BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan dalam dunia bisnis terutama bisnis makanan semakin ketat sekarang ini. Setiap penyedia jasa penyelanggara makanan seperti rumah makan,
kantin
maupun
kafetaria
berlomba-lomba
untuk
meningkatkan
antusiasme pengunjung. Salah satu kunci pertahanan yang paling baik dalam menghadapi persaingan ini adalah kepuasan pelanggan. Menurut Supranto (2006), kepuasan pelanggan merupakan hal yang penting, sebab apabila pelanggan tidak puas maka mereka akan meninggalkan perusahaan tersebut sehingga akan menyebabkan penurunan penjualan, menurunkan laba, bahkan hingga kerugian. Penyelenggara makanan termasuk pengelola kantin dapat meningkatkan meningkatkan kepuasan konsumennya, salah satunya dengan cara meningkatkan kualitas makanan yang disediakan. Seperti yang dijelaskan oleh Supranto (2006), tingkat kepuasan konsumen tergantung pada mutu produk yang dihasilkan. Kualitas atau mutu makanan didasarkan atas beberapa faktor. Menurut Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman. Berdasarkan pengertian tersebut dapat diketahui bahwa keamanan pangan merupakan salah satu hal esensial yang berperan dalam penentuan kualitas makanan. Sistem mutu dan keamanan pangan merupakan implementasi dari tujuan umum pembangunan pangan yaitu menyediakan pangan yang cukup dan
1
2
bermutu, melindungi masyarakat dari berbagai pangan yang membahayakan kesehatan dan bertentangan dengan keyakinan masyarakat (Hardinsyah & Sumali, 2000). Menurut Anwar (2004), pangan yang tidak aman dapat menyebabkan penyakit yang disebut dengan foodborne diseases. Foodborne disease merupakan suatu gejala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan/senyawa beracun atau organisme patogen. Diare, hepatitis A, deman tipoid dan keracunan makanan merupakan contoh kasus yang sering muncul akibat mengkonsumsi makanan yang berkualitas buruk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare masih sering terjadi dengan jumlah penderita dan kematian yang tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya cakupan higiene sanitasi dan perilaku yang rendah, sehingga sering menjadi faktor risiko terjadinya KLB diare (Kemenkes, 2011). Selama tahun 2011, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mencatat 128 kejadian/kasus keracunan pangan dari 25 propinsi. Pada tahun 2008, kasus hepatitis A merebak di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta dengan sebagian besar korban merupakan mahasiswa UGM. Tingginya persentase kasus hepatitis A (65,5%) pada mahasiswa disebabkan oleh kebiasaan makan di luar rumah (Kompas, 2008). Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengemukakan ada 14 faktor yang menyebabkan terjadinya keracunan makanan. Faktor tersebut antara lain pendinginan yang tidak adekuat (63%), makanan terlalu cepat disajikan (29%), kondisi tempat mempertahankan panas yang tidak baik (27%), higiene yang buruk atau terinfeksi (26%), pemanasan ulang yang tidak adekuat (25%), alat pembersih yang tidak baik (9%), mengkonsumsi makanan yang basi
3
(7%), kontaminasi silang (6%), memasak makanan secara tidak adekuat (5%), wajan berlapis bahan kimia berbahaya (4%), bahan mentah tercemar (2%), penggunaan zat aditif secara berlebihan (2%), tidak sengaja menggunakan zat aditif kimia (1%) dan sumber bahan makanan yang memang tidak aman (1%) (Arisman, 2009). Oleh karena itu, penyelenggara makanan terutama penjamah makanan sebagai agen yang berperan dalam keamanan makanan diharapkan dapat mengetahui prinsip dasar higiene dan sanitasi makanan dan mampu menerapkan prinsip tersebut dalam setiap tahapan pengolahan makanan. Salah satu penyelenggara makanan yang aksesnya mudah dijangkau oleh mahasiswa adalah kantin fakultas. Hampir setiap tahun, penjamah makanan yang berada di lingkungan Universitas Gadjah Mada diberi pembinaan atau penyuluhan terkait keamanan pangan yang diselenggarakan oleh pihak Direktorat Pemeliharaan dan Pengelolaan Aset UGM. Namun, edukasi, pengawasan