BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Suatu kawasan (wilayah) akan selalu bertumbuh dan berkembang dinamis seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya. Perubahan(evolusi) kenampakan fisik suatu kawasan dapat kita lihat terhadap 3 (tiga) elemen morfologi kota yaitu : karakteristik penggunaan lahan, bangunan dan sirkulasi. Sedangkan perubahan non fisik
meliputi aspek ekonomi, sosial, budaya, politik,
teknologi dan sebagainya. Proses perubahan
tersebut dapat diidentifikasi misalnya, yang sebelumnya
adalah kawasan dengan ciri pedesaan berubah menjadi ciri perkotaan, atau yang sebelumnya adalah kota kecil berubah menjadi kota besar bahkan menjadi kota metropolitan yang terdiri dari kota-kota sekitarnya atau bahkan kota megapolitan, yang pada umumnya kenampakan spasial fisikal kekotaannya melewati batas-batas administrasi pemerintahan kota tersebut yang oleh Yunus (1999) disebut sebagai under bounded city. Mengapa hal ini bisa terjadi, adalah sebagai konsekuensi logis dari adanya dinamika berbagai aktivitas pembangunan dan pertumbuhan penduduk di kawasan tersebut, yang berdampak kepada peningkatan kebutuhan akan ruang dan lahan sebagai wadah untuk melakukan berbagai kegiatan ekonomi, sosial, budaya dan kebutuhan lahan untuk memenuhi perumahan bagi pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat.
Universitas Sumatera Utara
Pembangunan baik dalam aspek fisik dan non fisik adalah sesuatu yang mutlak diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu daerah (kawasan) baik dalam skala lokal, regional dan nasional. Tanpa adanya aktivitas ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya maka dapat dikatakan suatu kawasan ‘mati’ (stagnan) dan kondisi ini tentunya tidak diinginkan terjadi oleh suatu pemerintahan dan masyarakat (stakeholders) di manapun. Salah satu ciri pembangunan secara fisikal adalah adanya perubahan (evolusi) di kawasan objek pembangunan tersebut, misalnya kawasan yang sebelumnya adalah kawasan hutan, pertanian, perkebunan, ruang terbuka hijau dan sebagainya secara lambat laun berubah menjadi kenampakan perumahan permukiman penduduk, perkantoran, perdagangan, sekolah, pusat kesehatan, dan berbagai sarana prasarana berciri perkotaan lainnya. Sedangkan dipusat kota sendiri, yang dulunya adalah taman-taman kota (ruang terbuka), bangunan-bangunan tua yang masih difungsikan ataupun tidak, berubah menjadi bangunan-bangunan modern dan bertingkat, seperti hotel dan pusat-pusat perbelanjaan (mall, supermarket) yang seringkali berdampak hilangnya ‘saksi-saksi’ sejarah masa lampau kawasan tersebut. Jadi peningkatan berbagai aktivitas pembangunan secara fisik membutuhkan input lahan sebagai wadah aktivitas tersebut, sehingga semakin pesat dinamika pembangunan di suatu kawasan semakin cepat pula proses perubahan yang terjadi di kawasan tersebut. Dengan adanya kegiatan pembangunan akan membuka berbagai lapangan pekerjaan dan berbagai peluang usaha lainnya yang akan meningkatkan perekonomian, pendapatan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Selanjutnya, perkembangan kota diindikasikan dengan evolusi kenampakan fisik spasial akan selalu bersifat dinamis, baik secara horizontal (sentrifugal dan sentripetal) maupun secara vertikal (bangunan bertingkat). Perkembangan secara horizontal (ke arah
Universitas Sumatera Utara
luar) kawasan pinggiran kota, yang dulunya adalah ciri fisik pedesaan ber-evolusi menjadi kenampakan kekotaan, atau yang dulunya kota kecil berubah menjadi kota besar dengan kenampakan bangunan yang semakin rapat dan vertikal (bertingkat) serta semakin melebar ke arah luar (urban sprawl), bahkan tidak jarang terjadi perkembangan fisiknya melewati batas-batas administrasi kota itu sendiri, menjadikan dua atau lebih kawasan yang secara administratif berbeda (terpisah) namun jadi satu kesatuan kenampakan kekotaan (kota metropolitan) dengan bentuk dan fungsi-fungsi bangunan yang berkarakteristik kota. Lahan merupakan faktor produksi yang secara fisik tidak berpindah, tetapi eksisting
dan
pemanfaatannya
ditentukan
oleh
beragam
kepentingan
dalam
pembangunan, ekonomi, sosial dan politik. Semua ini mempercepat terjadinya proses perubahan (Waters, 2000) dalam (Suartika, 2007). Sedangkan tinjauan terhadap dimensi non fisik, meliputi perubahan yang terjadi akibat proses urban sprawling terhadap aspek ekonomi, sosial budaya, lingkungan, teknologi dan sebagainya. Aspek ekonomi misalnya penduduk yang dulunya bermata pencaharian utama petani secara lambat laun berubah menjadi pedagang, buruh dan pekerjaan berciri kota lainnya. Aspek sosial budaya yaitu dengan berubahnya pola hubungan kekerabatan dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial budaya berciri khas kota, lingkungan yang semakin panas, polusi, banjir dan lain-lain diakibatkan semakin berkurangnya vegetasi, resapan air dan makin bertambahnya jumlah kendaraan bermotor dan mesin-mesin pabrik yang berdampak kepada kesehatan penduduk. Berbagai hasil penelitian yang sudah dilakukan, umumnya menghasilkan suatu kesimpulan bahwa terjadinya fenomena urban sprawling dengan alih fungsi lahan
Universitas Sumatera Utara
pertanian di suatu kawasan menimbulkan banyak dampak negatif terhadap lingkungan dan mengancam keberlangsungan produksi hasil pertanian (pangan). Sementara jumlah penduduk terus bertambah yang otomatis juga semakin meningkatkan kebutuhan pangan pada akhirnya akan menimbulkan krisis pangan yang semakin parah atau ketergantungan terhadap kawasan/negara lain (impor pangan), dan akan mengancam berbagai aspek dalam pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan pemanasan global (global warming) yang merupakan salah satu issu (permasalahan) universal yang dihadapi semua masyarakat dan negara di dunia dalam dekade terakhir ini. Akibat hilangnya lahan terbuka hijau di daerah pinggiran kota banyak berkaitan dengan hilangnya sumber daya lahan pertanian sebagai sumber utama penghasilan pangan. Dampak lokal mungkin tidak dirasakan namun sebagai suatu bangsa yang berjalan dalam satu kesatuan sistem ekonomi nasional, maka akibat kumulatif dari hilangnya lahan pertanian subur beririgasi teknis akan mengakibatkan bencana di masa yang akan datang. Pengurangan lahan pertanian berjalan terus, usaha menciptakan lahan pertanian baru belum membawa hasil yang berarti paling tidak dalam dekade pertama millenium ketiga ini dan sementara itu jumlah mulut yang harus diberi suapan pangan bertambah terus-menerus. Analisis untuk meramalkan dampak yang akan terjadi tidak memerlukan kualifikasi intelektual yang tinggi, karena hampir semua orang akan memahami akibat yang dapat timbul karenanya. (Yunus, 2005). Namun
selama
masih
adanya
pertumbuhan
penduduk
dan
dinamika
pembangunan di suatu kota, maka konsekuensinya kebutuhan akan ruang dan lahan akan terus berkembang yang salah satunya adalah dengan pemekaran kota (urban sprawling) ke wilayah pinggiran kota dengan pertimbangan masih tersedianya lahan yang cukup
Universitas Sumatera Utara
luas, harga lahan yang lebih murah dan kondisi lingkungan yang lebih baik. Namun ironisnya lahan di pinggiran kota tersebut pada umumnya adalah lahan-lahan pertanian produktif sebagai sumber penghasil pangan dan berfungsi sebagai paru-paru kota.
1.2. Perumusan Masalah 1). Bagaimana proses pemekaran fisik kota di kawasan penelitian pada jangka waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir dikaji terhadap : a. Aspek Fisik Spasial b. Aspek Non Fisikal 2). Faktor-faktor apa yang menjadi penyebab terjadinya proses pemekaran fisik kota di kawasan penelitian. 1.3.
Tujuan Penelitian
1). Mengkaji proses pemekaran fisik kota di kawasan penelitian pada jangka waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir ditinjau terhadap : a. Aspek Fisik Spasial : Melakukan kajian terhadap 3 (tiga) elemen morfologi kota yaitu : karakteristik penggunaan lahan, karakteristik bangunan dan karakteristik sirkulasi. b. Aspek Non Fisikal Aspek ini meliputi bidang yang sangat luas, yaitu ekonomi, sosial budaya, lingkungan, teknologi dan sebagainya, sehingga tinjauan pada aspek ini dibatasi pada salah satu elemen bidang ekonomi saja yaitu diversifikasi mata pencaharian penduduk.
Universitas Sumatera Utara
2). Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya proses pemekaran fisik kota di kawasan penelitian. 1.4.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi segenap stakeholders di kawasan
penelitian terutama Pemerintah Kota Pematangsiantar sebagai masukan berbasis kajian ilmiah didalam merumuskan kebijakan yang berkenaan dengan pemanfaatan ruang (lahan) di kawasan pinggiran
kota khususnya di koridor Jalan Melanthon Siregar,
Kecamatan Siantar Marihat. 1.5. Kerangka Berfikir
Universitas Sumatera Utara
KAWASAN PINGGIRAN KORIDOR JALAN MELANTHON SIREGAR
AKTIVITAS DAN PERTUMBUHAN PENDUDUK
INPUT LAHAN
PEMEKARAN FISIK KOTA
ANALISIS
FISIK SPASIAL : 3 ELEMEN MORFOLOGI KOTA
NON FISIK : EKONOMI, SOSIAL DAN LINGKUNGAN
FAKTOR ‐FAKTOR PENYEBAB
KESIMPULAN DAN SARAN
Gambar 1.1. Kerangka Berfikir
Universitas Sumatera Utara