1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan institusi paling depan dalam menjalankan proses pendidikan. Pendidikan secara makro pada akhirnya akan bermuara pada sekolah melalui pembelajaran. Kepala sekolah sangat berperan dalam menggerakan berbagai komponen di sekolah sehingga proses belajar mengajar di sekolah itu berjalan dengan baik. Kaitannya dengan pentingnya peran kepala sekolah, Gurr et al (2005:548) dalam hasil penelitiannya di Australia menyatakan bahwa in conclusion, the two studies highlight the importance and contribution of the principal to the quality of education in a school. Froman Australian perspective the principal remains an important and significant figure in determining the success of a school. Lebih lanjut menurut Elmore (2006), Friesen & Jacobsen (2009), Hattie (2009), Leithwood (2007), dan Marzano (2006) yang dikutif Dharma (2010) peran kepala sekolah pada abad 21 lebih banyak berpartisipasi pada pembelajaran, yaitu 91%. Hal ini menunjukan bahwa kepala sekolah punya andil cukup besar dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Dengan demikian meningkatkan kompetensi kepala sekolah mutlak harus dilakukan.
2
Sejalan dengan itu Supriadi (1998:346) berpendapat bahwa “erat hubungannya antara mutu kepala sekolah dengan berbagai aspek kehidupan sekolah, seperti disiplin sekolah, iklim budaya sekolah, dan menurunnya perilaku nakal peserta didik”. Namun tidak sembarang kepala sekolah akan mampu membuat sekolah sukses dalam menjalankan pembelajarannya. Hanya kepala sekolah yang memiliki kompetensilah yang akan mampu melakukannya. Departemen Pendidikan Nasional baru-baru ini melakukan uji kompetensi kepala sekolah berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Kompetensi Kepala Sekolah. Setelah diadakan uji kompetensi, hasilnya dari 250 ribu kepala sekolah di Indonesia sebanyak 70% tidak kompeten. Berdasarkan hasil uji kompetensi, hampir semua kepala sekolah lemah di bidang kompetensi manajerial dan supervisi. Padahal dua kompetensi itu merupakan kekuatan kepala sekolah untuk mengelola sekolah dengan baik (Depdiknas, 2008). Menurut Dharma (2008) banyaknya kepala sekolah yang kurang memenuhi standar, kondisi ini tidak lepas dari proses rekrutmen dan pengangkatan kepala sekolah yang berlaku saat ini. Lebih jauh Dharma mengatakan bahwa kelemahan tersebut karena di sejumlah daerah penunjukan kepala sekolah asal “comot” saja. Di beberapa daerah, termasuk di kabupaten Garut posisi kepala sekolah tergantung bupati/walikota. Proses dari guru untuk menjadi kepala sekolah di kabupaten Garut hanya beberapa hari saja, bahkan beberapa jam melalui seleksi biasa, seperti seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil. Tidak didahului melalui pendidikan dan latihan. Padahal di sejumlah negara,
3
untuk menjadi kepala sekolah, seseorang harus menjalani training dengan minimal waktu yang ditentukan. Misalnya Malaysia, yang menetapkan 300 jam pelatihan untuk menjadi kepala sekolah, Singapura dengan standar 16 bulan pelatihan, dan Amerika, yang menetapkan lembaga pelatihan untuk mengeluarkan surat izin atau surat keterangan kompetensi. Sejak diberlakukannya otonomi daerah, pengangkatan kepala sekolah menjadi kewenangan penuh bupati atau wali kota. Adanya pelimpahan wewenang ini di satu pihak baik, karena pemerintah daerah akan lebih tahu kelayakan guru untuk dipromosikan menjadi kepala sekolah. Namun di pihak lain akan kurang bagus. Pertimbangan politis terkadang yang paling dominan seorang guru untuk diangkat menjadi kepala sekolah. Akibat dari semua itu kinerja kepala sekolah tidak sesuai dengan yang diharapkan. Tentu saja hal ini akan berdampak pada peningkatan kinerja guru, karena bagaimanapun juga kepala sekolah merupakan pembina guru secara langsung di sekolah. Mutu pendidikan juga secara umum akan menurun. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja kepala sekolah itu. Faktorfaktor determinan tersebut yaitu budaya sekolah, motivasi kerja, latar belakang pendidikan, rekruitmen, kompetensi, dan sistem kompensasi. Berdasarkan faktorfaktor determinan itu, peneliti hanya akan mengkaji rekruitmen, kompetensi, dan sistem kompensasi kepala sekolah. Ketiga faktor determinan ini diduga akan berpengaruh terhadap kinerja kepala sekolah. Begitu pula kinerja kepala sekolah diduga akan berpengaruh terhadap kinerja sekolah. Alasan dipilihnya ketiga faktor itu dapat diuraikan sebagai berikut.
4
Rekrutmen kepala sekolah di era desentralisasi seharusnya lebih baik daripada era sentralisasi, karena daerah diberi kewenangan penuh untuk memilih calon kepala sekolah yang terbaik, daerah yang lebih mengetahui potensi guru yang layak untuk menjadi kepala sekolah, dan dalam hal pembinaan lebih fokus karena daerah mengetahui sasaran yang harus dibinanya. Namun kenyataannya tidak demikian, rekrutmen kepala sekolah di era desentralisasi kental dengan nuansa
politik,
tergantung
pada
keinginan
bupati/wali
kota,
tidak
mengedenpankan prinsif-prinsif profesionalisme. Kesempatan bagi guru-guru berprestasi untuk menjadi kepala sekolah sangat kecil. Mereka kalah oleh guruguru yang mempunyai akses kepada bupati. Rekrutmen kepala sekolah disamakan dengan pemilihan pejabat struktural. Akibatnya, ketika mereka menjadi kepala sekolah perilakunya seperti birokrat yang harus selalu loyal pada atasannya. Padahal
kepala
sekolah
merupakan
jabatan
profesional
yang
harus
mengedepankan prinsif-prinsif akademis dalam mewujudkan mutu pendidikan di sekolah yang dipimpinnya. Rekrutmen memegang peranan penting dalam mewujudkan kepala sekolah yang berkualitas. Kualitas kepala sekolah diawali dari proses rekrutmen. Jika rekrutmennya baik, maka hasilnya juga akan baik. Kepala sekolah yang memiliki kinerja baik pada hakikatnya tergantung pada rekrutmen. Rekrutmen yang baik tentu saja hanya akan memilih kepala sekolah yang memiliki kompentensi. Melihat begitu pentingnya peran rekrutmen dalam mewujudkan kepala sekolah yang berkinerja baik, maka peneliti merasa perlu untuk menelitinya lebih lanjut.
5
Begitu pula kompetensi, hanya kepala sekolah yang memiliki sejumlah kompetnsilah yang akan berkinerja baik. Salah satu ciri kepala sekolah yang memiliki kinerja baik yaitu akan mampu memimpin sekolah secara efektif. Kepala sekolah yang memiliki kompetensi hanya dihasilkan melalui proses rekrutmen yang baik. Oleh karena itu kompetensi menjadi sesuatu yang penting untuk diteliti lebih jauh. Kepala sekolah hasil rekrutmen yang baik dan memiliki sejumlah kompetensi yang dipersyaratkan, jika tidak didukung oleh sistem kompensasi yang memadai akan menimbulkan masalah baru. Masalah-masalah itu di antaranya semangat, minat, motivasi, dan gairah kerja akan menurun. Tentu saja hal ini akan berakibat pada menurunnya kinerja kepala sekolah secara keseluruhan. Dalam konteks ini sistem kompensasi menjadi sesuatu yang penting dalam meningkatkan kinerja kepala sekolah. Oleh karena itu sistem kompensasi kepala SMP di Kabupaten Garut perlu diteliti lebih lanjut. Penelitian yang dilakukan Gurr, Drysdale and Mulford (2005:539-540) di Australia yaitu tentang model kepemimpinan atau kinerja kepala sekolah yang sukses. Penelitian ini dilakukan di dua negara bagian, yaitu Tasmania dan Victoria. Hasil penelitian di kedua negara tersebut secara umum yaitu kepemimpinan kepala sekolah yang sukses atau kinerja kepala sekolah yang baik dapat diidentifikasi dari hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa yang baik menunjukan bahwa kepemimpinan kepala sekolah atau kinerja kepala sekolah baik. Kepemimpinan yang sukses selalu diarahkan pada peningkatan kualitas hasil
6
belajar siswa. Jadi, kepemimpinan kepala sekolah merupakan kunci keberhasilan siswa dalam belajar. Untuk menunjang kualitas hasil belajar siswa, di Victoria sejak tahun 70an secara terus menerus dilakukan reformasi pendidikan. Program reformasi itu sebagai berikut. 1) Meningkatkan belajar siswa melalui kerangka kurikulum baru, meningkatkan penilaian dan pelaporan, dan peningkatan berbagi praktek terbaik dalam mengajar dan pembelajaran. 2) Mengembangkan model alokasi sumber daya baru. 3) Membangun kapasitas kepemimpinan kepala sekolah melalui peningkatan seleksi, mentoring dan program pelatihan, dan program pengembangan kepemimpinan dan baru berpengalaman pemimpin sekolah. 4) Menciptakan dan mendukung kinerja dan pengembangan kebudayaan, mendukung profesional guru melalui program mentoring. 5) Perbaikan sekolah melalui peningkatan kinerja. 6) Meningkatkan jaringan sekolah (Gurr et al, 2005:540). Sementara itu hasil temuan Gurr (2005:541) di negara bagian Tasmania terkait dengan kinerja kepala sekolah yaitu (1) konteks, (2) nilai-nilai dan keyakinan kepala sekolah, (3) menyediakan dukungan dan membangun kapasitas individu, (4) membangun kapasitas sekolah, (5) menuju visi/arah bersama sekolah, (6) hasil sekolah, dan (7) bukti monitoring, evaluasi, refleksi kritis dan perubahan / transformasi. Konteks terkait dengan sosial budaya masyarakat di sekitar sekolah. Kepala sekolah harus mampu memahami konteks sosial budaya masyarakat sekitar agar semua program sekolah mendapat dukungan dari masyarakat. Selain itu program sekolah yang dirancang akan selalu disesuaikan dengan kedaan masyarakat sekitar agar bisa diterima dengan baik.
7
Nilai-nilai dan keyakinan yang ada pada kepala sekolah dikelompokan menjadi tiga kategori, yaitu kejujuran, empati, dan komitmen; bersikap terbuka dan fleksibel; dan kepemimpinan/tanggung jawab. Perilaku kepala sekolah harus visioner
atau memberi inspirasi kepada orang lain sehingga lebih kreatif.
Karakter yang terkait dengan kepribadian dan gaya kepemimpinan kepala sekolah yaitu kejujuran, keterbukaan, fleksibilitas, komitmen, dan empati pada orang lain. Memberikan dukungan individu dan membangun kapasitas individu, mengandung arti bahwa kepala sekolah harus memberikan dukungan kepada guru untuk terus meningkatkan profesionalismenya. Kepala sekolah juga harus mampu memberi kepercayaan kepada guru, sehingga guru merasa dihargai. Dengan demikian guru semakin percaya diri dalam menjalankan tugas profesionalnya. Membangun dan mengembangkan kapasitas individu/guru yang dilakukan kepala sekolah hasil temuan Gurr et al melalui tiga tahap, yaitu (1) mendorong atau mendukung guru untuk melakukan peran-peran kepemimpinan; (2) mendorong staf untuk menerima tanggung jawab untuk belajar profesional;
dan (3)
menciptkan kelompok belajar yang dilakukan guru senior terhadap guru pemula, sehingga terjadi saling membelajarkan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa memberikan dukungan membangun kapasitas individu pada hakikatnya yaitu upaya kepala sekolah mendorong guru untuk lebih profesional. Kapasitas sekolah dibangun melalui komunikasi yang baik dan dikelola dengan hati-hati. Membangun kapasitas terfokus pada dua bidang utama, yaitu budaya sekolah dan struktur sekolah. Hasil temuan Gurr menunjukan bahwa
8
