1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Aktivitas wisata merupakan kegiatan untuk melepas kepenatan dari rutinitas sehari-hari. Menurut Pitana dan Diarta (2009) konsep pariwisata mempunyai kata kunci perjalanan atau tour yang dilakukan oleh seseorang, yang melakukan kegiatan perjalanan atau melancong demi kesenangan untuk sementara waktu, bukan untuk menetap atau bekerja. Aktivitas wisata dapat dilakukan di sekitar tempat tinggal tanpa harus ke luar kota ataupun ke luar negeri, apalagi didukung dengan kekayaan ragam Indonesia yang mendukung sektor kepariwisataan dan mempunyai banyak potensi yang bisa digali untuk dijadikan lokasi wisata. Kalimantan Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang dahulu bagian utaranya berbatasan langsung dengan Negara Malaysia dan kini berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Utara. Provinsi Kalimantan Timur memang tidak begitu terkenal dengan kegiatan pariwisatanya, namun Kalimantan Timur memiliki potensi daya tarik wisata yang unik, mulai dari seni dan kebudayaan hingga wisata alamnya cukup mencuri minat wisatawan untuk berkunjung ke provinsi yang beribukota di Samarinda ini. Di dalam hasil penelitian Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Provinsi Kalimantan Timur dan Pusat Studi Pariwisata UGM (2003:4-5) secara umum,
2
Kalimantan Timur memiliki potensi objek pariwisata yang cukup banyak. Tercatat pada tahun 1999, jumlah objek wisata yang dimiliki Kalimantan Timur diperkirakan 160 buah yang meliputi: kategori alam, budaya, sejarah dan kategori buatan. Dengan banyaknya jumlah potensi objek wisata yang dapat dikembangkan, akan menjadikan provinsi ini sebagai salah satu daerah tujuan wisata yang ada di Indonesia. Didukung dengan kebudayaan salah satu suku asli dari Kalimantan yang terkenal dengan keteguhan masyarakatnya dalam menjalankan tradisi nenek moyang mereka, yaitu Suku Dayak. Suku Dayak atau Dayak adalah nama yang oleh penduduk diberi kepada suku asli di Kalimantan yang sebagian besar menghuni daerah pedalaman dan tersebar di Pulau Kalimantan (Florus, dkk., 1994:54). Budaya masyarakat Dayak adalah budaya maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti sesuatu yang berhubungan dengan perhuluan atau sungai, terutama pada nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya. Masyarakat Suku Dayak tersebar di Pulau Kalimantan, salah satunya terdapat di tepi Kota Samarinda yang membentuk sebuah desa bernama Desa Pampang dan sejak tahun 1991 desa ini telah ditetapkan sebagai desa wisata budaya. Desa Wisata Budaya Pampang atau yang sering disebut dengan Desa Budaya Pampang oleh orang-orang sekitar merupakan sebuah desa yang dihuni oleh masyarakat Suku Dayak, yang bernama Dayak Kenyah. Dayak Kenyah adalah salah satu Suku Dayak yang ada di Pulau Kalimantan, khususnya Kalimantan Timur. Masyarakat Dayak Kenyah yang tinggal di Desa
3
Budaya Pampang masih menjunjung tinggi adat istiadat yang diajarkan oleh leluhur mereka. Dengan menampilkan budaya mereka sehari-hari seperti pertunjukkan tari, baju adat, merangkai manik-manik menjadi souvenir, membuat tattoo hingga tradisi memanjangkan telinga menjadi daya tarik wisata di desa yang mayoritas penghuninya adalah murni keturunan Dayak yang berasal dari hulu Sungai Kayan di perbatasan Malaysia. Mereka pindah ke daerah Kalimantan Timur karena sebagian dari masyarakatnya tidak mau menjadi warga Negara Malaysia1. Masyarakat Dayak Kenyah yang menetap di Kalimantan Timur senang hidup dan bekerja di pedalaman hutan yang saat itu banyak dihuni oleh berbagai satwa, terutama monyet. Masyarakat Suku Dayak Kenyah merasa bahwa perilaku monyet menyerupai mereka, mulai dari tinggal di dalam hutan hingga memakan hasil hutan seperti buah-buahan yang sama, maka masyarakat setempat mempunyai ide untuk membedakan suku mereka dengan monyet yaitu dengan memanjangkan telinga. Untuk kaum perempuan telinga dipanjangkan hingga sedada dan untuk laki-laki panjangnya tidak melebihi bahu agar tidak mengganggu aktivitas berburu. Pada tahun 1960-an seiring dengan kehidupan mereka yang berpindah dari hutan satu ke hutan lainnya di pedalaman Kalimantan Timur membuat kebiasaan memanjangkan telinga ini menjadi sebuah keharusan bagi masyarakat Dayak Kenyah, bagi yang tidak memanjangkan telinga akan disamakan dengan monyet.
