiko terdiri dari tiga pola saluran tataniaga yaitu: Saluran tataniaga I : Petani Pedagang pengumpul Pedagang pengecer Konsumen. Saluran tataniaga II : Petani Pedagang pengumpulPedagang grosir Konsumen. Saluran tataniaga III: Petanipedagang pengumpulKonsumen. Masing-masing saluran tataniaga yang terbentuk melakukan fungsi tataniaga yang berbeda-beda namun pada intinya melakukan fungsi utama tataniaga yang sama yaitu melakukan fungsi penjualan kentang. Biaya tertinggi terdapat pada saluran tataniaga II. Biaya terendah terdapat pada saluran tataniaga I. semakin pendek pola saluran tataniaga, maka biaya yang dikeluarkan akan semakin kecil. 2. Struktur pasar yang dihadapi oleh masing-masing lembaga yang terlibat dalam tataniaga kentang di Kecamatan Hatu-Builiko berbeda. Struktur pasar yang dihadapi petani terhadap pembeli dalam hal ini adalah pedagang pengumpul yaitu pasar monopsoni. Sementara struktur pasar yang dilakukan
oleh
pedagang pengumpul terhadap pedagang pengecer maupun pedagang grosir serta konsumen dalam penjualan kentang merupakan pasar monopoli, dan struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengecer dan pedagang grosir adalah pasar persaingan sempurna. Perilaku pasar yang dihadapi oleh semua
97
lembaga tataniaga pada sistem tataniaga kentang di Kecamatan Hatu-Builiko secara umum dalam proses penjualan dan pembelian dilakukan secara tunai. Harga produk kentang berdasarkan pada mekanisme pasar. Penentuan harga ditingkat petani dari pedagang pengumpul sehingga petani hanya bertindak sebagai price taker. Sementara pedagang pengecer dan pedagang grosir penentuan harga berdasarkan mekanisme pasar dan biaya yang dikeluarkan. Kerjasama antara petani dan pedagang pengumpul terjalin dengan baik melalui kegiatan jual beli produk kentang. Hal yang sama juga terjadi diantara pedagang pengumpul dan pedagang pengecer serta pedagang pengumpul dan pedagang grosir. 3. Berdasarkan marjin tataniaga dan farmer’s share diketahui bahwa persentase marjin tataniaga terendah dan farmer’s share tertinggi terletak pada saluran tataniaga III sehingga saluran tataniaga III adalah saluran tataniaga yang paling efisien.
7.2 Saran Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka komoditi kentang agar tetap dapat didistribusikan secara efisien, maka petani harus
bekerjasama
dengan lembaga tataniaga yang ada agar produk yang dihasilkan dapat didistribusikan kepada konsumen pada waktu yang tepat dengan harga yang tinggi dan relatif stabil.
98
2. Petani perlu membuat perencanaan produksi yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan pasar dan dengan pengawasan penyuluh lapangan agar produk yang dihasilkan dapat dibeli
pemerintah baik secara langsung maupun
melalui pihak swasta dengan harga yang sesuai. 3. Perlu adanya komunikasi antara petani dan pihak pemerintah agar produkproduk yang dihasilkan petani dapat disalurkan untuk kebutuhan pasar baik di daerah maupun ditingkat pasar nasional. 4. Petani di Kecamatan Hatu-Builiko perlu melakukan koordinasi dalam sistem tataniaga dengan lembaga yang terlibat dengan pengawasan dan fasilitas dari pihak pemerintah baik fasilitas infrastruktur maupun bantuan input produksi agar produk yang dihasilkan dapat disalurkan pada saat yang tepat sesuai dengan kebutuhan pasar. 5. Pemerintah harus menkondisikan pasar sesuai dengan produk yang dihasilkan
dan kebutuhan konsumen agar produk-produk pertanian yang dihasilkan mempunyai nilai jual yang tinggi sehingga dapat memacu semangat petani untuk menghasilkan produk-produk yang lebih bermutu dan sesuai dengan kebutuhan pasar.
99
DAFTAR PUSTAKA Ahmad M. Saefuddin. 1982. Pemasaran Produk Pertanian. IPB, Bogor. Alma, Buchari.2008. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Bandung : Alfabeta Ashandi A.A. 1995. Meningkatkan Produksi Kentang. Balai Penelitian Hortikulutra Lembang. Departemen Pertanian Jakarta. Asmarantaka, Ratna Winandi. 2009. Modul Kuliah Tataniaga Produk Agribisnis. Departemen Agribisnis, FAkultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Assauri, sofjan. 2004. Manajemen Pemasaran Jakarta: Persada.