kepala sekolah yang sukses selalu mempromosikan budaya kolegialitas, kolaborasi, dukungan, kepercayaan, dan budaya inovasi. Menuju visi/arah bersama sekolah mengandung arti bahwa keberhasilan sekolah berasal dari pengembangan visi bersama atau kolektif. Hasil temuan Gurr di sebagian besar sekolah, visi terdiri atas empat aspek arah sekolah, yaitu (1) fokus (fokus pada masing-masing individu anak); (2) lingkungan (aman, perhatian, hubungan positif); (3) ekspektasi (nilai-nilai sekolah mengenai tindakan/perilaku siswa, staf, orang tua); dan (4) belajar seumur hidup. Fokus dari visi/arah sekolah tercermin dalam kurikulum, dan strategi pembelajaran. Kepala sekolah yang sukses dapat dilihat dari output sekolah. Output/hasil sekolah yang dihargai oleh masyarakat menurut Gurr dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu hasil pembelajaran, keberhasilan siswa, dan modal sosial masyarakat. Hasil pembelajaran erat kaitannya dengan peran kepala sekolah sebagai pemimpin yang menggerakan guru agar melakukan pembelajaran dengan baik. Oleh karena itu menurut Gurr ada hubungan yang jelas antara kepemimpinan kepala sekolah dengan hasil belajar siswa. Keberhasilan siswa mencakup potensi individu, rasa percaya diri, identitas diri, rasa memiliki terhadap sekolah, dan melek hiruf dan berhitung. Hasil modal sosial masyarakat. Hasil temuan Gurr menunjukan bahwa kepala sekolah yang sukses berfokus pada pembangunan modal sosial di sekolah. Sekolah merupakan miniatur masyarakat. Oleh karena itu nilai-nilai kebersamaan,
9
norma-norma, tenggang rasa, dan lain-lain harus menjadi bagian dari kegiatan di sekolah. Berdasarkan hasil temuan Gurr yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan sebuah sekolah atau kepala sekolah dapat dilihat dari hasil pembelajaran berupa prestasi siswa, baik prestasi secara akademik maupun non akademik. Hasil penelitian Kam-cheung Wong (2005:552-553) di Cina yaitu tentang kondisi-kondisi dan praktek untuk kepala sekolah yang sukses. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kepala sekolah yang sukses di Cina. Faktor apa saja yang menyebabkan kepala sekolah di Cina sukses. Hasil penelitiannya yaitu ideide inovatif melalui olahraga dan seni dapat meningkatkan efektifitas sekolah. Hal ini telah dilakukan di SMA bagian Timur Cina. Sementara itu di SMP bagian Utara telah dilakukan upaya yaitu siswa secara terus menerus diberi pengalaman untuk sukses. Untuk meningkatkan profesionalisme sekolah dan guru di Cina didirikan sebuah lembaga yaitu Unit Pengajaran dan Penelitian atau Teaching and Research Units (TRU). Lembaga ini bertugas untuk membina dan melatih guru agar kemampuan profesionalnya meningkat. Caranya dengan sistem mentor. Guru yang sudah berpengalaman membimbing guru yang masih yunior. Mulai dari merencanakan, melakukan pembelajaran, sampai pada evaluasi guru senior membimbingnya. Bahkan guru yunior sering menyaksikan atau mengamati bagaimana guru senior mengajar. Dengan demikian guru yunior mendapatkan
10
pengalaman langsung bagaimana mengajar yang baik. Semua ini digerakan oleh kepala sekolah. Kepala sekolah di Cina berasal dari guru yang unggul atau berprestasi. Oleh karena itu kepala sekolah selalu melakukan pengawasan atau monitoring untuk melihat bagaimana guru mengajar. Kepala sekolah di Cina selalu menganjurkan kepada guru-gurunya supaya mengembangkan pengetahuan yang telah dikuasai siswa agar lebih mantap. Pengembangan prestasi di Cina tidak hanya akademis saja, tetapai non akademis juga terus dikembangkan. Oleh karena itu kepala sekolah selalu menganjurkan agar siswa yang memiliki kemampuan akademiknya kuat agar lebih berprestasi lagi di bidang akademik. Namun bagi siswa yang kemampuan akademiknya lemah, harus difokuskan kepada hal lain seperti olahraga, kesenian, dan lain-lain supaya memiliki keunggulan.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, kepala sekolah harus ditingkatkan kinerjanya. Hal ini mengingat kinerja kepala sekolah akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja sekolah yang diperlihatkan melalui prestasi atau hasil kerja sekolah. Kinerja kepala sekolah tidak berdiri sendiri, tetapi terkait dengan berbagai faktor yang akan mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal terkait dengan berbagai hal yang ada di luar sistem organisasi (sekolah), seperti lingkungan sosial masyarakat sekitar,
11
budaya masyarakat, partisipasi masyarakat, tata nilai yang ada di masyarakat, politik, ekonomi, sistem birokrasi yang berlaku, dan lain-lain. Kinerja kepala sekolah secara tidak langsung bisa saja dipengaruhi oleh lingkungan sosial masyarakat di mana kepala sekolah tersebut bertugas. Lingkungan sosial masyarakat yang peduli akan pentingnya pendidikan akan memudahkan kepala sekolah dalam menjalankan program-program di sekolah yang dipimpinnya. Sebaliknya, kepala sekolah akan sulit mengendalikan atau melaksanakan program-program pendidikan di sekolah yang dipimpinannya, jika lingkungan masyarakatnya tidak mendukung atau tidak peduli akan pentingnya pendidikan. Budaya masyarakat yang menganggap bahwa mendidik anak itu merupakan kewajiban sekolah saja, akan mempersulit kepala sekolah dalam menjalin kerjasama dengan orang tua siswa dalam upaya ikut serta mendidik putra-putrinya di rumah. Partisipasi masyarakat baik dalam bentuk finasial maupun non finansial (ide atau pikiran) untuk memajukan sekolah sangat dibutuhkan oleh kepala sekolah. Kepala sekolah akan memiliki kekuatan dan modal yang luar biasa untuk memajukan sekolah, jika semua masyarakat ikut berpartisipasi memikirkan tentang kemajuan sekolah di masa yang akan datang. Bentuk partisipasi ini bisa difasilitasi komite sekolah. Masyarakat itu tentu saja memiliki nilai-nilai yang dianutnya. Nilai-nilai tersebut sudah menjadi kesepakatan masyarakat yang harus dilaksanakan dengan baik. Nilai-nilai yang dianut masyarakat, seperti kejujuran, kebersamaan,
12
