BAB I PENDAHULUAN
Sebagai pendahuluan dalam babI secara garis besar memuat penjelasan penelitian mulai dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan metode penelitian. Uraian selengkapnya sebagai berikut.
A. Latar Belakang Masalah Proses alami perkembangan manusia dalam mempertahankan keturunan adalah proses reproduksi. Fase remaja sebagai salah satu tahapan dalam perkembangan manusia mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan individu, yaitu masa awal organ-organ fisik (seksual) mencapai kematangan dan mampu bereproduksi. Siswa SMA umumnya berusia antara 15 -18 tahun, berdasarkan uraian dari Yusuf S. ( 2006: 184 ) bahwa siswa SMA berada pada masa remaja madya, yaitu masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Sesuai dengan uraian Sarlito W.S.(2004: 52-53) bahwa siklus kehidupan, masa remaja merupakan masa yang paling sulit dilalui oleh individu. Masa remaja dapat dikatakan sebagai masa yang paling kritis bagi perkembangan pada tahap-tahap kehidupan selanjutnya karena begitu banyak perubahan dalam diri individu baik fisik maupun psikologis. Pada aspek fisik, diantaranya bagi wanita ditandai dengan mulainya menstruasi (menarche) atau buah dada yang membesar; sedangkan pada pria antara lain ditandai dengan perubahan suara, otot yang semakin membesar serta mimpi 1
2
basah. Aspek psikis remaja akan mengalami perubahan emosi, pikiran, perasaan, lingkungan pergaulan serta tanggung jawab yang dihadapinya. Berbagai perubahan fisik dan psikis yang terjadi pada remaja merupakan proses alamiah yang akan dilalui oleh semua individu; akan tetapi, kadang-kadang ketidaktahuan remaja terhadap perubahan itu sendiri menimbulkan perasaan gelisah dan was-was. Selain itu, perubahan konsep diri dan pencarian identitas diri dapat menimbulkan masalah jika remaja tidak dibimbing dengan baik. Ketidaksiapan remaja dalam menghadapi berbagai perubahan fisik dan psikis, dapat pula menyebabkan terjadinya kenakalan remaja (juvenile delinquency), seperti, perkelahian, penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA), serta pelanggaran susila, seperti seks bebas (free sex) atau kehamilan di luar nikah. Rendahnya bimbingan dan pengarahan terhadap remaja terlihat dari data yang dicatat oleh BKKBN mengenai tingkat aborsi di Indonesia yaitu sekitar 2.4 juta jiwa per tahun dan sekitar 700 ribu diantaranya dilakukan oleh para remaja (BKKBN: 2001). Selanjutnya merangkum penjelasan BKKBN (2007), hasil studi DKT tahun 2005 menyatakan remaja telah melakukan hubungan seks pra nikah di Bandung 54%, Surabaya 47%, dan Medan 52%. Sedangkan data dari DepKes, sampai Maret 2007 dari 8.988 orang pengidap AIDS 54% adalah remaja serta tercatat di Badan Narkotika Nasional 78% dari 3.200.000 pengguna narkoba adalah remaja. Data-data hasil penelitian tersebut di atas, menunjukkan pentingnya Bimbingan dan Konseling kesehatan reproduksi khususnya mengenai hubungan seksual sehat dan perencanaan hidup berkeluarga.
3
Remaja merupakan salah satu sumber daya manusia yang harus dipersiapkan untuk menyongsong masa depan, agar menjadi manusia yang handal dan bertanggung jawab dalam mengisi pembangunan bangsa. Mempersiapkan remaja agar kelak dapat berpartisipasi dalam pembangunan antara lain dengan memberikan pendidikan yang layak dan memadai, termasuk pendidikan tentang kesehatan yang mencakup kesehatan reproduksi. Rendahnya sikap positif terhadap kesehatan reproduksi akan berpengaruh pada kualitas generasi berikutnya sehingga dapat pula menghambat pembangunan bangsa di masa mendatang. Sikap remaja masa kini khususnya yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi cenderung kurang mendukung terciptanya remaja berkualitas, keadaan tersebut terjadi antara lain karena kekeliruan dalam mengakses informasi tentang materi kesehatan reproduksi. Perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat cepat terutama dalam teknologi informasi, membuat akses ke segala bidang informasi menjadi semakin mudah. Berbagai informasi termasuk informasi tentang kesehatan reproduksi dapat diakses melalui internet, namun apabila kurang cermat, maka dapat “terjerumus” ke dalam situs yang tidak mendidik, bahkan dapat memberikan pengaruh negatif pada remaja. Permasalahan yang mengintai remaja saat ini, seperti, perkosaan, pelecehan seksual, dan seks bebas yang akhir-akhir ini sering diberitakan dalam media masa, antara lain sebagai akibat dari kurangnya pemahaman remaja tentang pentingnya kesehatan reproduksi. Pada buku pedoman Pusat Informasi dan Konsultasi Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) Pemerintah Kota Bandung (2005 : 1), menjelaskan bahwa permasalahan remaja kota Bandung saat ini dapat dilihat dari
4
gejala semakin meningkatnya kenakalan remaja secara umum, penyalahgunaan narkoba, meningkatnya kasus kehamilan tidak diingginkan (KTD) dan penyebaran HIV/AIDS serta peningkatan kasus penyakit menular seksual (PMS) yang semakin hari semakin bertambah. Hasil studi yang dilakukan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menunjukkan bahwa dari 2.488 remaja di lima kota (Tasikmalaya, Cirebon, Singkawang, Palembang, dan Kupang), 16% diantara mereka telah berhubungan seks pada usia 18 tahun, bahkan pengalaman berhubungan seks untuk pertama kalinya dilakukan dengan pacar pada usia 13-15 tahun (Pikiran Rakyat, edisi 5 Januari 2007). Temuan lain dikemukakan Solihah (2007), berdasarkan rekapitulasi data jumlah remaja yang berkonsultasi kepada Mitra Citra Remaja (MCR) Bandung selama kurun waktu 2 tahun yaitu tahun 2003 s.d. 2005, menunjukkan angka 9.283 orang, dengan jenis permasalahan yang diajukan melalui surat, email, dan telepon berkaitan dengan masalah seksual, meliputi 713 orang remaja (7.7%) melakukan hubungan seksual di luar nikah, 325 remaja (3.5%) berfantasi melakukan hubungan seksual, 283 remaja (3.0%) melakukan aktivitas seksual dengan cara petting, serta 238 remaja (2.6%) melakukan aktivitas seksual dengan cara masturbasi atau onani. Berbagai data temuan yang telah dikemukakan dapat dipahami bahwa masa remaja memberikan pengaruh sangat kuat pada dorongan seksual remaja; dorongan
tersebut
ditunjukkan
remaja
dengan
aktivitas
seksual
tanpa
pertimbangan yang benar. Menurut BKKBN diperoleh data bahwa sedikitnya
5
30% siswa SMP dan SMA di Indonesia sudah melakukan seks bebas secara aktif. Selain itu, sebanyak 12.9% remaja pada usia 13-17 tahun mengalami hamil di luar nikah (Pikiran Rakyat, edisi 30 Juli 2007). Sementara itu survei yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Bogor pada tahun 2006, menemukan sebanyak 20 % dari 400 remaja yang dijadikan sampel survei, mengaku sudah mengalami perilaku penyimpangan, terutama dalam masalah seks. Remaja yang dijadikan sampel bukan saja berani berciuman, tetapi sudah berani memegang alat kelamin lawan jenis, bahkan 1 % dari mereka melakukan seks bebas. ( Pikiran Rakyat, edisi 28 Agustus 2007). Budaya tabu untuk membahas masalah seksualitas membuat informasi dan pelayanan tentang kesehatan reproduksi tidak mudah diperoleh remaja dari pihakpihak seperti petugas kesehatan, orang tua, media masa dan guru; akibatnya remaja seringkali tidak mampu membuat keputusan yang bijaksana dalam perilaku seksual serta tidak mampu melindungi dirinya dari berbagai resiko seks bebas. Menyimak fenomena di atas, remaja perlu dipersiapkan agar memiliki pemahaman tentang kesehatan reproduksi yang memadai. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan penyelenggaraan layanan Bimbingan dan Konseling yang berfokus pada sikap positif terhadap kesehatan reproduksi. Sikap positif remaja terhadap kesehatan reproduksi ditentukan oleh penilaian remaja itu sendiri yang berhubungan dengan perawatan organ reproduksi bagian luar, perawatan organ reproduksi bagian dalam, hubungan seksual sehat serta perencanaan hidup berkeluarga; sehingga organ reproduksi remaja terjaga
6
kesehatan dan kebersihannya, terhindar dari penyakit menular seks, dan dapat menunda pernikahan dibawah usia 20 tahun. Kecenderungan remaja berperilaku sehat terhadap organ reproduksinya memungkinkan remaja memiliki kehidupan keluarga yang sehat. Layanan Bimbingan dan Konseling tersebut penting dilakukan mengingat remaja
memerlukan perhatian, pembinaan, dan bimbingan yang efektif dari
lingkungannya sebagai upaya untuk mengarahkan mereka agar memiliki pemahaman yang memadai tentang kesehatan reproduksi sehingga mereka diharapkan memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksinya. Berbicara tentang layanan Bimbingan dan Konseling tentu tidak terlepas dari peran guru BK (konselor sekolah) di dalamnya; sesuai dengan rekomendasi penelitian
Solihah (2007) bahwa konselor sekolah hendaknya memberikan
informasi dan konsultasi mengenai kesehatan reproduksi remaja di sekolah sejajar dengan bidang layanan bimbingan yang lainnya, seperti bimbingan pribadi-sosial, karir, dan akademik. Sekolah sebagai lembaga formal penyelenggara pendidikan, tentu memiliki program yang sesuai dengan kurikulum pemerintah maka selayaknya dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling mengenai kesehatan reproduksi remaja disusun program yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan kondisi sekolah sehingga akan mempermudah dalam pencapaian tujuan. Sesuai dengan uraian Nurihsan (2006: 56), bahwa: Layanan bimbingan dan konseling sebagai bagian integral dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, tidak mungkin akan mencapai
7
sasarannya apabila tidak memiliki program yang bermutu, dalam arti tersusun secara jelas, sistematis, dan terarah. Dalam program tersebut harus terdapat unsur-unsur pokok, yaitu tujuan yang hendak dicapai; personel yang terlibat di dalamnya; kegiatan-kegiatan yang dilakukan; sumber-sumber yang dibutuhkan; cara melakukannya; dan waktu kegiatan. Berdasarkan uraian latar belakang, maka penelitian yang dilakukan berfokus kepada ”Bimbingan dan Konseling Kesehatan Reproduksi bagi Remaja” (Studi Penyusunan Program Bimbingan dan Konseling untuk Mengembangkan Sikap Positif siswa terhadap Kesehatan Reproduksi di SMA Negeri 19 Bandung).
B. Perumusan Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat cepat terutama dalam teknologi informasi membuka peluang yang luas bagi kemudahan akses informasi termasuk mengenai kesehatan reproduksi. Akses yang mudah menuntut sikap yang positif dalam memanfaatkannya. Permasalahan remaja seputar kesehatan reproduksi seperti aborsi, kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit kelamin, dan pernikahan dini merupakan gambaran sikap negatif remaja masa kini terhadap kesehatan reproduksi. Mensikapi permasalahan di atas, maka remaja seyogyanya memiliki pemahaman tentang kesehatan reproduksi yang meliputi perawatan organ reproduksi bagian luar, perawatan reproduksi bagian dalam, hubungan seksual sehat serta perencanaan hidup berkeluarga. Lembaga pendidikan merupakan salah satu sumber informasi bagi remaja dalam memperoleh informasi yang benar, termasuk memperoleh informasi yang benar mengenai kesehatan reproduksi. Informasi tersebut dapat disampaikan
8
melalui kegiatan Bimbingan dan Konseling. Upaya memberikan Bimbingan dan Konseling yang tepat bagi remaja harus dilandasi data yang tepat yang dapat diperoleh melalui pengukuran
sikap remaja terhadap kesehatan reproduksi.
Merujuk pada penalaran tersebut penelitian akan diarahkan pada upaya memperoleh data mengenai sikap remaja terhadap kesehatan reproduksi. Data sikap remaja terhadap kesehatan reproduksi selanjutnya akan mendasari penyusunan program Bimbingan dan Konseling kesehatan reproduksi bagi remaja (khususnya siswa SMA). Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian diarahkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut. 1. Bagaimana gambaran empiris sikap siswa SMA Negeri 19 Bandung terhadap kesehatan reproduksi? 2. Bagaimana gambaran empiris pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling yang sudah dilaksanakan di SMA Negeri 19 Bandung? 3. Bagaimana gambaran empiris tentang kendala yang dihadapi guru pembimbing (konselor sekolah) selama pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dalam mengambangkan sikap positif siswa SMA Negeri 19 Bandung terhadap kesehatan reproduksi? 4. Bagaimana gambaran empiris tentang faktor pendukung yang dapat menunjang terselenggaranya Bimbingan dan Konseling untuk mengembangkan sikap positif siswa SMA Negeri 19 Bandung terhadap kesehatan reproduksi?
9
5. Program Bimbingan dan Konseling kesehatan reproduksi seperti apa yang dapat mengembangkan sikap positif siswa SMA Negeri 19 Bandung terhadap kesehatan reproduksi? 6. Bagaimana
efektivitas
program
Bimbingan
dan
Konseling
untuk
mengembangkan sikap positif siswa terhadap kesehatan reproduksi di SMA Negeri 19 Bandung?
C. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilaksanakan bertujuan penyusunan program Bimbingan dan Konseling untuk mengembangkan sikap positif siswa SMA Negeri 19 Bandung terhadap kesehatan reproduksi. Secara rinci, untuk mencapai tujuan tersebut perlu diketahui terlebih dahulu tentang: 1. Gambaran empiris sikap siswa SMA Negeri 19 Bandung terhadap kesehatan reproduksi. 2. Gambaran empiris pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling kesehatan reproduksi di SMA Negeri 19 Bandung. 3. Gambaran empiris tentang kendala yang dihadapi guru pembimbing (konselor sekolah)
selama
pelaksanaan
Bimbingan
dan
Konseling
dalam
mengembangkan sikap positif siswa SMA Negeri 19 Bandung terhadap kesehatan reproduksi.
10
4. Gambaran empiris tentang faktor pendukung yang dapat menunjang terselenggaranya Bimbingan dan Konseling
untuk mengembangkan sikap
positif siswa SMA Negeri 19 Bandung terhadap kesehatan reproduksi. 5. Hasil uji terbatas program Bimbingan dan Konseling untuk mengembangkan sikap positif siswa terhadap kesehatan reproduksi di SMA Negeri 19 Bandung.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Hasil dari penelitian diharapkan berguna untuk memberikan sumbangan bagi perkembangan pengetahuan secara konseptual dibidang Bimbingan dan Konseling khususnya mengenai kesehatan reproduksi remaja. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Sekolah Diharapkan menjadi bahan acuan sekolah dalam pengembangan program Bimbingan dan Konseling tentang kesehatan reproduksi yang sesuai dengan kondisi siswa SMA Negeri 19 Bandung. b. Bagi Guru Pembimbing (Konselor) Diharapkan menjadi acuan guru pembimbing (konselor sekolah) dalam memberikan layanan Bimbingan dan Konseling dalam mengembangkan sikap positif siswa SMA Negeri 19 Bandung terhadap kesehatan reproduksi c. Bagi Siswa Diharapkan dengan adanya program Bimbingan dan Konseling kesehatan reproduksi di sekolah, siswa lebih terbuka membicarakan ataupun diskusi
11
yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi secara ilmiah dan memperoleh perluasan wawasan sehingga dapat mengembangkan sikap positif serta bertanggung jawab terhadap kesehatan reproduksinya.
E. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan (research and development), “penelitian dan pengembangan merupakan pendekatan penelitian untuk menghasilkan produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada.”(Syaodih Sukmadinata, N., 2006: 190). Produk yang akan dihasilkan dari penelitian adalah program Bimbingan dan Konseling untuk mengembangkan sikap positif remaja terhadap kesehatan reproduksi. Teknik analisis data menggunakan kuantitatif – kualitatif. Kuantitatif digunakan ketika menganalisis hasil angket sikap siswa terhadap kesehatan reproduksi, sedangkan kualitatif untuk menyempurnakan hasil dari kuantitatif. 2. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 19 Bandung. Pemilihan tempat penelitian didasarkan pada adanya karakteristik yang sesuai dengan kebutuhan pencapaian tujuan penlitian, yaitu usia siswa SMA rata-rata 15 – 18 tahun termasuk remaja madya. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara awal ditemukan
adanya
kecenderungan
berpacaran
dengan
teman
sekelas,
kecenderungan melihat gambar-gambar porno. Selain itu, pelaksanaan Bimbingan dan Konseling masih dilaksanakan berdasarkan penanganan sesaat sebagai respon
12
pada masalah yang terjadi saat itu. Keadaan tersebut mendorong peneliti untuk menyusun program Bimbingan dan Konseling yang integratif berdasarkan pada kebutuhan dan gambaran kondisi nyata kesehatan reproduksi yang terjadi di SMA Negeri 19 Bandung. 3. Subyek Penelitian Subyek dalam penelitian adalah : a. Siswa Penentuan subyek penelitian dilakukan dengan cara purposif yakni menentukan langsung subyek yang dilibatkan dalam penelitian. Subyek yang dilibatkan adalah siswa SMA Negeri 19 Bandung kelas XI. b. Konselor sekolah/guru pembimbing/koordinator 4. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang dihimpun adalah: (a) sikap siswa SMA Negeri 19 Bandung terhadap kesehatan reproduksi, dan (b) Kondisi nyata pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling yang sudah dilaksanakan di SMA Negeri 19 Bandung, khususnya berkaitan dengan kesehatan reproduksi siswa. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan sebagai berikut. a. Penyebaran angket pada siswa SMA Negeri 19 Bandung untuk mengetahui sikap mereka terhadap kesehatan reproduksi. Angket penilaian sikap siswa terhadap kesehatan reproduksi digunakan sebagai pre- test dan post - test. b. Studi dokumentasi dan observasi terhadap program Bimbingan dan Konseling kesehatan reproduksi remaja yang dilaksanakan di SMA Negeri 19 Bandung. c. Melaksanakan wawancara kepada:
13
1) Guru
pembimbing
(konselor
sekolah)
atau
koordinator
tentang
pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling, kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling kesehatan reproduksi bagi remaja, serta faktor-faktor pendukung terhadap Bimbingan dan Konseling kesehatan reproduksi. 2) Siswa SMA Negeri 19 Bandung kelas XI tentang sikap mereka terhadap kesehatan reproduksi, serta pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling di sekolah khususnya yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi. 5. Teknik Analisis Data Prosedur pengolahan data dari hasil penyebaran angket tentang kondisi kesehatan reproduksi siswa dilakukan dengan menggunakan uji statistik. Langkah – langkah yang dilakukan meliputi: verifikasi, penyekoran, pengelompokkan data, tabulasi skor, dan persentase. Proses pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan komputer melalui program SPSS (Statistical Packages for Sosial Science). Sementara untuk menganalisis data hasil studi dokumentasi, observasi, dan wawancara dilakukan secara kualitatif.