PT. Raja Grafindo
Azzaino. 1982. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial ekonomi Pertanian. IPB. Bogor Boyd, Walker dan Larreche. 2000. Manajemen Pemasaran. Edisi kedua. Jilid 2, Suatu Pendekatan Strategi dengan Pendekatan Global. Alih bahasa Imam Nurmawan. Jakarta: erlangga. Budi Susrasa. Tataniaga Pertanian. Diktat. Manajemen Agribisnis ke-2, 2007. Universitas Udayana, Denpasar Bali Branson, Robert E. and Douglas G. Norvell. 1983. Inttoduction to Agricultural Marketing. McGraw-Hill Book Co., NY. Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial : Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif: Gramedia Dadus statistika dirasaun Horticultura de Ministerio de Agricultura e Pescas Dili, Timor Leste Dahl D.C, Hammond J. W. 1997. Market and Price Analysis the Agricultural Industries. Mc. Graw Hill Book Company, Inc. Dirasaun Nasional de Statsistica,(DNE). Distribusaun populasaun tuir area Administrativu (2010) Dirasaun Nasional de Hortikultura . dadus Statistik Hortikultura Ministerio Agricultura e pescas. 2012. Ferdinand. 2000. Manajemen Pemasaran: Sebuah Pendekatan Strategi. Program Magister Manajemen Universitas Diponegoro. Semarang
100
Gumbira. E. dan A. Harizt Intan, (2001) Manajemen Agribisnis. Jakarta. Penerbit Ghalia Indonesia. Hanafiah, A. M dan A. M Saefudin.1986. Tataniaga Hasil Pertanian. UI Press. Jakarta. Hamid, A.K. 1972. Tataniaga Pertanian. IPB. Bogor Heytens PJ. 1986. Testing Marketing Integration. Food Research Institute Studies. Stanford University Kadarsan W. H. 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan Agribisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Kohls R.L dan Uhl, J.N. 2002. Marketing of Agricultural Products 9thEdition.New Jersey. Prenctice Hall Kotler, Philip. 1981. Manajemen Pemasaran, Edisi keempat, jilid 1, Erlangga. Jakarta. Kotler, Philip. 1997. Manajemen pemasaran. Edisi Bahasa Indonesia Terjemahan Jaka Wasana. Jakarta : Penerbit Erlangga Kotler, P. dan Amstrong, G. 2001. Prinsip-Prinsip Pemasaran . Keduabelas. Bob Sabran, MM. Jakarta : Penerbit Erlangga
Edisi n
Kuznets S. 1964. Economic Growth and Contribution of Agriculture. In Eicher, C.K.and Witt, L.W. (eds). Agriculture in Economic Development. McGraw Hill. New York Limbong, W.H dan P. Sitorus, (1985). Bahan Kuliah Pengantar Tataniaga Pertanian. IPB, Bogor Mubyarto, 1989, Pengantar Ekonomi Pertanian, Penerbit LP3ES Jakarta. Mubyarto, 2000. Ekonomi Produksi Edisi Revisi. Penerbit Penebar Swadaya. Surabaya Soekartawi.1993. Prinsip dasar Manajemen Pemasaran Hsil-Hasil Pertanian: Teori dan Aplikasinya. Jakarta. Rajawali Pers. Soekartawi, A. Soehardjo, John L. Dillon dan J. Brian Hardaker. 1996. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta. Universitas Indonesia. Soetriono, Anik Suwandari dan Rijanto. 2003. Pengantar Ilmu Pertanian. Malang. Jawa Timur. Penerbit Bayumedia Publishing
101
Thomas W Zimmerer. 2002. Kewirausahaan dan Manajemen bisnis Kecil. Prenhalindo. Jakarta Wattimenna, G.A. 2000. Pengembangan Propagul Kentang Bermutu dan Kultival Kentang Unggul dalam Mendukung Peningkatan Produksi dari Indonesia. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. London Wibowo, Rudi.1999. Refleksi Pertanian. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta Willianm G. Tomek, Kennet L. Robinson. 1990. Agricultural Produc Prices. Illustrated Edition. United States
102
Lampiran 1: KUISIONER UNTUK PENYUSUNAN TESIS DENGAN JUDUL SISTEM TATANIAGA KENTANG DI KECAMATAN HATUBERLIKU KABUPATEN AINARO, TIMOR LESTE : Cuisenario ba Agricultor (Kuisioner untuk Petani): A. Carestetika de Agricultor (Karakateristik Petani) 1. Naran Agricultor (Nama Petani)
:
2. Xexo (Jenis Kelamin)
:
3. Idade (umur petani)
:
4. Cursu Formal e non formal (pendidikan)
:
a. Curso Formal (pendidikan Formal) Tipu de curso Formal (Janis Pendidikan Formal) 1. 2. 3. 4.