1
Hasil wawancara penulis dengan Bapak Apui Nyuk, beliau merupakan salah satu tetua masyarakat Suku Dayak Kenyah di Desa Budaya Pampang.
4
Untuk memanjangkan telinga, kedua lobang telinga dipasangkan cincin atau anting dengan berat tertentu dan akan ditambahkan satu per satu setiap satu tahun sekali hingga jumlah anting yang digunakan sesuai dengan usia mereka. Meskipun tradisi memanjangkan telinga sebagai salah satu atraksi wisata yang ditawarkan di Desa Budaya Pampang, hampir sebagian besar wisatawan yang pernah berkunjung dan berfoto bersama tidak mengetahui apa makna di balik tradisi yang mereka jalani saat ini. Yang mereka ketahui hanyalah sebatas melestarikan kebiasaan nenek moyang dan sebagai status sosial di dalam masyarakat Dayak Kenyah. Padahal, dalam tradisi ini mengandung makna pembelajaran hidup bagi masyarakat Suku Dayak Kenyah. Tercatat dalam data Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Kominfo Kota Samarinda (2013) pada tahun 2009 jumlah wisatawan domestik yang berkunjung ke Desa Budaya Pampang sebanyak 4.949 dan jumlah wisatawan mancanegara sebanyak 182. Di tahun 2010, terdapat 3.792 wisatawan domestik dan 206 wisatawan mancanegara. Sepanjang tahun 2011 tercatat 3.729 wisatawan donmestik dan 70 wisatawan mancanegara yang datang berkunjung ke Desa Budaya Pampang ini. Data baru pada tahun 2012 menyebutkan wisatawan yang berkunjung mengalami peningkatan menjadi 5.524 dari domestik dan 212 wisatawan mancanegara yang datang untuk melihat secara langsung bagaimana kehidupan masyarakat Suku Dayak Kenyah dikehidupan sehari-harinya.
5
Melestarikan tradisi turun-temurun nenek moyang ditengah dunia modern merupakan hal yang cukup sulit bagi masyarakat Desa Budaya Pampang. Karena letaknya yang tidak jauh dari pusat Kota Samarinda, memungkinkan warga di desa ini sering berkunjung ke kota untuk berjalan-jalan. Meski sebagian penduduk yang tinggal di kota mengetahui tradisi telinga panjang masih dijalankan di dalam Suku Dayak Kenyah tetapi tidak begitu saja menghilangkan rasa heran mereka saat melihat langsung beberapa penduduk Suku Dayak Kenyah yang sedang berjalan di pusat perbelanjaan dengan kondisi bertelinga panjang. Seringkali penduduk desa budaya ini menjadi pusat perhatian di tengah keramaian karena bentuk fisik telinga yang berbeda dengan yang lainnya. Sebagian dari mereka yang merasa tidak nyaman dengan kondisi ini memutuskan untuk melakukan operasi kecil dengan memotong daun telinga mereka sehingga terlihat normal seperti bentuk telinga pada umumnya. Jika hal ini terus menerus terjadi, tradisi yang termasuk salah satu atraksi wisata di Desa Budaya Pampang
yang sedang dikembangkan ini pelan-pelan akan menghilang.
Pemerintah dan pengelola Desa Budaya Pampang menyadari hal ini dan tidak tinggal diam. Kedua pihak berusaha mempertahankan dengan mengadakan program yang menarik minat generasi muda Suku Dayak Kenyah untuk mempertahankan tradisi turun-temurun dari nenek moyang mereka dan ikut memperkenalkan kepada masyarakat luas agar tradisi telinga panjang semakin dikenal luas. Untuk meninggalkan seutuhnya tradisi ini juga tidak mungkin bagi masyarakat Suku Dayak Kenyah, bagi mereka kebiasaan dari nenek moyang akan
6
tetap dijalankan karena rasa hormat mereka terhadap leluhur. Menurut P. Yusnono, adat istiadat Dayak adalah wujud ideal dari kebudayaan Dayak yang di dalamnya terdapat sistem nilai budaya, sistem norma dan sistem hukum serta menjadi dasar dan pendorong yang kuat bagi kehidupan manusia Dayak di dalam masyarakat (Florus, dkk., 1994:106-107).
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apa makna yang terkandung di dalam tradisi telinga panjang dan bagaimana tradisi ini tetap menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan? 2. Apa upaya pengelola dan masyarakat setempat untuk mempertahankan telinga panjang sebagai daya tarik wisata?
1.3 Tujuan Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Menjelaskan makna yang terkandung di dalam tradisi memanjangkan telinga sehingga tradisi ini menjadi menarik bagi wisatawan dan masih tetap menjadi salah satu daya tarik wisata di Desa Budaya Pampang.
7
2. Memaparkan pengelolaan dari Desa Budaya Pampang untuk mempertahankan tradisi telinga panjang pada masyarakat Suku Dayak Kenyah agar tetap menjadi salah satu daya tarik wisata bagi wisatawan yang datang.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian dapat dijabarkan menjadi dua, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. 1. Manfaat Teoretis Manfaat teoretis bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan, khususnya ilmu kepariwisataan, diharapkan dapat digunakan sebagai dasar studi
lanjutan
mengenai
tradisi
budaya
dan
diharapkan
dapat
menyumbangkan warna dalam mempelajari ilmu pariwisata, khususnya yang berbasis budaya. Dan dapat memberikan informasi tentang kehidupan salah satu masyarakat suku asli yang mendiami bumi Indonesia ini. 2. Manfaat Praktis Manfaat
praktis
bagi
penulis,
sebagai
sarana latihan untuk
menuangkan gagasan, ide, ataupun pikiran ke dalam bentuk tulisan. Dapat melatih penulis untuk meningkatkan daya serap informasi mengenai topik yang akan diteliti. Dapat melatih untuk mengolah dan menggabungkan beberapa sumber bacaan dan menuangkannya ke dalam bentuk pemikiran serta memberikan manfaat bagi penulis untuk membangkitkan minat membaca yang serius.
8
1.5 Tinjauan Pustaka Dalam sub bab ini diuraikan hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, khususnya bagaimana keadaan sebuah desa budaya atau suatu daerah yang salah satu produknya menjadi daya tarik bagi wisatawan. Baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik. Dayan Iriananto mahasiswa Universitas Gadjah Mada pada tahun 2013 melakukan penelitian berjudul ”Festival Tabot sebagai Daya Tarik Wisata Budaya Utama Bengkulu”. Dalam skripsi ini, penulis bertujuan untuk memberikan informasi mengenai prosesi yang terkandung di dalam Festival Tabot Bengkulu sebagai bentuk atraksi wisata budaya. Penelitian ini juga memberikan informasi mengenai bagaimana pengelolaan Festival Tabot di Bengkulu serta membahas kendala yang dihadapi dalam pengelolaan festival tersebut. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa Prosesi Ritual Tabot mengandung unsur yang asli dan selayaknya menjadi daya tarik yang dimiliki oleh Bengkulu. Ahmad Saiful Islam mahasiswa Universitas Gadjah Mada pada tahun 2011 telah melakukan penelitian dengan judul ”Labuh Sesaji sebagai Daya Tarik Wisata di Telaga Sarangan”. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa salah satu tradisi budaya di Desa Sarangan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur dimanfaatkan sebagai daya tarik bagi wisatawan yang sedang berkunjung atau berwisata di Telaga Sarangan. Tradisi Labuh Sesaji merupakan tradisi budaya yang memiliki daya tarik wisata dari segi budaya dan alam. Penelitian bertujuan sebagai pengambil kebijakan dalam
9
pengelolaan dan pelestarian tradisi Labuh Sesaji. Tradisi ini memiliki tata cara yang unik dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata budaya dan alam. Namun karena kurangnya promosi dan informasi tentang sejarah dan latar belakang, membuat Labuh Sesaji kurang diketahui oleh calon wisatawan dan wisatawan kurang memahami makna dan pesan yang terkandung di dalam ritual ini. Hapzah mahasiswi Universitas Gadjah Mada pada tahun 2011 melakukan penelitian dengan judul ”Upacara Adat Kematian Toraja sebagai Atraksi Wisata di Kabupaten Tana Toraja”. Penelitian ini menguraikan tentang kehidupan masyarakat Tana Toraja di tengah zaman yang semakin maju tetapi tetap mempertahankan budaya dan adat istiadatnya. Hanya saja saat ini kondisinya berbeda dengan dahulu, masyarakat Tana Toraja dahulu menjalankan tradisi ini sebagai ritual religi, namun semakin kesini masyarakat semakin sadar bahwa tradisi ritual adat ini mempunyai nilai komersial dan dapat dijual sebagai atraksi wisata. Hapzah berpendapat bahwa suatu objek wisata harus mempunyai ciri khas serta keunikan sendiri agar menarik wisatawan agar tinggal lebih lama lagi. Hasil dari penelitian ini adalah menjelaskan komponen prosesi upacara adat kematian Tana Toraja yang menjadi daya tarik wisata bagi wisatawan. Asri Purwatiningsih mahasiswi Universitas Gadjah Mada pada tahun 2008 telah melakukan penelitian dengan judul ”Upacara Tradisional Yaqowiyu sebagai Atraksi Wisata Budaya Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten”. Penelitian ini menguraikan tentang upacara tradisional yaqowiyu yang mempunyai unsur wisata
10
religi dan budaya. Upacara Tradisional ini disajikan sebagai suatu atraksi wisata budaya. Yaqowiyu sendiri berarti penyebaran apem. Upacara ini dilaksanakan sebagai ungkapan permohonan kekuatan serta ampunan dan murah rejeki kepada Tuhan Yang Maha Esa. Upacara tradisional yaqowiyu merupakan salah satu daya tarik wisata budaya di Kabupaten Klaten dan sedang dikembangkan oleh Dinas Pariwisata Daerah Kabupaten Klaten. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa Upacara Tradisional Yaqowiyu mempunyai daya tarik yang sangat baik karena di bentuk oleh unsur religius dan budaya. Dalam pengelolaannya, atraksi upacara tradisional ini mendatangkan keuntungan seperti pendapatan daerah dan masyarakat sekitar dan pemerintah daerah ikut berpartisipasi dalam upaya pelestarian upacara ini dengan cara memberi bantuan setiap tahun.
1.6. Landasan Teori Dalam Ketetapan MPRS No. I-II tahun 1960 dalam buku Pengantar Ilmu Pariwisata, menyebutkan bahwa kepariwisataan dalam dunia modern pada hakikatnya adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam memberi hiburan rohani dan jasmani setelah beberapa waktu bekerja serta mempunyai modal untuk melihat-lihat daerah lain (pariwisata dalam negeri) atau negara-negara lain (pariwisata luar negeri) (Yoeti, 1982:108).
11
Destinasi wisata adalah suatu tempat yang dikunjungi dengan waktu yang signifikan selama perjalanan seseorang dibandingkan dengan tempat lain yang dilalui selama perjalanan (misalnya daerah transit) (Pitana dan Diarta, 2009:126). Seperti yang tertuang di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Pasal 1 ayat 6, menjelaskan bahwa daerah tujuan pariwisata atau destinasi pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. Pengertian daya tarik wisata menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan pasal 1 ayat 5 adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Sedangkan menurut Pitana dan Diarta (2009:59) bahwa daya tarik wisata atau tujuan wisata merupakan daerah dengan keunikan tersendiri yang berbeda dengan daerah lain, termasuk daerah atau negara asal wisatawan. Keunikan dan perbedaan tersebut bisa berupa budaya, sejarah, alam, dan sebagainya. Menurut
Hadinoto
(1996:18)
atraksi
wisata
adalah
atraksi
yang
diidentifikasikan dalam suatu penelitian, dan telah dikembangkan menjadi atraksi wisata berkualitas dan memiliki asesibilitas baik. Suatu cara penggolongan atraksi dan ciri-ciri destinasi adalah: (1) sumber daya alam seperti iklim, pantai, hutan, (2)
12
sumber daya budaya, seperti tempat bersejarah, museum, teater dan masyarakat lokal, (3) fasilitas rekreasi seperti taman hiburan, (4) event seperti Pesta Danau Toba, Pasar Malam, (5) aktivitas spesifik, seperti kasino di Genting Highland-Malaysia, berbelanja di Hongkong, (6) daya tarik psikologis seperti romantik, petualangan, keterpencilan. Pengertian atraksi wisata yaitu objek wisata dan segala atraksi yang diperlihatkan merupakan daya tarik utama mengapa seseorang datang berkunjung ke suatu tempat. Oleh karena itu keaslian dari objek dan atraksi wisata yang disuguhkan haruslah diperhatikan sehingga hanya di tempat tersebut wisatawan dapat melihat dan menyaksikan objek atau atraksi tersebut. Atau lebih ringkasnya lagi adalah segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang untuk mengunjungi suatu daerah tertentu (Sukarsa, 1999:40). Wisata budaya adalah jenis pariwisata dimana motivasi wisatawan untuk melakukan perjalanan disebabkan karena adanya daya tarik dari seni dan budaya suatu tempat atau daerah (Suwena dan Widyatmaja, 2010:19). Berkunjung ke desa wisata atau desa budaya dapat menjadi media belajar bagi wisatawan yang berkunjung. Seperti yang dijelaskan oleh Suwena dan Widyatmaja (2010:51) bahwa wisata pendidikan adalah wisatawan yang melakukan perjalanan dengan tujuan pendidikan, misalnya untuk belajar maupun studi banding di suatu sekolah atau universitas.
13
Pengertian tradisi menurut Peursen (1998:11) adalah pewarisan atau penerusan norma-norma, adat istiadat, kaidah-kaidah, harta-harta. Sedangkan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tradisi diartikan sebagai adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengelolaan didefinisikan sebagai (1) proses, cara, perbuatan mengelola; (2) proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain; (3) proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi; (4) proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat di pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan2.
1.7 Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif (Descriptive Qualitative Research) yaitu penelitian yang bertujuan membuat deskriptif atas suatu fenomena sosial/alam secara sistematis, faktual, dan akurat (Wardiyanta, 2006:5). Dan salah satu kunci keberhasilan penelitian kualitatif adalah ketepatan dalam memilih informan, wawancara.
2
kamusbahasaindonesia.org/pengelolaan/mirip, Juni 2014.
14
2. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Pampang, Kecamatan Sungai Siring, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja, karena tradisi ini dilakukan oleh Suku Dayak Kenyah dan suku ini bertempat tinggal di Desa Budaya Pampang.
3. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Data kualitatif adalah data yang berbentuk kalimat, yaitu memberikan informasi mengenai suatu keadaan melalui pernyataan atau kata-kata.3 Sedangkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder, yaitu: a.
Sumber data primer, informasi yang diperoleh langsung dari sumber utama, asli. Informasi yang didapatkan berupa informasi langsung dari tangan pertama. Seperti misalnya hasil wawancara dari wisatawan yang berkunjung dan dari masyarakat yang tinggal di Desa Wisata Budaya Pampang.
b.
Sumber data sekunder, informasi yang diperoleh secara tidak langsung, atau melalui pihak ketiga, misalnya hasil dari jurnal, data
3
http://www.bimbingan.org/pengertian-data-kualitatif.htm, “Pengertian Data Kualitatif dan Kuantitatif”, Februari 2014.
15
kunjungan wisatawan dari Dinas Pariwisata setempat, dan dari hasil publikasi. 4. Teknik Pengambilan Data Teknik pengambilan data dalam melakukan penelitian ini, adalah sebagai berikut; a.
Studi pustaka, yaitu teknik pengambilan data dengan cara mengumpulkan data dan informasi yang mendukung dengan menggunakan kajian pustaka dan referensi yang terkait dengan masalah yang sedang dibahas. Sumber studi pustaka berupa beberapa buku mengenai pariwisata serta hasil penelitian yang sudah dilakukan dan sumber yang digunakan berasal dari perpustakaan.
b.
Observasi, metode ini merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi penelitian yakni Desa Budaya Pampang yang jaraknya sekitar ± 25 km dari pusat Kota Samarinda.
c.
Wawancara mendalam, yakni teknik wawancara secara langsung kepada responden kunci, yakni masyarakat dan pihak pengelola Desa Budaya Pampang. Wawancara ini dilakukan mendalam.
berkali-kali
agar
mendapatkan
hasil
yang
16
5. Analisis Data Semua data dan informasi yang terkumpul selanjutkan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan membuat penggambaran keadaan tradisi telinga panjang di dalam Suku Dayak
Kenyah
kemudian
menjelaskan
makna
dan
upaya
dalam
mempertahankan tadisi dengan data yang dapat dipertanggung jawabkan.
1.8 Sistematika Penulisan BAB I Pendahuluan Berisi tentang latar belakang penulisan mengenai tradisi telinga panjang di dalam masyarakat Suku Dayak Kenyah dan makna yang terkandung di dalamnya, mengingat tradisi ini sebagai daya tarik wisata serta kendala yang dihadapi dan upaya pemerintah dan pengelola dalam mempertahankan tradisi telinga panjang. Bab II Gambaran Umum Pembahasan mengenai Provinsi Kalimantan Timur, Kota Samarinda dan Desa Budaya Pampang sebagai lokasi dimana tradisi telinga panjang Suku Dayak sebagai daya tarik wisata.
17
Bab III Pembahasan Pada bab ini membahas mengenai pengenalan tradisi telinga panjang Suku Dayak Kenyah mulai dari sejarah hingga proses pemasangan serta makna yang terkandung di dalamnya sebagai salah satu daya tarik wisata di Desa Budaya Pampang dan upaya pengelola serta masyarakat setempat dalam menjaga dan melestarikan tradisi adat tersebut di Desa Budaya Pampang sebagai desa wisata budaya. Bab IV Kesimpulan Terdiri dari kesimpulan dari tradisi telinga panjang sebagai daya tarik wisata dan saran yang dapat diberikan dilihat dari kendala yang ada.