kepedulian, tenggang rasa, tatakrama, kesetiakawanan, dan lain-lain akan mewarnai sekolah. Sekolah akan diwarnai dengan nilai-nilai tersebut, jika kepala sekolah mampu memanfaatkan nilai-nilai itu sebagai pendorong untuk memajukan sekolah. Kepala sekolah menjalankan kepemimpinannya tidak lepas dari politik yang berlaku di masyarakat. Kebijakan yang dijalankan kepala sekolah pada hakikatnya merupakan produk politik di bidang pendidikan. Namun, dalam menjalankan kebijakan tersebut kepala sekolah dituntut untuk mampu menyesuaikan dengan sosial budaya masyarakat di mana sekolah itu berada. Kemajuan ekonomi masyarakat akan berpengaruh pada tingkat pendidikan masyarakat. Masyarakat yang tingkat ekonominya sudah memadai cenderung akan menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Masyarakat pada akhirnya akan menyadari akan pentingnya pendidikan bagi peningkatan ekonomi. Masyarakat akan paham betapa eratnya hubungan antara pendidikan dengan ekonomi. Jika masyarakat sudah memiliki pemahaman seperti itu, kepala sekolah akan mudah mengajak masyarakat sekitar untuk menyekolahkan putraputrinya. Sekolah merupakan bagian dari organisasi pemerintahan negara Indonesia di bidang pendidikan. Induk organisasi sekolah di pusat yaitu Kementerian Pendidikan Nasional. Sementara itu induk organisasi di daerah kabupaten atau kota yaitu dinas pendidikan. Oleh karena itu, sistem birokrasi yang berlaku di induk organisasinya akan berpengaruh pada pengelolaan sekolah. Namun pengaruh itu seharusnya tidak menyentuh pada aspek-aspek akademis yang
13
merupakan tanggung jawab penuh sekolah. Sekolah harus diberi otonom dalam pengelolaan yang sifatnya akademis. Organisasi induk hanya membina yang sifatnya administratif. Itupun tidak bersifat instruksi, tetapi pemberdayaan dan pembinaan. Faktor internal terkait dengan berbagai hal yang ada pada diri kepala sekolah itu sendiri, seperti keterampilan interpersonal, mental untuk sukses, terbuka untuk berubah, kreativitas, terampil berkomunikasi, inisiatif, kemampuan dalam merencanakan dan mengorganisir kegiatan yang menjadi tugasnya, minat, bakat, motivasi kerja, mutu pekerjaan, kejujuran pegawai, inisiatif, kehadiran, sikap, kerjasama, kehandalan, pengetahuan tentang pekerjaan, tanggung jawab dan pemanfaatan waktu, disamping hal lain seperti budaya sekolah, latar belakang pendidikan, rekruitmen, kompetensi, dan sistem kompensasi. Faktor-faktor yang telah dikemukakan di atas merupakan variabel-variabel penelitian yang sekaligus merupakan faktor determinan yang akan berpengaruh terhadap kinerja kepala sekolah. Sejauhmana tingkat pengaruhnya, perlu ada penelitian lebih lanjut. Peningkatan kinerja kepala sekolah diduga akan mempengaruhi kinerja sekolah. Kinerja sekolah itu akan terlihat dari prestasi atau hasil kerja yang diperoleh sekolah. Hal ini karena kepala sekolah yang bertanggung jawab langsung dalam menggerakan berbagai sumber daya yang ada di sekolah. Dengan demikian apabila kinerja kepala sekolah baik, dapat diduga kinerja sekolah yang bersangkutan juga akan meningkat.
14
Upaya yang bisa dilakukan kepala sekolah sekait dengan meningkatkan kinerja sekolah di antaranya (1) mengefektifkan pelaksanaan kurikulum, (2) memberdayakan guru melalui kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) tingkat sekolah, (3) mengadakan pelatihan-pelatihan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), (4) mengadakan supervisi pembelajaran secara berkala, (5) mengikutsertakan guru dalam berbagai pelatihan yang berkaitan dengan peningkatan profesional, (6) memberdayakan tenaga kependidikan melalui pelatihan-pelatihan, (7) mengevaluasi hasil belajar secara berkala, dan lain-lain.
C. Batasan Masalah Masalah utama dalam penelitian ini yaitu keterkaitan antara mutu kinerja kepala sekolah dengan peningkatan kinerja sekolah. Melihat begitu banyaknya faktor yang akan berpengaruh terhadap kinerja kepala sekolah, peneliti hanya membatasi pada variabel rekrutmen, kompetensi, dan sistem kompensasi. Alasan ditelitinya ketiga variabel tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Rekrutmen memegang peranan penting dalam menghasilkan kepala sekolah yang berkinerja baik. Kepala sekolah yang memiliki kinerja baik diawali dari proses rekrutmen yang baik. Jika rekrutmen kepala sekolah baik, maka kualitas kinerjanya juga akan baik. Uraian tersebut sejalan dengan pendapat Castetter (2004:87) sebagai berikut. Proses rekrutmen memegang peranan penting dalam menciptakan keefektifan sistem sekolah. Hasil penelitian menunjukan bahwa program perekrutan yang didesain secara baik akan menghasilkan komitmen kepegawaian yang lebih baik, produktivitas, dan kualitas kerja yang lebih
15
tinggi. Proses rekrutmen yang baik juga akan berpengaruh terhadap upaya mempersiapkan pemimpin yang akan datang, karir, kesuksesan para pegawai, dapat memecahkan masalah, dan melakukan pembaharuan. Sebaliknya, sistem rekrutmen yang tidak direncanakan dengan baik sering menimbulkan berbagai permasalahan seperti salah penempatan posisi, kinerja yang tidak efektif, supervisi yang tidak semestinya, kemangkiran, dan kelakukan anti organisasi. Rekrutmen yang baik erat kaitannya dengan kompetensi. Rekrutmen kepala sekolah yang baik akan menghasilkan kepala sekolah yang kompeten. Sangat tidak mungkin jika rekrutmennya baik, menghasilkan kepala sekolah yang tidak memiliki kompetensi. Hanya kepala sekolah yang memiliki kompetensi yang akan mampu mengembangkan kinerja sekolah. Oleh karena itu betapa pentingnya peran rekrutmen kepala sekolah dalam upaya meningkatkan kinerja sekolah. Sejalan dengan uraian di atas, menurut Aarons (2010) as principals come under more pressure than ever to improve underperforming schools, leadership experts say it's time for the nation to emphasize recruiting and training the next generation of school leaders. Selain itu hasil penelitian Aarons di Amerika terkait dengan pentingnya rekrutmen yaitu (1) kepemimpinan kepala sekolah yang kuat diawali dari proses rekrutmen; (2) pemerintah Amerika sangat mendukung terhadap rekrutmen dan pelatihan kepala sekolah yang baik karena akan meningkatkan kinerja sekolah; (3) Departemen Pendidikan Amerika mengeluarkan dana yang besar untuk rekrutmen dan pelatihan kepemimpinan kepala sekolah; (4) betapa pentingnya peran kepala sekolah sebagai pemimpin instruksional dan agen perubahan. Oleh karena itu harus dipersiapkan dengan baik; (5) kongres sedang mempersiapkan undang-