Escola Primaria (SD) Escola Presecundaria (SLTP) Escola Secundaria (SMU) Universidade (Perguruan Tinggi)
: : : :
b. Curso Non Formal (Pendidikan Tidak Formal) Tipu de Curso Non Formal (Jenis Pendidikan Tidak Formal) 1. 2. 3. 4.
Treinamento (traning atau pelatihan) Imformasauan oralmente (penyuluhan) ……………………………………………….. ………………………………………………..
: : : :
5. Sirvicu Permanente (pekerjaan Utama)
:
6. Sirvicu temporario (Pekerjaan sampaingan)
:
7. Areal kuda fehukroupa (Luas lahan usahatani kentang) : 8. Areal kuda nia status oinsa (Status Penguasaan lahan) : 9. Esperencia Kuda (Pengalaman usahatani Kentang)
:
103
10. Produsaun atinji (Jumlah Produksi Kentang (kg/ton)
:
B. Input sda deit mak usa ba halao kuda fehukroupa (Penggunaan Input Usahatani Kentang) 1. 2. 3. 4.
Agricultor nebe sirvicu (tenaga kerja) Fini (bibit) Aimoruk (pupuk dan obat-obatan) Seluk tan (lain-lain)
: : : :
C. Saida deit mak halo ba perparasaun kuda fehukroupa (apa saja yang dilakukan dalam memulai usahatani kentang)? 1. 2 3. 4. D. Kapasidade kona ba hatoo produsaun ba comsumador oinsa (Pengetahuan dalam menyalurkan Produk Kentang). 1. Hetan imformasaun preco hanusa (Bagaimana imformasi harga didapat)? 2. Hetan imformasaun Mercadoria oinsa (Bagaimana imformasi pasar didapat)? 3. Oinsa Produsaun fehukroupa ne tama iha Mercado (Bagaimana cara menjual hasil panen Kentang)? 4. Se preco Mercado tun saida mak bele halo (Jika terjadi penurunan harga kentang, apa yang dilakukan)? 5. Oinsa Aktividade agricultor halo kona ba produsaun tama ba Mercado (Kegiatan penjualan bagaimana yang dilakukan oleh petani)? No
Jumlah produksi yang dijual Harga Jual Lembaga Tataniaga Kg/Ton
1. 2. 3. 4. 5.
Rp/kg
Cara Pembayaran cash/kredit
104
6. hetan orsamento oinsa (bagaimana memperoleh modal)? 7. Dificuldade nebe iha halao negosio ho impresario (kesulitan yang dihadapi dengan lembaga tataniaga kentang)? 8. Sirvicu oinsa mak halao hamutuk ho impresario (kerjasama seperti apa yang dilakukan bersama lembaga tataniaga)? 9. Aktifidade sda deit mak halo wainhira kuu fehukroupa ( kegiatan apa yang dilakukan pada saat panen)? No. 1. 2. 3. 4.
Tipu de aktifidade (jenis kegiatan)
105
Lampiran 2. Cuisionario ba Agencya Mercadoria ( Kuiseioner untuk Lembaga Tataniaga) Carestetika do Agencya (Karakateristik Pedagang) 1. Naran Vendedor (Nama Pedagang)
:
2. Xexo (Jenis Kelamin)
:
3. Idade (umur pedagang)
:
4. Cursu Formal e non formal (pendidikan)
:
a.
Curso Formal (pendidikan Formal) Tipu de curso Formal (Janis Pendidikan Formal)
1. 2. 3. 4.
Escola Primaria (SD) Escola Presecundaria (SLTP) Escola Secundaria (SMU) Universidade (Perguruan Tinggi)
: : : :
b.
Curso Non Formal (Pendidikan Tidak Formal) Tipu de Curso Non Formal (Jenis Pendidikan Tidak Formal)
1. 2. 3.
