BAB I PENDAHULUAN
Sebelum terjadinya reformasi keuangan di Indonesia, Laporan Keuangan yang dihasilkan hanya berupa Perhitungan Anggaran Negara (PAN) dengan menggunakan sistem pencatatan tunggal (single entry). Standar Akuntansi Pemerintahan belum ditetapkan. Hal ini mengakibatkan pengolahan data belum terintegrasi secara memadai dan penyusunan laporan keuangan masih bersifat sentralisasi. Reformasi manajemen keuangan negara ditandai dengan munculnya tiga paket Undang Undang (UU) yaitu UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Dengan munculnya tiga paket UU tersebut, Menteri Keuangan selaku BUN-Chief Financial Officer (CFO) menyelenggarakan akuntansi dan pelaporan keuangan (SA-BUN), selaku pengelola fiskal, Menteri Keuangan juga mempunyai kewajiban untuk menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) untuk disampaikan kepada Presiden (selaku CEO) dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Sedangkan Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran – Chief Operational Officer (COO) menyelenggarakan akuntansi dan pelaporan keuangan di tingkat Kementerian. Dalam rangka menyusun LKPP, dibuatlah Peraturan Pemerintah (PP) 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
1
1.1. Latar Belakang Masalah Pada tanggal 22 Oktober 2010, Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Peraturan Pemerintah ini merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang harus diterapkan Pemerintah dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. PP 71 Tahun 2010 ini merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 32 ayat (2) yang menyatakan bahwa Standar Akuntansi Pemerintahan disusun oleh suatu komite standar yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapatkan pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) sebagai salah satu Kementerian yang bertanggung jawab terhadap Presiden berkewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas pemerintah dibidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam bentuk pertanggungjawaban atas Laporan Keuangannya. Unit Kerja yang bertanggung jawab atas penyusunan Laporan Keuangan adalah Bagian Akuntansi di Biro Keuangan, Sekretariat Jenderal KESDM. Laporan Keuangan KESDM disusun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Secara teknis, Penyusunan Laporan Keuangan KESDM Tahun Anggaran 2013 harus disusun
2
berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-57/PB/2013 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga. Laporan Keuangan yang telah dibuat oleh Kementerian ESDM merupakan salah satu alat untuk mengukur efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan khususnya sektor ESDM. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan KESDM, sebelum tahun anggaran 2006, Laporan Keuangan KESDM mendapatkan opini tidak menyatakan pendapat (Disclaimer), Tahun 2007-2009 mendapatkan Opini Wajar Dengan Pengecualian, Tahun 2010 mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelas, dan Tahun 2011-2012 mendapatkan peringkat tertinggi yaitu Wajar Tanpa Pengecualian. Walaupun Laporan Keuangan KESDM tiga tahun terakhir telah mendapatkan opini tertinggi, akan tetapi, secara internal Laporan Keuangan yang telah dibuat oleh KESDM masih dipertanyakan. Hal ini dikarenakan dalam proses Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian ESDM Biro Keuangan sering menghadapi berbagai permasalahan berulang setiap tahunnya antara lain kapabilitas petugas penyusun laporan keuangan yang tidak memadai, pimpinan yang tidak mengerti tentang akuntansi sehingga mengakibatkan tidak berjalannya pengawasan berjenjang dalam penyusunan Laporan Keuangan, waktu penyusunan Laporan Keuangan yang singkat karena terlambatnya proses penyampaian Laporan Keuangan oleh Unit Eselon I kepada Biro Keuangan KESDM, serta peraturan yang cepat sekali berubah-ubah mengakibatkan laporan keuangan disusun sekenanya tanpa memperhatikan peraturan yang berlaku. Para penyusun 3
Laporan Keuangan cenderung untuk melakukan kewajiban penyusunan Laporan Keuangan hanya karena memperoleh tekanan institusinya, bukan karena sifat profesional dari penyusun Laporan Keuangan itu sendiri. Hal ini sesuai dengan isomorfisme koersif
(coercive
isomorphism)
dalam
teori
isomorfisme
institusional (institusional isomorphism). Berdasarkan pasal 2 ayat 2 Per-57/PB/2013 , Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi pada Kementerian/Lembaga menyusun Laporan Keuangan menurut tata cara sebagaimana lampiran II dari Per-57/PB/2013 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga, akan tetapi dalam pelaksanaannya, berbagai permasalahan yang dihadapi oleh para penyusun Laporan Keuangan KESDM mengakibatkan Laporan Keuangan tidak sepenuhnya disusun berdasarkan
Per-57/PB/2013. Hal ini menunjukkan belum tertibnya
manajemen pemerintahan khususnya dalam hal penyusunan Laporan Keuangan di Kementerian ESDM. 1.2. Rumusan Permasalahan Studi Kasus Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah penyusunan Laporan Keuangan KESDM TA. 2013 yang ditengarai belum mengikuti Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor Per-57/PB/2013. Selain itu, terdapat permasalahan hambatan yang dihadapi oleh para penyusun laporan keuangan dalam proses penyusunan Laporan Keuangan yang dihubungkan dengan teori institusional dan langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan Kementerian ESDM yang sesuai dengan Perdirjen Perbendaharaan Nomor Per-57/PB/2013. 4
1.3. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan yang muncul dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah Laporan Keuangan KESDM TA 2013 telah mengikuti Perdirjen Perbendaharaan Nomor Per-57/PB/2013? 2. Hambatan apa saja yang dihadapi oleh para penyusun laporan keuangan dalam proses penyusunan Laporan Keuangan yang dihubungkan dengan teori institutional isomorphism? 3. Bagaimana langkah-langkah yang perlu diterapkan dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan Kementerian ESDM?
1.4.
Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Mengevaluasi kesesuaian Laporan Keuangan KESDM dengan Perdirjen Perbendaharaan Nomor Per-57/PB/2013; 2. Menganalisis hambatan-hambatan yang dihadapi oleh para penyusun laporan keuangan dalam proses penyusunan Laporan Keuangan Kementerian ESDM dihubungkan dengan teori institusional isomorphism; 3. Menganalisis langkah-langkah yang diperlukan oleh Biro Keuangan khususnya Bagian Akuntansi dalam penyusunan Laporan Keuangan di Kementerian ESDM.
5
1.5. Motivasi Penelitian Motivasi penelitian ini adalah agar bisa diketahui kesesuaian penyusunan laporan Keuangan KESDM dengan Perdirjen Perbendaharaan Nomor Per57/PB/2013, dan diketahuinya berbagai permasalahan yang selama ini terjadi secara berulang dan dihubungkan dengan teori institusional isomorphisme serta mengetahui langkah-langkah yang diperlukan dalam proses penyusunan Laporan Keuangan KESDM.
1.6. Kontribusi Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : a. Manfaat praktis Biro Keuangan mendapatkan masukan tentang Penyusunan Laporan Keuangan yang sesuai dengan Perdirjen Perbendaharaan Nomor Per57/PB/2013 dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam penyusunan Laporan Keuangan. Dengan mengetahui permasalahan diatas diharapkan penelitian ini dapat menyusun langkah-langkah yang tepat dalam penyusunan Laporan Keuangan Kementerian ESDM. b.
Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan mampu memberikan kontribusi bagi penelitian pada masa yang akan datang.
6
1.7. Proses Penelitian Secara singkat, tahapan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : 3. Pondasi Teoretikal Penelitian Studi Kasus
2. Tujuan Penelitian
1. Pertanyaan Penelitian 4. Metode Penelitian Studi Kasus
5. Temuan dan analisis
Gambar 1.1. Proses Penelitian Studi Kasus Sumber : Pedoman Umum Penulisan Tesis (Program maksi UGM, 2013)
1.8. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini disajikan dalam 7 (tujuh) bab sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN. Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, manfaat penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi landasan teoritis sebagai kerangka berfikir untuk melaksanakan investigasi dan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan permaslahan. BAB III : LATAR BELAKANG KONSTEKSTUAL PENELITIAN STUDI KASUS. Bab ini menjelaskan secara deskriptif tentang obyek penelitian secara selektif, aplikasi teori dan konsep untuk mendapatkan pemahaman yang spesifik 7
mengenai karakteristik obyek penelitian terkait dengan perspektif teori dan konsep yang digunakan pada bab sebelumnya. BAB IV : RANCANGAN PENELITIAN STUDI KASUS. Bab ini berisi pengambilan data dan analisis data penelitian, yang meliputi rasionalitas penelitian, pemilihan obyek penelitian, jenis, sumber dan teknik pengumpulan data serta metode analisis data. BAB V : PEMAPARAN TEMUAN. Bab ini berisi temuan-temuan dalam investigasi yang menggambarkan fakta-fakta untuk dapat menjawab tujuan penelitian. BAB VI : RINGKASAN DAN PEMBAHASAN. Ringkasan memuat secara ringkas tetapi lengkap mengenai latar belakang, cara dan hasil penelitian. Pembahasan menunjukkan penjelasan mendalam mengenai hasil yang diperoleh dan implikasinya. BAB VII : SIMPULAN DAN REKOMENDASI. Simpulan menjawab tujuan dari penelitian. Rekomendasi menunjukkan implikasi dari hasil penelitian untuk diterapkan di dunia praktek untuk memecahkan permasalahan yang diteliti sebagai bentuk lanjutan dari temuan dan diskusi.
8