16
undang rekrutmen dan pelatihan kepala sekolah; dan (6) mengadakan kerjasama dengan universitas untuk mempersiapkan kepala sekolah yang baik. Berdasarkan hasil penelitian Dreyfus (2008:89-90) ada perbedaan antara manajer yang memiliki kompetensi dengan yang tidak memiliki kompetensi Kompetensi berpengaruh terhadap efektifitas para manajer. Para manajer yang efektif kemampuan interpersonalnya lebih baik daripada yang lain. Para pemimpin yang efektif memiliki kemampuan berhubungan/komunikasi dengan yang lain, terbuka, dan mampu untuk mendengarkan orang lain. Hasil temuan Goldhaber et al (2011), bahwa di Amerika ada kehawatiran kualitas guru dan kepala sekolah menurun. Oleh karena itu ada upaya untuk mereformasi sistem kompensasi. Sistem kompensasi tersebut akan meningkatkan kualitas guru dan kepala sekolah, sehingga kinerja sekolah juga akan meningkat. Melihat begitu pentingnya rekrutmen, kompetensi, dan sistem kompensasi kepala sekolah, maka peneliti hanya mengkaji: 1. pengaruh rekrutmen kepala sekolah terhadap kinerja kepala sekolah; 2. pengaruh kompetensi kepala sekolah terhadap kinerja kepala sekolah; 3. pengaruh sistem kompensasi terhadap kinerja kepala sekolah; 4. pengaruh kinerja kepala sekolah terhadap peningkatan kinerja sekolah.
D. Rumusan Masalah/Pertanyaan Penelitian Masalah dalam penelitian ini yaitu seberapa besar pengaruh rekrutmen, kompetensi, dan sistem kompensasi terhadap kinerja kepala sekolah dan dampaknya terhadap kinerja sekolah di Kabupaten Garut?
17
Masalah tersebut agar mudah proses pengkajiannya, harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut. 1. Apakah rekrutmen kepala sekolah berpengaruh terhadap kinerja kepala sekolah? 2. Apakah kompetensi kepala sekolah berpengaruh terhadap kinerja kepala sekolah? 3. Apakah sistem kompensasi berpengaruh terhadap kinerja kepala sekolah? 4. Apakah kinerja kepala sekolah bepengaruh terhadap kinerja sekolah? 5. Apakah rekrutmen, kompetensi, dan sistem kompensasi kepala sekolah secara bersama-sama berpengaruh terhadap peningkatan kinerja kepala sekolah? 6. Apakah rekrutmen, kompetensi, dan sistem kompensasi kepala sekolah secara bersama-sama berpengaruh terhadap peningkatan kinerja sekolah?
E. Tujuan Penelitian Penelitian
ini
secara
umum,
bertujuan
untuk
menjelaskan
atau
menerangkan kinerja kepala sekolah yang dipengaruhi oleh variabel rekrutmen, kompetensi, dan sistem kompensasi. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan kinerja sekolah yang dipengaruhi oleh kinerja kepala sekolah. Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan umum yang telah dikemukan di atas, tujuan penelitian ini sebagai berikut. 1. Ingin mengetahui pengaruh rekrutmen kepala sekolah terhadap kinerja kepala sekolah.
18
2. Ingin mengetahui pengaruh kompetensi kepala sekolah terhadap kinerja kepala sekolah. 3. Ingin mengetahui pengaruh sistem kompensasi kepala sekolah terhadap kinerja kepala sekolah. 4. Ingin mengetahui pengaruh kinerja kepala sekolah terhadap kinerja sekolah. 5. Ingin mengetahui pengaruh rekrutmen, pengembangan kompetensi, dan sistem kompensasi secara bersama-sama terhadap kinerja kepala sekolah. 6. Ingin mengetahui pengaruh rekrutmen, kompetensi, dan sistem kompensasi secara bersama-sama terhadap peningkatan kinerja sekolah.
F. Manfaat Hasil Penelitian Manfaat hasil penelitian ini dapat dilihat secara teoretis dan praktis. 1. Secara Teoretis a. Dapat dijadikan acuan secara metodologis, teoretis, dan empiris untuk pengembangan
ilmu
di
bidang
ilmu
pendidikan,
khususnya
administrasi pendidikan terutama bidang pengembangan kinerja kepala sekolah. b. Menemukan dan membangun suatu prinsip kinerja kepala sekolah dan kinerja sekolah melalui perbaikan sistem rekutmen, pengembangan kompetensi, dan sistem kompensasi kepala sekolah. c. Dapat dijadikan suatu pola dalam upaya mengembangkan kinerja kepala sekolah dan meningkatkan kinerja sekolah.
19
d. Dapat dijadikan alternatif model pengembangan kinerja kepala sekolah yang dipengaruhi oleh rekrutmen, kompetensi, dan sistem kompensasi.
2. Secara Praktis a. Dapat dijadikan bahan pertimbangan pihak berwenang khususnya dalam meningkatkan kinerja kepala sekolah. b. Dapat dijadikan bahan pertimbangan para kepala sekolah dalam upaya meningkatkan kinerja sekolah. c. Dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan, terutama yang berhubungan dengan meningkatkan kinerja kepala sekolah dan kinerja sekolah. d. Dapat dijadikan masukan bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Garut terutama dalam hal rekrutmen kepala sekolah. e. Dapat dijadikan bahan masukan bagi penelitian selanjutnya, terutama yang identik dengan topik masalah.
G. Kerangka Berpikir Pengembangan kepala SMP negeri di lingkungan Kabupaten Garut merupakan tugas dan wewenang Dinas Pendidikan Kabupaten Garut. Sub organisasi
dinas
pendidikan
yang
bertanggung
jawab
langsung
dalam
mengembangkan kepala SMP negeri yaitu Bidang Pendidikan Menengah. Bidang ini dalam melaksanakan pengembangannya dibantu oleh pejabat fungsional, yaitu pengawas.