Treinamento (traning atau pelatihan) Imformasauan oralmente (penyuluhan) ………………………………………
:
5. Sirvicu Permanente (pekerjaan Utama)
:
6. Sirvicu temporario (Pekerjaan sampaingan)
:
106
B. Aktividades Nebe Halao husi Agencya (kegiatan-kegiatan Lembaga tataniaga) 1. Aktividade de compra saida mak halao (apakah melakukan kegiatan pembelian) Agricultor
Total de Compra
(Petani)
(Jumlah pembelian)
Preco
Sitema paga de Compra
Harga Rp/kg
(cara pembayaran)
a. b. c. d. 2. Tipu de compra potatos ou fehuroupa nebe halao (Jenis kegiatan pembelian yang dilakukan) 3. Total agricultur nebe mak sai hanesan parseru (Jumlah petani yang menjadi langganan) 4. Aktividade vende nebe halao (apakah melakukan kegiatan penjualan) Agencya
Total de vende
Preco
Pagamento
(Lembaga) (Jum. penjualan) Harga Rp/kg Pembayaran
Mercado de fornese Pasar tujuan
a. b. c. d. 5. Fatin para vende de produsaun (tempat penjualan produk kentang) 6. Obras de pagamento nebe usa hodi halao prosesu de vende (biaya yang dikeluarkan) a. b. 7. Halao standarisasaun ruma wainhira tu vende (apakah melakukan Standarisasi)? 8. Hanusa decide preco de Vende (bagaimana menentukan harga jual)?
107
9. Hanusa hetan preco Mercado ba produtu (bagaimana mendapatkan harga pasar untuk produk)? 10. Esperencia nebe iha kona ba vende produtu fehukroupa (pengalaman dalam tataniaga kentang)? 11. Hanusa tama mercadoria libre ga lae ( apakah bebas keluar masuk pasar )? 12. Risku nebe iha hanusa antisipa iha mercadoria (apakah menanggung resiko dalam tataniaga) 13. Iha dificuldade ruma wainhira halao mercadoria fehuroupa (apakah menemui kesulitan dalam tataniaga kentang)?
108
Lampiran 3. Pembiayaan Budidaya Tanaman Kentang 1. Modal Tetap a. Sewa Lahan per 1000 m2/tahun d. Sewa lahan 1 musim tanam Jumlah B. Modal Lancar 1. Bibit ( 10 Kg @ Rp 30.000) 2.
Rp. 300.000,00
Pupuk a. Kompos ( 20 karung @ Rp 100.000)
Rp. 2.000.000,00
b. Urea ( 10 kg @ Rp 3.0000)
Rp. 300.000,00
c. Kcl (10 kg @ Rp 25.000)
Rp. 250.000,00
d. Tsp ( 10 kg @ Rp. 25.000)
Rp. 250.000,00
3.
Obat ( 2 botol @ Rp 100.000)
Rp. 200.000,00
4.
Tenaga Kerja
4.
a. Pengolahan lahan (6 HKP @ Rp 30.000
Rp. 180.000,00
b. Penanaman (3 HKP @ Rp. 30.000
Rp.
90.000,00
c. Pemupukan (3 HKP@ Rp. 30.000
Rp.
90.000,00
b. Panen ( 1 HKP @ Rp 480 per kg x 1000 kg
Rp. 480.000,00
RC
Total Biaya Produksi Kentang
Rp. 4.140.000,00
Produksi 1000
[email protected]
Rp. 7.000.000,00 Rp. 2.860.000,00
Sumber: Dadus Relatoriu Sub distrito Hatu-Builiko (Laporan Dinas Penyuluhan Kecamatan Hatu-Builiko)
109
Lampiran 4. Biaya Tataniaga Kentang Oleh Setiap Lembaga Tataniaga. Biaya Biaya Jumlah rata-rata (Rp/Kg) Petani Biaya pengumpulan, pembersihan Rp. 6000/25 kg karung sak Biaya Pengangkutan kentang kerumah petani @Rp.6000/25 kg kentang dalam karung sak Jumlah Biaya panen per kilogram
240.00 240.00 480.00
Pedagang pengumpul Biaya Sortasi dan grading @ Rp. 5000/25 kg karung sak Biaya pemuatan atau pemindahan dan pengemasan @ Rp 5.000/25 kg karung sak kentang Biaya transportasi ke pasar induk sekali angkut @ 500.000/1000 kg kentang Jumlah Biaya tataniga Pedagang Pengecer Biaya pengemasan @ Rp 5000/25 kg Biaya retribusi pasar @Rp. 2.500/25 kg kentang Jumlah Biaya tataniaga Pedagang Grosir Biaya pembongkaran dan pemindahan@Rp. 5.000/25kg Biaya pengemasan dan penyimpanan @ Rp. 10.000/25 kg kentang dalam black kaleng Biaya retribusi pasar @2.500/25 kg Jumlah Biaya Tataniaga Sumber: Hasil Data Primer (2014)
200.00 200.00 500.00 900.00
Rp.
200.00 100.00 300.00
200.00
Rp.
400.00 100.00 700.00
110
Lampiran 5. Biaya Tataniaga Kentang yang Dikeluarkan Masing-Masing Saluran Tataniaga dalam Saluran Tatniaga I Biaya Biaya
Jumlah rata-rata (Rp/kg)
Petani Biaya pengumpulan, pembersihan dan peminahan kentang ke dalam lafatik pengemasan Biaya Pengangkutan kentang dari lahan kerumah petani Biaya transportasi Jumlah Biaya
240.00 240.00 0 480.00
Pedagang Pengumpul Biaya Sortasi dan grading, dan pengemasan Biaya pemuatan dan pemindahan Biaya transportasi produk ke pedagang pengecer Jumlah Biaya
200.00 200.00 500.00 940.00
Pedagang pengecer Biaya Pengemasan Biaya retribusi Jumlah biaya
200.00 100.00 300.00
Total Biaya Pada Saluaran Tataniaga I 1.200.00 Sumber: Data hasil wawancara dengan lembaga tataniaga kentang Hatu-Builiko
Note: Biaya tataniaga merupakan biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga dalam tataniaga kentang yaitu biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul dan pedagang pengecer.
111
Lampiran 6. Biaya Tataniaga Kentang yang Dikeluarkan Oleh Masing-Masing Lembaga Tataniaga Dalam Saluran Tatniaga II Biaya Biaya
Jumlah rata-rata (Rp/kg)
Petani Biaya panen dan pengemasan Biaya Pengangkutan kentang dari lahan kerumah petani Biaya transportasi Jumlah Biaya
240.00 240.00 0 480.00
Pedagang Pengumpul Biaya Sortasi dan grading Biaya pengemasan dan pemindahan Biaya transportasi produk ke pedagang pengecer Jumlah Biaya
200.00 200.00 500.00 900.00
Pedagang Grosir Biaya pemuatan dan pemindahan Biaya pengemasan dan penyimpanan Biaya retribusi Jumlah biaya
200.00 400.00 100.00 700.00
Total Biaya Pada Saluaran Tataniaga II 1.600.00 Sumber: Data hasil wawancara dengan lembaga tataniaga kentang Hatu-Builiko
Note: Biaya tataniaga merupakan biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga dalam tataniaga kentang yaitu biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul dan pedagang grosir
112
Lampiran 7. Biaya Tataniaga Kentang yang Dikeluarkan Oleh Masing-Masing Lembaga Tataniaga Dalam Saluran Tatniaga III Biaya Biaya
Jumlah rata-rata (Rp/kg)
Petani Biaya panendan pengemasan Biaya Pengangkutan kentang dari lahan kerumah petani Biaya transportasi Jumlah Biaya
240.00 240.00 0 480.00
Pedagang Pengumpul Biaya sortasi dan grading serta pengemasan Biaya pemuatan dan pemindahan Biaya transportasi produk ke pedagang pengecer Jumlah Biaya
200.00 200.00 500.00 940.00
Total Biaya Pada Saluaran Tataniaga III 900.00 Sumber: Data hasil wawancara dengan petani dan pedagang pengumpul di Kecamatan Hatu-Builiko
Note: Biaya tataniaga merupakan biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga dalam tataniaga kentang yaitu biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul.
113
Lampiran 8. Harga Jual dan Harga Beli Masing-masing Lembaga Tataniaga Kentang di Hatu-Builiko Kabupaten Aninaro Lembaga Tataniaga
Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer Pedagang Grosir
Harga Beli Kelas Kentang (Rp/kg) A B C
Harga Jual Kentang Kelas kentang (Rp/kg) A B C
7.000 7.000 7.000 11.000 10.000 10.000 11.000 10.000 10.000
7.000 11.000 13.000 14.000
Sumber: Data Primer Hasil Wawancara (2014)
7.000 10.000 12.500 13.000
7.000 10.000 12.500 13.000
114
Lampiran 9. Informasi Umum Petani Responden yang Mengusahakan Kentang di Kecamatan Hatu-Builiko Kabupaten Ainaro. No. Nama Petani Umur Jenis kelamin Pendidikan Luas lahan (Thn) (L/P (Tingkatan) (M2) 1. Joan Nahak 20 L SMP 500 2. Agosthinu saldanha 20 L SMP 500 3. Thomas Nahak 20 L SD 600 4. Joao Noronha 20 L SD 600 5. Mariano costa 27 L SD 600 6. Abeto 30 L SD 700 7. Carolino 28 L SD 650 8. Ajoi da costa 30 L SMP 700 9. Thomas Beremau 31 L SD 750 10. Julio 34 L SD 800 11. Barbosa 34 L SD 800 12. Atoi Lakometa 36 L SD 800 13. Lorenco cunha 35 L SD 760 14. Selestinu Koi 34 L SMP 1.000 15. Ensu Gusmao 35 L SMP 900 16. Carlos Jeronimo 36 L SMP 1.000 17. Pedro Beremau 40 L 800 18. Antonio Gamalai 50 L 800 19. Maukolo 52 L 1000 20. Mabeka Samalai 54 L 800 Sumber: Hasil Data Primer (2014)
115
Lampiran 10. Informasi Umum Pedagang Responden yang Terlibat Tataniga Kentang di Kecamatan Hatu-Builiko Kabupaten Ainaro (2014) No. Nama Umur Tingkat Status Jenis Pedagang (Thn) Pendidikan Pedagang Kelamin (L/P) 1. Omar Xerostar 40 Sarjana S1 Pengumpul L 2. Joan Gomes 39 Diploma Grosir L 3. Antonio Fernandes 32 Diploma Grosir L 4. Josefino Mau 25 SMP Pengecer L 5. Jeferino Soares 23 SMP Pengecer L 6. Jose Almeida 25 SMP Pengecer L 7. Jaime Cardoso 24 SMP pengecer L 8. Afonso Gaio 34 SMA Pengecer L 9. Amandio Cruz 35 SMA Pengecer L 10. Rudensio Alukai 41 SD Pengecer L 11. Osvaldo 45 SD Pengecer L 12. Luis marthino 30 SMP Pengecer L 13. Sergio Sarmento 34 SMP Pengecer L 14. Bernardo Monis 32 SMP Pengecer L Sumber: Data kuisioner dan wawancara pedagang kentang di Hatu-Builiko (2014)
116
Lampiran 11. Populasi Petani dan Luas Lahan yang Diusahakan untuk Menanam Kentang di Kecamatan Hatu-Builiko, Kabupaten Ainaro No. Luas lahan meter persegi Jumlah Petani Status Lahan (M2) (orang) 1. ≤100 52 Milik sendiri 2. 101-200 50 Milik sendiri 3. 201-300 70 Milik sendiri 4. 301-400 45 Milik sendiri 5. 401-500 18 Milik sendiri 6. 501- 600 10 Milik sendiri 7 601-700 9 Milik sendiri 8. 701-800 12 Milik sendiri 9. 801-900 11 Milik sendiri 10. ≥1000 3 Milik sendiri Jumlah petani 280 Sumber: dadus relatorio populasaun agricultor horticultura Subdistrito HatuBuiliko. (data laporan populasi petani di Kecamatan Hatu-Builiko)
117
Lampiran 12. Foto-foto Penelitian
Gambar 1: Berdiskusi dengan extensionista/penyuluh petani sebagai informan kunci.
Gambar 2. Informan kunci memberikan informasi kentang di Hatu-Builiko
118
Gambar 3: Peneliti diberi informasi oleh penyuluh lapangan
Gambar 4: Peniliti diberi informasi potensial lahan yang akan di kembangkan
119
Gambar 5: Potensial lahan yang akan digunakan untuk usahatani kentang
Gambar 6: Lahan yang dirotasi dengan tanaman sayuran lain
120
Gambar 7: Lahan Yang disipakan untuk menanam kentang setelah di rotasi dengan Sayuran Kubis
Gambar 8: Lahan yang telah siap untuk ditanami kentang
121
Gambar 9. Lahan yang sedang ditanami Kentang.
Gambar 10: Kentang dalam tahap pertumbuhan
122
Gambar 11: Pupuk urea yang digunakan dalam usahatani kentang
Gambar 12: Truk penjual pupuk sedang menurunkan pupuk yang digunakan dalam usahatani kentang
123
Gambar 13. Kentang yang dijual ole pedang pengecer
Gambar 14: Kentang dijual dalam kemasan baldy oleh pedagang pengecer di pasar Maubisi
124
Gambar 15: Tanya jawab langsung dengan petani kentang di lahan.
Gambar 16: Lahan yang digunakan oleh petani kentang.