mutu makanan, dan pembinaan secara langsung dari pengelola kantin secara mandiri di setiap fakultas merupakan kebijakan tersendiri dari fakultas, sehingga tidak semua fakultas melakukannya. Selain itu, tidak semua penjamah makanan yang telah diberikan edukasi mampu menerapkan pencegahan risiko kemanan pangan termasuk higiene dan sanitasi dalam pengelolaan makanan. Penelitian Wikan (2011) menunjukkan minyak yang digunakan di kantin Fakultas Kedokteran belum memiliki kualitas minyak goreng yang memuaskan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelatihan maupun konseling bukan satusatunya faktor yang mempengaruhi perilaku penjamah. Karakteristik individu seperti usia, jenis kelamin, lama berkerja dapat memiliki kaitan dengan perilaku dari penjamah makanan tersebut. Karakteristik individu dapat menentukan
4
kapasitas untuk mengerjakan sesuatu dan merupakan faktor pendukung kinerja individu (Mangkunegara, 2005). Berdasarkan latar belakang inilah dilakukan penelitian mengenai hubungan karakteristik individu penjamah makanan terhadap perilaku penjamah dan mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan praktik keamanan pangan serta membandingkan pengetahuan, sikap dan praktik keamanan pangan penjamah makanan antar disiplin ilmu. Dengan adanya penilaian keamanan pangan di kantin tersebut, pihak penyelenggara makanan diharapkan dapat melakukan perbaikan atau peningkatan mutu makanan yang disediakan secara komprehensif.
B. Perumusan Masalah Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengetahuan keamanan pangan penjamah makanan di kantin UGM? 2. Bagaimana sikap keamanan pangan penjamah makanan di kantin UGM? 3. Bagaimana praktik keamanan pangan penjamah makanan di kantin UGM? 4. Apakah terdapat hubungan antara karakteristik individu penjamah makanan dengan perilaku untuk menjamin keamanan pangan? 5. Bagaimana hubungan pengetahuan, sikap, dan praktik penjamah makanan terkait keamanan pangan? 6. Apakah terdapat perbedaan pengetahuan, sikap dan praktik kemanan pangan penjamah makanan, antar disiplin ilmu, di kantin UGM?
5
7. Bagaimana kelayakan makanan di kantin UGM untuk dikonsumsi berdasarkan Skor Keamanan Pangan (SKP)?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : a. Tujuan Umum : Mengetahui hubungan karakteristik individu dengan perilaku keamanan pangan penjamah makanan di kantin Universitas Gadjah Mada. b. Tujuan Khusus : 1. Mengetahui tingkat pengetahuan keamanan pangan pada penjamah makanan. 2. Mengetahui sikap keamanan pangan pada penjamah makanan. 3. Mengetahui praktik keamanan pangan pada penjamah makanan. 4. Mengetahui hubungan karakteristik individu penjamah makanan dengan perilaku (pengetahuan, sikap dan praktik) keamanan pangan. 5. Mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap dan praktik keamanan pangan pada penjamah makanan. 6. Membandingkan tingkat pengetahuan, sikap dan praktik keamanan pangan penjamah makanan antar disiplin ilmu di kantin UGM. 7. Mengetahui kelayakan makanan berdasarkan skor keamanan pangan (SKP) pada penyelenggaraan makanan di kantin UGM.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berikut : a. Bagi peneliti
6
Memotivasi peneliti untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai perilaku penjamah makanan, keamanan pangan dan variabel lain. b. Bagi penjamah makanan dan pengelola kantin di UGM Pihak penyelenggara makanan dapat melakukan perbaikan atau peningkatan mutu makanan yang disediakan secara komprehensif serta penjamah makanan dapat meningkatkan pemahaman serta praktek keamanan pangan yang baik. c. Bagi pihak UGM atau Fakultas : Dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pembinaan dan perbaikan perilaku penjamah makanan terkait keamanan pangan. d. Bagi masyarakat : 1. Memberikan informasi mengenai kualitas penyelenggaraan makanan di kantin sekitar. 2. Memberikan informasi mengenai keamanan pangan
E. Keaslian Penelitian Penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang berhubungan dengan pengetahuan, sikap dan praktik penjamah makanan terhadap risiko keamanan pangan dalam pengolahan makanan di kantin adalah : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Sunaryo (2011) dengan judul “Hubungan Pengetahuan dengan Sikap dan Tindakan Penjamah Makanan dalam Aspek Keamanan Pangan pada Usaha Rumah Makan Berdasarkan Skor Keamanan Pangan (SKP) di Pantai Kuwaru Kabupaten Bantul”. Hasil yang didapatkan adalah terdapat hubungan antara pengetahuan dan tindakan penjamah makanan terhadap keamanan pangan. Persamaan
7
dengan penelitian yang dilakukan adalah rancangan penelitian cross sectional dan determinan yang diteliti adalah pengetahuan dan tindakan penjamah makanan. Perbedaannya adalah tempat dan subyek penelitian, serta tujuan penelitian. Penelitian yang dilakukan selain mengetahui hubungan juga membandingkan antar kelompok subyek yang diteliti. 2. Penelitian yang berjudul “Perilaku Penjamah Makanan, Sanitasi Kantin dan Angka Bakteri di Kantin Universitas Gadjah Mada” oleh Septiza (2008). Penelitian ini mengambil lokasi di lingkungan kantin UGM dengan tujuan untuk mengetahui hubungan perilaku penjamah dan sanitasi kantin dengan jumlah bakteri yang didapatkan dari makanan ataupun minuman yang dijual. Hasilnya, terdapat hubungan antara perilaku penjamah makanan dengan angka bakteri makanan, namun tidak ada hubungannya dengan sanitasi kantin. Perbedaan dengan penelitian ini adalah subyek penelitian, tujuan penelitian dan variabel penelitian. 3. Penelitian “Pengaruh Konseling Tentang Higiene Sanitasi Makanan Terhadap Sikap Dan Perilaku Penjamah Makanan Di Kantin Universitas Gadjah Mada” oleh Wulandari (2010). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh konseling higiene dan sanitasi makanan terhadap sikap dan perilaku penjamah makanan di kantin UGM. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental semu (quasi experiment dengan
rancangan
one
group
pretest-posttest).
Hasil
penelitian
menunjukkan adanya perbedaan sikap penjamah makanan sebelum dan setelah pemberian konseling ditunjukkan dengan nilai p = 0,000 (p<0,05). Selain itu tidak ada perbedaan perilaku penjamah makanan sebelum dan sesudah diberikan konseling dengan p = 0,637 (p>005). Perbedaan
8
dengan penelitian ini adalah penelitian ini tidak mengukur variabel sikap penjamah
makanan,
tetapi
menyertakan
pengukuran
variabel
pengetahuan penjamah makanan. 4. Penelitian
“Pengaruh
Pengetahuan
terhadap
Praktek
dan
Sikap
Karyawan Usaha Jasa Boga untuk Menjamin Keamanan Makanan” dari Murti (2000). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan tentang keamanan makanan karyawan usaha jasa boga, pengaruhnya terhadap praktek dan sikap karyawan usaha jasa boga untuk menjaga keamanan makanan hasil olahannya. Persamaan dengan penelitian ini adalah mengkaji variabel pengetahuan, sikap dan praktik. Perbedaanya, penelitian dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara langsung dengan karyawan dan pemilik jasa boga sedangkan subyek penelitian ini adalah penjamah makanan di kantin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan karyawan tentang keamanan makanan tidak mempengaruhi praktek dan sikap karyawan untuk menjaga keamanan makanan hasil olahannya, namun praktek dan sikap berkorelasi positif. 5. Penelitian “Hubungan Karakteristik Individu dengan Perilaku Higiene Sanitasi Penjamah Makanan di Rumah Sakit Umum Daerah Tasikmalaya” oleh Ramadhani (2007). Karakteristik yang diteliti dalam penelitian ini adalah pendidikan, pengetahuan, jenis kelamin dan lama bekerja. Hasilnya, terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan dan perilaku serta antar jenis kelamin dan perilaku. Sedangkan antara tingkat pengetahuan dan perilaku serta antara lama bekerja dengan perilaku tidak terdapat hubungan yang bermakna. Perbedaan dengan penelitian
9
yang dilakukan adalah subyek penelitian, variabel penelitian. Penelitian ini menambahkan
variabel
pelatihan
sebagai
variabel
bebasnya.