20
Pengembangan kepala sekolah diawali dengan penentuan formasi kebutuhan untuk tiap-tiap sekolah. Penentuan formasi ini seharusnya berdasarkan pada kepala sekolah yang akan memasuki pensiun. Namun terkadang penentuan formasi ini melebihi dari yang seharusnya, sehingga terjadi daftar tunggu untuk mengikuti pelantikan. Hal ini jelas tidak efektif dan menghambat peluang bagi guru-guru lain yang mempunyai kemampuan untuk dipromosikan menjadi kepala sekolah. Langkah selanjutnya diadakan rekrutmen dan seleksi calon kepala sekolah yang diajukan dari tiap-tiap sekolah. Rekrutmen kepala sekolah di era otonomi daerah sering jauh dari prinsif-prinsif profesional dan menjadi kewenangan penuh bupati atau wali kota. Menurut Dharma (2008) kewenangan tersebut menjadikan bupati atau wali kota seenaknya saja menentukan kepala sekolah”. Selain itu, proses pengangkatannya jarang disertai pelatihan. Kepentingan politik jauh lebih kuat daripada kepentingan yang terkait dengan peningkatan pengelolaan sekolah di masa yang akan datang. Selain itu selama ini yang menjadi dasar pengajuan seorang guru untuk dicalonkan kepala sekolah adalah senioritas, berdasarkan daftar urutan pangkat, belum sepenuhnya berdasarkan kompetensi dan kemampuan lainnya yang dimiliki guru bersangkutan. Akibatnya kepala sekolah yang dihasilkan memiliki kinerja kurang baik atau tidak memenuhi standar. Bahkan tidak tahu apa yang harus dikerjakan setelah menjadi kepala sekolah. Sementara itu jika kita melihat rekrutmen kepala sekolah di negara lain jauh lebih tertib dan mengedepankan prinsip-prinsip profesional. Rekrutmen
21
kepala sekolah dianggap sesuatu yang strategis dalam upaya mewujudkan kepala sekolah yang memenuhi standar. Tidak sembarang guru bisa diajukan sebagai calon kepala sekolah, tetapi guru yang paling unggul di antara guru yang lainnya. Guru yang senior dalam arti memiliki keterampilan dan kompetensi yang lainnya bisa diajukan sebagai calon kepala sekolah. Senioritas tidak diukur dengan usia, tetapi diukur dengan kompetensi dan kinerja. Di sejumlah negara, menurut Dharma (2008), untuk menjadi kepala sekolah, seseorang harus menjalani training dengan minimal waktu yang ditentukan. Malaysia, yang menetapkan 300 jam pelatihan untuk menjadi kepala sekolah, Singapura dengan standar 16 bulan pelatihan, dan Amerika, yang menetapkan lembaga pelatihan untuk mengeluarkan surat izin atau surat keterangan kompetensi sebagai kepala sekolah. Oleh karena itu penelitian ini berangat dari pemikiran bahwa kinerja kepala sekolah dapat dipengaruhi beberapa faktor determinan, seperti rekrutmen, kompetensi, dan sistem kompensasi. Begitu pula kinerja sekolah akan dipengaruhi oleh kinerja kepala sekolah, karena pada hakikatnya kepala sekolah berkewajiban meningkatkan kinerja sekolah yang dipimpinnya. Jika kinerja kepala sekolah meningkat, yang salah satunya ditunjukkan dengan kemampuan menggerakan semua sumber daya yang ada di sekolah tersebut, maka dengan sendirinya kinerja sekolah juga akan meningkat. Melihat begitu penting dan strategisnya peran kepala sekolah dalam rangka meningkatkan kinerja sekolah, maka kinerjanya harus ditingkatkan. Untuk meningkatkan kinerjanya itu, peneliti akan mengkaji faktor-faktor determinan
22
yang mempengaruhinya. Berdasarkan kerangkan berpikir penelitian yang telah diuraikan di atas, paradigma penelitiannya dapat digambarkan sebagai berikut.
23
PENGEMBANGAN KINERJA KEPALA SEKOLAH
Lingkungan Ekternal (Makro) 1. Sosial 2. Budaya 3. Ekonomi 4. Politik
Rekrutmen
Sistem Kompensasi
Kompetensi
KINERJA SEKOLAH KINERJA KEPALA SEKOLAH
Delapan Standar Nasional Pendidikan
Umpan Balik
Gambar 1.1 Paradigma Penelitian
Umpan Balik
Output Prestasi Akademik dan Non Akademik
24
Dilandasi dengan kerangka berpikir penelitian yang telah diuraikan di atas, peneliti mengajukan desain penelitiannya sebagai berikut.
ε1 REKRUTMEN (X1)
PENGEMBANGAN KOMPETENSI (X2)
KINERJA KEPALA SEKOLAH (Y)
KINERJA SEKOLAH (Z)
ε2 SISTEM KOMPENSASI (X3)
Gambar 1.2 Desain Penelitian
25
H. Asumsi-asumsi Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, dan kerangka berpikir penelitian yang telah diuraikan di atas, asumsi-asumsi yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut. 1. Kepala sekolah sangat berperan dalam upaya meningkatkan kinerja sekolah. Kinerja sekolah ditunjukan dengan adanya perubahan-perubahan di sekolah tesebut ke arah yang lebih baik. Misalnya perubahan lingkungan fisik, perubahan dalam kurikulum, perubahan dalam staf/guru, dan perubahan yang membawa kemajuan dan pertumbuhan sekolah.
Oleh karena itu Kepala
sekolah harus menjadi katalisator utama agar perubahan itu cepat terwujud dan abadi (Lunenburg dan Irby, 2006:238-239). 2. Kinerja sekolah adalah prestasi yang dicapai sekolah. Prestasi ini tidak lepas dari peran kepala sekolah sebagai pemimpin. Hasil penelitian Tim Healey (2009) bahwa kepala sekolah sebagai pemimpin harus mampu membangun dan menjaga visi, arah, dan fokus pada belajar siswa. Selain itu, menurut Tim Healey kepala sekolah harus mampu membangun hubungan yang sehat antara guru, siswa, orang tua, dan staf agar sekolah mengalami perubahan yang lebih baik. Perubahan tersebut memiliki efek positif pada pengalaman pendidikan siswa, memberikan penghargaan untuk belajar seumur hidup, dan menjadi tenaga untuk semua warga sekolah (guru, staf, siswa, dan orang tua siswa).
26
3. Kinerja sekolah berpengaruh pada peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan kinerja sekolah pada hakikatnya merupakan peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah. Secara umum, kepala sekolah tangguh memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya sekolah, terutama sumberdaya manusia, untuk mencapai tujuan sekolah (Umaedi, 2001:13). 4. Meningkatkan kinerja kepala sekolah diawali dari proses rekrutmen yang baik. Oleh karena itu rekrutmen memegang peranan yang penting dalam meningkatkan kinerja kepala sekolah. Jika salah dalam merekrut, maka akan menghasilkan kepala sekolah yang tidak memiliki kompetensi/kinerjannya buruk. Terkait dengan hal tersebut Bafadal (2007) mengemukakan pendapatnya sebagai berikut. Pengadaan kepala sekolah merupakan proses mendapatkan calon kepala sekolah yang paling memenuhi kualifikasi dalam rangka mengisi formasi kepala sekolah dalam satuan pendidikan tertentu. Rangkaian kegiatan pengadaan kepala sekolah terdiri dari : penetapan formasi, rekrutmen calon, seleksi calon dan pengangkatan calon yang paling memenuhi kualifikasi. Tahap rekrutmen dan seleksi merupakan tahap yang paling krusial, yang jika terjadi salah langkah pada tahap ini bisa berakibat fatal bagi sekolah yang mendapat kepala sekolah yang kurang kompeten. Tidak sedikit sekolah yang sebenarnya memiliki potensi besar karena siswa yang masuk merupakan siswa berprestasi tapi tidak berkembang, stagnan, bahkan mengalami kemunduran akibat kepala sekolah yang tidak kompeten. 5. Pengembangan kompetensi kepala sekolah berpengaruh pada peningkatan kinerja kepala sekolah. Hasil rekrutmen yang baik akan menghasilkan kepala sekolah yang memiliki kompetensi. Sementara itu kepala sekolah yang
27
kompeten akan meningkatkan kinerja. Kinerja kepala sekolah ditunjukan dengan prestasi yang dicapainya, salah satunya yaitu mutu sekolah meningkat. Untuk meningkatkan mutu sekolah dibutuhkan kepala sekolah yang kompeten. Kepala sekolah yang kompeten harus paham tentang proses pendidikan dan mampu menjalankan tugas dan fungsinya sebagai kepala sekolah dengan baik, sehingga proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah dapat berjalan sesuai dan sejalan dengan upaya-upaya pencapaian tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Kepala sekolah merupakan pusat kekuatan dan penggerak semua komponen yang ada di sekolah. Oleh karena itu maju mundurnya sekolah tergantung pada kemampuan kepala sekolah dalam menggerakan semua komponen tersebut. Untuk mewujudkan sekolah efektif dibutuhkan kepala sekolah yang paham tentang tujuan pendidikan, punya visi masa depan serta mampu mengaktualisasikan seluruh potensi yang ada menjadi suatu kekuatan yang bersinergi guna mencapai tujuan pendidikan. 6. Sistem kompensasi akan berpengaruh pada peningkatan kinerja kepala sekolah. Kepala sekolah selain sebagai pemimpin juga sebagai manajer. Kinerja seorang manajer akan meningkat apabila ditunjang dengan sistem kompensasi yang memadai. Hal ini sesuai dengan pendapat Siagian (2008:253) yang menyatakan bahwa sistem kompensasi atau imbalan yang baik akan mampu menjamin kepuasan anggota organisasi yang pada gilirannya akan bersikap, berperilaku positif bekerja dengan produktif bagi kepentingan organisasi.
28
I. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut. 1. Rekrutmen secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja kepala sekolah di Kabupaten Garut. 2. Kompetensi secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja kepala sekolah di Kabupaten Garut. 3. Sistem kompensasi secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja kepala sekolah di Kabupaten Garut. 4. Kinerja kepala sekolah secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja sekolah di Kabupaten Garut. 5. Rekrutmen, kompetensi, dan sistem kompensasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja kepala sekolah di Kabupaten Garut. 6. Rekrutmen, kompetensi, dan sistem kompensasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja sekolah di Kabupaten Garut.
J. Metode dan Lokasi Penelitian 1.
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survey
penjelasan (exploration survey method) dengan pendekatan kuantitatif melalui hubungan kausal dengan teknik analisis jalur (path analysis). Digunakannya metode survey karena peneliti mendapatkan data yang alamiah (bukan buatan). Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Sugiyono (2009:6) bahwa metode survey digunakan untuk mendapatkan data dari tempat
29
tertentu yang alamiah (bukan buatan), tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data, misalnya dengan mengedarkan kuesioner, test, wawancara terstruktur dan sebagainya (perlakuan tidak seperti dalam eksperimen). Sementara itu digunakannya pendekatan kuantitatif karena (1) penelitian ini bertitik tolak dari masalah yang sudah jelas, (2) ingin mendapatkan informasi yang luas dari suatu populasi, (3) peneliti bermaksud menguji hipotesis penelitian yang sudah ditentukan, (4) data penelitian ini berupa angka-angka yang dianalisis menggunakan statistik. Analisis jalur (path analysis) digunakan untuk menguji besarnya pengaruh yang ditunjukkan oleh koefesien jalur pada setiap diagram jalur dari hubungan kausal antara variabel rekrutmen (X1), kompetensi (X2), dan sistem kompensasi (X3) terhadap kinerja kepala sekolah (Y) dan pengaruhnya terhadap kinerja sekolah (Z) di SMP se-Kabupaten Garut. Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini kepala sekolah dan guru. Teknik pengumpulan data yaitu dengan menggunakan angket dan wawancara.
2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP negeri yang ada di Kabupaten Garut.
K. Definisi Operasional Variabel-variabel yang terkait dengan penelitian ini yaitu kinerja kepala sekolah, rekrutmen kepala sekolah, kompetensi kepala sekolah, sistem kompetensi
30
kepala sekolah, dan kinerja sekolah. Selain itu variabel-variabel tersebut perlu dijelaskan secara operasional agar tidak salah dalam memahaminya. Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Hasil kerja itu dapat pula dikatakan prestasi kerja yang dicapai oleh seorang pegawai yang akan berpengaruh pada pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi. Menurut Depdiknas (2008:20) kinerja adalah performance atau unjuk kerja. Kinerja dapat pula diartikan prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk kerja. Dengan kata lain yang dimaksud kinerja adalah hasil dari suatu proses yang dilakukan manusia. Kinerja merupakan suatu wujud perilaku seseorang atau organisasi dengan orientasi prestasi. Berdasarkan pengertian kinerja di atas, maka yang dimaksud kinerja kepala sekolah adalah kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan atau tugas yang dimiliki kepala sekolah dalam menyelesaikan suatu pekerjaan di sekolah yang dipimpin. Dengan kata lain hasil kerja atau prestasi kerja yang diperoleh kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya di sekolah yang bersangkutan. Ukuran keberhasilan sekolah yang dapat ditampilkan oleh kepala sekolah sebagai berikut. a. Keberhasilan dalam mengelola sekolah b. Keberhasilan dalam mengelola kegiatan pembelajaran c. Mengelola ketenagaan d. Mengelola sarana prasarana
31
e. Mengelola keuangan f. Mengelola lingkungan sekolah g. Mengelola hubungan sekolah dengan masyarakat Rekrutmen dalam penelitian ini yaitu proses pemilihan kepala sekolah melalui seleksi berdasarkan syarat-syarat yang telah ditentukan berdasarkan Peraturuan Menteri Pendidikan Nasional, Nomor 13, Tahun 2007, tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Rekrutmen secara umum didefinisikan sebagai pencarian dan pengadaan calon tenaga pendidik dan kependidikan yang berkualitas dan potensial sehingga sekolah dapat menyeleksi orang-orang yang paling sesuai bagi kebutuhan kerja yang ada. Secara spesifik rekrutmen adalah serangkaian aktivitas dan proses yang digunakan secara legal untuk memperoleh sejumlah orang-orang yang berkualitas pada ruang dan waktu yang sesuai sehingga orang-orang dan sekolah dapat memilih satu sama lain minat jangka pendek dan jangka panjang (Depdiknas, 2008:60). Lebih lanjut Lunenburg dan Irby (2006:296) mengatakan bahwa rekrutmen dapat diartikan sebagai proses mendapatkan pegawai yang berkualitas untuk mengisi atau mengembangkan sumber daya manusia sekolah. Untuk merekrut pelamar secara efektif, kepala sekolah harus (a) memiliki analisis mendalam tentang persyaratan kerja; (b) mengetahui kendala-kendala hukum yang mempengaruhi upaya merekrut, dan (c) mengembangkan sumber-sumber potensi karyawan atau pegawai. Jika konsep yang dikemukakan Lunenburg dan Irby itu diterapkan pada rekrutmen kepala sekolah, maka yang dimaksud
32
rekrutmen kepala sekolah yaitu suatu proses untuk mendapatkan kepala sekolah yang berkualitas, dalam rangka mengisi formasi yang tersedia. Secara sederhan Boyatzis (2008:5) berpendapat a competency is defined as a capability or ability. Sementara itu menurut Spencer and Spencer (1993:9) competency is an underlying effective and/or superior performance in a job or situation (kompetensi adalah kinerja yang efektif atau unggul yang mendasari dalam pekerjaan atau situasi). Pengembangan kompetensi yaitu upaya atau proses mengembangkan sejumlah potensi atau kemampuan yang dimiliki kepala sekolah. Adapun kompetensi yang harus dimiliki kepala sekolah berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13, Tahun 2007, yaitu kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial. Sistem kompensasi kepala sekolah yaitu penghargaan atau imbalan kepada kepala sekolah atas jasa/pekerjaannya dalam memajukan sekolah. Dengan jasa atau pekerjaan kepala sekolah tersebut, sekolah itu menjadi maju dan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu kompensasi dapat meningkatkan motivasi kepala sekolah dalam bekerja sehingga akan mempercepat pencapaian tujuan pendidikan. Sistem kompensasi kepala sekolah yaitu semua bentuk penggajian atau ganjaran yang mengalir kepada kepala sekolah akibat dari pekerjaan mereka. Sementara itu menurut Davis dalam Yuniarsih (2008:125) mengartikan kompensasi apa yang diterima karyawan sebagai pengganti atas kontribusinya yang ia berikan kepada organisasi.
33
Sistem kompensasi kepala sekolah adalah imbalan jasa atau balas jasa yang diberikan oleh pemerintah kepada kepala sekolah, karena kepala sekolah tersebut telah memberikan sumbangan tenaga dan pikiran demi kemajuan sekolah sehingga tujuan yang telah ditetapkan bisa tercapai. Kompensasi yang diterima kepala sekolah bisa yang bersifat fisik, seperti gaji, tunjangan, dan lain-lain, bisa juga berupa non fisik, seperti ketenangan dalam bekerja, situasi yang kondusif, pengembangan karir, dan lain-lain. Kepala sekolah merupakan guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah. Oleh karena itu sistem kompensasinya pada umumnya sama dengan sistem penggajian guru. Namun kepala sekolah selain mendapat gaji, tunjangan fungsional, tunjangan profesi sebagai pendidik, tunjangan khusus, tunjangan lainnya sebagai PNS, maslahat tambahan bagi yang berprestasi, juga mendapat tunjangan sebagai kepala sekolah. Hanya jumlah tunjangan sebagai kepala sekolah itu jumlahnya belum signifikan apabila dibandingkan dengan beban kerja yang dimilikinya. Kinerja sekolah adalah hasil kerja atau prestasi kerja yang diperoleh sekolah dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai lembaga pendidikan. Salah satu faktor yang mendukung kinerja sekolah yaitu kinerja guru sebagai hasil dari kinerja kepala sekolah. Kinerja guru mempunyai spesifikasi/kriteria tertentu. Kinerja guru dapat dilihat dan diukur berdasarkan spesifikasi/kriteria kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
34
Kompetensi Guru. Dijelaskan bahwa Standar Kompetensi Guru dikembangkan secara utuh dari 4 kompetensi utama, yaitu: (1) kompetensi pedagogik, (2) kepribadian, (3) sosial, dan (4) profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru (Depdiknas, 2008:4). Secara umum indikator kinerja guru yaitu kemampuan merencanakan kegiatan pembelajaran, kemampuan melaksanakan pembelajaran, dan kemampuan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran. Untuk mengukur kinerja sekolah mengacu kepada delapan standar nasional pendidikan, yaitu (1) standar kelulusan, (2) standar isi, (3) standar proses, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar pengelolaan, (6) standar pembiayaan, (7) standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian.