BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam sebagai agama yang komprehensif dan universal merangkum seluruh dimensi kehidupan manusia, baik yang bersifat ritual (ibadah) maupun sosial (muamalah) dan universal berarti syari‟at Islam dapat di terapkan dalam setiap waktu dan tempat. Sifat universal ini tampak jelas dalam bidang muamalah, dan di antara hal-hal yang berkaitan dengan muamalah adalah kegiatan manusia dalam berekonomi (M. Rifa‟i, 2003 : 19). Perekonomian masyarakat yang semakin modern, mendorong munculnya bank sebagai lembaga keuangan yang vital. Dalam undang-undang perbankan, Bank diartikan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan tarap hidup masyarakat banyak, ini berari bahwa bank mempunyai fungsi sebagai lembaga perantara bagi masyarakat yang kelebihan dana dan masyarakat yang kekurangan dana, sehingga masyarakat akan mendapat kemudahan yang di peroleh dari kehadiran bank untuk memenuhi kebutuhannya. Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Keberadaan sistem keuangan ini diharapkan dapat melaksanakan fungsinya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediation) dan lembaga transmisi yang
mampu
menjembatani mereka yang berlebihan dana,
dan
kekurangan dana serta memperlancar transaksi ekonomi (Heri Sudarso, 2003:7).
Saat ini pengembangan perbankan di Indonesia memakai sistem perbankan ganda (dual banking system) yang mendapat pijakan yuridis via Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. Hal ini memberikan kesempatan bagi bank-bank umum konvensional untuk memberikan layanan syari‟ah melalui Islamic Window dengan terlebih dahulu membentuk Unit Usaha Syari‟ah (Abdul Ghofur Anshori, 2008 : 16). Unit Usaha Syari‟ah, yang selanjutnya disebut UUS adalah unit kerja dari kantor pusat umum bank konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang syari‟ah dan atau unit syari‟ah atau unit kerja di kantor cabang asing yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syari‟ah dan atau unit syari‟ah (Tim Citra Umbara, 2009 : 251-252). Bank CIMB Niaga Syari‟ah Merupakan unit usaha syari‟ah dari bank konvensional yaitu PT Bank CIMB Niaga tbk yang lahir dari proses merger antara PT. Bank Niaga Tbk. Dan PT. Bank Lippo Tbk (Wawancara dengan, Gian Tanakosa, 25 April 2013). Pada dasarnya Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung dalam melakukan kegiatan usahanya tidak jauh berbeda dengan Bank CIMB konvensional yaitu sebagai penghipun dana (funding),
dan penyaluran dana (lending), yang
membedakan adalah dalam melaksanakan kegiatan usahanya Bank CIMB Niaga Syari‟ah
KCS
Bandung
menggunakan
prinsip-prinsip
syari‟ah,
yaitu
meghilangkan konsep bunga uang yang dalam fiqh dikategorikan sebagai riba
yang dilarang oleh syari‟ah. Salah satu produk (lending) yang
berbentuk
pembiayaan yang ada pada Bank CIMB Niaga Syariah terbagi kepada pembiayaan konsumser (konsumtif) dan
pembiayaan untuk usaha (produktif)
yaitu sebagai berikut : 1.
Untuk pembiayaan consumer (konsumtif) yaitu : a. Pembiayaan iB kepemilikan Rumah; b. Pembiayaan iB kepemilikan Mobil; c. Pembiayaan iB Bisnis (Multi Guna).
2.
Untuk pembiayaan usaha, yaitu : a. Pembiayaan modal kerja; b. Pembiayaan investasi. Menurut Pasal 1 angka 33 UU No. 10 tahun 1998, Pembiayaan berdasarkan
prinsip syari‟ah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Produk pembiayaan ini diantaranya adalah pembiayaan jual beli murabahah. Beberapa pengertian Murabahah antara lain: 1.
Murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba (Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional Nomor 06/DSN-MUI/IV/2000);
2.
Murabahah menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) adalah jual beli barang sebesar harga pokok barang dengan margin keuntungan yang disepakati (Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005). Pembiayaan Murabahah adalah salah satu produk pembiayaan yang dimiliki
oleh bank syari‟ah. Dengan konsep pembiayaan Murabahah maka nasabah akan terhindar dari praktik riba. Menurut Zainuddin Ali (2008 :88) riba dapat diartikan sebagai pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Sehingga hukumnya diharamkan karena bertentangan dengan prinsip-prinsip Agama Islam. Sesuai dengan prinsip syari‟ah yang berpegang teguh pada keadilan, murabahah tidak hanya mementingkan salah satu aspek saja tapi juga memperhitungkan semua aspek. digunakan
oleh
Murabahah bank-bank
ini merupakan model pembiayaan utama yang syari‟ah.
Di Indonesia
portofolio
pembiayaan
murabahah mencapai 70-80% (Muhammad, 2004: 14). Murabahah adalah jual beli seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati (Adiwarman Karim, 2001:87), sedangkan aplikasinya dalam perbankan, Murabahah adalah transaksi jual beli dimana harus menyebutkan harga asli pembelian dan menyebutkan berapa keuntungannya (Karnaen, 1992: 106), dan harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad (Rifqi Muhammad, 2008 : 158). Dalam praktiknya dalam perbankan, murabahah merupakan salah satu produk yang sangat membantu bagi kebutuhan masyarakat, terutama mereka yang sedang membutuhkan suatu barang atau asset dalam watu cepat tetapi tidak memiliki uang tunai untuk mengadakan barang atau asset tersebut, maka dengan
menggunakan produk murabahah, masyarakat akan dengan mudah memenuhi kebutuhannya. Bank yang dalam pengertiannya berdasarkan UU perbankan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau dalam bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan tarap hidup masyarakat. Karena
itulah
kemudian
murabahah
akhirnya
berkembang menjadi suatu
pembiayaan yang cara pembayarannya dapat diangsur. Pembayaran secara kredit sebenarnya bukan bagian dari syarat sistem jual beli murabahah. Meskipun demikian, transaksi secara angsur mendominasi praktek murabahah dalam dunia perbankan syari‟ah. Hal ini dikarenakan memang seseorang tidak akan datang ke bank kecuali untuk mendapat kredit dan membayar secara angsur (Syafi‟i Antonio, 2001:103). Resiko
yang mungkin timbul dari pembayaran yang diangsur adalah
kemungkinan adanya nasabah atau debitur yang lalai dalam menyelesaikan kewajibannya kepada bank, bahkan kemungkinan adanya nasabah yang memang sengaja menunda pembayarannya. Untuk mengatasi hal tersebut, pihak bank akanmelakukan
langkah-langkah
strategis
untuk
menyelamatkan
pembiayaan
tersebut. Salah satunya adalah pemberlakuan sanksi berupa denda (ta’widh). Pada dasarnya pemberlakuan denda itu memang boleh sesuai dengan fatwa DSN (No:17/DSN-MUI/IX/2000 tentang sanksi atas nasabah yang mampu yang yang menunda-nunda pembayaran pada ketentuan umum : sanksi didasarkan prinsip
ta’zir
yaitu
yang
bertujuan
agar
nasabah
lebih
disiplin
dalam
melaksanakan kewajibannya (Ichwan dkk: 2006: 99). Begitupun degan Bank
CIMB Niaga Syari‟ah. tetapi bukan itu yang menjadi permasalahan melainkan adalah hitungan perharinya yang relatif besar serta penyertaan jumlah nominal denda yang dicantumkan dalam klausul akad. Denda perhari pada pembiayaan iB Bisnis ini cukup besar dan dikhawatirkan adanya unsur-unsur riba, dimana ini merupakan pelaksaan pembiayaan iB Bisnis di Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung. Ketentuan pelarangan riba ini seperti yang terdapat dalam kaidah fiqh muamalah yang menyatakan bahwa setiap pinjaman dengan menarik manfaat adalah sama dengan riba (A Dzajuli, 2006: 138). Pada Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung, bagi nasabah yang tidak bisa melakukan pembayaran baik karena lalai ataupun dengan sengaja tidak membayar kewajiban dalam pembiayaan iB Bisnis, maka setelah tanggal
jatuh
tempo yang ditetapkan dalam akad, nasabah tersebut mendapatkan sanksi berupa denda (ta’widh) yang jumlahnya bersipat tetap yaitu 0.15 % dari jumlah nominal angsuran perbulanya dan jumlah nominal denda tersebut sebagaimana tertulis dalam klausul akad.
Berikut lustrasi sederhana dari pembiayaan iB Bisnis
pengadaan mesin industry di Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung: Pak XX mengajukan pembiayaan
iB Bisnis ke Bank CIMB Niaga Syariah
KCS Syari‟ah dengan mengunakan akad murabahah, untuk pembelian Mesin Pulverizer 5R dengan rincian sebagai berikut : a) Harga beli oleh Bank Rp. 1.250.000.000-; b) Keuntungan/Margin Rp. 243.664.794-;
c) Total yang harus dibayar Nasabah Rp. 1.493.664.794.-, (tidak termasuk administrasi); d) Jangka waktu 19 bulan mulai dari tanggal 16 Maret 2013 sampai dengan 19 Juli 2014; e) Jumlah angsuran perbulan Rp. 15.000.000.-, di tahun pertama berdasarkan kesepakatan, sisanya di angsur berdasarkan kemampuan nasabah. Dengan melihat ilustrasi di atas maka ketika pak XX tidak melakukan pembayaran pada waktu yang sudah disepakati, maka pihak bank akan memberikan denda sebesar Rp. 22.500,- atau (0.15%) per hari dari jumlah angsuran yang ditentukan oleh pihak bank bagi nasabah yang mampu namun sengaja atau lalai dan beritikad tidak baik (Dokumen akad pembiayaan murabahah Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung, Pasal 7). Menurut Fatwa Dewan Syari‟ah No.43/ DSN-MUI/VIII/2004, bahwa sanksi bagi nasabah yang menunggak baik dalam pembiayaan murabahah itu dikenakan sanksi berupa denda ganti rugi (ta’widh) yang jumlah besaranya harus tetap sesuai dengan kerugian riil dan besarnya ganti rugi ini tidak boleh dicantumkan dalam akad. Dalam kasus yang terjadi di Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung adalah
pembiayaan
iB
Bisnis
pengadaan
mesin
industri
yang
dalam
pelaksanaannya menggunakan akad perjanjian murabahah yang dalam Klausul akadnya di cantumkan nominal dendanya yang harus di bayar oleh nasabah ketika tidak bisa melakukan pembayaran pembiayaan IB Bisnis, yang di dasarkan pada perhitungan 0.15 % per hari dari jumlah angsuran tertunggak.
Dengan jumlah
denda yang akan semakin membesar setiap kali nasabah tidak bisa melakukan pembayaran, di khawatirkan kondisi tersebut akan sangat memberatkan dan merugikan pihak nasabah. Selain itu jumlah penentuan setoran yang tidak jelas perbulannya yang didasarkan pada kemampuan nasabah serta penentuan denda yang secara sepihak oleh Bank CIMB Niaga Syari‟ah Bandung, sehingga memungkinkan adanya unsur gharar dan keterpaksaan bagi nasabah yang hendak mengajukan
pembiayaan
iB
Bisnis
dengan
akad
murabahah.
Ini semua
merupakan bagian dari pelaksanaan pembiayaan iB Bisnis di Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung. Dari uraian permasalahan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian lanjutan di Bank tersebut dengan judul : Pelaksanaan Denda pada Pembiayaan iB Bisnis melalui Akad Murabahah di Bank CIMB Niaga Syari’ah Kantor Cabang Syari’ah Bandung. B. Rumusan Masalah Untuk memudahkan pembahasan, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana mekanisme pembiayaan iB Bisnis di Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung? 2. Bagaimana pemberlakuan denda pada pembiayaan iB Bisnis di Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung? 3. Bagaimana kesesuaian penentuan denda pada pembiayaan iB Bisnis di Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung dengan Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-MUI/VIII/2004? C. Tujuan Penelitian
Penelitian
ini
secara
umum
bertujuan
untuk
menjelaskan
mengenai
pelaksanaan sanksi bagi nasabah yang menunggak pembayaran iB Bisnis di Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung, secara rinci bertujuan untuk: 1. Mengetahui mekanisme pembiayaan iB Bisnis di Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung; 2. Mengetahui pemberlakuan denda pada pembiayaan iB Bisnis di Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung; 3. Mengetahui kesesuaian penentuan denda pada pembiayaan iB Bisnis di Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung dengan Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-MUI/VIII/2004. D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi pengembangan ilmu ekonomi islam, khususnya pada bidang perbankan untuk mencermati masalahmasalah yang dihadapi oleh bank syariah sebagai pihak perantara lembaga keuangan. 2. Kegunaan Praktis a. Bagi Peneliti Untuk kepentingan akademik dalam penyusunan skripsi sebagai syarat meraih gelar sarjana pada jurusan Muamalah Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. b. Bagi Bank CIMB Niaga Syariah KCS Bandung
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu masukan dan informasi yang lebih bagus untuk kedepannya khususnya bagi Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung agar dalam pelaksanaannya lebih baik, dan sesuai dengan syari‟ah. c. Bagi Masyarakat Umum Sebagai sarana informasi untuk memberi tahu masyarakat secara luas bagaimana mekanisme pembiayaan iB Bisnis di Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung secara syari‟ah. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat berguna bagi masyarakat untuk menambah pengetahuan tentang perbankan syari‟ah. E. Kerangka Pemikiran Aktifitas keuangan dan perbankan syari‟ah dapat dipandang sebagai wahana bagi masyarakat modern untuk membawa mereka kedalam pelaksanaan paling tidak dua ajaran Al-Qur‟an yaitu: Pertama, prinsip At-Ta’awun , yaitu saling membantu dan saling bekerja sama diantara anggota masyarakat untuk kebaikan, sebagaimana dinyatakan dalam Q.S. Al-Maidah : 2
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Soenardjo, 1989 : 86).
Kedua, Prinsip menghindari Al Iktinaz, yaitu menahan uang hingga tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat umum, sebagaiman dinyatakan dalam Q.S. An-Nisa :29
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu (Soenardjo, 1989 : 122). Berdasarkan bahwa seluruh aspek muamalah termasuk jual beli adalah perkara halal kecuali ada nash yang mengharamkannya. Maka ulama madzhab yang empat menyepakati tentang kebolehan melaksanakan prisnsip murabahah. Murabahah merupakan salah satu skim fiqh yang banyak digunakan oleh perbankan Islam. Transaksi jual beli murabahah lazim digunakan pada zaman Rasulullh SAW dan para sahabatnya. Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli (Karim, 2006:113). Menjual
secara
kredit
merupakan
sistem yang
mendominasi praktek
pembiayaan murabahah pada perbankan. Karena pada dasarnya seseorang tidak akan datang ke bank, kecuali untuk mendapatkan kredit dan membayarnya secara berangsur. Dengan konsep seperti ini salah satu resiko yang mungkin timbul adalah adanya nasabah yang melakukan wanprestasi, atau kelalaian dengan
menunda-nunda pembayaran yaitu kerugian yang benar-benar dialami secara riil oleh para pihak dalam transaksi wajib diganti oleh pihak yang menimbulkan kerugian. Untuk itu, pihak bank akan melakukan pengecekan untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya penundaan pembayaran tersebut dan pihak bank akan melakukan langkah-langkah penyelamatan yang sesuai dengan syari‟at Islam. Namun, apabila ternyata nasabah yang menunda pembayaran tersebut adalah nasabah mampu yang sengaja menunda pembayaran, maka dalam hal ini pihak bank boleh mengenakan sanksi berupa denda ganti rugi (ta’widh) yang harus diberikan kepada pihak yang hak-haknya dilanggar dalam rangka menutup kerugian yang terjadi akibat pelanggaran atau kekeliruan (Rachmadi Usman, 2009: 256). Berdasarkan hadits Nabi riwayat jama‟ah (Bukhari dari Abu Hurairah, Muslim dari Abu Hurairah, Tirmidzi dari Abu Hurairah dan Ibnu Umar, Nasa‟i dari Abu Hurairah, Abu Daud dari Abu Hurairah, Ibn Majh dari Abu Hurairah dn Ibn Umar, Ahmad dari Abu Hurairah dan Ibn Umar, Mlik dari Abu Hurairah, dan Darami dari Abu Hurairah):
)ََه ْط ُل الغٌَِ ُي ظُلْ ٌن َو ِإ َذا اَتْب َ َع ا َ َح ُد ُك ْن َعلَى َهلِ ْي فَلْيَتْب َ ْع (هتفق علي Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kedzaliman, Maka jika seorang diantara kamu dialihkan hak penagihan piutangnya (dihawalahkan) kepada pihak yang mampu, terimalah (Muttafaq ‘alaih) (Ibnu Hajar Asqalani, Penerjemah A. Hasan, 1984: 440). Berdasarkan penomena tersebut, Dewan Syariah Nasional dan Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 24 Jumadil Akhir 1425 H atau bertepatan dengan tanggal
11
Agustus
2004
M,
menetapkan
fatwa
DSN-NUI
Nomor
43/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang ganti rugi (ta’widh) (Rachmadi, 2009: 262-263). Pada dasarnya ganti rugi diperbolehkan berdasarkan prinsip ganti rugi sebagaimana tersebut dalam Fatwa DSN Nomor 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang ganti rugi. Namun ada ketentuan khusus sebagaimana yang terdapat dalam Fatwa DSN Nomor 43/DSN-MUI/VIII/2004, yaitu: 1. Ganti rugi yang diterima dalam transaksi di LKS dapat diakui sebagai hak (pendapatan) bagi pihak yang menerimanya; 2. Jumlah ganti rugi besarnya harus tetap sesuai dengan kerugian riil dan tata cara pembayarannya tergantung kesepakatan para pihak; 3. Besarnya ganti rugi ini tidak boleh dicantumkan dalam akad; 4. Pihak yang cidera janji bertanggung jawab atas biaya perkara dan biaya lainnya yang timbul akibat proses penyelesaian perkara. Dari landasan di atas dapat disimpulkan bahwa penentuan jumlah ganti rugi tidak boleh di cantumkan dalam akad serta ganti rugi tersebut harus sesuai dengan kerugian riil. Kerugian riil sebagaimana dimaksud adalah biaya-biaya riil yang dikeluarkan dalam rangka penagihan hak yang seharusnya dibayarkan tidak dikaitkan dengan ketentuan waktu atau masa tenggang, karena dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba nasi’ah. Sebagaimana dijelaskan oleh Ulama Madzhab Hanafi bahawa dalam akad jual beli tidak boleh dikaitkan dengan syarat tertentu atau dikaitkan dengan masa yang akan datang. Apabila dikaitkan dengan waktu maka perhitungan biaya sebaiknya tidak bertambah karena adanya keterlambatan pelunasan pinjaman (Sutan Remi Sjahdeini, 2007: 78).
Dalam transaksi keuangan, eksploitasi maupun ketidakadilan juga mungkin terjadi dalam hal simpan meminjam misalnya, Islam melarang untuk mengenakan denda jika hutang telat dibayar karena prinsip hutang dalam hal ini adalah menolong
orang
lain
(tabarru’)
dan
tidak
dibolehkan
dalam mengambil
keuntungan didalam tabarru’. Dalam riba jahiliyah tersebut, potensi eksploitasi sangat tinggi. Disamping itu, pengambilan keuntungan sepihak dalam transaksi keuangan juga dilarang dalam Islam, yang dikenal dengan istilah riba nasi’ah, dimana ada kesepakatan untuk membayar bunga dalam transaksi hutang-piutang atau pembiayaan. Dalam hal ini satu pihak akan mendapat keuntungan yang sudah pasti, sedangkan pihak lainnnya hanya menikmati sisa keuntungannya, jelas hal ini tidak adil (Heri Sudarsono, 2008:1). Salah satu prinsip yang harus dihindari dalam suatu kegiatan transaksi adalah adanya unsur riba, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 275 yaitu:
Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang
kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya (Soenardjo, 1989 : 32). Hal yang paling penting yang menjadi tujuan dari prinsip-prinsip syari‟ah ialah, konsep maslahah. Dalam ushul fiqh telah dipopulerkan kaidah, dimana ada maslahah disitu ada Syari‟ah Allah. Watak maslahah syari’ah antara lain berpihak kepada semua pihak atau berlaku umum, baik maslahat bagi lembaga syari‟ah,
nasabah,
pemerintah
(regulator)
maupun
masyarakat
luas.
Kemaslahatannya tidak hanya diakui secara tanzhiriyah (perhitungan teoritis) tetapi juga secara tajribiyah (pengalaman empirik di lapangan). Berdasarkan penelitian para Ulama jelas bahwa Syari‟ah Islam mengandung kemaslahatan bagi manusia didalam mengatur hidup dan kehidupannya di dunia. Sesuai dengan kaidah fiqh:
صة َ ال َوصل َ َحة العَا َهة هق َ َد َهة َعل َي ال َوصل َ َحة ال َخا Kemaslahatan publik didahulukan dari pada kemaslahatan individu (Djazuli, 2006: 11). Selain dari pada kaidah di atas, kaidah fiqh muamalah yang juga tak kalah penting ialah:
ضي الوت َعَا ق َديي وًتيجتَ َها التز َهاٍ بالتعَا قد َ ال َصل في العَق َد ر Hukum asal dari transaksi adalah keridhaan kedua belah pihak yang berakad, hasilnya adalah berlaku sahnya yang diakadkan (Djazuli, 2006: 130). Keridhaan dalam transaksi adalah merupakan prinsip. Oleh karena itu, transaksi baru sah apabila didasarkan pada keridhaan kedua belah pihak. Sebagaimna firman Allah dalam Al-Quran surat An-Nisaa ayat 29 yaitu:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu (Soenarjo dkk, 1989: 122). Dalam kaidah fiqh muamalah, hukum yang berlaku adalah bahwa semua hal diperbolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya. Ini berarti bahwa ketika sesuatu transaksi baru muncul dan belum dikenal sebelumya dalam hukum islam, maka transaksi tersebut dianggap dapat diterima, kecuali terdapat implikasi dari Al-Quran dan Al-Hadits yang melarangnya, baik secara eksplisif maupun secara implisit. Begitupun dengan penerapan ganti rugi (ta’widh) pada akad transaksi pembiayaan iB Bisnis di
Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung juga
diperbolehkan jika penerapannya sesuai dengan kaidah-kaidah fiqh muamalah. Berdasarkan hal tersebut kebijakan Bank Syari‟ah yang telah ditetapan harus melalui proses
yang
panjang
untuk
menghindari ketidakadilan dan dapat
memenuhi prinsip-prinsip syari‟ah, agar tidak ada pihak yang dirugikan. Terutama pada transaksi pembiayaan iB Bisnis di Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung, Sebagaimana surat An-Nisa ayat 29 menyebutkan, yaitu :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu (Soenarjo dkk, 1989: 122). Juga hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Imam Malik, Imam AlDaruquthni, Rosulallah SAW. Bersabda:
)ض َر َر َو َلضي َر ار (رواٍ ابي ها جة واهام هالك واهام الدارقطٌي َ َل Tidak boleh ada bahaya (kerugian) pada diri sendiri dan tidak boleh membahayakan (merugikan) orang lain (Himpunan Fatwa DSN-MUI, 2006: 315). Berkaitan dengan denda (ta’widh) yang diterapkan dalam pembiayaan iB Bisnis di bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung dirasa belum memenuhi aspek-aspek kesesuaian dengan prinsip syari‟ah, hal itu dikarenakan dalam pelaksanaan denda (ta’widh) masih terdapat ketidakjelasan, hal ini berkaitan dengan jumlah setoran yang tiap bulannya disesuaikan dengan kemampuan nasabah sehingga tidak diperoleh kejelasan nominal pembayaran, hal ini otomatis berdampak pada ketidakjelasan nominal denda yang dikenakan ketika nasabah tidak bisa melakukan pembayaran sesuai jadwal yang telah disepakati. Walaupun dalam klausul akad sudah disebutkan besaran nominal denda untuk satu tahun pertama, tapi pada kenyataanya nasabah tidak mengetahui besaran denda untuk bulan selanjutnya setelah satu tahun tersebut. Padahal pada dasarnya denda setelah tahun pertama akan relatif lebih mahal dibandingkan bulan sebelumnya. Dengan kebijakan bank yang dirasa tidak konsisten terhadap akad
yang mereka buat sendiri ini dirasa merugikan nasabah karena seolah-olah bank tidak bertanggungjawab terhadap apa yang di sepakati dalam akad. Sebagaimana yang disebutkan dalam al-Quran surat Hal ini tidak sesuai dengan al-Quran surat al-Isra‟ ayat 34 yang menyatakan bahwa :
penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya. Begitupun dengan hadits Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf yang menyatakan Bahwa :
صلْ ًحا َح َّر َم َحالَال ً أ َ ْو أ َ َح َّل َح َرا ًها َوالْ ُو ْسلِ ُو ْى َى ُ َّ يي إِال َ لصُّ لْ ُح َجا ِئ ٌز بَي َْي الْ ُو ْسلِ ِو ُوط ِه ْن إِال َّ َشرْ طًا َح َّر َم َحالَال ً أ َ ْو أ َ َح َّل َح َرا ًها ِ َعلَى ُشر Perjanjian boleh dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan muslimin
terikat
yang haram,
dan kaum
dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau mengharamkan yang haram. Juga dalam kaidah ushul fiqh yang menyatakan bahwa ;
ضي الوت َ َعا ق َديي وًتيجتَ َها التز َهاٍ بالت َعا قد َ ال َصل في ال َعق َد ر Hukum asal dari transaksi adalah keridhaan kedua belah pihak yang berakad, hasilnya adalah berlaku sahnya yang diakadkan (Djazuli, 2006: 130) Selain
itu
kaidah
fiqh
menjelaskan
bahwa
menolak
mafsadah
lebih
diutamakan dari pada menarik maslahah, dan apabila berlawanan antara mafsadah
dan maslahah, maka yang didahulukan adalah menolak mafsadah (Muchlis Usman, 2002: 137). F. Langkah-langkah Penelitian Untuk memperoleh data-data yang objektif dari hasil penelitian, dalam pembahasan pelaksanaan pembiayaan iB Bisnis
di bank CIMB Niaga Syariah
KCS Bandung, maka langkah-langkah penelitian yang ditempuh adalah sebagai berikut: 1. Metode Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis yaitu suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem, pemikiran ataupun suatu kilas peristiwa masa lalu (histori). Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar penomena yang diselidiki (Moch Nazir, 1983: 63).
2. Sumber Data Dalam hal ini penulis mengumpulkan data dari dua sumber diantaranya adalah: a. Sumber data primer, adalah data utama yang langsung memberikan informasi kepada pengumpul data. Sumber data ini diperoleh dari hasil wawancara dengan Account Officer Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung yaitu Gian Tanakosa; b. Sumber data sekunder, yaitu data tambahan yang berupa dokumen, arsip, buku-buku dan sebagainya, yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dalam skripsi ini. 3. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Data kualitatif adalah data yang pengumpulannya tidak dipandu oleh teori, tetapi dipandu oleh fakta-fakta yang ditemukan pada saat penelitian di lapangan (Beni Ahmad Saebani, 2008: 122-123). Adapun data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mengenai mekanisme pembiayaan iB Bisnis di Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung; b. Mengenai pemberlakuan denda pada pembiayaan iB Bisnis di Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung; c. Mengenai kesesuaian penentuan denda pada pembiayaan iB Bisnis di Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung dengan Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-MUI/VIII/2004.
4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Observasi Yaitu suatu usaha sadar untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara sistematis, dengan dengan prosedur yang tersetandar. (Dalam penelitian ini yang dilakukan adalah melihat serta mengamati secara langsung pelaksanaan pembiayaan iB Bisnis di Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung, agar memperoleh data yang sebenar-benarnya; b. Wawancara,
yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui
wawancara langsung dengan pihak-pihak Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung; c. Studi kepustakaan yaitu mempelajari dan mengumpulkan data dari sejumlah literature yang ada hubungannya dengan penelitian ini sebagai data teoritis untuk dijadikan acuan dalam penulisan skripsi ini. 5. Analisis Data Dalam menganalisis data, penulis melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut: a. Melakukan
seleksi terhadap
data
yang
telah
terkumpul kemudian
diklasifikasi sesuai dengan tujuan penelitian; b. Menafsirkan data yang terpilih, kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis data kualitatif; c. Menarik
kesimpulan sesuai dengan pertanyaan penelitian yang telah
diajukan dalam penulisan skripsi ini.
6. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Bank CIMB Niaga Syari‟ah Kantor Cabang Syari‟ah Bandung yang terletak di Jl. Jendral Gatot Subroto No. 10 Bandung 40262- Indonesia, Telp. (022) 7306260 dan Fax (022) 7306261.
BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG DENDA, HUBUNGANNYA DENGAN PEMBIAYAAN DAN MURABAHAH DALAM HUKUM ISLAM
A. Pengertian Denda Dalam Islam denda atau ganti rugi dalam suatu Lembaga Keuangan Syari‟ah biasa disebut dengan ta’widh. Ta’widh berasal dari kata „iwadah, yang artinya ganti atau konpensasi. Sedangkan al-ta’wid sendiri secara bahasa berarti mengganti (rugi) atau membayar konpensasi (Antonio, 2001: 108). Menurut Dahlan Yacub Al-Barry (2001:133) dalam kamus bahasa indonesia kontemporer mengartikan denda sebagai ganti rugi. Sedangkan menurut kamus bahasa Indonesia pengertian denda adalah hukuman yang berupa keharusan membayar uang sebagai akibat melanggar aturan, Undang-Undang dan lainnya (Poerwadarminta, 1985 : 240). Didalam perbankan ta’widh itu artinya ganti rugi yang berupa denda yang diberikan pihak bank kepada nasabah, karena nasabah tersebut melakukan pelanggaran dengan sengaja terhadapa ketentuan akad dan menimbulkan kerugian bagi pihak bank disebabkan karena nasabah wanprestasi (Sudarsono, 2007:94). Nasabah yang wanprestasi akan diberikan sanksi berupa denda sejumlah uang yang besaranya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad akan ditandatangani. Bank dapat mengenakan ganti rugi hanya atas kerugian riil yang dapat diperhitungkan dengan jelas kepada nasabah yang dengan sengaja atau
karena melalaikan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan akad
diawal
perjanjian pembiayaan (financing) dan mengakibatkan kerugian pada bank. Nasabah yang tidak memenuhi janji berarti dia telah melakukan wanprestasi, wanprestasi dapat berupa : 1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan; 2. Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana mestinya apa yang dijanjikan; 3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat; 4. Melakukan sesuatu yang dalam perjanjian tidak boleh dilakukan (Mariam Darul Badrul Zaman, 2001: 18-19). Apabila nasabah melakukan suatu perbuatan dimana perbuatan tersebut disengaja dan telah merugikan dari pihak bank, maka pihak bank dapat menuntut ganti rugi terhadap nasabah sesuai dengan kesepakatan diawal perjanjian. Dewan Syari‟ah telah mengadopsi konsep denda terhadap mereka yang tidak melunasi hutang pada tepat waktu khususnya jika nasabah mampu melunasi. Makna mampu melakukan pembayaran sulit untuk ditentukan dalam konteks ini, karena Bank Islam pada umumnya sejak awal kontrak murabahah telah memastikan bahwa dana-dana pinjaman mereka akan cukup aman, dan dijamin terlindungi dari segala resiko
kegagalan atau penundaan pembayaran.
Ini
menjamin pembayaran harga murabahah plus mark-up kepada Bank Islam, disamping itu suatu denda atas keterlambatan pembayaran dapat dijatuhkan kepada nasabah yang tentu wajib mematuhinya (Abdullah Saed, 2004: 140).
Denda merupakan hal biasa yang harus dilakukan sebuah Bank akibat keterlambatan nasabah melaksanakan kewajiban dalam pembayaran yang telah disepakati di awal perjanjian. Denda bukan merupakan harga yang menjadi penentu didalam proses pemberian pembiayaan., melainkan untuk memberi pendidikan kedisiplinan nasabah dalam memenuhi kesepakatan perjanjian yang telah ditandatangani. Besarnya denda relative dalam penerapannya, namun harus disesuankan dengan penghitungan keterlambatab (waktu) antara nominal nilai angsuran terhadap peluang perputaran dana dengan harga dan keuntungan yang diperoleh kalau nilai uang tersebut masuk tepat waktunya. Sanksi denda mereflaksikan kerugian yang diderita bank akibat tidak terbayarnya hutang tepat waktu. Karena bank islam melihat “tingkat laba normal” untuk menetapkan sanksi denda. Karena bank islam tidak berurusan dengan bunga, semua penundaan dalam pembayaran angsuran ketika tidak dilunassi sesuai dengan kesepakatan tentu menyebabkan kerugian yang serius bagi pihak bank, sehingga bank memberikan konpensasi terhadap nasabah yang sengaja melalaikan kewajibannya. Adalah berdasarkan peraturan syari‟ah tidak boleh ada kerugian pada pihak manapun dalam kontrak murabahah yang merupakan dasar transaksi (Saed, 2004:140). Oleh karena itu, kedua belah pihak sepakat bahwa dalam hal keterlambatan pembayaran angsuran, bank memiliki hak tanpa ada keberatan atau penyangkalan untuk
meminta
konpensasi
atas
segala
kerugian
yang
diakibatkan
oleh
penunggakan pembayaran. Meskipun hutang dalam jual beli murabahah tetap, dalam
arti
bahwa
jumlah
hutang
tidak
dapat
berubah
setelah
kontrak
ditandatangani oleh bank
dan pembeli (nasabah),
bank
dapat melindungi
investasinya jika si pembeli (nasabah) tidak membayar tepat waktu. Keterlambatan kewajiban pembayaran keuangan merupakan contoh kongkrit adanya kesenjangan antara konsep dan praktek. Dalam sistem Islam, kewajiban moral individu untuk membayar tanggung jawabnya tepat waktu jelas diakui. Kewajiban ini akan mendorong orang berbuat jujur untuk membayar tepat waktu. Barang kali tidak epektif mencegah orang yang terang-terangan terlambat membayar padahal padahal ia mampu membayar tepat pada waktunya, jika ia mampu meloloskan diri tanpa secara social terasingkan atau mendapat hukuman sebagai
pelajaran
kedisiplinan
maka
orang
tersebut
akan
mengulangi
perbuatannya, karena ia menganggap bahwa perbuatan tersebut tidak ada konpensasinya (M. Umar Chapra, 2001:281). Semua itu menunjukan bahwa sampai penyelesaian hutangpun, bank islam telah menggunakan cara-cara untuk menjamin agar hutang dapat dilunasi tepat pada waktu, dan jika tidak maka kerugian yang diderita oleh bank akan ditanggung oleh nasabah (Muhammad, 2005:135). B. Dasar Hukum Denda 1. Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 1 :
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang
mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya (Soenarjo dkk, 1989: 156). Surat Al-Isra‟ ayat 34
Dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya. Surat Al-Baqarah ayat 194
Bulan Haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, Berlaku hukum qishaash. oleh sebab itu Barangsiapa yang menyerang kamu, Maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa. Surat Al-baqarah 279-280
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. 2. Hadits a. Hadits Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr Bin Auf
صلْ ًحا َح َّر َم َحالَال ً أ َ ْو أ َ َح َّل َح َرا ًها ُ َّ يي ِإال َ لصُّ لْ ُح َجائِ ٌز بَيْ َي الْ ُو ْسلِ ِو ُوط ِه ْن ِإال َّ َشرْ طًا َح َّر َم َحالَال ً أ َ ْو أ َ َح َّل َح َرا ًها ِ َوالْ ُو ْس ِل ُو ْى َى َعلَى ُشر Perjanjian boleh dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram, dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau mengharamkan yang haram. b. Hadits Nabi riwayat jama‟ah (Bukhari dari Abu Hurairah, Muslim dari Abu Hurairah, Tirmidzi dari Abu Hurairah dan Ibnu Umar, Nasa‟i dari Abu Hurairah, Abu Daud dari Abu Hurairah, Ibn Majh dari Abu Hurairah dn Ibn Umar, Ahmad dari Abu Hurairah dan Ibn Umar, Mlik dari Abu Hurairah, dan Darami dari Abu Hurairah):
ْ َه )َي ظُ ْل ٌن َو ِإ َذا اَ ْت َب َع اَ َح ُد ُك ْن َعلَى َه ِل ْي فَ ْل َي ْت َب ْع (هتفق علي ُ ٌِ ط ُل ال َغ Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kedzaliman Maka jika seorang diantara kamu dialihkan hak penagihan piutangnya (dihawalahkan) kepada pihak yang mampu, terimalah (Ibnu Hajar Asqalani, Penerjemah A. Hasan, 1984: 440). c. Hadits nabi riwayat Nasa‟I dari Suraid bin Suwaid, Abu Daud dari Syuraid Bin Suwaid, Ibnu Majah Bin Syuraid bin Suwaid, dan Ahmad dari Syuraid bin Suwaid:
ُ ََضَ ُ َو ُعق ُ ْىبَت َ ْاج ِد ي ُِحلُّ ِعر ِ ل َ ُّي الْ َى
Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan hargadiri dan pemberian sanksi social d. Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah dari „Ubadah bin Samit, riwayat Ahmad dari Ibnu „Abbas, dan Malik dari Yahya:
)ال ضر ر والضيرار (رواٍ ابي ها جة واهام هالك واهام الدارقطٌي Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain (Himpunan Fatwa DSN-MUI, 2006: 315). 3. Kaidah Fiqh
اَل صْ ُل فِ ْي ال ُو َعا َهلَةِ اِالبَا َحةً اِال اَ ْى يَ ُد َل َدلِ ْي ُل َعلَى تَ َحر ْي ِوهَا Hukum asal dalam kemuamalahan aadalah kebolehan sampai ada dalil yang menunjukan keharamannya (Djazuli, 2006: 10).
ضرُا ُر يُ َز ُل َ اًل Kemudharatan harus dihilangkan (Dzajuli: 2006: 16). C. Pendapat para Ulama Mengenai Denda Dalam hal ini ada beberapa ulama yang menyampaikan pernyataan mengenai ganti rugi secara Islam, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Wahbah Al-Zuhaili Ta’widh
(ganti rugi) adalah menutup kerugian yang terjadi akibat
pelanggaran atau kekeliruan (Wahbah Al-Zuhaili, 1998 : 87). Ketentuan umum dalam ganti rugi dapat berupa : a. Menutup
kerugian dalam bentuk
memperbaiki dinding;
denda (dharar,bahaya) seperti
b. Memperbaiki benda yang dirusak menjadi utuh kembali menjadi semula selama dimungkinkan, seperti mengembalikan benda yang pecah menjadi utuh kembali. Apabila hal tersebut sulit dilakukan maka harus menggantinyadengan benda yang sama (sejenis atau dengan uang (Al-Zuhaili, 1998 : 93). Sementara itu, hilangnya hilangnya keuntungan dan terjadinya kerugian yang belum pasti dimasa yang akan datang atau kerugian imateriil, maka menurut ketentuan fiqh hal tersebut tidak bisa diganti (dimintakan ganti rugi). Hal itu karena objek ganti rugi adalah harta yang ada dan konkret serta berharga (diijinkan syariat untuk memaafkannya) (Al-Zuhaili, 1998 : 96). 2. „Abd Al-Hamid Mahmud Al-Ba‟li Ganti rugi karena penundaan oleh orang mampu didasarkan kepada kerugian yang terjadi secara riill akibat penundaan pembayaran dan kerugian itu merupakan akibat logis dari keterlambatan pembayaran tersebut („Abd AlHamid Mahmud Al-Ba‟li, 1996 : 115). D. Unsur-unsur Denda Pembahasan mengenai produk Bank Syari‟ah tidak terlepas dari konsep keuntungan dalam Islam. Dalam Islam sesuai dengan peraturan Ibnu Arabi bahwa transaksi ekonomi tanpa ada unsur ta’widh sama dengan riba. Sehingga semua transaksi perniagaan untuk mendapat keuntungan harus memenuhi kaidah ini. Adapun unsur-unsur denda (ta’widh) adalah sebagai berikut: 1. Resiko (Ghurmi)
Resiko (ghurmi) yaitu suatu kemungkinan akan terjadinya hasil yang tidak diinginkan, yang dapat menimbulkan kerugian apabila tidak diantisipasi serta tidak dikelola dengan semestinya (Ferry N. Indroes Sugiarto, 2006 : 7). Adapun resiko-resiko itu adalah : a. Resiko yang tekait dengan barang Bank Islam membeli barang yang diminta oleh nasabah secara teoritis menanggung
resiko
kehilangan
atau
kerusakan
pada
barang-barang
tersebut dari saat pembelian sampai diserahkan kepada nasabah. Menurur fiqh, nasabah berhak menolak barangbarang yang rusak, yang kurang jumlahnya atau tidak sesuai dengan spesifikasinya. Misalnya, terkait dengan
spesifikasi
barang,
resiko
dihindari
dengan
menempatkan
tanggung jawab untuk menyatakan spesifikasi yang benar kepada nasabah dalam permohonan pembelian murabahah. Dalam
kontrak
murabahah
umumnya
ditandatangani
sebelum
mendapatkan barang yang dipesan oleh nasabah yaitu sebelum kedatangan barang itu di pelabuhan atau gudang bank. Menurut kontrak, nasabahlah yang harus hati-hati, mematuhi hukum atau aturan yang terkait dengan pengadaan barang, rasio laba dan spesifikasi barang. Nasabah sendiri yang menanggung semua tanggung jawab atas denda yang diaktifkan dari pelanggaran hukum tersebut (Saed, 204:131). b. Resiko yang terkait dengan nasabah Janji nasabah untuk membeli barang yang telah dipesan dalam suatu transaksi murabahah, menurut mayoritas fuqaha, tidaklah mengikat. Oleh
karena itu, nasabah berhak menolak untuk membeli barang ketika bank menawari untuk penjualan. Resiko bank terhadap kemungkinan penolakan nasabah untuk membeli barang dapat dihindari dengan pembayaran uang uang muka dengan jaminan, jaminan pihak ketiga. Pembayaran uang muka akan
cukup
menutupi semua kerugian yang mungkin timbul dari pembuangan barang oleh bank, sebagai akibat penolakan pembelian barang oleh nasabah. Hal ini juga menjamin pemenuhan klausul kontrak oleh nasabah. Lebih dari itu, Bank Islam dengan dukungan Dewan Syari‟ah telah memberlakukan janji yang mengikat, sebagaimana yang dinyatakan dalam konfrensi Bank Islam (Islamic Banking Conference) tahun 1979 yang menyatakan: Bisnis murabahah mencakup suatu janji dari nasabah bank, bahwa ia akan membeli barang, benang sebagaimana dinyatakan dalam kontrak, dan dan bank akan menyelesaikan kontrak penjualan dengan nasabah, janji semacam ini secara hukum mengikat kedua belah pihak menurut madzhab Maliki (Saed, 2004:134). c. Resiko yang terkait dengan pembayaran Dalam Bank Islam Dewan Syari‟ah telah menghadapi konsep denda untuk
diberikan
kepada
nasabah yang memiliki kemampuan untuk
membayar hutangnya tepat waktu namun ia sengaja melalaikannya, jumlah denda
tergantung
diinvestasikan,
pada
suku
laba
yang
wajar pada dana yang
yang merupakan biaya untuk menutupi peluang yang
hilang dari modal (opportunity cost) (Saed, 2004:135). 2. Kerja dan Usaha (Kasb);
3. Tanggung Jawab (Daman) (Askarya, 2007 : 29). Menurut Syamsul Anwar (2007 : 143), ganti rugi dalam Islam hanya dibebankan pada pihak debitur apabila kreditur dirugikan oleh pihak debitur akibat tidak melaksanakan tanggung jawab atau inkar janji. Ganti rugi hanya dibebankan pada debitur yang inkar janji apabila kerugian yang dialami kreditur memiliki hubungan sebab akibat dengan perbuatan ingkar janji atau inkar akad dengan debitur. Tanggung jawab akad memiliki tiga unsur pokok. Diantaranya : a. Adanya inkar janji yang dapat dipersalahkan; b. Adanya inkar janji itu menimbulkan kerugian bagi pihak kreditur; c. Kerugian kreditur disebabkan oleh (memiliki hubungan sebab akibat dengan) perbuatan inkar janji debitur. Adanya tanggung jawab (dhaman) untuk menggantikan atas sesuatu yang merugikan dasarnya adalah kaidah hukum islam,”bahaya (beban berat) harus dihilangkan” (adh-dhararu yuzal), artinya bahaya (beban berat) termasuk didalamnya kerugian harus dihilangkan dengan menutup melalui pemberian ganti rugi. Kerugian disini adalah segala gangguan yang menimpa seseorang, baik menyangkut dirinya maupun menyangkut kekayaannya,
yang
terwujud
dalam bentuk
terjadinya
pengurangan
kuantitas, kualitas, ataupun manfaat. E. Sebab-sebab Denda Ada beberapa faktor yang dapat dijadikan sebagai sebab adanya ganti rugi. Menurut Anwar (2007:149), ada dua macam sebab terjadinya ganti rugi yaitu:
a. Tidak melaksanakan akad; b. Alfa dalam melaksanakan akad, yakni apabila akad yang sudah tercipta secara sah menurut ketentuan hukum itu tidak dilaksanakan oleh debitur, atau tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya (ada kealfaan), maka terjadilah
kesalahan
di pihak
debitur,
baik
kesalahan
itu
berupa
kesengajaan untuk tidak melaksanakan akad, atau kesalahan karena kelalaiannya. Kesalahan dalam ilmu fiqh disebut dengan at-ta’addi, yakni suatu sikap yang bertentangan dengan hak dan kewajiban dan tidak diijinkan oleh syara‟. F. Legalitas Denda Hal ini mengingatkan secara tradisional, setiapa bentuk penambahan apapun terhadap pokok pembiayaan
merupakan bentuk-bentuk riba. Namun, PBI No.
7/46/PBI/2005 tentang Akad Perhimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Yang Berdasarkan Prinsip Syari‟ah, yaitu yang berkenaan dengan ganti rugi dalam pembiayaan dimaksud memberi kemungkinan penenaan ganti kerugian dalam hal dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut (Adrian Sutedi, 2009 : 64). 1) Ketentuan umum (Kamil Ahmad dan Fauzan, 2007 : 825) 1. Ganti rugi (ta’widh) hanya boleh dikenakan atas pihak yang dengan sengaja atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan akad dan menimbulkan kerugian pada pihak lain; 2. Kerugian yang dapat dikenakan ta’widh sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 adalah kerugian riil yang dapat diperhitungkan secara jelas;
3. Kerugian riil sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 adalah biaya-biaya riil yang dikeluarkan dalam rangka penagihan hak yang seharusnya dibayarkan; 4. Besar ganti rugi (ta’widh) adalah sesuai dengan kerugian riil (real loss) yang pasti dialami (fixed cost) alam transaksi tersebut dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang yang hilang (opportunity loss atau al-furshah al-dha-i’ah); 5. Ganti rugi (ta’widh) hanya boleh dikenakan pada transaksi (akad) yang menimbulkan utang piutang (dain) seperti salam, istishna, serta murabahah dan ijarah; 6. Dalam akad mudharabah dan musyarakah, ganti rugi hanya boleh dikenakan oleh shahibul mal atau salah satu pihak dalam musyarakah apabila bagian keuntungannya sudah jelas tetapi tidak dibayarkan. 2) Ketentuan khusus : 1. Ganti rugi yang diterima dalam transaksi di LKS dapat diakui sebagai hak (pendapatan) bagi pihak yang menerimanya; 2. Jumlah ganti rugi besarnya harus tetap sesuaidengan kerugial riil dan tata cara pembayarannya tergantung kesepakatan para pihak; 3. Besarnya ganti rugi ini tidak boleh dicantumkan dalam akad; 4. Pihak yang cidera janji bertanggung jawab atas biaya perkara dan biaya lainnya yang timbul akibat proses penyelesaian perkara G. Tujuan Disyariatkannya Denda
Menurut Sudarsono (2007 : 94) dalam perbankan, denda (ta’widh) itu artinya ganti rugi yang yang diberikan pihak bank kepada nasabah, karena nasabah tersebut melakukan pelanggaran dengan sengaja terhadapa ketentuan akad dan menimbulkan kerugian bagi pihak bank disebabkan karena nasabah wanprestasi. Denda merupakan hal biasa yang harus dilakukan sebuah Bank akibat keterlambatan nasabah melaksanakan kewajiban dalam pembayaran yang telah disepakati di awal perjanjian. Besarnya denda relative dalam penerapannya, namun harus disesuankan dengan penghitungan keterlambatan (waktu) antara nominal nilai angsuran terhadap peluang perputaran dana dengan harga dan keuntungan yag diperoleh kalau nilai uang tersebut masuk tepat waktunya. Berdasarkan bahwa fitrah sifat manusia yang berubah-ubah, dan cenderung menimbul harta mereka, sebagaimana Firman Allah SWT dalam surat al Isra ayat 100 :
Katakanlah:
"Kalau
seandainya
kamu
menguasai
perbendaharaan-
perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya". dan adalah manusia itu sangat kikir (Soenarjo dkk, 1989: 156). Berdasarkan ayat al-Quran tersebut, maka pemberlakuan denda di Lembaga Keuangan Syari‟ah, untuk nasabah yang melakukan inkar janji terhadap apa yang disanggupinya didalam akad itu dirasa penting, hal ini untuk menumbuhkan rasa
tanggung jawab atas apa yang dijanjikannya. Sebagaimana firman Allah dalam surat al Maidah ayat 1 :
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendakiNya (Soenarjo dkk, 1989: 176). Dalam hadits Nabi riwayat jama‟ah (Bukhari dari Abu Hurairah, Muslim dari Abu Hurairah, Tirmidzi dari Abu Hurairah dan Ibnu Umar, Nasa‟i dari Abu Hurairah, Abu Daud dari Abu Hurairah, Ibn Majh dari Abu Hurairah dn Ibn Umar, Ahmad dari Abu Hurairah dan Ibn Umar, Mlik dari Abu Hurairah, dan Darami dari Abu Hurairah):
)َم ْطل ُ ال َغنِي ِ ُظ ْلمٌ َوإ ِ َذا اَ ْت َب َع اَ َح ُد ُك ْم َعلَى َمل ِْي َف ْل َي ْت َب ْع (متفقعليه Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kedzaliman Maka jika seorang diantara kamu dialihkan hak penagihan piutangnya (dihawalahkan) kepada pihak yang mampu, terimalah (Muttafaq ‘alaih) (Ibnu Hajar Asqalani, Penerjemah A. Hasan, 1984: 440). Berdasarkan hadits tersebut, denda juga bertujuan untuk memberi pendidikan kedisiplinan
nasabah
dalam
memenuhi
kesepakatan
perjanjian
yang
telah
ditandatanganinya, agar tidak timbul kerugian yang nyata bagi pihak Bank sendiri (Wawancara dengan Gian Tanakosa Acount Officer Bank CIMB Syari‟ah KCS Bandung, 25 April 2013).
Kewajiban ini akan mendorong orang berbuat jujur untuk membayar tepat waktu. Barang kali tidak epektif mencegah orang yang terang-terangan terlambat membayar padahal ia mampu membayar tepat pada waktunya, jika ia mampu meloloskan diri tanpa secara social terasingkan atau mendapat hukuman sebagai pelajaran kedisiplinan maka orang tersebut akan mengulangi perbuatannya, karena ia menganggap bahwa perbuatan tersebut tidak ada konpensasinya (Chapra, 2001:281). Adalah berdasarkan peraturan syari‟ah tidak boleh ada kerugian pada pihak manapun dalam kontrak murabahah yang merupakan dasar transaksi (Saed, 2004:140). Sebagaimana kaidah usul fiqh yaitu:
Kemudharatan harus dihilangkan (Dzajuli: 16).
ض ُرا ُر يُ َز ُل َ اًل
Juga hadits Nabi riwayat Ibnu Majah dari „Ubadah bin Samit, riwayat Ahmad dari Ibnu „Abbas, dan Malik dari Yahya:
)ل ضر ر ولضيرار (رواٍ ابي ها جة واهام هالك واهام الدارقطٌي Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain (Himpunan Fatwa DSN-MUI, 2006: 315). H. Keterkaitan Antara Denda dengan Pembiayaan dan Murabahah 1. Konsep Pembiayaan Pembiayaan atau financing yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain pembiayaan adalah
pendanaan
yang
dikeluarkan
untuk
mendukung
investasi
yang
telah
direncanakan (Muhammad, 2004 : 16). Dalam Undang-undang Syari‟ah No. 21 tahun 2008, Zubair hasan (2009 : 168) menyatakan pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa : a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah mumtahiyah bittamlik; c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, istisna, dan salam; d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk tran saksi multijasa. Dalam syariat Islam, muslim yang satu harus senantiasa membantu muslim
yang
meningkatkan
lainnya
dalam
suatu
kebaikan.
Salah
satunya
dalam
perekonomian, ketika muslim satu memiliki kelebihan dana
(surflus unit) maka dianjurkan untuk
membantu muslim lainnya yang
kekurangan dana (defisit unit). Sebagaimana Firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah Ayat 2 :
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan
jangan
tolong-menolong
dalam
berbuat
dosa
dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya (Soenardjo, 1989 : 86). Menurut Adiwarman (2006 : 97)
dalam menyalurkan dananya pada
nasabah secara garis besar produk pembiayaan syari‟ah terbagi kedalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu: a. Pembiayaan dengan prinsip jual beli; b. Pembiayaan dengan prinsip sewa; c. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil; d. Pembiayaan dengan akad pelengkap. Menurut Ismail (2011:108-109) fungsi pembiayaan antara lain : a. Pembiayaan dapat meningkatkan arus tukar-menukar barang dengan jasa; b. Pembiayaan merupakan alat yang dipakai untuk mempertemukan pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana; c. Pembiayaan sebagai alat pengendali harga; dan d. Pembiayaan dapat mengaktifkan dan meningkatkan manfaat ekonomi yang ada. Pada dasarnya pembiayaan di Lembaga Keuangan Syari‟ah berdasarkan sifat penggunaannya, terbagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut : (Antonio, 2001:160-168) a. Pembiayaan
Produktif,
yaitu
pembiayaan
yang
ditunjukan untuk
memenuhi kebutuhan produksi. Sedangkan dalam arti luas, yakni
untuk peningkatan usaha, baik usaha produktif, perdagangan maupun investasi; b. Pembiayaan Konsumtif,
yaitu pembiayaan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Yang termasuk pembiayan konsumtif adalah Bai’ bi’ Tsaman Ajil (salah satu bentuk murabahah) atau jual beli dengan
angsuran,
Ijarah
Muntahiya
Bit-Tamlik
(sewa
beli),
Musyarakah Mutanaqisah (menurunkan partisipasinya) dan Rahn (gadai) untuk memenuhi kebutuhan jasa. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua hal yaitu : a. Pembiayaan
modal
Kerja,
yaitu
pembiayaan
yang
menyangkut
produksi dan perdagangan terbagi menjadi empat macam, yaitu : a) Pembiayaan Liquiditas (cash financing), yaitu pembiayaan yang digunakan
untuk
memenuhi
kebutuhan
yang
timbul
akibat
terjadinya ketidaksesuaian (mismatched) antara cash flow dengan cashout flow pada perusahaan nasabah; b) Pembiayaan Piutang (receivable financing), yaitu pembiayaan piutang dimana perusahaan yang menjual barangnya dengan sistem dengan jumlah maupun jangka waktunya melebihi kapasitas modal kerja yang dimilikinya; c) Pembiayaan Persediaan (investory financing), yaitu pembiayaan yang digunakan untuk membiayaai pengadaan persediaan dengan
prinsip
jual beli (al-bai’).
Prinsip
jual beli itu diantaranya
murabahah, Istisna, dan Salam; d) Pembiayaan perdagangan, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk perdagangan.
Yang termasuk pembiayaan perdagangan adalah
Wakalah, Musyarakah, Mudharabah maupun Murabahah; e) Pembiayaan Investasi, yaitu pembiayaan yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital good) beserta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu. 2. Konsep Murabahah Salah satu produk fiqh yang paling populer digunakan oleh lembaga keuangan adalah produk jual beli murabahah. Karim (2007:113), secara sederhana mengartikan murabahah dengan penjualan suatu barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang telah disepakati, keuntungan tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk nominal rupiah (sejumlah uang) secara langsung atau dapat berupa prosentase dari pokok pembelian, misalnya 10 % atau 20 %. Dengan kata lain, penjualan barang oleh bank kepada nasabah atas dasar cost plus profit, baik mengenai barang yang dibutuhkan oleh nasabah maupun tambahan biaya yang akan menjadi imbalan bank, dirundingkan dan ditentukan dimuka oleh bank dan nasabah yang bersangkutan (Syahdieni, 1999 : 64). Dalam prakteknya, bank akan melakukan transkasi pembelian atas barang yang diinginkan kepada pihak lainnya yang disebut sebagai suplier. Dengan demikian bank bertindak sebagai penjual disatu sisi, dan sisi lain selaku pembeli.
Kemudian bank menjual kembali kepada pembeli dengan harga yang disesuaikan yakni harga beli ditambah margin (ribhun) yang disepakati. Gambar 2.1 Skema transaksi Murabahah 1. Negosiasi
2. Akad Jual Beli
Ba
Nasa
3. Beli Barang Produsen
4. Kirim
5. Terima barang dan Dokumen Sumber : Syafi‟i Antonio (2001: 107) Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan pelaksanaan yang dilakukan dalam transaksi murabahah yang dilakukan di sektor perbankan syari‟ah adalah sebagai berikut : 7.
Bank bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari produsen (pabrik/toko) ditambah keuntungan (mark up). Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran;
8.
Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak
dapat
murabahah
berubah selama berlakunya akad. lazimnya
(bitsaman ajil);
dilakukan
dengan
cara
Dalam perbankan, pembayaran
cicilan
9.
Dalam transaksi ini, bila sudah ada barang, maka akan segera diserahkan kepada nasabah, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.
Mengenai dasar hukum murabahah, baik Al-Quran maupun Al-Hadits tidak menerangkan secara langsung, hanya ditemukan keterangan jual beli, tentang keuntungan, kerugian dan perniagaan atau perdagangan, antara lain : a. Al-Quran Al-Maidah ayat 1
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya (Soenarjo dkk, 1989: 156) An-Nisa ayat 29
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu (Soenarjo dkk, 1989: 122). Al-Baqarah ayat 275
Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya(Soenardjo, 1989 : 32). b. Hadits Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah dari Sua‟eb.
ٌ َثَال: سل َن قَا َل ضة ُ َو َخلْط ُ الْبُر َ ار َ َاَلْبَيْعُ إِلَى أَ َج ٍل َوالْ ُوق: ُ ث فِيْ ِهي الْبَ َر َكة َ صلى للا ُ عَ لَيْ َِ َو َ أَى الٌبِي (ت لَ لِلْبَيْ ِع )رواٍ ابي هاجَ عي صهيب ِ ْالش ِعيْ ِر لِلْبَي Dari Sua’eb Ar-Rumi ra, bahwa Rosulallah SAW bersabda : tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan, jual beli secara tangguh, Muqaradhah (Mudharabah), dan mencampurkan gandum dengan tepung untuk keperluan rumah tangga bukan untuk dijual (Ibnu Hajar Asqalani, Bulugul Maram, 1996: 529). Hadits riwayat Bajjar, Hakim menyahihkannya dari Rifa‟ah ibn Rafi‟
أَ ُّي:َع ْن ِرفَا َعةَ بْ ِن َرافِ ٍع رضي اهلل عنو أَ َّن اَلنَّبِ َّي صلى اهلل عليو وسلم ُسئِ َل ِ اَلْ َك ْس ) َوُك ُّل بَ ْي ٍع َم ْب ُروٍر,ِ ( َع َم ُل اَ َّلر ُج ِل بَِي ِده:ال َ َب? ق ُ ب أَطَْي Dari Rifa'ah Ibnu Rafi' bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah ditanya: Pekerjaan apakah yang paling baik? Beliau bersabda: "Pekerjaan seseorang dengan tangannya dan setiap jual-beli yang bersih (Ibnu Hajar Asqalani, Bulugul Maram, 1996: 520). Karena dalam al-Quran dan al-Hadits tidak terdapat keterangan secara langsung menjelaskan tentang murabahah, maka harus ada dasar hukum lain, antara lain adalah Ijma’ Ulama. Mengenai hal ini Madzab Hanafi, Maliki, maupun Syafi‟i juga membolehkan praktek murabahah dengan mengilustrasikan, bahwa apabila seorang menunjukan komoditas atau barang kepada orang lain, selanjutnya mengatakan “belilah barang ini untukku, maka aku akan memberikan komisi atau keuntungan untukmu segini dan begini”, kemudian orang tersebut membelinya, maka transaksi semacam ini menurut Imam Syafi‟i sah hukumnya (Saed, 2004 : 122). Murabahah merupakan salah satu aplikasi jual beli sebagai bagian dari jual beli. Maka oleh sebab itu dalam pelaksanaannya harus memenuhi rukun dan syarat yang telah ditentukan, berikut rukun-rukun murabaha, diantaranya : a. Penjual (Ba’i) yaitu pihak yang memiliki barang untuk dijual; b. Pembeli (Musytari) yaitu pihak yang memerlukan dan akan membeli barang; c. Adanya barang dagangan / objek (Mabi‟); d. Adanya harga (Tsaman);
e. Adanya Ijab Qabul (Sighat) (Ascarya, 2007 : 82). Selain harus memenuhi rukun-rukun yang telah ditetapkan, dalam akad murabahah juga harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan agar transaksi yang dilakukan dianggap sah, syarat-syarat itu diantaranya : a. Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah; b. Kontrak pertama harus sah, sesuai rukun yang telah ditentukan; c. Kontrak harus bebas dari riba; d. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli jika terjadi cacat pada barang sesudah pembelian; e. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. Secara prinsip, jika syarat (a), (d) dan (e) tidak terpenuhi, maka pembeli memiliki pilihan : a. Melanjutkan pembelian seperti apa adanya; b. Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidak setujuan atas barang yang dijual; c. Membatalkan kontrak (Antonio, 2001 : 102). Menurut
cara
pembayarannya
murabahah
dibagi menjadi dua
jenis,
diantaranya adalah : a. Murabahah Naqdan (tunai) Yakni jual beli secara tunai atau kontan. Sebagai contoh, penjual A dan B sepakat untuk menjual belikan kambing yang diserahkan saat itu juga dengan harga Rp. 500 ribu di bayar tunai (Karim, 2006 : 118). Dengan
penjual mendapat keuntungan Rp. 100 ribu dari harga sebenarnya sebesar Rp 400 ribu. b. Murabahah Mu’ajjal (cicilan) Yakni pembiayaan yang berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang dengan kewajiban mengembalikan talangan dana tersebut seluruhnya ditambah margin keuntungan bank pada saat jatuh tempo. Bank memperoleh keuntungan berupa margin berupa selisih harga beli dari pemasok dengan harga jual bank kepada nasabah (Karnaen. 2005 :106). Sebagaimana
jenis bisnis dan transaksi jual beli lainnya,
murabahah
mempunyai manfaat dan resiko yang perlu diantisipasi agar tidak terjadi suatu kerugian. Diantara manfaat murabahah antara lain adalah : a. Adanya keuntungan bagi penerima pesanan (penjual/bank) yang muncul dari sisi harga jual beli dari penerima pesanan (penjual/bank) dengan harga jual kepada pemesan (pembeli/nasabah); b. Kesederhanaan sistem murabahah yang memberi kemudahan penanganan administrasi baik bagi penerima pesanan (panjual/bank) ataupun pada pemesan (pembeli/nasabah) (Antonio, 2001 : 106). Disamping mengandung manfaat, murabahah juga mempunyai resiko yang perlu diantisipasi agar tidak terjadi kerugian, diantaranya: a. Kelalaian yang disengaja oleh pemesan (nasabah); b. Fluktuasi harga komparatif, yang terjadi apabila harga suatu barang dipasaran naik, setelah penerima pesanan (bank) membelikannya untuk
pemesan (nasabah). Dalam hal demikian, penerima pesanan (bank) tidak dapat mengubah harga jual beli yang telah disepakati; c. Penolakan barang pesanan oleh pemesan (nasabah) bias jadi barang tersebut dalam keadaan rusak dalam perjalanan. Karenanya pihak pemesan (bank) harus mengasuransikannya, atau bias jadi karena spesifikasi barang pesanan tersebut tidak sesuai dengan pesanan. Dalam hal demikian penerima pesanan (bank) beresiko untuk menjual lagi barang tersebut pada pihak lain; d. Penjual barang yang dilakukan pemesan (nasabah) yang telah membelinya. Karena murabahah merupakan jual beli dengan cara hutang, maka ketika kontrak ditandatangani bersama, barang pesanan tersebut menjadi milik pemesan (nasabah). Dalam hal ini, maka ia bebas melakukan apa saja, termasuk menjual barang tersebut. Jika yang terjadi demikian, maka kemungkinan default akan lebih besar (Antonio, 2001 : 107). 3. Keterkaitan Denda dengan Pembiayaan dan Murabahah serta Penyelesaiannya Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok Lembaga keuangan Syari‟ah, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihakpihak yang merupakan defisit unit. Secara garis besar dalam menyalurkan dananya kepada nasabah, produk pembiayaan syari‟ah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu (Karim,2006:97) : a. Pembiayaan dengan prinsip jual beli;
b. Pembiayaan dengan prinsip sewa; c. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil; d. Pembiayaan dengan akad pelengkap. Pembiayaan dengan prinsip jual beli (sale and purchase) dilaksanakan berdasarkan perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Biasanya tinggkat keuntungan Lembaga Keuangan Syari‟ah ditentukan di depan dan sudah menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Sedangkan yang menggunakan prinsip sewa digunakan untuk mendapatkan jasa. Pembiayaan pada kategori pertama dan kedua tingkat keuntungan Lembaga keuangan Syari‟ah di tentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang dan jasa yang dijual. Produk yang termasuk kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip jual beli seperti murabahah, istishna, dan salam. Dalam hal kredit atau pembiayaan, pasti adanya utang-piutang atau pinjammeminjam, dimana utang-piutang (al-qardh) adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjam tanpa
mengharap
imbalan (Antonio,
2001
: 130).
Sedangkan
Muhammad (2000: 147) mendefinisikan al-qardh yakni sesuatu yang harus dikembalikan dengan pengganti yang sama. Dalam pembiayaan yang mengunakan prinsip murabahah yang dalam aplikasi pembayarannya menggunakan sistem angsuran, jelas memiliki resiko-resiko yang mungkin terjadi. Menurut Karim (2006:260) bahwa resiko pembiayaan adalah resiko yang disebabkan oleh adanya kegagalan counterparty dalam memenuhi kewajibannya.
Salah satu resiko yang mungkin terjadi adalah ketidakmampuan nasabah untuk membayar kewajibannya baik karena disengaja ataupun karena kelalaian nasabah itu sendiri. Resiko ini merupakan bagian yang tidak dapat dihindari dalam proses pembiayaan. Dalam
meminimalisir
menggunakan
prinsip
resiko
kerugian
murabahah
dalam sebuah
Lembaga
Keuangan
pembiayaan
yang
Syari‟ah
dapat
mengunakan konsep denda (ta’widh) untuk nasabah yang tidak bisa memenuhi kewajiban pembayaran setelah tenggal jatuh tempo yang telah disepakati. Denda (ta’widh) ini merupakan konsep yang bertujuan untuk memberikan kesadaran kepada nasabah untuk memenuhi kewajiban yang telah di perjanjiakan dalam akad. Ketika konsep denda (ta’widh) sudah dilakukan dan nasabah belum bisa melunasinya juga, maka Menurut Muhammad (2005 : 168-170), penanganan penyelesaian biaya bermasalah di bank syari‟ah dapat dilakukan melalui proses penyelesaian
biaya
bermasalah
dan
penyitaan barang jaminan (collateral)
pembiayaan. Dalam analisis penyelesaian pembiayaan bermasalah di bankan syari‟ah dapat dilakukan langkah- langkah sebagai berikut: a. Analisis sebab kemacetan pembiayaan; b. Menenali potensi peminjaman; c. Melakukan perbaikan akad (remedial); d. Memberikan pinjaman ulang; e. Penundaan pembayaran;
f.
Rescheduling (memperkecil angsuran dengan memperpanjang waktu atau akad dan margin baru); dan
g.
Memperkecil keuntungan atau bagi hasil.
Dalam hal penyitaan barang jaminan pembiayaan di bank syari‟ah sangat tergantung pada kebijakan manajemen. Ada yang melakukan eksekusi, namun ada juga yang tidak melakukan eksekusi barang jaminan yang mengalami kemacetan pembiayaan. Kalaupun dengan sangat terpaksa harus dilakukan penyitaan karena nasabah tidak dapat/mampu mengembalikan pinjaman. Maka hal yang tetap dilakukan yaitu dengan cara-cara sebagai berikut : a. Simpati: sopan, menghargai, dan fokus ketujuan penyitaan; b. Empati: menyelami keaddaan nasabah, bicara seakan untuk kepentingan nasabah untuk mengembalikan utangnya; c. Menekan: tindakan ini dilakukan jika kedua tindakan sebelumnya tidak diperhatikan. Apabila cara ketiga tidak juga diacuhkan oleh nasabah, maka cara-cara yang ditempuh dengan terpaksa untuk : a. Menjual barang jaminan Prosedur yang dijalankan dalam hal ini adalah jika sebelumnya telah diadakan perjanjian atau di dalam akad secara tertulis untuk menjual barang jaminan; b. Menyita barang yang senilai dengan nilai pinjaman
Prosedur ini dapat dilakukan jika sebelumnya telah ada perjanjian secara tertulis untuk menyita barang yang senilai dengan nilai peminjaman. Untuk lebih memperjelas keterkaitan antara pembiayaan, murabahah dan denda, bisa di lihat dalam peta konsep dibawah ini :
Gambar 2.2 Sekema hubungan Pembiayan, Murabahah, dan Denda BANK SYARIAH
NASABAH
PEMBIAYAAN
AKAD
PROSES PELUNASAN
WANPRESTASI
PENYELESAIAN DENDA/TA’WI
BAB III ANALISIS PELAKSANAAN DENDA PADA PEMBIAYAAN iB BISNIS DENGAN MENGUNAKAN AKAD MURABAHAH DI BANK CIMB NIAGA SYARI’AH KCS BANDUNG
A. Kondisi Objektif Bank CIMB Niaga Syari’ah Kantor Cabang Syari’ah Bandung 1. Sejarah Berdirinya Bank CIMB Niaga Syari’ah Kantor Cabang Syari’ah Bandung Bank CIMB Niaga berdiri pada tanggal 26 September 1955 dengan nama Niaga. Pada dekade awal berdirinya, fokus utama adalah pada membangun nilai-nilai inti dan profesionalisme di bidang perbankan. Sebagai hasilnya, Bank Niaga dikenal luas sebagai penyedia produk dan layanan berkualitas yang terpercaya. Di tahun 1987, Bank Niaga membedakan dirinya dari para pesaingnya
di
pasar
domestik
dengan
menjadi
bank
yang
pertama
menawarkan nasabahnya layanan perbankan melalui mesin ATM di Indonesia. Pencapaian ini dikenal luas sebagai masuknya indonesia ke dunia perbankan modern. Kepemimpinan bank dalam penerapan teknologi terkini semakin dikenal di tahun 1991 dengan menjadi yang pertama memberikan nasabahnya layanan perbankan online. Bank Niaga menjadi perusahaan terbuka di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya kini Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 1989. Keputusan
untuk menjadi perusahaan terbuka merupakan tonggak bersejarah bagi Bank dengan meningkatkan akses pendanaan yang lebih luas. Langkah ini menjadi katalis
bagi
pengembangan
jaringan
Bank
diseluruh
pelosok
negeri.
Pemerintah Republik Indonesia selama beberapa waktu pernah menjadi pemegang saham mayoritas Bank CIMB Niaga saat terjadinya krisis keuangan di akhir tahun 1990-an. Pada bulan November 2002, Commerce Asset-Holding Berhad (CAHB), kini dikenal luas sebagai CIMB Group Holding Berhad (CIMB Group Holdings), mengakuisisi saham mayoritas Bank Niaga dari Badan Penyerahan Perbankan Nasional (BPPN). Di bulan Agustus 2007 seluruh kepemilikan saham berpindah tangan ke CIMB Group sebagai bagian dari reorganisasi internal untuk
mengkonsolidasi kegiatan seluruh anak
perusahaan CIMB Group dengan platform universal banking. Dalam transaksi terpisah, Khazanah yang merupakan pemilik saham mayoritas CIMB Group Holdings mengakuisis kepemilikan mayoritas Lippo Bank pada tanggal 30 September 2005. Seluruh kepemilikan saham ini berpindah tangan menjadi milik CIMB Group pada tanggal 28 Oktober 2008 sebagai bagian dari reorganisasi internal yang sama. Sebagai pemilik saham pengendali dari Bank Niaga (melalui CIMB Group) dan Lippo Bank, sejak tahun 2007 Khazanah Nasabah penggabungan (marger) sebagai suatu upaya yang harus ditempuh agar dapat mematuhi kebijakan Single Presence Policy (SPP)
yang
telah ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
Penggabungan ini
merupakan marger pertama di Indonesia terkait dengan kebijakan SPP. Pada bulan Mei 2008, nama Bank Niaga berubah menjadi Bank CIMB Niaga.
Kesepakatan Rencana Penggabungan Bank CIMB Niaga dan LippoBank telah ditanda tangani pada bulan Juni 2008, yang dilanjutkan dengan Permohonan Persetujuan Rencana Penggabungan dari Bank Indonesia dan penerbitan Pemberitahuan Surat Persetujuan Penggabungan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di bulan Oktober 2008. LippoBank secara resmi bergabung ke dalam Bank CIMN Niaga pada tanggal 1 November 2008 (Legal Day 1 atau LDI) yang diikuti dengan pengenalan logo baru kepada masyarakat luas. Bergabungnya Lippo Bank ke dalam Bank CIMB Niaga merupakan sebuah lompatan besar di sektor perbankan Asia Tengara. Bank CIMB Niaga kini menawarkan nasabahnya layanan perbankan yang kompreherensif di Indonesia dengan menggabungkan kekuatan dibidang perbankan ritel, UKM dan korporat dan juga layanan transaksi pembayaran. Penggabungan ini menjadi Bank CIMB Niaga menjadi Bank terbesar ke-5 dari sisi aset, pendanaan, kredit dan luasnya jaringan cabang. Dengan komitmennya pada integritas, ketekunan untuk menempatkan perhatian utama kepada nasabah dan
semangat
untuk
terus
unggul,
Bank
CIMB
Niaga
akan
terus
memanfaatkan seluruh daya yang dimilikinya untuk menciptakan sinergi dari penggabungan ini. Keseluruhannya merupakan nilai-nilai inti Bank CIMB Niaga dan merupakan kewajiban yang harus dipenuhi bagi masa depan yang sangat menjanjikan (Dokumen Laporan Tahunan Bank CIMB Niaga Syari‟ah, 2013: 15)
Melihat perkembangan zaman dan banyaknya orang yang menggunakan jasa-jasa perbankan syari‟ah maka CIMB Niaga membuka Unit Usaha Syair‟ah yang didirikan untuk memberikan respon terhadp perkembangan Sharia Banking Business di Indonesia dan demand nasabah terhadap transaksi perbankan secara Syari‟ah yang semakin besar.
Keunggulan teknologi
dipadukan dengan excellentservice quality merupakan konsep modern yang ditapkan Bank CIMB Niaga Syari‟ah (Wawancara
dengan Account Officer
Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung, Gian Tanakosa: 25 April 2013). 2. Visi dan Misi Bank CIMB Niaga Syari’ah Kantor Cabang Syari’ah Bandung Visi Bank CIMB Niaga Syari‟ah antara lain adalah: a. Memberi kontribusi kepada Bank Niaga dalam mencapai Bussiness Plan Vision 2007; b. Menjadi Penyediaan Jasa Keuangan Syariah Pilihan yang Berkualitas (To become the Chose Quality Syariah Financial Service Provider). Visi tersebut hanya dapat terealisasikan jika terwujudnya misi, oleh karena itu misi haruslah sesuai dengan visi yang ada. Misi Bank CIMB Niaga Syariah tersebut adalah sebagai berikut:
a. Bertekad menjadi unit usaha yang memberikan kontribusi berarti kepada
Bank
Niaga dengan memegang teguh komitmen untuk
memberikan nilai tambah bagi stakeholder secara adil dan berkualitas; b. Kami percaya bahwa keberhasilan akan dicapai melalui penyediaan layanan yang inovatif dan berkualitas tinggi, pengelolaan resiko dan
sumber daya keuangan yang tepat, pemanfaatan teknologi tepat guna, serta yang paling utama bertumpu pada dedikasi para karyawan yang senantiasa
menjunjung
tinggi amanat,
etika
berkarya maupun berusaha (Wawancara
dan prestasi dalam
dengan Account Officer
Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung, Gian Tanakosa: 25 April 2013). 3. Struktur Organisasi Bank CIMB Niaga Syari’ah Kantor Cabang Syari’ah Bandung Suatu lembaga profesional akan pincang jika tidak memiliki aturan kelembagaan yang jelas dan tegas melalui anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya. Hal ini merupakan kerangka dasar hubungan formal yang telah ditetapkan dan merupakan pembatas alat organisasi dengan tujuan organisasi. Sebagaimana lembaga-lembaga pada umumnya, Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung ini memiliki struktur organisasi baik itu berbentuk koordinasi maupun berbentuk struktural. Adapun struktur organisasi Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung adalah sebagai berikut: Gambar 3.1 Struktur organisasi Bank CIMB Niaga Syari’ah Kantor Cabang Syari’ah Bandung tahun 2013
Syari‟ah Branch Manajer
Sales Head
AO Funding
AO Landing
Service Manager
AO Costumer
AO Comemercial
Service officer
Head Teller
Officer Canneling Supports
Sumber
:( AAO
Costumer Teller Dokumen Organisasi Bank CIMB Niaga Syari’ah KCS Service
Bandung) 4. Produk Dan Jasa di Bank CIMB Niaga Syari’ah Kantor Cabang Syari’ah Bandung Sesuai dengan peran Bank sebagai intermediari, maka produk yang dihasilkan oleh Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung mencakup lima bagian yaitu: Produk Penghimpunan dana (Funding), Produk Pembiayaan (Lending), Produk Services, Penanaman Modal (Financing) dan Produk Jasa. 1.
Produk Penghimpunan Dana (Funding) a. Tabungan iB X-tra Syari‟ah Tabungan iB X-tra adalah simpanan dana pihak ketiga dalam bentuk tabungan yang sesuai dengan prinsip syariah yaitu wadiāh dimana pemilik dana memberikan kebebasan penuh kepada Bank CIMB Niaga Syari‟ah (mudharib) untuk mengelola dananya. Dan tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian bonus yang bersifat sukarela dari pihak bank.
b. Tabungan iB Pendidikan Produk tabungan berjangka dalam mata uang rupiah dengan prinsip syari‟ah mudharabāh muthlaqāh yang dirancang untuk empersiapkan rencana masa depan buah hati Nasabah. c. Tabungan iB Junior Tabungan berdasarkan pada prinsip wadiāh dhāmanāh yang diperuntukkan khusus untuk anak-anak dalam mata uang rupiah yang dapat dimiliki atas nama sendiri dengan disain buku dan kartu atm yang menarik. d. Tabungan iB Perencanaan Produk
tabungan asuransi berjangka dalam mata uang rupiah dengan
menggunakan prinsip syari‟ah mudharabāh muhtlaqāh yang
sistem setoran
bulanan secara auto-debet dan hanya dapat ditarik secara sekaligus pada saat jatuh tempo serta dilengkapi dengan sertifikat Tabungan Perencanaan sebagai bukti kepemilikan. e. Rekening Giro iB Giro iB CIMB Niaga Syari‟ah adalah simpanan dana pihak ketiga dengan prinsip syari‟ah wadiāh
Dhamanah, dimana pihak bank (mudhārib) sebagai
penerima dana titipan dan nasabah (shahibūl Māal) sebagai pemilik dana titipan. Dana titipan dapat diambil setiap saat dan pemilik dana tidak dijanjikan imbalan atau bonus. Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah. 2. Produk Pembiayaan (Lending) a. Pembiayaan iB Kepemilikan Rumah
Adalah pembiayaan kepemilikan rumah yang menggunakan akad murābahah dimana akad jual beli barang dilakukan dengan menyertakan harga perolehan ditambah margin yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
b. Pembiayaan iB Kepemilikan Mobil Adalah
pembiayaan kepemilikan mobil yang menggunakan akad murābahah
dimana akad jual beli barang dilakukan dengan menyertakan harga perolehan ditambah margin yang disepakati oleh penjual dan pembeli. c. Pembiayaan iB Bisnis Tabel 3.1 Spesifikasi Pembiayaan iB Bisnis
1. Pembiayaan untuk Kebutuhan Rutin Fasilitas pembiayaan yang diberikan untuk memperoleh real assets yang dibutuhkan secara rutin dan pelunasan pembiayaan akan dibayar kembali di akhirat periode (jatuh tempo) dengan jangka waktu maksimum satu tahun. a. Sifat Plafon: Revolfing, pembiayaan dapat diperpanjang berdasarkan review; b. Sifat pembiayaan: modal kerja permanen; c. Akad: murabahah atau mudharabah. 2. Pembiayaan untuk Kebutuhan Temporer/Khusus Fasilitas pembiayaan yang diberikan untuk memperoleh real assets bagi kebutuhan temporer/khusus, dengan jangka waktu pembiayaan dapat lebih dari 1 tahun (tergantung nasabah). Sifat pembiayaan sekali transaksi. a. Sifat Plafon: On Liquidation, one short transaction; b. Sifat pembiayaan: Temporer; c. Akad: Murabahah atau Mudharabah. 3. Pembiayaan untuk Kebutuhan Investasi Fasilitas pembiayaan yang diberikan untum memperoleh real assets dengan pembayaran kembali dalam jangka waktu lebih dari satu tahun atau jangka panjang. Pelunasan biaya dapat diangsur setiap bulan berdasarkan kemampuan keuangan Nasabah yang telah disepakati bersama. a. Sifat Plafon: On Liquidation; b. Sifat Pembiayaan: Jangka Panjang; c. Akad: Murabahah atau imbt (Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik).
Sumber :
Dokumen Laporan Pada Produk dan Jasa Bank CIMB Niaga Syari’ah KCS Bandung Tahun 2013
3.
Produk Services a. Deposito iB
Merupakan investasi berjangka dalam mata uang rupiah yang disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan nasabah. Dengan keuntungan bagi hasil sesuai nisbah yang telah disepakti bersama. 4.
Penanaman Modal a. Gadai emas iB
Adalah Penyerahan barang sebagai jaminan untuk mendapatkan Hutang.
Adapun Akad yang digunakan antara lain : rāhn (gadai), qārdh, ijarāh. 5.
Produk Jasa a) Kartu Debet
Merupakan kartu yang membawa nasabah ke dunia belanja penuh kemudahan dan keuntungan tanpa uang tunai di lebih dari 10 juta tempat belanja di seluruh dunia dan 30 ribu lokasi di Indonesia yang bertransaksi Nasabah Tinggal gesekkan KARTU CIMB NIAGA SYARI‟AH dan Nasabah tangani slip transaksi. Hanya semudah itu dan yang pasti tetap aman karena KARTU CIMB NIAGA SYARI‟AH dilengkapi foto pribadi Nasabah. b. ATM CIMB Niaga Syari‟ah Adalah
saran
untuk
melakukan
transaksi penarikan,
pemindah bukuan dana. Layanan perbankan di ATM Niaga:
pembayaran
dan
1. Informasi saldo; 2. Tarik tunai hingga Rp. 10 juta per-hari; 3. Setor tunai; 4. Pemindahan dana antar rekening hingga Rp. 25 Juta per-hari; 5. Pembayaran tagihan, silakan lihat Niaga Quick Pay; 6. Perubahan PIN; 7. Transaksi reksadana (tanpa batas maksimum); c. Call Center Kini semua urusan perbankan dapat nasabah lakukan secara lebih mudah, cepat serta tanpa batas waktu dan tempat. Cukup hubungi CIMB Niaga Syari‟ah Access, layanan perbankan terpadu melalui telepon 24 jam sehari dan 7 hari seminggu dengan satu nomor telepon sakti 14041. Begitu banyak informasi dan layanan perbankan yang bisa nasabah peroleh, baik untuk rekening maupun kartu kredit Nasabah di Bank CIMB Niaga Syari‟ah : d. Easy for all a) Mudah dihubungi dari seluruh Indonesia dengan pulsa lokal. b) Mudah diingat, cukup satu nomor telepon dari manapun nasabah menghubungi; c) Sudah dalam melakukan semua urusan perbankan Nasabah karena
dalam
melayani
secara
otomatis
dengan
IVR
(Interactive Voice Response) atau Nasabah akan dibantu dengan sentuhan pribadi Niaga Syari‟ah acces officer kami.
e. Internet Banking Berdasarkan konsep layanan Bank CIMB Niaga Syari‟ah yang memberikan kemudahan kepada nasabah untuk bertransaksi dari mana saja dan kapan saja sesuai dengan kebutuhan nasabah, kini kami hadirkan sebuah kemudahan, kenyamanan serta keamanan akses perbankan tanpa batas melalui internet. f.
CMS (Cash Management Services) Adalah layanan perbankan elektronis terkini dari Bank CIMB
Niaga
Syari‟ah
yang
memudahkan
Nasabah
dalam
melakukan
transaksi dan mengakses berbagai informasi secara on-line realtime melalui
terminal
komputer
(PC)
dari
tempat
kerja
Nasabah
beraktivitas. g. Ponsel Banking Generasi baru mobile banking telah lahir melengkapi akses perbankan tanpa batas. Nikmati kenyamanan bertransaksi semudah mengirim ”sms”, kapanpun dan dimanapun. Tabel 3.2 Cara Bertransaksi Ponsel Banking 1)
Apapun jenis ponsel nasabah dan tidak perlu ganti SIM Card
2)
Semudah mengirim SMS, tinggal ketik dan kirimkan perintah transaksi. Jawaban akan dikirimkan dalam bentuk SMS Bebas biaya pendaftaran dan transaksi (Selama masa promosi)
3)
Sumber :
Dokumen Laporan Pada Produk dan Jasa Bank CIMB Niaga Syari’ah KCS Bandung Tahun 2013 Tabel 3.3 Jenis Transaksi Ponsel Banking
1) 2)
Informasi Saldo
Akses informasi saldo terakhir tabungan atau Giro nasabah Informasi transaksi
Akses informasi 5 transaksi terakhir Transfer dana
3)
Akses transfer antar rekening Bank CIMB Niaga atau Bank CIMB Niaga Syariah yang telah terdaftar Bayar tagihan
4)
5)
Akses pembayaran tagihan rutin (Telkom, Ponsel, Kartu Kredit dll) Isi ulang pulsa
Akses isi ulang pulsa kartu pra-bayar
Sumber : Dokumen Laporan pada Produk dan Jasa Bank CIMB Niaga Syari’ah KCS Bandung tahun 2013 h. Self Service Terminal (SST) CIMB Niaga Syari’ah Layanan perbankan non tunai dengan menggunakan layar sentuh dan tampilan menarik yang dapat dilakukan hanya dengan satu sentuhan.
Cara
memperoleh
layanan
untuk
dapat
menggunakan
layanan SST CIMB Niaga Syari‟ah, nasabah hanya memerlukan satu dari beragam Kartu CIMB Niaga Syari‟ah (Wawancara Account Officer, Gian Tanakosa : 25 April 2013).
dengan
B.
Mekanisme Pembiayaan iB Bisnis Bank CIMB Niaga Syari’ah KCS Bandung Pembiayaan iB Bisnis adalah pembiayaan yang diberikan untuk memperoleh
real assets yang dibutuhkan yang menggunakan akad murābahah dimana akad jual beli barang dilakukan dengan menyertakan harga perolehan ditambah margin yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Dalam mengajukan pembiayaan iB Bisnis di Bank CIMB Niaga Syari‟ah, ada beberapa syarat yang harus dilakukan, diantaranya : 1. Pendapatan tetap dengan masa kerja minimal 2 tahun; 2. Mengisi formulir permohonan pembiayaan iB Bisnis Bank CIMB Niaga Syari‟ah; 3. Melengkapi dokumen yang disyaratkan (Wawancara
dengan Account
Officer, Gian Tanakosa: 25 April 2013). Penjelasan produk pembiayaan iB Bisnis ini lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel fitur produk sebagai berikut: Tabel 3.4 Fitur Produk Pembiayaan iB Bisnis
Nama Produk
:
Pembiayaan iB Bisnis
Product Code
:
-
Tujuan
:
Pembelian Mesin Baru
Pembiayaan
:
Pembelian Mesin Bekas
Target Market
:
Fixed Income, Non fixed income
Minimum Masa
:
Catatan :
:
Plafond
:
propesional dan wiraswasta (Businees man ) Usia 21 tahun- masa pensiun karyawan maksimum 60 tahun dan untuk pengusaha/ professional maksimum 65 tahun Penghasilan minimum Rp. 5.000.000/ Bln (di bawah penghasilan ini harus melalui program CBP) Karyawan : 2 tahun (termasuk pekerjaan sebelumnya) Profesional/ pengusaha : 3 tahun dalam bidang yang sama. Untuk nasabah yang memiliki sumber penghasilan gabungan (Fixed dan non fixed Incom earner), maka cara evaluasi menggunakan sumber penghasilan yang paling dominan. Fixed Income : Min. Rp 50.000.000 sampei tidak ada batasan Profesional dan wiraswasta : Min. Rp 50.000.000 sampei Max. Rp 3 Milyar
Cicilan
:
Cicilan Tetap
Jangka waktu
:
Maksimum 5 tahun
Pencairan
:
Sekaligus / Berangsur
PEMBIAYAAN Pembiayaan ke
:
PENJUAL
:
Pricing/Margin
: Margin : Annuity in Arrear :
Di transfer ke pengada barang (Suflyer) / penjual setelah di kredit terlebih dahulu ke rekening nasabah.
Sesuai Base Financing rate (BFR)
JW 1 tahun = 13,00 % P.a JW 2 tahun = 13, 25 % P.a JW 3 tahun = 13,50 % P.a JW 4 tahun = 13,75 % P.a JW 5 tahun = 14,00 % P.a JW 10 tahun =15, 25 % P.a
Jaminan
:
JW 15 tahun = 16,50 % P.a Barang Baru :
Barang yang di beli Jaminan atas nama nasabah atau pasangan kawin atau anak debitur Surat Ijin Barang, faktur dan kuitansi kosong yang sudah ditanda tangani oleh pihak yang namanya tercantum balam surat ijin Financing to Value maksimum 90 % dari harga on the road (OTR) termasuk asuransi. Barang bekas :
:
Barang yang di beli Jaminan atas nama nasabah atau pasangan kawin atau anak debitur Surat Ijin Barang, faktur dan kuitansi kosong yang sudah ditanda tangani oleh pihak yang namanya tercantum dalam surat ijin barang Financing to Value maksimum 90 % dari harga on the road (OTR) termasuk asuransi. Lain-lain
:
Jaminan harus di asuransikan kepada perusahaan asuransi yang di setujui bank dengan bankers clause (pembayaran klain asuransi di gunakan untuk membayar pinjaman).
Perincian Fasilitas Pembiayaan iB Bisnis meliputi: 1. Tujuan
:
Pembelian/ pengadaan: Pembiayaan Pembelian iB Bisnis
2. Jumlah
:
a) b) c) d) e) f) g) h) i) j)
Harga barang Uang Muka Harga perolehan Bank Keuntungan Bank atau mark-up Harga Jual Bank Fasilitas pembiayaan Jangka waktu fasilitas pembiayaan Jatuh tempo fasilitas pembiayaan Denda keterlambatan Biaya Biaya lainnya
3.Pembayaran kembali
:
4. Jaminan
:
X
:
Nasabah dan bank
5.
Alamat tahuan
&
Pemberi
Pembayaran angsuran dilakukan sesuai jadwal
Sumber : Dokumen laporan fitur-fitur produk lending Bank CIMB Niaga Syari’ah KCS Bandung tahun 2013 Proses alur pembiayaan murābahah untuk pembiayaan iB Bisnis di Bank CIMB Niaga Syari‟ah Kantor Cabang Syari‟ah Bandung adalah sebagai berikut: 1.
Tahap Permohonan Pembiayaan iB Bisnis Permohonan ini, merupakan proses awal dari serangkaian proses
pembiayaan murābahah. Pada proses ini calon nasabah pembiayaan mengajukan permohonan pembiayaan murābahah
beserta melampirkan
seluruh persyaratan yang wajib di penuhi, biasanya bentuk permohonan ini berupa surat resmi dari Nasabah. Bagian yang bertugas pada proses ini adalah bagian marketing atau pemasaran. Bagian inilah yang bertemu secara langsung dengan calon nasabah yang mengajukan permohonan pembiayaan. Tahap awal proses pembiayaan adalah permohonan pembiayaan secara formal, permohonan pembiayaan diajukan secara tertulis dari nasabah kepada Officer bank (Petugas yang melayani transaksi pembiayaan). Namun dalam implementasinya, permohonan dapat dilakukan secara lisan terlebih dahulu, untuk kemudian di tindak lanjuti oleh permohonan tertulis jika
menurut officer bank usaha tersebut layak dibiayai. Pada awalnya nasabah (pemohon) datang menemui customer service (orang yang melayani pertanyaan nasabah) untuk menanyakan tentang permohonan pembiayaan, maka customer service akan menjelaskan prosedurnya. Persyaratan yang harus dipenuhi serta pasilitas yang akan diberikan dalam pembiayaan murābahah seperti Jenis barang baik produk ataupun konsumtif. Inisiatif pengajuan pembiayaan bisaanya datang dari nasabah yang kekurangan dana. Namun tidak demikian dalam perkembangannya, inisiatif tersebut datang dari nasabah tetapi juga dapat muncul dari officer bank seperti yang terjadi pada Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung, sehingga pada saat nasabah datang Officer bank lebih mengarahkan bahkan menawarkan sebagai jalan keluar dari masalah yang dihadapi nasabah dan tentu saja hal yang dilakukan dengan kesepakatan dari nasabah tersebut. Setelah mengisi formulir permohonan pembiayaan murābahah, nasabah harus melengkapi persyaratan- persyaratan pembiayaan. Setelah dilengkapi maka oleh customer service akan di berikan kepada account officer (AO) yaitu petugas yang bertugas mulai dari melayani pengajuan pembiayaan nasabah, analisa kelayakan nasabah, survey kelayakan usaha nasabah, serta memberikan rekomendasi pemberian pembiayaan untuk diajukan ke komite pembiayaan dll. (Wawancara dengan Account Officer Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung, Gian Tanakosa : 25 April 2013). 2.
Syarat- Syarat Pembiayaan Murābahah untuk Pembiayaan iB Bisnis
Adapun persyaratan yang harus dipenuhi adalah:
a. Surat permohonan yang berisi: 1) Data pribadi pemohon; 2) Data pekerjaan; 3) Data suami istri; 4) Data penghasilan dan pengeluaran; 5) Jenis pembiayaan yang diajukan jumlah kredit (barang yang diajukan); 6) Data objek yang dijaminkan; 7) Data pembiayaan . b. Persyaratan terbagi kepada 2 jenis yaitu; untuk fixed income (Pendapatan tetap) dan untuk non fixed income (Pendapatan tidak tetap). (Wawancara dengan Account Officer Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung, Gian Tanakosa : 25 April 2013). Dokumen yang diperlukan sebagai berikut: Tabel 3.5 Persyaratan Dokumen Pembiayaan iB Bisnis
No.
Dokumen
1)
KTP/ Kartu Identitas
2)
Kartu Keluarga/ Surat Nikah
3)
Surat Ijin Praktek
4)
Copy Rekening Koran/ Tabungan 3 bulan terakhir
Slip Gaji
5)
Karyawan
Wirasuasta
Profesional
6)
Laporan Keuangan 2 tahun terakhir
7)
Akte Pendirian Perusahaan (bila ada)
8)
Copy NPWP/SPT PPH 21*
9)
Surat Keterangan Kerja
Sumber : Dokumen Laporan Produk Pembayaran iB Kepemilikan Mobil Bank CIMB Niaga Syari’ah KCS Bandung Tahun 2013 3.
Tahap Analisa Selanjutnya account officer, akan melaksanakan analisa awal, layak
dan tidaknya permohonan tersebut, jika tidak layak maka account officer akan mengirimkan biaya penolakan kepada nasabah. Sebaliknya jika permohonan tersebut diterima atau disetujui maka account officer akan mengunjungi usaha dan penilaian jaminan berikut laporannya sebagai tindak lanjut. Jika permohonan disetujui maka bagian legal administrasi akan menganalisa kelengkapan data, masa berlaku dokumen dan keabsahannya. Kemudian diperiksa lagi laporan keabsahan dokumen dan di serahkan ke account officer. Prosedur yang menjadi pertimbangan bank dalam melakukan tahap analisa pembiayaan kepada nasabah sebagai berikut: a. Character
Suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang diberikan kredit benar-benar dapat di percaya dan harus selektif terhadap para calon debiturdengan melihat latar belakang si calon nasabah baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi. b. Capacity Kemampuan pemohon (calon debitur) dalam bidang bisnis dihubungkan dengan pendidikannya dan dalam menjalankan usahanya selama ini. Pada akhirnya
akan terlihat‟ kemampuannya‟ dalam mengembalikan kredit yang
disalurkan. c. Capital Penilaian terhadap modal yang dapat di berikan kepada para calon debitur sesuai dengan kelayakan atas usaha yang akan atau sedang mereka laksanakan; proses tersebut bisa dilakukan dengan cara; 1) Wawancara dengan
awal
calon
yaitu
nasabah
petugas untuk
mengadakan
wawancara
mengetahui karakter
calon
nasabah secara langsung agar layak atau tidaknya di biayai 2) Verifikasi
dokumen
yaitu
setelah
formulir
permohonan
pembiayaan diisi dan dilampirkan dengan dokumen-dokumen yang
diperlukan
maka
dilakukan
verifikasi
(pembuktian)
terhadap legalitas dan keaslian dokumen-dokumen tersebut, serta
dilakukan
penelitian
apakah
calon
nasabah
atau
perusahaan terdapat dalam daftar hitam Bank Indonesia. Selanjutnya diajukan kepemimpin pemasaran pembiayaan dan
jasa untuk di rekomendasikan apakah permohonan tersebut layak diproses atau tidak. 3) Pengadministrasian 4) Penentuan account officer 5) Penentuan target Diperlukan
agar
adanya
kepastian
waktu
dalam proses
pemberian pembiayaan kepada calon nasabah. d. Condition Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan politik sekarang dan dimasa yang akan datang sesuai sektor masingmasing, serta prospek usaha dari sektor yang ia jalankan.
e. Collateral Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang di berikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya sehingga jika terjadi masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin. 4. Tahap Keputusan Pembiayaan Setelah mendapatkan data yang lengkap, maka
account officer akan
membuat usulan pembiayaan berikut data-data atau merekomendasikan kepada manager.
Untuk
selanjutnya manager akan memeriksa dan
menganalisa dokumen pelengkap yang kemudian akan diajukan ke komite pembiayaan. Dalam prosedur pembiayaan maka; a. Komite menerima usulan pembiayaan dari manager; b. Komite
adalah
pemutus
pembiayaan
antara
lain
manager
marketing, Direktur marketing sampai komisaris; c. Komite menganalisa dan menimbang pengajuan pembiayaan; d. Komite memeriksa usulan pembiayaan; e. Komite membuat pertimbangan dan persetujuan; f.
Untuk jumlah pembiayaan yang cukup besar sesuai yang di tentukan maka komite meminta persetujuan komisaris;
g. Jika keputusan di tolak maka account officer akan membuat offering letter (surat pemberitahuan dari Bank perihal persetujuan pembiayaan) yang selanjutnya akan di kirim ke nasabah;
h. Jika nasabah tidak menyetujui (OL) maka (AO) akan mengupdate officer letter sesuai dengan kesepakatan; i.
Jika nasabah setuju maka
offering letter akan diberikan ke legal
administrasi untuk di arsip atau keluarlah SP4 (Surat Persetujuan Prinsip Pemberian Pembiayaan) dan di tanda tangan; j.
Dan selanjutnya proses kesepakatan akad pembiayaan murābahah.
Proses persetujuan adalah proses penentuan disetujui atau tidaknya sebuah pembiayaan. Proses ini juga tergantung kepada kebijakan bank, yang biasanya disebut komite pembiayaan. Ia merupakan tingkat paling akhir persetujuan sebuah proposal pembiayaan, karena itu hasil dari komite adalah penolakan atau persetujuan pembiayaan. Komite pembiayaan ini akan menganalisa, menimbang dan memeriksa usulan pembiayaan yang diajukan. Karena keputusan pembiayaan murābahah ini meliputi keputusan penolakan pembiayaan dan keputusan penerimaan pembiayaan. Apabila keputusan
penolakan
pembiayaan
maka
permohonan
pembiayaan
murābahah yang tidak di setujui oleh pimpinan cabang dengan tidak menandatangani
memorandum
analisis
pembiayaan
dan
menyerahkan
kembali permohonan tersebut beserta memorandum analisis pembiayaan murābahah kepada account officer. Dan apabila keputusan penerimaan pembiayaan di setujui sebagian atau seluruhnya dengan atau tanpa syarat, pimpinan
cabang
menandatangani
memorandum
analisis
pembiayaan
murābahah., maka di serahkan kepada account office maka cairlah pembiayaan tersebut.
Pada pelaksanaan pembiayaan iB Bisnis ini, setelah disetujui oleh pihak komite dan setelah cair dari pihak bank ke pihak supplier sebesar nominal yang telah di setujui maka akan dilakukan pelaksanaan akad murābahah. Pihak Bank CIMB Niaga Syariah memberikan kebijakan akad terakhir karena dikhawatirkan dari pihak supliernya tidak jadi atau tidak cair. Pengikatan akad dilakukan antara pihak bank dengan pihak nasabah sebagai
tanda
persetujuan.
kesepakatan-kesepakatan
Dalam
yang
akad
ini
berhubungan
pula
diatur
dengan
mengenai pembiayaan
murābahah seperti denda, apabila nasabah terlambat membayar, uang muka dan lain-lain. Akad merupakan kesepakatan tertulis antara bank syari‟ah dan nasabah ataupun pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masingmasing pihak sesuai dengan prinsip syari‟ah, demikian juga dengan Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung (Wawancara dengan Account Officer Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung, Gian Tanakosa: 25 April 2013). Dengan adanya perjanjian pembiayaan akad murābahah ini, Bank CIMB Niaga Syariah secara langsung telah melakukan pengikatan hukum kepada pihak nasabah dengan Bank. Agar terhindar dari segala praktek ketidak jelasan dan terhindar dari praktek ribā karena Bank CIMB Niaga Syari‟ah ini, menjalankan prakteknya berdasarkan prinsip syari‟ah.
Untuk perincian Harga barang, uang muka, harga perolehan Bank, Keuntungan Bank atau margin, harga jual Bank, fasilitas pembiayaan, jangka waktu, jatuh tempo fasilitas pembiayaan, denda keterlambatan dan biaya Biaya lainnya pada pembiayaan iB kepemilikan mobil ini diuraikan lebih lanjut dalam, lampiran tertentu yang disebut lampiran I. C.
Pemberlakuan Denda untuk Pembiayaan iB Bisnis di Bank CIMB Niaga Syari’ah Kantor Cabang Syari’ah Bandung Pembiayaan iB Bisnis di Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung, pada
aplikasinya menggunakan akad murabahah, yang dalam pelaksanaan dilapangan, baik pihak bank ataupun nasabah mengetahui bagaimana sfesifikasi barang, harga dasar barang ataupun margin keuntungan yang diperoleh oleh bank. Pelaksanaan pembiayaan sendiri di mulai dari tahap permohonan pengajuan pembiayaan
oleh nasabah kepada pihak bank untuk selanjutnya diperifikasi, dan
pihak nasabah diminta untuk mengesi formulir yang berisi : 1. Jumlah pembiayaan yang diajukan; 2. Jangka waktu; 3. Tujuan penggunaan pembiayaan (dijelaskan); 4. Data pribadi pemohon, misalkan nama, tanggal lahir, nomor KTP atau SIM, alamat tinggal dan lain-lain; 5. Data pekerjaan; 6. Data keuangan; 7. Data jaminan.
Bank menyampaikan tanggapan atas permohonan dimaksud sebagai tanda adanya kesepakatan pra akad, bank meminta jaminan kepada nasabah sebagai tanda persetujuan kedua belah pihak untuk melakukan pembiayaan murabahah. Pemberlakuan denda sendiri tergantung bagaimana akad perjanjian yang terjadi antara pihak Bank CIMB Niaga Syariah KCS Bandung dengan nasabah, karena klausul akad sendiri yang menentukan berapa jumlah denda yang harus di bayar, tanggal berapa jatuh tempo, serta bagaimana cara penyelesaiannya. Adapun bentuk klausal akad di pembiayaan iB Bisnis adalah sebagai berikut : AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH Nomor: ../MRB/PP/../2013 Akad ini di buat dan ditandatangani pada hari ini, …… tanggal …. Oleh dan antara:
I. PT.Bank Niaga, Tbk, berkedudukan di Jakarta Selatan melalui Unit Usaha Syari‟ah, dalam hal ini melalui Kantor Cabang Syari‟ah di Bandung beralamat di Jalan Gatot Subroto Bandung, yang diwakili oleh XX karyawan pemimpin PT BANK NIAGA Tbk, dan Selanjutnya disebut “Bank” II. Nama No KTP Alamat
:XX :XX :XX
Dalam hal ini bertindak: Untuk diri sendiri dan untuk melakukan perbuatan hukum tersebut dalam akad ini telah memperoleh persetujuan dari suami/istri, *) yaitu ……. yang turut menandatangani akta ini sebagai ternyata dalam surat persetujuan tertanggal ……*) selaku Debitur dari dan oleh karenya bertindak untuk dan atas nama ………. Berkedudukan di …………… Melakukan tindakan hukum tersebut dalam akta ini telah memperoleh persetujuan dari ...... yang turut menandatangani akta ini/ sebagaimana ternyata dalam suratnya tertanggal ........*) (Selanjutnya disebut Nasabah) Bank dan nasabah telah saling ridha (Rela Hati), setuju dan bertindak baik membuat mengikrarkan serta menetapkan akad ini untuk dipatuhi dan dilaksanakan oleh Bank dan Nasabah dengan syarat-syarat dan ketentuanketentuan sebagai berikut:
1. BANK dengan ini menjual kepada NASABAH dan NASABAH membeli dan BANK barang secara MURABAHAH berupa .............. dengan jumlah sebanyak (1) unit/ lembar/ set) sebagai dimaksud dalam lampiran akta ini dan Surat Permohonan Pemesanan Barang (SPPB) yang diajukan NASABAH kepada BANK yang merupakan satu kesatuan dan bagian tidak terpisahkan dari akad ini, oleh karenaya NASABAH dengan ini mengaku barutang Murabahah dari BANK uang sebesar harga jual barang sejumlah Rp .............. (..................) terdiri dari: a. Harga beli oleh Bank sebesar Rp ............ (............................) b. Keuntungan/ Margin sebesasr Rp ............ (...........................) c. Untuk jangka waktu ..... (............. bulan/ tahun*) terhitung sejak tanggal akad ini ditandatangani sampai dengan tanggal ..../..../20... belum termasuk biaya administrasi dan materai. 2. NASABAH harus membayar kepada Bank biaya administrasi sebesar Rp .......... (...........................) dan harus dibayar pada saat akta ini ditandatangani. 3. NASABAH harus membayar kepada Bank angsuran perbulan sebesar RP ............ (..........................) sampai dengan lunas (..../..../20...) 4. Pembiayaan yang diterima dari pihak BANK akan di pergunakan oleh sendiri sesuai dengan peruntukannya (sesuai dengan tujuan pembiayaan). 5. Apabila dikemudian hari diketahui Pembiayaan tersebut digunakan oleh orang lain, baik sepenuhnya atau sebagian maka saya bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pengembalian kepada BANK. 6. Dengan in NASABAH menyatakan sanggup dan mengikat diri untuk membayar kepada BANK seluruh kewajiaban NASABAH yang terutang sebagai dimaksud 1 akad ini dengan cara*) Dibayar sekaligus, selambat-lambatnya dibayar pada tanggal 25 setiap bulannya. Dibayar dengan cara mengangsur sesuai jadwal angsuran yang ditentukan dalam lampiran akad ini yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari akad ini; dipotong langsung oleh bendahara, Dinas Pendidikan Kecamatan ................. dan atau Kabupaten Bandung ............... dan atau Bank yang ditunjuk pemerintah untuk melakukan pembayaran gaji. 7. Setiap keterlambatan atas pembayaran utang Murabahah pada waktu yang telah ditentukan maka NASABAH wajib membayar denda kepada BANK, sebesar ....... (0.15%) per hari dari jumlah yang akan ditentukan kemudian oleh pihak Bank bagi NASABAH yang mampu namun sengaja atau lalai dan beritikad tidak baik. 8. Tanpa mengurangi kewajiban NASABAH untuk melaksanakan sendiri pembayaran kepada BANK sebagaimana ditetapkan di Akad ini, pada hari dimana suatu pembayaran berdasarkan akad wajib dilakukan, NASABAH bersama ini memberikan kuasa, kekuasaan dan wewenang penuh pada bank setiap waktu dan wari waktu ke waktu yang ditetapkan oleh BANK khusus untuk mendebet rekening NASABAH pada BANK, baik dalam mata uang rupiah maupun dalam mata uang lain, jumlah yang sama besarnya setiap kali akan ditetapkan oleh BANK dan menggunakan/ memakai jumlah uang
tersebut untuk membayar semua dan setiap jumlah uang yang sekarang telah dan/ atau dikemudian hari akan terhutang dan wajib dibayar oleh NASABAH kepada BANK berdasarkan akad ini beserta segala perubahan dan tambahannya, media-media penarikan, akan lain dan akad-akad jaminan, baik untuk jumlah utang atau lain-lain jumlah uang yang wajib dibayar oleh NASABAH pada BANK. 9. Segala, kuasa yang diberikan oleh NASABAH kepada BANK dalam akad ini maupun dalam dokumen lain sebagai pelaksana akad, merupakan kuasa dengan hak subtitusi dan selama kewajiban NASABAH kepada BANK belum diselesaikan seluruhnya, maka kuasa-kuasa tersebut tidak akad diakhiri oleh NASABAH, dan tidak akad berakhir karena sebab apapun juga termasuk tidak terbatas pada sebab-sebab yang diatur dalam pasal 1813 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 10. Apabila dikemudian hari terjadi perselisihan dalam penafsiran atau pelaksanaan akad ketentuan-ketentuan dari akad ini, maka para ihak sepakat untuk terlebih dahulu menyelesaikan secara musyawarah. 11. Bilamana musyarawah sebagai dimaksud dalam butir 7 di atas tidak dihasilkan kata sepakat mengenai penyelesaian perselisihan, maka semua sengketa yang timbul dari akad ini akan diselesaikan dan diputus oleh Badan Arbitrase Syari‟ah Nasional (Basyarnas) menurut peraturan-peraturan administrasi dan prosedur Badan Arbitrase Syari‟ah Nasional (Basyarnas) yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa, sebagai keputusan tingkat pertama dan terakhir. 12. NASABAH tunduk kepada semua ketentuan syari‟ah dan ketentuan yang berlaku pada BANK sebagai dimaksud dalam syarat-syarat dan ketentuanketentuan pembiayaan dan transaksi berdasarkan prinsip Syari‟ah, Akad pemberian jaminan yang berlaku pada BANK seerta peraturan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, fatwa-fatwa Dewan Syari‟ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) baik yang telah maupun yang akan ditetapkan dikemudian hari dan hal tersebut telah disetujui oleh nasabah. 13. Lampiran-lampiran akad ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari akta ini serta wajib dipatuhi oleh NASABAH sebagaimana mestinya. 14. Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur atau perubahan atau ambahan atas setiap kesepakatan dalam akad ini akan ditetapkan berdasarkan musyawarah oleh BANK dan NASABAH, diatur secara tertulis serta ditandatangani oleh para pihak dan merupakan satu kesatuan dan bagian tidak terpisahkan dari akad ini. 15. Memberikan kuasa khusus kepada debiur (Nasabah) sebagaimana terikat dalam perjanjian akad pembiayaan murabahah Nomor ..../MRB/PP/2013 dalam hal: Pembelian Barang dan lainya yang disepakati akad jual beli (Murabahah) maka unuk keperluan tersebut penerima kuasa/ nasabah dapat menghubungi penjualan secara langsung. Kuasa ini diberikan dengan hak subtitusi, berlaku sejak tanggal Akad ini ditandatangani. 16. Bank dengan ini diberi hak dan telah dikuasakan oleh debitur untuk mengalihkan haknya baik secara sebagian maupun seluruhnya atas pembiayaan murabahah beserta mengalihkan hak gaji pensiun sebagai jaminan
(Cassie) ini kepada pihak lain semata-mata menurut perhitngan yang dipndang baik oleh Bank. Demikian akad ini dibuat di Bandung, pada hari dan tanggal sebagai tersebut pada bagian awal akta ini serta telah dibaca dan dimengerti isinya, lalu ditandatangani oleh pada pihak. BANK PT. BANK CIMB NIAGA, Tbk
NASABAH
(............................) Sumber
(...........................)
:(Dokumen
Perjanjian
Pembiayaan
Murābahah
No.013/MRB/PP/BDG/2013 CIMB Niaga Syariah hal: 1-3) Pada waktu penandatanganan akad murabahah, antara pihak Bank dan nasabah pada kontrak akad tersebut wajib diinformasikan: 1. Definisi pembiayaan murabahah; 2. Posisi nasabah sebagai pembeli, dan Bank sebagai penjual; 3. Tandatangan akad pembiayaan oleh nasabah harus didepan pejabat bank; 4. Perpanjangan pajak dan keperluan lainnya selama masih kredit, pihak Bank tidak dapat meminjamkan jaminan asli, bank hanya memberikan fotocofy dan surat keterangan bahwa jaminan asli masih dalam jamina; 5. Untuk pembuatan surat tersebut tidak dikenakan biaya apapun; 6. Apabila pembiayaan telah lunas, pengambilan jaminan harus di ambil oleh pihak nasabah langsung, atau diwakilkan pada pihak keluarga nasabah (suami/istri/anak) dengan menggunakan surat kuasa yang dibuat diatas kertas bermaterai dan melampirkan KTP asli nasabah; 7. Meminta penjelasan detail mengenai setiap lembar perjanjian akad pembiayaan,
karena
dengan
ditandatanganinya
perjanjian
akad
pembiayaaan berarti nasabah sudah mendapatkan penjelasan secara detail, dan sudah mengerti ketentuan akad pembiayaan; 8. Apabila nasabah mengalami keterlambatan pembayaran sesuai jadwal yang ditentukan, maka dikenakan denda yang besarnya 0.15% perhari dari jumlah setoran pembiayaan tiap bulannya. Pada dasarnya pemberlakuan denda yang dilakukan di Bank CIMB Niaga Syariah KCS Bandung, atas dasar perjanjian kedua belah pihak yang berakad, yaitu apabila nasabah tidak melakukan pembayaran pembiayaan sesuai tanggal jatuh tempo yang disepakati maka bank akan mengenakan denda sebesar 0.15% dari jumlah
setoran
perbulannya,
sebagaimana
tertera dalam table Surat
Persetujuan Prinsif Pemberian Pembiayaan di bawah ini. Tabel 3.6 Surat Persetujuan Prinsip Pemberian Pembiayaan (SP4) dalam Pembiayaan iB Bisnis Keterangan Pemberian Pembiayaan (SP4)
Jumlah
Jumlah pembiayaan
Rp. 1.250.000.000,- (satu milyar dua ratus lima puluh juta rupiah);
Jangka waktu
19 bulan
Angsuran bln 1-10
Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah)
Angsuran bln 11-19
Disesuaikan dengan kemampuan Nasabah
Denda. Apabila selama jangka waktu pembiayaan selaku nasabah melakukan keterlambatan pembayaran angsuran, maka akan dikenakan denda.
0.15% per hari dihitung dari jumlah angsuran tertunggak tiap bulannya yaitu sebesar Rp. 22.500,- (dua puluh dua ribu lima ratus rupiah) Dari bulan 110, dan denda berikutnya disesuaikan dengan angsuran
nasabah Sumber: Tabel Surat Persetujuan Prinsip Pemberian Pembiayaan (SP4) dalam Pembiayaan iB Bisnis, Bank CIMB Niaga Syari’ah KCS Bandung Maret 2013. Untuk lebih memperjelas bagaimana pemberlakuan denda di Bank CIMB Niaga Syariah KCS Bandung, berikut contoh ilustrasinya: Contoh : Perincian 1. Jumlah pinjaman 1.250.000.000 2. Angsuran Rp. 15.000.000/Bulan untuk sepuluh bulan pertama dan sisanya di tentukan berdasarkan kemampuan nasabah; 3. Besar denda 0.15% dari jumlah setoran; 4. Sudah terlambat selama 100 hari; Jadi denda yang dikenakan oleh Bank CIMB Niaga Syariah KCS Bandung kepada Nasabah yang menunggak selama 100 hari dari tanggal jatuh tempo yang telah disepakati adalah: Denda = (jumlah setoran perbulan) X ( 0.15%) X (lama tunggakan) = Rp. 15.000.000 X 0.15% X 100 = Rp. 2.250.000 (Dua juta duaratus lima puluh ribu rupiah). Tujuan
dari
Bank
CIMB
Niaga
Syariah
KCS
Bandung
dalam
memberlakukan adanya denda ini adalah agar para nasabah lebih disiplin dan terciptanya efek jera kepada nasabah yang menunggak. Sedangkan untuk penggunaan dana denda tersebut dimasukan kedalam dana sosial atau digunakan untuk dana infak atau zakat.
D.
Analisis Kesesuaian Penentuan Denda pada Pembiayaan iB Bisnis di Bank CIMB Niaga Syari’ah KCS Bandung dengan Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-MUI/VIII/2004 Perbankan Syari‟ah sebagaimana diulas dalam UU Nomor 21 tahun 2008
pasal 3 UU Perbankan Syari‟ah, bertujuan melaksanakan pembangunan nasional dalam
rangka
kesejahteraan
meningkatkan rakyat.
Dalam
keadilan,
kebersamaan,
dan
pemerataan
mencapai
tujuan
menunjang
pelaksanaan
pembangunan nasional, perbankan syari‟ah tetap berpegang teguh pada prinsip syari‟ah secara menyeluruh dan konsisten (Zubair Hasan, 2009: 31) Sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 12 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008, yang di maksud dengan prinsip syari‟ah adalah: Prinsip Hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memeiliki kewenangan dalam menetapkan fatwa di bidang syari’ah (Sutedi, 2009 : 70). Prinsip syari‟ah dalam UU Perbankan Syari‟ah menegaskan apa yang harus dihindari perbankan syari‟ah ketika melakukan kegiatan ekonomi apa saja serta memberikan ruang kepada fatwa ulama untuk menentukan di dalamnya. Dengan menggunakan kerangka di atas, maka UU perbankan syari‟ah memberikan keleluasaan kepada perbankan syari‟ah untuk
melakukan berbagai macam
kegiatan ekonomi, sepanjang tidak membentur garis batas, seperti gharar, haram, dzalim, dan lain-lain. Dengan produk-produk
demikian,
lembaga
keuangan
syari‟ah
dalam mengoperasikan
perbankan syari‟ah itu harus sesuai dengan prinsip-prinsip
syari‟ah, jangan sampai didalam menjalankan produk-produk perbankan syari‟ah tersebut terdapat suatu unsur aplikasi yang bisa merugikan pihak tertentu, juga adanya unsur ribawi didalamnya. Hal tersebut berlaku dalam segala bentuk produk, baik itu produk penghimpunan dana ataupun produk penyaluran dana, termasuk didalamnya adalah produk pembiayaan iB Bisnis yang merupakan salah satu produk yang terdapat di Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung. Pembiayaan iB Bisnis merupakan produk Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung dimana produk
ini diadakan untuk memudahkan nasabah dalam
memenuhi kebutuhan akan pengadaan barang-barang yang sifatnya riil asset yang dalam pelaksanaannya menggunakan akad murabahah. Dimana harga jual dan keuntungan disepakati dalam akad awal perjanjian dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Mengingat besarnya dana yang harus dikeluarkan oleh bank dalam mengkafer pembiayaan ini, merupakan hal yang realistis jika pihak bank mengambil langkah-langkah antisipasi resiko kerugian terbesar yang mungkin terjadi, yang salah satunya adalah kemungkinan terjadinya wanprestasi oleh pihak nasabah dalam pemenuhan kredit pembiayaan iB Bisnis. Langkah-langkah antisipasi yang paling mungkin dilakukan oleh pihak bank adalah adanya pemberlakuan denda. Denda yang dalam Buku Pintar Ekonomi Syair’ah, adalah hukuman berupa uang yang harus dibayarkan karena melanggar peraturan atau undang-undang (fine), sedangkan denda karena keterlambatan (late
charge) adalah denda akibat keterlambatan pembayaran yang akan diakui sebagai dana social (Ahmad Ifham Sholihin, 2010: 68). Denda merupakan hal yang realistis yang dapat dilakukan oleh sebuah bank akibat
keterlambatan
nasabah
melaksanakan
kewajiban
dalam pembayaran
pembiayaan yang telah disepakati di awal perjanjian. Bank dapat mengenakan ganti rugi hanya atas kerugian riil yang dapat diperhitungkan dengan jelas kepada nasabah yang dengan sengaja atau karena melalaikan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan akad diawal perjanjian pembiayaan (financing) dan mengakibatkan kerugian pada bank. Bank memberlakukan denda kepada nasabah yang dianggap melakukan wanprestasi bukan bertujuan untuk mendapatkan profit atau keuntungan yang nyata bagi pihak
bank
itu sendiri,
melainkan untuk memberi pendidikan
kedisiplinan bagi nasabah dalam memenuhi perjanjian yang telah ditandatangani dan disepakati kedua belah pihak. Denda tersebut didasarkan pendekatan ta’zir, yaitu berfungsi memberikan pengajaran kepada si terhukum dan sekaligus mencegahnya untuk tidak mengulangi perbuatan serupa (Hakim, 2000: 140-142). Besaran denda relatif dalam penerapannya, namun harus disesuaikan dengan penghitungan keterlambatan (waktu) antara nominal nilai angsuran terhadap peluang perputaran dana dengan harga dan keuntungan yang diperoleh kalau nilai uang tersebut masuk tepat waktunya. Sedangkan dana yang diperoleh dari denda tersebut diserahkan sebagai dana sosial (dana kebajikan) (Wiroso, 2011: 213). Sebagaimana
yang
telah
dibahas
pada
bab
sebelumnya
mengenai
pelaksanaan denda yang diterapkan pada produk pembiayaan iB Bisnis bahwa
denda yang dikenakan merupakan salah satu kebijakan dari perusahaan untuk mempertahankan kualitas produk serta mendisiplinkan nasabah dalam memenuhi kesepakatan yang telah tertera dalam kontrak perjanjian sebelumnya. Pada pembiayaan iB Bisnis di Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung pemberlakuan denda itu berdasarkan, apabila selama jangka waktu pembiayaan nasabah melakukan keterlambatan pembayaran angsuran melewati waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian, maka akan dikenakan denda sebesar 0.15% perhari dihitung dari jumlah angsuran tertunggak tiap bulannya, yang tertulis dalam klausal perjanjian yaitu sebesar Rp 22.500, (dua puluh dua ribu lima ratus rupiah) dari jumlah angsuran sebesar Rp.15.000.000, (lima belas juta rupiah). Melihat persentase denda yang di kenakan oleh Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung relatif besar, yaitu sebesar 0.15% yang dhitung per-hari, hal ini dikhawatirkan adanya unsur-unsur riba di dalamnya, sehingga pemberian efek jera yang diharapkan tidak
terealisasikan,
bahkan dikhawatirkan bukannya
menjadi disiplin, tetapi Bank malah semakin menambah berat beban yang harus ditanggung nasabah, bahkan kemungkinan besar membuat nasabah merugi dari hari ke harinya. hal ini tidak sejalan dengan Al-Quran, karena dalam surat AnNisa ayat 29 disebutkan, yaitu :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu (Soenarjo dkk, 1989: 122). Juga dengan hadits Nabi riwayat Ibnu Majah dari „Ubadah bin Samit, riwayat Ahmad dari Ibnu „Abbas, dan Malik dari Yahya:
)ل ضر ر ولضيرار (رواٍ ابي ها جة واهام هالك واهام الدارقطٌي Tidak
boleh
membahayakan
diri
sendiri
dan
tidak
boleh
pula
membahayakan orang lain (Himpunan Fatwa DSN-MUI, 2006: 315). Begitupun dengan kaidah syariah yang menyatakan bahwa :
ض ُرا ُر يُ َز ُل َ اًل Kemudharatan harus dihilangkan (Dzajuli: 16). Selain fenomena di atas, fenomena yang terjadi di Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung itu bahwa dalam angsuran pembiayaan iB Bisnis untuk 1 tahun dan rata-rata bulan ke satu sampai dengan bulan ke sepuluh itu sifatnya flat, kemudian setelah melebihi sepuluh bulan, maka denda yang diberlakukan itu sesuai dengan kemampuan angsuran nasabah itu sendiri. Maka apabila kita merujuk kembali pada klausul Akad Pembiayaan Murabahah jumlah denda yang harusnya dibayarkan itu sesuai dengan nominal yang telah dicantumkan dalam akad perjanjian. Namun pada pelaksanaan pemberlakuan denda itu sendiri besaran jumlah denda setelah bulan ke sepuluh itu ditentukan berdasarkan kemampuan nasabah dalam mengangsur pembiayaannya. Dengan hal tersebut, pemberlakuan
denda menjadi tidak jelas karena pihak bank seolah-olah tidak konsisten terhadap klausul akad yang mereka buat. Sehingga bisa mengakibatkan adanya unsur gharar maupun riba. sebagaimana yang akan dijelaskan dibawah ini: a) Misalkan Jumlah angsuran bulan ke 1 sampai bulan ke 10 = Rp. 15.000.000,b) Misalkan Jumlah angsuran yang diberikan Nasabah pada bulan ke 11 = Rp. 50.000.000,c) Misalkan jumlah Angsuran yang diberikan Nasabah pada bulan ke 12 = Rp. 60.000.000,d) Denda = ( jumlah angsuran perbulan X 0.15%.) Maka denda yang dikenakan ketika Nasabah tidak bisa melunasi angsuran setelah tanggal jatuh tempo: a) Pada jarak waktu bulan ke 1 sampai dengan bulan ke 10 dengan angsuran sebesar Rp 15.000.000 : Denda = Rp.15.000.000 X 0.15% = Rp.22.500,- (dua puluh dua ribu lima ratus rupiah) b) Pada bulan ke 11 dengan angsuran Rp. 50.000.000, maka denda di bulan 12 adalah : Denda = Rp. 50.000.000 X 0.15% = Rp. 75.000,- ( tujuh puluh lima ribu rupiah) c) Pada bulan ke 12 dengan angsuran Rp. 60.000.000, maka denda di bulan 13 adalah :
Denda = Rp. 60.000.000 X 0.15% = Rp. 90.000,- (Sembilan puluh ribu rupiah) Setelah melihat penerapan pemberlakuan denda dari sampel kasus di atas, jelas terdapat ketidak konsistenan bank dalam menetapkan denda, juga terdapat ketidakjelasan yang nyata dalam pemberlakuan denda itu sendiri. Seharusnya pihak Bank CIMB Niaga Syariah KCS Bandung lebih konsisten terhadap klausul Akad Pembiayaan Murabahah yang dibuat oleh pihak Bank CIMB Niaga Syariah itu sendiri, sebagaimana yang telah tertulis jelas dalam Akad Pembiayaan Murabahah pada point dua (2) butir tujuh (7), yakni “setiap keterlambatan atas pembayaran
utang
Murabahah
pada
waktu yang telah ditentukan,
maka
NASABAH wajib membayar denda kepada BANK sebesar……..(0.15%) per hari dari jumlah yang akan ditentukan kemudian oleh pihak BANK bagi NASABAH yang mampu namun sengaja atau lalai dan beritikad tidak baik”. Apabila kita merujuk kembali pada klausul Akad Pembiayaan Murabahah, jumlah denda yang harusnya dibayarkan itu sesuai dengan nilai denda yang telah diperjanjiakan dan tertulis dalam klausul perjanjian. Namun pada pelaksanaan pemberlakuan denda itu sendiri besaran jumlah denda setelah bulan ke sepuluh ditentukan berdasarkan jumlah kemampuan angsuran yang diberikan nasabah. Dengan hal tersebut, pemberlakuan denda menjadi tidak jelas, karena pihak bank seolah-olah tidak konsisten terhadap klausul akad yang mereka buat. Sehingga bisa mengakibatkan adanya unsur gharar maupun riba bahkan berdampak pada kerugian pihak nasabah, yang berujung kepada ketidak ikhlasan nasabah dalam memenuhui tanggungjawabnya.
Hal ini tidak sesuai dengan al-Quran surat al-Isra‟ ayat 34 yang menyatakan bahwa :
penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya. Begitupun dengan hadits Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf yang menyatakan Bahwa :
ص ْل ًحا َح َّر َم َحالَال ً أَ ْو أَ َح َّل َح َرامًا َوا ْلمُسْ لِم ُْو َن ُ َّ ِين ِإال ُّ ل َ ص ْل ُح َجا ِئ ٌز َبي َْن ا ْلمُسْ لِم َع َلى ُشرُوطِ ِه ْم ِإال َّ َشرْ ًطا َح َّر َم َحالَال ً أَ ْو أَ َح َّل َح َرامًا Perjanjian boleh dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram, dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau mengharamkan yang haram. Juga dalam kaidah ushul fiqh yang menyatakan bahwa ;
ضي الوت َ َعا ق َديي وًتيجتَ َها التز َهاٍ بالت َعا قد َ االَصل في ال َعقَد ر Hukum asal dari transaksi adalah keridhaan kedua belah pihak yang berakad, hasilnya adalah berlaku sahnya yang diakadkan (Djazuli, 2006: 130). Praktek yang dilakukan di Bank CIMB Niaga Syariah dapat dikatakan juga belum sesuai dengan aturan fatwa DSN No 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang ganti
rugi (ta’widh) atas nasabah yang melakukan keterlambatan dalam melakukan suatu pembayaran dalam pembiayaan murabahah. Karena dalam peraturan fatwa Dewan Syariah Nasonal No 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang ganti rugi (ta’widh) atas nasabah yang menunda-nunda pembayaran atas waktu yang telah ditentukan dijelaskan sebagai berikut: Pertama : Ketentuan Umum 1. Ganti rugi (ta’widh) hanya boleh dikenakan atas pihak yang dengan sengaja atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang dari ketentuan akad dan menimbulkan kerugian pada pihak lain; 2. Kerugian yang dapat dikenakan ta’widh sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 adalah kerugian riil yang dapat dipertimbangkan dengan jelas; 3. Kerugian riil sebagaimana dimaksud ayat 2 adalah biaya-biaya riil yang dikeluarkan dalam rangka penagihan hak yang seharusnya dibayarkan; 4. Besarnya ganti rugi (ta’widh) adalah sesuai dengan nilai kerugian riil (real loss) yang pasti dialami (fixed cist) dalam transaksi tersebut dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang yang hilang (opportunity loss atau al-furshah al-dhaI’ah); 5. Ganti rugi (ta’widh) hanya boleh dikenakan pada transaksi (akad) yang menimbulkan
utagn
murabahah dan ijarah;
piutang
(dain),
seperti salam,
istishna‟ serta
6. Dalam akad Murabahah dan Musyarakah, ganti rugi hanya boleh dikenakan oleh shahibul mal atau salah satu pihak dalam musyarakah apabila bagian keuntungannya sudah jelas tetapi tidak dibayarkan. Kedua
: Ketentuan Khusus
1. Ganti rugi yang diterima dalam transaksi di LKS dapat diakui sebagai hak (pendapatan) bagi hak yang menerimanya; 2. Jumlah ganti rugi besarnya harus tetap sesuai dengan kerugian riil dan tata cara pembayarannya tergantung kesepakatan para pihak; 3. Besarnya ganti rugi ini tidak boleh dicantumkan dalam akad; 4. pihak yang cidera janji bertanggung jawab atas biaya perkara dan biaya lainnya yang timbul akibat proses penyelesaian perkara. Ketiga
: Penyelesaian Perselisihan
Jika salah saru pihak tidak menyelesaikan kewajibannya atau terjadi perselisihan
di antara
kedua
belah pihak,
maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari‟ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalu musyawarah. Dengan melihat ketentuan-ketentuan fatwa yang ada di atas, bahwasannya kesesuaian fatwa DSN-MUI dengan pelaksanaan denda yang diterapkan oleh Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung itu belum sesuai, karena Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung itu tidak memenuhi ketentuan fatwa yang kedua butir 3 yaitu “Besarnya ganti rugi ini tidak boleh dicantumkan di dalam akad”, tetapi pada kenyataanya yang ada dilapangan bahwasannya Bank CIMB Niaga Syari‟ah itu mencantumkan besarnya denda pada klausul akad yang sebesar Rp.
…. atau 0,15% per-hari. Selain dari denda yang dicantumkan tersebut Bank CIMB Niaga Syari‟ah juga dalam memberlakukan denda terdapat suatu ketidak jelasan serta ketidakadilan dalam memberlakukan dendanya kepada nasabah yaitu bahwasannya jika angsuran tersebut telah melebihi dari sepuluh bulan, maka angsuran tersebut diberlakukan sesuai dengan kemampuan nasabah, hal ini berdampak pada ketidak jelasannya jumlah nominal denda yang dikenakan setelah bulan bulan ke sepuluh tersebut. Maka ketentuan seperti ini tidak sesuai dengan ketentuan fatwa yang terdapat pada ketentuan kesatu nomor 4 yaitu “Besarnya ganti rugi (ta’widh) adalah sesuai dengan nilai kerugian riil (real loss) yang pasti dialami (fixed cist) dalam transaksi tersebut dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang yang hilang (opportunity loss atau al-furshah al-dha-I’ah)” dan ketentuan kedua nomor 2 yaitu “Jumlah ganti rugi besarnya harus tetap sesuai dengan kerugian riil dan tata cara pembayarannya tergantung kesepakatan para pihak”.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan
mengenai pelaksanaan pembiayaan
iB Bisnis di Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung, serta analisis penulis terhadap data dan fakta yang ada, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.
Mekanisme pembiayaan iB Bisnis di Bank CIMB Niaga Syariah KCS Bandung
adalah
dilengkapi dengan
dimulai
dari
tahap
permohonan
yang
kemudian
syarat-syarat
yang
harus
dilampirkan,
kemudian
dilakukan analisis oleh Account Officer, untuk selanjutnya dilakukan tahap keputusan dengan terlebih dahulu dianalisis ulang oleh manajer, untuk disetujui komite pembiayaan. kemudian setelah disetujui kedua belah
pihak,
dikeluarkanlah
Surat
Persetujuan
Prinsip
Pemberian
Pembiayaan (SP4) dan untuk kemudian dilakukan kontrak akad. 2.
Pemberlakuan denda untuk pembiayaan iB Bisnis di Bank CIMB Niaga Syariah
KCS Bandung adalah dilakukan apabila nasabah telah lalai dan
menunda-nunda pembayaran sehingga pada tanggal yang ditentukan tidak dapat membayar lunas hutang murābahah yang tertunggak. Nasabah tersebut akan dikenai pemberlakuan denda sebesar 0.15% dihitung perhari untuk jenis pembiayaan iB Bisnis dari jumlah angsuran tertunggak tiap bulannya dan pelunasan denda tersebut tidak mengurangi hutang murābahah kepada pihak Bank.
3.
Pelaksaan pemberlakuan denda (ta’widh) oleh Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung dapat dikatakan belum sesuai dengan prinsipprinsip syariah juga dengan fatwa Nomor 43/DSN-MUI/VII/2004. Hal ini karena pelaksanaan denda pada pembiayaan iB Bisnis, pihak Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung menentukan denda diawal perjanjian, hal ini
terbukti
dengan
dicantumkannya
jumlah
nominal
denda
serta
persentasenya dalam klausal perjanjian. Sedangkan dalam fatwa Dewan Syari‟ah
Nasional,
besaran
denda
(ta’widh)
dalam
pembiayaan
murabahah dalam hal ini termasuk pembiayaan iB Bisnis tidak boleh dicantumkan dalam akad. Selain hal tersebut, penerapan denda yang dilakukan pihak Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung tidak konsisten terhadap akad pembiayaan Murabahah yang telah mereka buat, hal ini disebabkan karena setoran setelah bulan ke sepuluh itu disesuaikan dengan kemampuan nasabahnya, sehingga terjadi ketidakjelasan besaran setoran nasabah, yang menyebabkan tidak jelas juga denda yang diberlakukan. hal ini dirasa belum selaras, karena denda pada dasarnya harus bersifat flet, juga diberikan atas dasar kerugian yang benar dialami bukan kerugian yang diperkirakan. B. Saran Denda (ta’widh) merupakan hal yang biasa dilakukan oleh Lembaga Keuangan, termasuk Lembaga Keuangan Syariah, seperti Bank Syariah. Denda bukan merupakan harga yang menjadi penentu di dalam proses pemberian pembiayaan., melainkan bertujuan untuk memberi pendidikan kedisiplinan dan
komitmen kepada nasabah dalam memenuhi kesepakatan perjanjian yang telah ditandatangani.
Besarnya
denda
relatif dalam penerapannya,
namun harus
disesuankan dengan penghitungan keterlambatan (waktu) antara nominal nilai angsuran terhadap peluang perputaran dana dengan harga dan keuntungan yang diperoleh kalau nilai uang tersebut masuk tepat waktunya. Dengan demikian lembaga keuangan dalam menentukan denda (ta’widh) harus sesuai dengan apa yang telah dijanjikan oleh kedua belah pihak, agar tidak timbul kerugian yang nyata bagi kedua belah pihak tersebut. Dengan
dasar
tersebut,
penulis
menyarankan
kepada
lembaga-lembaga
keuangan baik konvensional maupun yang berbasis syariah, terutama Bank CIMB Niaga Syari‟ah KCS Bandung untuk lebih selektif lagi dalam memberikan pembiayaan kepada Nasabah agar tidak terjadi kerugian yang nyata bagi pihak Bank dan lebih berhati-hati lagi dalam memberikan denda kepada Nasabah, agar tidak terjadi kerugian yang nyata bagi pihak nasabah. Karena sesungguhnya kebaikan yang nyata itu adalah tidak saling merugikan satu sama lain.