BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Tujuan utama sebuah perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan sehingga memaksimalkan keuntungan pemegang sahamnya dan menjaga kelangsungan hidup jangka panjang. Dalam upaya mencapai tujuannya, perusahaan berlomba-lomba untuk meningkatkan laba dan mengurangi biaya. Oleh karena itu diperlukan adanya strategi dan kebijakan yang kuat di dalam persaingan usaha agar perusahaan dapat terus mencapai tujuan tersebut dan dengan demikian dapat mensejahterakan para stakeholdernya (Wijaya,2014). Berdasarkan data Indonesian Commercial Newsletter (ICN), dikatakan bahwa tahun 2011 merupakan kebangkitan kembali sektor manufaktur, seperti terlihat dari kinerja ekspor maupun juga kontribusinya dalam pertumbuhan ekonomi nasional yang meningkat. Setelah terjadinya krisis moneter pada tahun 1998 dimana industri manufaktur belum sepenuhnya bisa pulih dikarenakan pertumbuhan sektor ini yang rata-rata kurang dari 5% per tahun. Namun tahun 2011 sektor industri manufaktur mulai menunjukkan kebangkitan kembali seperti yang ditunjukkan oleh pertumbuhan PDB yang mencapai 6,2% dan pertumbuhan ekspor yang mencapai 24,6%. Hal tersebut diprediksi akan terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan zaman.
1 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
Perusahaan dapat dipandang sebagai satu set kontrak, salah satu kontraknya adalah antara pemegang saham (prinsipal) dengan para manajer (agen), (Rodoni dan Herni Ali,2010:9). Dalam suatu kontrak tersebut antara pemegang saham dan manajer sama-sama menginginkan keuntungan yang maksimal, namun disisi lain antara pemegang saham dan manajer sama-sama berusaha untuk menghindari risiko. Manajer memiliki risiko untuk tidak ditunjuk lagi sebagai manajer jika gagal menjalankan fungsinya, sementara pemegang saham memiliki risiko kehilangan modalnya jika salah memilih manajer (Sulistiono,2010). Bermula dengan adanya permasalahan yang dihadapi oleh suatu perusahaan di mana terkadang terdapat konflik kepentingan (conflict of interest) dan asimetris informasi (asymmetric information) yang dialami antara prinsipal dan agen. Hal tersebut memberikan kesempatan terhadap agen (manajer) untuk bertindak oportunis, yaitu untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Menurut Scott (2000) dalam Prawibowo (2014), terdapat dua macam asimetris informasi yaitu adverse selection (manajer mengetahui informasi yang lebih banyak dibandingkan prinsipal) dan moral hazard (kegiatan manajer tidak seluruhnya diketahui oleh prinsipal sehingga dapat melakukan tindakan yang tidak layak). Fenomena yang banyak ditemui pada perusahaan manufaktur di Indonesia ketika perusahaan bertambah besar maka pemilik perusahaan tidak mampu lagi untuk mengelola operasional perusahaan secara sendiri, sehingga
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
melibatkan manajer untuk dapat membantu dan bertanggung jawab dalam mengelola perusahaannya. Dalam kenyataannya sering terjadi perbedaan pemikiran ketika manajer mengambil kebijakan yang tidak sesuai dengan harapan pemegang saham, yang bertentangan dengan tujuan perusahaan. Kewenangan yang dimiliki manajer memungkinkan manajer bertindak sesuai dengan kepentingannya sendiri, dan mengorbankan kepentingan pemegang saham. Hal tersebut terjadi karena perbedaan informasi (asymmetric information) yang dimiliki keduanya. Terjadinya asymmetric information yaitu kesenjangan informasi (gap) diantara manajer dan pemegang saham. Hal ini disebabkan karena manajer merasa bahwa manajer lebih mengetahui tentang kondisi perusahaan yang sebenarnya dibandingkan dengan pemegang saham. Sehingga manajer sering membuat keputusan yang dianggapnya baik, tetapi kadangkala pemikiran tersebut bertentangan dengan pemikiran pemegang saham. (Lusiana,2014). Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) yang sekarang melebur ke dalam Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menemukan sejumlah perusahaan publik yang terdeteksi melakukan manipulasi laporan keuangan yaitu terjadi perbedaan informasi atas laporan keuangan. Berdasarkan indikasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ditemukan adanya manipulasi laporan keuangan, beberapa diantarnya yaitu pada PT. Perusahaan Gas Negara Tbk, yang tidak melakukan keterbukaan informasi yang harus segera diumumkan kepada publik dan keterbukaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
informasi kepada pemegang saham tertentu untuk periode 13 Maret 2007, dan PT. Aneka Tambang Tbk, tentang laporan keuangan konsolidasi pada laporan konsolidasi yang terkena sanksi pada periode 7 Juli 2011. Banyaknya kasus kecurangan pada laporan keuangan yang ditemukan BAPEPAM (OJK) saat ini membuktikan bahwa masih banyaknya kasus kecurangan pada laporan keuangan perusahaan publik yang ada di Indonesia. Kasus manipulasi pada laporan keuangan tersebut dilakukan oleh pihak manajemen karena pihak manajemen ingin dinilai baik oleh para pemegang saham atas kinerjanya. Dari kasus tersebut membuktikan bahwa kurangnya proteksi terhadap pemegang saham serta tidak adanya transparasi dalam pelaporan keuangan, sehingga dapat terjadi asimetris informasi antara prinsipal dan agen yang menggambarkan adanya pihak yang dapat menggelapkan dana yang telah diinvestasikan oleh pemegang saham (Krisnauli,2014). Adanya asimetris informasi dan konflik kepentingan antara prinsipal
dengan
agen
dapat
menimbulkan
biaya
keagenan
(Prawibowo,2014). Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa terdapat 3 jenis biaya keagenan (agency cost), yaitu monitoring cost, bonding cost, dan residual loss. Monitoring cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk melakukan pemantauan terhadap perilaku agen. Bonding cost adalah biaya yang dikeluarkan prinsipal untuk menjamin agar agen tidak akan melakukan tindakan tertentu yang akan merugikan prinsipal. Residual loss adalah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
penurunan tingkat kesejahteraan prinsipal maupun agen setelah adanya agency relationship. Dengan adanya agency relationship tersebut maka akan membuat pemilik usaha yang memakai agen untuk mengelola perusahaan tentunya akan mengeluarkan tambahan biaya yaitu agency cost. Wijaya (2010) menyatakan bahwa agency cost adalah biaya yang timbul agar manajer bertindak selaras atau sesuai dengan tujuan prinsipal. Hadiprajitno (2013) menyatakan bahwa setiap konsentrasi kepemilikan (ownership concentration) akan berupaya untuk mengurangi biaya agensi yang ditimbulkan oleh manajer. Setiap pemilik perusahaan yang sudah berinvestasi pada perusahaan tersebut tentu menginginkan return yang besar sehingga pasti akan berupaya mengurangi biaya dan memaksimalkan pemanfaatan aset yang ada. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Jensen dan Meckling (1976), dan Saremi et all (2015), yang telah melakukan penelitian untuk meneliti dampak dari struktur kepemilikan terhadap biaya agensi. Stiglitz (1985) berpendapat bahwa salah satu cara yang paling penting untuk memaksimalisasikan nilai suatu perusahaan adalah melalui kepemilikan terkonsentrasi saham perusahaan. Struktur kepemilikan saham mencerminkan distribusi kekuasaan dan pengaruh di antara pemegang saham atas kegiatan operasional perusahaan. Salah satu karakteristik struktur kepemilikan adalah konsentrasi kepemilikan (ownership concentration) yang terbagi dalam dua
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
bentuk
struktur
kepemilikan
yaitu
kepemilikan
terkonsentrasi
dan
kepemilikan menyebar. Kepemilikan terkonsentrasi merupakan fenomena yang lazim ditemukan di negara dengan ekonomi sedang bertumbuh seperti Indonesia dan di negara-negara continenal Europe. Sebaliknya, di negaranegara Anglo Saxon seperti Inggris dan Amerika Serikat, struktur kepemilikan relatif sangat menyebar (Gogineni at all,2013). Kepemilikan saham dikatakan terkonsentrasi jika sebagian besar saham dimiliki oleh sebagian kecil individu atau kelompok, sehingga pemegang saham tersebut memiliki jumlah saham yang relatif dominan dibandingkan dengan lainnya. Kepemilikan saham dikatakan menyebar, jika kepemilikan saham menyebar secara relatif merata ke publik, tidak ada yang memiliki saham
dalam
jumlah
sangat
besar
dibandingkan
dengan
lainnya
(Dallas,2004). Selain dengan kepemilikan terkonsentrasi (ownership concentration), dengan struktur modal juga dapat mengurangi biaya agensi dalam suatu perusahaan. Menurut Zheng (2013) menyatakan bahwa struktur modal dapat mengurangi biaya agensi dalam suatu perusahaan, dengan 3 jenis model antara lain yaitu : model insentif, model signaling, dan model pengendalian. Dengan model insentif maka struktur modal akan mempengaruhi tingkat usaha manajer sehingga memiliki efek pada keuntungan perusahaan dan dapat mengurangi biaya agensi, kemudian yang kedua dengan model signaling maka struktur modal akan mempengaruhi penilaian dari investor dalam
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
kondisi suatu perusahaan, dan model yang terakhir yaitu dengan model pengendalian akan berdampak pada alokasi pengendalian perusahaan, sehingga akan merubah atau mengurangi biaya keagenan. Dari ke tiga model tersebut menunjukkan bahwa struktur modal adalah salah satu sisi paling penting di dalam suatu perusahaan untuk mengurangi biaya agensi. Jensen dan Meckling (1986) juga menyatakan bahwa solusi untuk mengurangi biaya keagenan adalah dengan cara penggunaan utang dalam struktur modal perusahaan. Dengan menggunakan utang dalam struktur modal perusahaan, manajer perusahaan harus membuat penghematan biaya yang tidak penting untuk operasional perusahaan. Penghematan biaya tersebut harus dilakukan oleh manajer karena manajer harus membayar pokok dan bunga utang tersebut (Saremi et all,2015). Dalam teori struktur modal menunjukkan bahwa struktur modal yang optimal adalah dimana tingkat utang yang lebih tinggi. Bahwa tingkat utang yang besar atau lebih tinggi dapat membuat pergeseran risiko atau masalah substitusi aset yang merupakan biaya keagenan utang, misalnya pada tingkat utang yang lebih tinggi dalam struktur modal, manajer atas nama pemegang saham akan berinvestasi dalam proyek yang sangat berisiko dengan harapan pengembalian yang lebih tinggi (Khan et all,2012). Dari pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dalam struktur modal yang optimal dimana tingkat utang yang lebih tinggi atau penggunaan utang dalam jumlah yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
besar, sehingga hal tersebut dapat menjamin lebih rendah atau dapat mengurangi biaya agensi (Byrd,2010). Banyak penelitian yang sudah dilakukan terkait dengan biaya agensi, dari penelitian-penelitian tersebut diantaranya adalah: Zheng (2013), dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa struktur modal (debt to total asset) tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap biaya agensi, namun untuk struktur modal yang lainnya (long term debt) memiliki pengaruh secara signifikan terhadap biaya agensi pada perusahaan yang terdaftar di Chinese Listed Companies pada tahun 2010-2012. Saremi, et all (2015), menyatakan dalam hasil penelitiannya mengenai kepemilikan terkonsentrasi (ownership concentration) memiliki pengaruh secara signifikan terhadap biaya agensi pada perusahaan yang terdaftar di Intehran Stock Exchange pada tahun 2008-2013. Sedangkan Wijaya (2014), melakukan penelitian pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2010-2012 mengenai struktur kepemilikan keluarga, struktur kepemilikan institusi, struktur kepemilikan asing, dan rasio hutang, hasil dari penelitian tersebut tidak adanya pengaruh yang signifikan terhadap biaya agensi. Penelitian ini dikembangkan dari data empiris yang ada serta mengembangkan dari penelitian sebelumnya mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan biaya agensi dari perusahaan manufaktur dan bagaimana perusahaan manufaktur yang sudah besar secara ukuran yang terdaftar di Bursa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
Efek Indonesia menangani masalah indikator biaya keagenan. Pada perusahaan yang sudah go public tentunya akan semakin banyak menemukan masalah-masalah
yang
ditimbulkan
dari
hubungan
keagenan.
Peneliti
memproksikan biaya agen dengan dua rasio yaitu operating expenses to sales ratio yang adalah biaya operasional perusahaan per tahun dibagi penjualan per tahun untuk mengukur seberapa efektif manajemen perusahaan mengendalikan biaya operasi, termasuk pengeluaran konsumsi yang berlebihan dan juga biaya-biaya agen lainnya, sedangkan proksi yang kedua adalah total asset turnover yaitu penjualan bersih dibagi dengan total aset untuk mengukur penyebaran asetnya. Berdasarkan uraian tersebut diatas penulis tertarik untuk mencoba meneliti lebih lanjut mengenai “Pengaruh Struktur Modal dan Ownership Concentration dengan Ukuran Perusahaan Sebagai Variabel Kontrol Terhadap Biaya Agensi“ yang terjadi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2014. B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengidentifikasikan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh debt to total asset terhadap biaya agensi? 2. Bagaimana pengaruh long term debt terhadap biaya agensi? 3. Bagaimana pengaruh ownership concentration terhadap biaya agensi?
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain yaitu untuk mengetahui: a. Pengaruh debt to total asset terhadap biaya agensi b. Pengaruh long term debt terhadap biaya agensi c. Pengaruh ownership concentration terhadap biaya agensi 2. Kontribusi Penelitian Adapun kontribusi dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Kontribusi Praktik Penelitian ini diharapkan dapat membantu manajemen perusahaan untuk menganalisis bagaimana keberadaan daripada agen akan mempengaruhi nilai suatu perusahaan sehingga tindakan kebijakan dan pengawasan terhadap agen akan sangat diperlukan. Sedangkan untuk pemegang saham perusahaan publik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran penilaian tentang perusahaan publik manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia mengenai potensi adanya agency cost yang tercermin dalam laporan keuangan perusahaan. b. Kontribusi Akademik Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi para akademisi dalam mengembangkan penelitian dengan dijadikan sebagai bahan referensi perluasan untuk penelitian selanjutnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/