1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Sejarah telah mencatat bahwa sejak paroh kedua dari abad ke-20 tepatnya setelah perang dunia ke II para pelaku pendidikan termasuk orang tua dalam proses mendidik anaknya cenderung mengutamakan pada pelatihan kecerdasan, sebab kebanyakan para pendidik menganggap bahwa membuat mereka (anak didik) lebih cerdas berarti memberi mereka peluang yang lebih baik untuk berhasil. Kecerdasan selalu diartikan sebagai suatu keunggulan intelektual dan diyakini sebagai sumber keunggulan dalam berbagai aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan dan pekerjaan. Seolah-olah mereka yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi diyakini akan mengalami keunggulan dalam segala aspek kehidupan (Supriadi, 1997: 10, Shapiro, 1997: 10, Surya, 1999: 1, Purwanto, 1995: 41, & Capra, 1999: 31). Keyakinan dan perlakuan pelaku pendidikan seperti yang dikemukakan di atas, ternyata pada akhirnya menimbulkan diskrepansi. Hal ini diperkuat oleh pendapat para ahli sebagai berikut: Shapiro (1997: 10) mengatakan bahwa paroh kedua abad ke-20 telah menjadi saksi ketidaksejajaran perhatian orang tua akan kesejahteraan anak, kebanyakan dari mereka telah menekankan pada aspek intelektual. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa:”dari generasi ke generasi anak-anak semakin cerdas, namun keterampilan emosional dan sosialnya merosot tajam”. Helma, 2013 Modul Pengembangan Kecerdasan Emosional Karyawan Dengan Pendekatan Konseling Perkembangan (Studi Pengembangan Kecerdasan Emosional Karyawan PT Semen Padang) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
Senada dengan itu Capra (1999: 35) mengatakan bahwa kemajuan yang kita capai sebagian besar berupa urusan rasional dan intelektual, dan evolusi yang sepihak ini kini telah mencapai tahap yang mengkhawatirkan, suatu situasi yang sedemikian
paradoksal
sehingga
mencapai
batas-batas
kegilaan.
Capra
menggambarkan situasi paradoksal ini sebagai berikut: Kita bisa mengendalikan pendaratan-pendaratan mulus pesawat angkasa di planet yang jauh, tapi kita tidak mampu mengendalikan asap polusi yang memancar dari mobil dan pabrik. Dunia bisnis membuat kita percaya bahwa industri-industri menghasilkan makanan binatang kesayangan dan kosmetika merupakan suatu pertanda dari standar hidup yang tinggi, sementara para ekonom mencoba menjelaskan bahwa kita tidak mampu mendapatkan perawatan, pendidikan dan angkutan umum yang memadai. Hasil yang sama juga terjadi di Indonesia sebagaimana dikemukakan oleh Purwanto (1995: 31) ”Warisan-warisan dari zaman yang lalu, yang sekarang masih dapat kita lihat di berbagai lapangan dalam masyarakat kita ini seperti perasaan kebangsaan yang tipis, persatuan yang sudah retak, sifat suka mementingkan diri sendiri, korupsi, mengkhianati bangsa dan negara, sifat pasif dan apatis, perasaan harga diri kurang, sikap acuh tak acuh kepada sesama, kekerasan dan kebrutalan serta main hakim sendiri. Di sisi lain bahwa tuntutan masa depan jauh lebih kompleks lagi. Naisbitt & Aburdene (1995: 6) mengatakan bahwa “Terobosan yang paling mengairahkan dari abad ke-21 akan terjadi bukan karena teknologi, melainkan karena konsep yang meluas dari apa artinya menjadi manusia”. Apa yang nampak dan dipikirkan hari ini seperti: teknologi, ruang angkasa ataupun robot akan Helma, 2013 Modul Pengembangan Kecerdasan Emosional Karyawan Dengan Pendekatan Konseling Perkembangan (Studi Pengembangan Kecerdasan Emosional Karyawan PT Semen Padang) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
berkurang artinya apabila dibandingkan dengan apa artinya menjadi manusia dengan segala dimensi keberadaan, tuntutan, peran dan fungsinya di masa datang. Di samping itu globalisasi menuntut agar warga negara, baik di negara maju maupun negara sedang berkembang, untuk mendapat pendidikan yang lebih baik agar dapat memperoleh kompetensi yang diperlukan untuk bersaing. Sehubungan dengan ini Davis & Meyer (2000: 4) mengatakan bahwa fondasi ekonomi kita sekarang sudah berubah secara dramatis, demikian pula halnya dengan aturan-aturan yang kita miliki tentang kekayaan. Modal manusia berupa kecerdasan dan kepandaian, serta daya temu ilmu pengetahuan dan pengalaman, merupakan mata uang bagi kekayaan masa depan. Mencermati pendapat Naisbitt dan Meyer di atas, manusia seperti apakah yang mampu bertahan hidup menghadapi tantangan di masa depan? Sehubungan dengan ini Goleman (1996: 61) menjelaskan bahwa kecerdasan emosi sebagai sumber keunggulan seseorang, sebab konsep emosi sebagai suatu sumber daya internal dalam diri seseorang yang mendorong untuk berprilaku dalam rangka memperoleh kelangsungan hidup. Bahkan ia ,mengatakan bahwa: “di antara keduanya emotional intelligence (EI) dan IQ; EI menambahkan jauh lebih banyak sifat-sifat yang membuat kita lebih manusiawi. Berkaitan dengan pentingnya EI dalam mencapai keberhasilan dalam kehidupan, termasuk dalam dunia kerja, sekarang ini telah berkembang tolok ukur baru dalam menilai keberhasilan seseorang, selain keterampilan dan pengalaman, pengelolaaan emosi merupakan tolok ukur yang dipertimbangkan bahkan menentukan. Sehubungan dengan ini Goleman (1999: 1) mengatakan Helma, 2013 Modul Pengembangan Kecerdasan Emosional Karyawan Dengan Pendekatan Konseling Perkembangan (Studi Pengembangan Kecerdasan Emosional Karyawan PT Semen Padang) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
bahwa aturan bekerja kini tengah berubah. Kita dinilai tidak hanya berdasarkan tingkat kepandaian atau berdasarkan pelatihan dan pengalaman, tetapi juga berdasarkan seberapa baik kita mengelola diri sendiri dan berhubungan dengan orang lain.
Disamping itu Shapiro (1997: 4-6) mengatakan bahwa:”…
penelitian-penelitian sekarang menemukan bahwa keterampilan sosial dan emosional ini mungkin bahkan lebih penting bagi keberhasilan hidup ketimbang kemampuan intelektual”. Dengan kata lain, memiliki EI yang tinggi mungkin lebih penting dalam mencapai keberhasilan dari pada IQ yang tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa isolasi sosial dapat dianggap sebagai salah satu penyebab rendahnya EI, yang berakibat menurunnya prestasi kerja. Sementara itu Goleman (1999: 7) mengatakan bahwa peran IQ dalam keberhasilan di dunia kerja hanya menempati posisi kedua sesudah kecerdasan emosi dalam menentukan peraihan prestasi puncak dalam pekerjaan, apa pun pekerjaan itu. Demikian telah dipaparkan akan pentingnya EI dalam mmencapai keberhasilan hidup, memberikan harapan dan optimisme baru dalam dunia pendidikan, termasuk dunia kerja. Dikatakan demikian karena EI tidak begitu banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor keturunan sehingga memberikan kesempatan bagi pelaku pendidikan (orang tua, guru, konselor, owner, manager, Human Resource Development (HRD) untuk melanjutkan apa yang telah disediakan oleh alam, agar individu (karyawan/pekerja) memperoleh peluang lebih besar untuk memperoleh keberhasilan (Shapiro, 1997: 10). Dengan demikian EI dapat dilatihkan dan diupayakan untuk tumbuh dan berkembang Helma, 2013 Modul Pengembangan Kecerdasan Emosional Karyawan Dengan Pendekatan Konseling Perkembangan (Studi Pengembangan Kecerdasan Emosional Karyawan PT Semen Padang) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
pada diri seseorang, termasuk para pekerja. Sehubungan dengan ini, Cooper (1999: xi) mengatakan bahwa:”… scientists now consider EI a learnable intelligence, one which can be developed and improved at any time and any age”. Jadi EI sebagai kecerdasan
yang dipelajari dapat dikembangkan dan
ditingkatkan kapan saja dan pada usia berapa saja. Dalam hal ini termasuk EI para pekerja. Pertanyaan selanjutnya berhubungan dengan jenis intervensi manakah yang efektif untuk mengembangkan kecerdasan emosi pekerja?
Sehubungan
dengan ini, Sandoval (1993: 196) mengemukakan bahwa intervensi berarti mendorong terjadinya perubahan atau timbulnya sesuatu yang baru mengenai hubungan yang sedang berlangsung antara orang dewasa dan anak. Selanjutnya Sandoval mengemukakan bahwa intervensi dapat diklasifasikan menjadi tiga kelompok, yaitu intervensi yang bertujuan mengubah: cara dan materi mengajar; persepsi diri dan pemahaman diri; lingkungan atau sistem tempat individu menjalankan fungsinya. 1. Intervensi yang diarahkan pada upaya mengubah cara dan materi mengajar atau prilaku individu di dalam kelas Jenis intervensi ini berpusat pada pengajaran di dalam kelas yang tujuannya meningkatkan hasil belajar peserta didik dan memperbaiki prilakunya di dalam kelas. Intervensi ini disebut curriculum-based intervension; sifatnya lebih kuratif dan akademis. Intervensi ini lebih mendukung proses pembelajaran dan pelatihan yang terkait dengan mata pelajaran. Helma, 2013 Modul Pengembangan Kecerdasan Emosional Karyawan Dengan Pendekatan Konseling Perkembangan (Studi Pengembangan Kecerdasan Emosional Karyawan PT Semen Padang) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
2. Intervensi yang diarahkan pada upaya mengubah persepsi dan pemahaman diri individu melalui bentuk-bentuk terapi atau konseling Jenis internvensi ini
berorientasi pada individu, didasarkan pada bakat,
sikap dan minat, dengan tujuan utamanya meningkatkan kualitas persepsi diri dan pemahaman diri melalui berbagai terapi dan konseling. Intervensi ini tidak semata-mata dilakukan untuk penyembuhan, tetapi juga sebagai prevensi dan pengembangan. Intervensi ini memberikan kemungkinan pada individu untuk membangun dan mengembangkan kepribadiannya (Sandoval, 1993: 196). 3. Intervensi yang diarahkan pada pengubahan lingkungan atau sistem, tempat individu harus melakukan fungsinya (keluarga, tempat bekerja, teman sebaya) Intervensi ini terutama ditujukan pada berbagai kebijakan di tempat kerja, iklim keluarga yang harmonis pengarahan pemilihan teman, dan peningkatan keterampilan hubungan sosial dan sebagainya. Menurut pertimbangan peneliti, membantu individu mengembangkan kecerdasan emosinya lebih tepat dilaksanakan dengan menggunakan jenis intervensi yang berpusat pada individu, dan diarahkan pada pengubahan lingkungan atau sistem.
Pemilihannya didasarkan pada pandangan bahwa
intervensi yang berpusat pada individu sesuai dengan prinsip bimbingan konseling, yang menekankan bahwa perubahan-perubahan pada diri individu harus didasarkan pada keinginan individu itu sendiri dan bahwa pengembangan program intervensi preventif dan perkembangan harus didasarkan teori yang kuat. Di samping itu pengubahan lingkungan kerja juga merupakan jenis intervensi Helma, 2013 Modul Pengembangan Kecerdasan Emosional Karyawan Dengan Pendekatan Konseling Perkembangan (Studi Pengembangan Kecerdasan Emosional Karyawan PT Semen Padang) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
yang tepat untuk meningkatkan EI pekerja karena EI lebih banyak ditentukan oleh lingkungan. Sesuai dengan tuntutan penelitian ini, maka pendekatan yang diterapkan adalah pendekatan konseling perkembangan. Adapun alasan pemilihan pendekatan konseling perkembangan disini adalah karena pendekatan ini bertujuan membantu individu menjadi lebih menyadari dirinya sendiri dan membantu individu memilih cara yang tepat
dalam merespon pengaruh
lingkungannya. Lebih jauh dijelaskan bahwa tujuan konseling perkembangan adalah membantu individu membangun pribadi yang bermakna (establish some personal
meaning)
dari
prilakunya
dan
membantu
individu
untuk
mengembangkan dan mengklarifikasi tujuan dan nilai bagi prilaku yang akan datang. Seperti kesadaran dan pemahaman terhadap pengalaman belajar yang lalu dan terhadap lingkungan sekarang, membantu individu agar lebih mampu mengidentifikasi hal-hal yang lebih memfasilitasi perkembangan di masa datang (Blocher, 1974: 7). Penelitian ke arah tersusunnya model konseling perkembangan (yang selanjutnya disingkat MKP) yang efektif untuk membantu para karyawan/pekerja mengembangkan kecerdasan emosinya perlu segera dilakukan mengingat para pekerja Indonesia sedang berada pada situasi yang makin rumit dan penuh dengan berbagai tantangan akibat krisis yang multidimensi.
B. Rumusan Masalah Penelitian Seperti dikemukakan di atas bahwa penelitian ini dilakukan dalam upaya menyusun model konseling perkembangan yang efektif, yang dapat membantu Helma, 2013 Modul Pengembangan Kecerdasan Emosional Karyawan Dengan Pendekatan Konseling Perkembangan (Studi Pengembangan Kecerdasan Emosional Karyawan PT Semen Padang) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
pekerja meningkatkan kecerdasan emosinya. Kecerdasan emosi yang mencakup lima dimensi kecerdasan emosi yaitu: mengenali emosi diri yaitu kesadaran diri (self- awareness), mengelola emosi diri (self-regulation), memotivasi diri sendiri (motivating oneself), mengenali emosi orang lain (recognizing emotion in others or empathy), dan membina hubungan dengan orang lain (social skills ) (Goleman, 1998: 318). Oleh karena itu, maka secara umum permasalahan penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: Model Pengembangan Kecerdasan Emosi dengan Pendekatan Konseling Perkembangan seperti apakah yang efektif bagi peningkatan kecerdasan emosi karyawan PTSP? Untuk lebih terfokusnya, maka secara rinci pertanyaan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah model pengembangan kecerdasan emosi dengan pendekatan konseling perkembangan efektif meningkatkan kecerdasan emosi karyawan PTSP? 2. Apakah model pengembangan kecerdasan emosi dengan pendekatan konseling perkembangan efektif meningkatkan kemampuan karyawan mengenal emosi? 3. Apakah model pengembangan kecerdasan emosi dengan pendekatan konseling perkembangan efektif meningkatkan kemampuan karyawan mengelola emosi?
Helma, 2013 Modul Pengembangan Kecerdasan Emosional Karyawan Dengan Pendekatan Konseling Perkembangan (Studi Pengembangan Kecerdasan Emosional Karyawan PT Semen Padang) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
4. Apakah model pengembangan kecerdasan emosi dengan pendekatan konseling perkembangan efektif meningkatkan kemampuan karyawan memotivasi diri? 5. Apakah model pengembangan kecerdasan emosi dengan pendekatan konseling
perkembangan
efektif
meningkatkan
kemampuan
empati
karyawan? 6. Apakah model pengembangan kecerdasan emosi dengan pendekatan konseling perkembangan efektif meningkatkan kemampuan karyawan membina hubungan dengan orang lain?
C. Tujuan Penelitian Tujuan akhir dari penelitian ini adalah menemukan model pengembangan kecerdasan emosi dengan pendekatan konseling perkembangan yang efektif untuk meningkatkan kecerdasan emosi karyawan PTSP. Tujuan akhir penelitian dapat dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan khusus sebagai berikut: 1. Menemukan Model Pengembangan Kecerdasan Emosi dengan Pendekatan Konseling Perkembangan untuk meningkatkan kecerdasan emosi karyawan PTSP. 2. Mengetahui efektivitas model pengembangan kecerdasan emosi dengan pendekatan konseling perkembangan bagi peningkatan kecerdasan emosi karyawan PTSP.
Helma, 2013 Modul Pengembangan Kecerdasan Emosional Karyawan Dengan Pendekatan Konseling Perkembangan (Studi Pengembangan Kecerdasan Emosional Karyawan PT Semen Padang) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10
3. Mengetahui efektivitas model pengembangan kecerdasan emosi dengan pendekatan konseling perkembangan bagi peningkatan kemampuan karyawan mengenal emosi. 4. Mengetahui efektivitas model pengembangan kecerdasan emosi dengan pendekatan konseling perkembangan bagi peningkatan kemampuan karyawan mengelola emosi. 5. Mengetahui efektivitas model pengembangan kecerdasan emosi dengan pendekatan konseling perkembangan bagi peningkatan kemampuan karyawan memotivasi diri. 6. Mengetahui efektivitas model pengembangan kecerdasan emosi dengan pendekatan konseling perkembangan bagi peningkatan kemampuan empati karyawan. 7. Mengetahui efektivitas model pengembangan kecerdasan emosi dengan endekatan konseling perkembangan bagi peningkatan kemampuan karyawan membina hubungan dengan orang lain.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat, baik secara teoritik maupun praktik. Secara teoritik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
bukti
empirik terhadap pentingnya model konseling perkembangan bagi peningkatan kecerdasan emosi karyawan/pekerja yang sangat diperlukan bagi kehidupan pekerja baik di masa kini maupun di masa mendatang. Dengan ditemukannya model konseling perkembangan beserta tingkat keefektifannya bagi peningkatan Helma, 2013 Modul Pengembangan Kecerdasan Emosional Karyawan Dengan Pendekatan Konseling Perkembangan (Studi Pengembangan Kecerdasan Emosional Karyawan PT Semen Padang) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
11
kecerdasan emosi pekerja/karyawan, akan dapat memperkaya teori dan praktek konseling dalam setting khusus, yaitu setting karyawan/pekerja baik di institusi/perusahaan, maupun di masyarakat luas. Hal ini akan berimplikasi terhadap penyiapan calon konselor yang dilakukan oleh Program Studi Bimbingan dan Konseling. Secara praktik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada perusahaan/institusi yang peduli terhadap pengembangan karyawan/pekerja khususnya bagian personalia dan pembinaan karyawan/pekerja atau bagian/ departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia (Renbang SDM) . Selain itu bagi para praktisi konseling yang peduli pada para karyawan/pekerja, hasil penelitian ini diharapkam dapat mendukung keberhasilan layanan yang diberikan pada karyawan/pekerja yang meminta bantuan.
E. Asumsi Penelitian Penelitian ini bertolak dari asumsi berikut: 1. Kecerdasan emosi merupakan salah satu unsur kecerdasan yang dimiliki oleh setiap orang. Karena setiap orang memiliki pengalaman masa kecil , struktur fisiologis, dan lingkungan sosial yang berbeda,
maka perkembangannya
menjadi berbeda. 2. Kecerdasan emosi merupakan keterampilan yang diperoleh dari lingkungan yang dapat diajarkan dan dilatihkan kapan dan di mana saja. 3. Lingkungan yang kondusif dapat membantu perkembangan kecerdasan emosi seseorang. Helma, 2013 Modul Pengembangan Kecerdasan Emosional Karyawan Dengan Pendekatan Konseling Perkembangan (Studi Pengembangan Kecerdasan Emosional Karyawan PT Semen Padang) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
12
4. Setiap individu dapat dilatih untuk menguasai berbagai keterampilan untuk membangun hubungan dengan diri sendiri dan orang lain. 5. Program konseling yang efekfif adalah program yang didasarkan atas perkembangan manusia.
F. Hipotesis Penelitian Berdasarkan asumsi penelitian tersebut di atas, maka selanjutnya dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: Model Pengembangan Kecerdasan Emosi dengan Pendekatan Konseling Perkembangan efektif untuk meningkatkan kecerdasan emosi karyawan PTSP. Hipotesis tersebut dijabarkan menjadi subhipotesis sebagai berikut: 1. Model pengembangan kecerdasan emosi dengan pendekatan konseling perkembangan efektif meningkatkan kecerdasan emosi karyawan PTSP. 2. Model pengembangan kecerdasan emosi dengan pendekatan konseling perkembangan efektif meningkatkan kemampuan karyawan mengenal emosi. 3. Model pengembangan kecerdasan emosi dengan pendekatan konseling perkembangan efektif meningkatkan kemampuan karyawan mengelola emosi. 4. Model pengembangan kecerdasan emosi dengan pendekatan konseling perkembangan efektif meningkatkan kemampuan karyawan memotivasi diri. 5. Model pengembangan kecerdasan emosi dengan pendekatan konseling perkembangan efektif meningkatkan kemampuan empati karyawan.
Helma, 2013 Modul Pengembangan Kecerdasan Emosional Karyawan Dengan Pendekatan Konseling Perkembangan (Studi Pengembangan Kecerdasan Emosional Karyawan PT Semen Padang) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
13
6. Model pengembangan kecerdasan emosi dengan pendekatan konseling perkembangan efektif meningkatkan kemampuan karyawan membina hubungan dengan orang lain.
Helma, 2013 Modul Pengembangan Kecerdasan Emosional Karyawan Dengan Pendekatan Konseling Perkembangan (Studi Pengembangan Kecerdasan Emosional Karyawan PT Semen Padang) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu