14
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perbankan, khususnya bank umum, merupakan inti dari sistem keuangan setiap negara. Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi perusahaan,
badan-badan
pemerintah
dan
swasta,
maupun
perorangan
menyimpan dana-dananya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran. Dana yang dihimpun oleh bank harus disalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit. Hal ini dilakukan karena fungsi bank adalah sebagai lembaga perantara (intermediari) antara pihak-pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana, dan keuntungan bank diperoleh dari selisih antara harga jual dan harga beli dana tersebut setelah dikurangi biaya operasional. Dengan demikian bank harus mampu menempatkan dana tersebut dalam bentuk penempatan yang paling menguntungkan. Bank diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya ditulis Undang-Undang Perbankan). Pasal 1 angka 2 disebutkan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Universitas Sumatera Utara
15
Dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya, bank umum dapat melakukan kegiatan pokok yang salah satunya adalah menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga Safe Deposit Box. Pelayanan Safe Deposit Box ini sangat membantu masyarakat dalam mengamankan barang, perhiasan, dokumen surat berharga, logam mulia, dan barang-barang berharga lainnya, karena tidak selamanya barang berharga dapat aman bila disimpan di dalam rumah. Sesuai ketentuan website Bank Indonesia, yang disebarkan sebagai bagian dari Program Edukasi Masyarakat dalam rangka Implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia, disebutkan keuntungan penyimpanan dengan Safe Deposit Box adalah: 1. Aman. Ruang penyimpanan yang kokoh dilengkapi dengan sistem keamanan terus menerus selama 24 jam. Untuk membukanya diperlukan kunci dari penyewa dan kunci dari bank. 2. Fleksibel. Tersedia dalam berbagai ukuran sesuai dengan kebutuhan penyewa baik bagi penyewa perorangan maupun badan.
Universitas Sumatera Utara
16
3. Mudah. Persyaratan sewa cukup dengan membuka tabungan atau giro (ada bank yang tidak mensyaratkan hal tersebut, namun mengenakan tarif yang berbeda).1 Pihak Perbankan maupun nasabah dalam perjanjian penyimpanan dengan Safe Deposit Box harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Adanya biaya yang dibebankan kepada penyewa, antara lain uang sewa, uang jaminan kunci dan denda keterlambatan pembayaran sewa. 2. Tidak menyimpan barang barang yang dilarang dalam Safe Deposit Box. 3. Menjaga agar kunci yang disimpan nasabah tidak hilang atau disalahgunakan pihak lain. 4. Memperlihatkan barang yang disimpan bila sewaktu-waktu diperlukan oleh bank. 5. Jika kunci yang dipegang penyewa hilang, maka uang jaminan kunci akan digunakan sebagai biaya penggantian kunci dan pembongkaran Safe Deposit Box yang wajib disaksikan sendiri oleh penyewa. 6. Memiliki daftar isi dari Safe Deposit Box dan menyimpan foto copy (salinan) dokumen tersebut di rumah untuk referensi. 7. Penyewa bertanggung jawab apabila barang yang disimpan menyebabkan kerugian secara langsung maupun tidak terhadap bank dan penyewa lainnya.2
1
“Safe Deposit Box” http://www.bi.go.id/SafeDepositBox.pdf., terakhir diakses tanggal 12 Februari 2010, hal. 1. 2 Ibid., hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
17
Selanjutnya secara tegas dinyatakan dalam website Bank Indonesia tersebut, bahwa bank tidak bertanggung jawab atas: 1. Perubahan kuantitas dan kualitas, hilang, atau rusaknya barang yang bukan merupakan kesalahan bank. 2. Kerusakan barang akibat force majeur seperti gempa bumi, banjir, perang, huru hara, dan sebagainya. Barang yang tidak boleh atau sebaiknya tidak disimpan dalam Safe Deposit Box antara lain: 1. Senjata api / bahan peledak. 2. Segala macam barang yang diduga dapat membahayakan atau merusak Safe Deposit Box yang bersangkutan dan tempat sekitarnya. 3. Barang-barang yang sangat diperlukan saat keadaan darurat seperti surat kuasa, catatan kesehatan dan petunjuk bila penyewa sakit, petunjuk bila penyewa meninggal dunia (wasiat). 4. Barang lainnya yang dilarang oleh bank atau ketentuan yang berlaku.3 Safe Deposit Box adalah suatu sistem pelayanan bank kepada masyarakat dimana bank menyewakan box dengan ukuran dan jangka waktu tertentu dan nasabah menyimpan sendiri kunci kotak pengaman tersebut. Kotak pengaman (Safe Deposit Box) adalah simpanan dalam bentuk tertutup, dalam arti pejabat bank tidak boleh memeriksa/menyaksikan wujud/bentuk barang yang disimpan.
3
Ibid., hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
18
Undang-Undang Perbankan memang telah menentukan bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya (Pasal 40 ayat (1)). Walaupun demikian dalam hal tertentu ada pengecualian atas rahasia bank tersebut, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 41, 41A, 42, 44, dan Pasal 44A, yang memberikan pengecualian rahasia bank dalam hal: 1. Kepentingan perpajakan 2. Penyelesaian piutang negara yang telah diserahkan kepada PUPN 3. Kepentingan peradilan dalam perkara pidana 4. Dalam rangka tukar menukar informasi di antara bank kepada bank lain 5. Atas persetujuan, permintaan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan secara tertulis. Demikian juga halnya dalam penyimpanan Safe Deposit Box ketentuan tersebut dapat diberlakukan oleh pihak bank. Selanjutnya, pelayanan jasa penyimpanan barang dalam Safe Deposit Box diatur dalam suatu perjanjian tertulis/kontrak antara pihak Bank dengan nasabah penyimpan. Nasabah sebagai calon penyewa yang menyetujui untuk menyewa suatu Safe Deposit Box maka kepadanya diberikan formulir kontrak bank yang harus ditandatangani. Apabila formulir tersebut telah ditandatangani, maka pada saat itu telah terjadi persetujuan dimana pihak penyewa telah mengikatkan dirinya kepada pihak bank. Perjanjian ini dikenal dengan perjanjian baku, dimana
Universitas Sumatera Utara
19
perjanjian tersebut telah dibuat terlebih dahulu oleh bank dan disodorkan kepada debitor/pihak penyewa Safe Deposit Box dalam bentuk formulir. Penyimpan barang menggunakan jasa Safe Deposit Box pada bank selain dilakukan dalam perjanjian/kontrak perseorangan juga kebanyakan bank menyediakan formulir kontrak penyewa bersama yang di dalamnya berisi pernberian hak mengenai dapat atau tidaknya membuka kotak itu kepada yang masib hidup. Hal demikian haruslah sesuai dengan undang-undang yang berlaku, namun hak untuk membuka/memasuki ini tidak berarti bahwa hak milik atas harta dalam kotak itu beralih pada yang hidup pada saat meninggalnya salah seorang penyewa itu. Dengan jalan apapun bagi bank dan wakilnya tidak dapat memungkinkan adanya transfer pemilikan jika salah seorang dari salah satu pihak-pihak itu meninggal dunia dalam suatu kontrak penyewa bersama.4 Safe Deposit Box sebagai salah satu bentuk pelayanan jasa perbankan untuk penitipan barang yang telah diatur dalam undang-undang, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Perbankan, bahwa “Penitipan adalah penyimpanan harta berdasarkan perjanjian atau kontrak antara Bank Umum dan penitip, dengan ketentuan Bank Umum yang bersangkutan tidak mernpunyai hak kepemilikan atas harta tersebut”. Namun, dalam prakteknya penggunaan Safe Deposit Box adalah sewa-menyewa, karena dalam
4
A. Hasymi Ali, Dasar-Dasar Operasi Bank (terjemahan dari American Institute of Banking yang berjudul Principle of Bank Operations), Bina Aksara, Jakarta, 1989, hal. 340.
Universitas Sumatera Utara
20
hal ini pihak bank memberikan Safe Deposit Box untuk digunakan nasabah dengan menyerahkan kunci kotak atas penguasaan nasabah lagipula pihak bank tidak mengetahui wujud dari barang yang disimpan tersebut, sehingga sehingga perjanjian Safe Deposit Box itu dilakukan dalam bentuk perjanjian sewamenyewa. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul “Tinjauan Yuridis Atas Perjanjian Sewa Menyewa Safe Deposit Box pada PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan”. PT. BNI (Persero) Tbk. Tanjung Balai Asahan merupakan salah satu bank yang selain usahanya menghimpun dana untuk membiayai kegiatan dan kebutuhan masyarakat, juga memiliki fasilitas produk pelayanan jasa penyimpanan barang dalam Safe Deposit Box sejak tahun 2009.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana ketentuan hukum perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box pada Bank? 2. Bagaimana pelaksanaan perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box pada PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan?
Universitas Sumatera Utara
21
3. Bagaimana perlindungan hukum bagi nasabah dalam perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box pada PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui ketentuan hukum perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box pada Bank. 2. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box pada PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan. 3. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi nasabah dalam perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box pada PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan ke arah pengembangan atau kemajuan di bidang ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum keperdataan pada khususnya.
Universitas Sumatera Utara
22
2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada para nasabah bank yang menggunakan layanan jasa bank Safe Deposit Box pada PT. BNI (Persero) Tbk. Tanjung Balai Asahan dan pada institusi bank pada umumnya.
E. Keaslian Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya pada Perpustakaan Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana USU, bahwa penelitian dengan judul “Tinjauan Yuridis Atas Perjanjian Sewa Menyewa Safe Deposit Box pada PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan” belum pernah dilakukan. Oleh karena itu penelitian adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,5 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya
pada
fakta-fakta
yang
dapat
menunjukkan
ketidak
5
J.J.J. M. Wuisman, dalam M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, FE UI, Jakarta, 1996, hal. 203.
Universitas Sumatera Utara
23
benarannya.6 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoretis7 Dengan lahirnya beberapa peraturan hukum positif di luar KUHPerdata sebagai konsekuensi dari asas-asas hukum yang terdapat lapangan hukum kekayaan dan hukum perikatan inilah diperlukan kerangka teori yang akan digunakan dalam penelitian tentang perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box pada PT. BNI (Persero) Tbk. Tanjung Balai Asahan ini dengan aliran hukum positif yang analitis dari Jhon Austin, yang mengartikan: Hukum itu sebagai a command of the lawgiver (perintah dari pembentuk undang-undang atau penguasa), yaitu suatu perintah mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan, hukum dianggap sebagai suatu sistem yang logis, tetap, dan bersifat tertutup (closed logical system). Hukum secara tegas dipisahkan dari moral dan keadilan tidak didasarkan pada penilaian baik-buruk.8 Hukum positif merupakan aliran yang berpandangan bahwa studi tentang wujud hukum seharusnya merupakan studi tentang hukum yang benar-benar terdapat dalam sistem hukum dan bukan hukum yang seyogianya ada dalam norma-norma
moral.
John
Austin,
eksponen
terbaik
dari
aliran
ini,
mendefinisikan hukum sebagai perintah dari otoritas yang berdaulat di dalam
6 7
Ibid, hal. 16. M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994,
hal. 80. 8
Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2002, hal. 55.
Universitas Sumatera Utara
24
masyarakat. Suatu perintah yang merupakan ungkapan dari keinginan yang diarahkan oleh otoritas yang berdaulat, yang mengharuskan orang atau orangorang untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu hal. Perintah itu bersandar karena adanya ancaman kejahatan, yang akan dipaksakan berlakunya jika perintah itu tidak ditaati.9 Selain menggunakan teori positvisme hukum dari Jhon Austin dalam menganalisis tesis ini, juga cenderung digunakan teori sistem yang dikemukakan Mariam Darus Badrulzaman, bahwa sistem adalah kumpulan asas-asas hukum yang terpadu, yang merupakan landasan di atas mana dibangun tertib hukum.10 Hal yang sama juga dikemukakan Sunaryati Hartono, bahwa sistem adalah sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur atau komponen yang selalu pengaruh mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas.11 Jadi, dalam sistem hukum terdapat sejumlah asas-asas hukum yang menjadi dasar dalam pembentukan norma hukum dalam suatu perundang-undangan. Dengan demikian, pembentukan hukum dalam bentuk hukum positif harus berorientasi pada asas-asas hukum sebagai jantung peraturan hukum tersebut.12 Oleh sebab itu, pemahaman akan asas hukum tersebut sangatlah
9
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1986, hal. 48. Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni, Bandung, 1983, hal. 15. 11 C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991, hal. 56. 12 Lihat, Satjipto Rahardjo, Op. Cit., hal. 15, menyatakan bahwa disebut demikian karena dua hal yakni, pertama, asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum, artinya peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada 10
Universitas Sumatera Utara
25
penting dalam menganalisis perjanjian sewa menyewa safe deposit box antara nasabah dengan pihak
bank. Dengan sistem hukum tersebut maka analisa
masalah yang diajukan adalah lebih berfokus pada sistem hukum positif khususnya mengenai substantif hukum, yakni dalam ketentuan peraturan peraturan-perundangan tentang perjanjian sewa menyewa. Definisi perjanjian telah diatur dalam pasal 1313 KUH Perdata, yaitu bahwa perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan terjemahan dari perkataan overeenkomst dalam bahasa Belanda. Kata overeenkomst tersebut lazimnya diterjemahkan juga dengan kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam pasal 1313 KUH Perdata tersebut, sama artinya dengan perjanjian. Adapula yang berpendapat bahwa perjanjian tidak sama dengan persetujuan. Perjanjian merupakan terjemahan dari oveereenkomst sedangkan persetujuan merupakan terjemahan dari toestemming yang ditafsirkan sebagai wilsovereenstemming (persesuaian kehendak/kata sepakat).13 Perbedaan pandangan di atas, timbul karena adanya sudut pandang yang berbeda, yaitu pihak yang satu melihat objeknya dari perbuatan, yang dilakukan oleh subjek hukumnya. Sedangkan pihak yang lain meninjau dari sudut hubungan hukum. Hal itu menyebabkan banyak sarjana yang memberikan
asas-asas tersebut. Kedua, sebagai alasan bagi lahirnya peraturan hukum atau merupakan ratio legis dari peraturan hukum. 13 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1985, hal. 97.
Universitas Sumatera Utara
26
batasan sendiri mengenai istilah perjanjian tersebut. Menurut pendapat yang banyak dianut (communis opinion doctorum) perjanjian adalah perbuatan hukum yang didasarkan atas kata sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum. Hal itu sependapat pula dengan Sudikno, yang mengatakan bahwa ”perjanjian merupakan hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum”.14 Menurut Subekti, suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.15 R. Setiawan, menyebutkan bahwa perjanjian ialah suatu perbuatan hukum di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.16 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, berpendapat bahwa perjanjian merupakan perbuatan hukum di mana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih.17 Dari pendapat-pendapat di atas, maka pada dasarnya perjanjian adalah proses interaksi atau hubungan hukum dari dua perbuatan hukum yaitu penawaran oleh pihak yang satu dan penerimaan oleh pihak yang lainnya sehingga tercapai kesepakatan untuk menentukan isi perjanjian yang akan mengikat kedua belah pihak.
14
Ibid., hal. 97-98 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 2001, hal. 36. 16 R. Setiawan, Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, Bina Cipta, Bandung, 1987, hal. 49. 17 Sri Sofwan Masjchoen, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty Offset, Yogyakarta, 2003, hal.1. 15
Universitas Sumatera Utara
27
Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, suatu perjanjian itu sah harus memenuhi 4 syarat, yaitu: a. Adanya kata sepakat; b. Kecakapan untuk membuat perjanjian; c. Adanya suatu hal tertentu; d. Adanya causa yang halal. Syarat pertama dan kedua adalah syarat yang harus dipenuhi oleh subjek suatu perjanjian, oleh karena itu disebut sebagai syarat subjektif. Syarat ketiga dan keempat adalah syarat yang harus dipenuhi oleh objek perjanjian oleh karena itu disebut syarat objektif. Selanjutnya inti dari suatu perjanjian adalah adanya prestasi yang harus dipenuhi. Pada umumnya literatur yang ada membagi prestasi ke dalam tiga macam, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1234 BW, yaitu:menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu. Namun, Ahmadi Miru, tidak sependapat dengan pembagian tersebut karena, apa yang disebut sebagai macammacam prestasi tersebut bukan wujud prestasi tetapi hanya cara-cara melakukan prestasi, yakni:18 a. Prestasi yang berupa barang, cara melaksanakannya adalah menyerahkan sesuatu (barang); b. Prestasi yang berupa jasa, cara melaksanakannya adalah dengan berbuat sesuatu;
18
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perencanaan Kontrak, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 69-70.
Universitas Sumatera Utara
28
c. Prestasi yang berupa tidak berbuat sesuatu, cara pelaksanaannya adalah dengan bersikap pasif yaitu tidak berbuat sesuatu yang dilarang dalam perjanjian. Walaupun pada umumnya prestasi para pihak secara tegas ditentukan dalam kontrak, prestasi tersebut juga dapat lahir karena diharuskan oleh kebiasaan, kepatutan, atau undang-undang. Oleh karena itu, prestasi yang harus dilakukan oleh para pihak telah ditentukan dalam perjanjian atau diharuskan oleh kebiasaan, kepatutan atau undang-undang, tidak dilakukannya prestasi tersebut berarti telah terjadi ingkar janji atau disebut wanprestasi.19 Demikian juga dalam hal perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box antara nasabah dengan Bank. Menurut Pasal 1548 KUH Perdata, sewa-menyewa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan pelbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa wanprestasi atau tidak dipenuhinya janji dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. Pihak yang tidak sengaja wanprestasi ini dapat terjadi karena memang
19
Ibid., hal. 70.
Universitas Sumatera Utara
29
tidak mampu untuk memenuhi prestasi tersebut atau juga karena terpaksa untuk tidak melakukan prestasi tersebut. Wanprestasi dapat berupa: a. Sama sekali tidak memenuhi prestasi; b. Prestasi yang dilakukan tidak sempurna; c. Terlambat memenuhi prestasi; d. Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan. Terjadinya wanprestasi mengakibatkan pihak lain (lawan dari pihak yang wanprestasi) dirugikan, apalagi kalau pihak lain tersebut adalah pedagang maka bisa kehilangan keuntungan yang diharapkan. Oleh karena pihak lain dirugikan akibat wanprestasi tersebut, pihak wanprestasi harus menanggung akibat dari tuntutan pihak lawan yang dapat berupa tuntutan: a. Pembatalan kontrak (disertai atau tidak disertai ganti rugi); b. Pemenuhan kontrak (diserati atau tidak disertai ganti rugi). Dengan demikian, ada dua kemungkinan pokok yang dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan, yaitu pembatalan atau pemenuhan kontrak. Namun, jika dua kemungkinan pokok tersebut diuraikan lebih lanjut, kemungkinan tersebut dapat dibagi menjadi empat, yaitu:20 a. Pembatalan kontrak saja; b. Pembatalan kontrak disertai tuntutan ganti rugi; 20
Ibid., hal. 75.
Universitas Sumatera Utara
30
c. Pemenuhan kontrak saja; d. Pemenuhan kontrak disertai tuntutan ganti rugi. Pembagian atas empat kemungkinan tuntutan tersebut di atas, sekaligus merupakan pernyataan ketidak setujuan Ahmadi Miru, atas pendapat yang membagi atas lima kemungkinan, yaitu pendapat yang masih menambahkan satu kemungkinan lagi, yaitu “penuntutan ganti rugi saja” karena tidak mungkin seseorang menuntut ganti rugi saja yang lepas dari kemungkinan dipenuhinya kontrak atau batalnya kontrak karena dibatalkan atau dipenuhinya kontrak merupakan dua kemungkinan yang harus dihadapi para pihak dan tidak ada pilihan lain sehingga tidak mungkin ada tuntutan ganti rugi yang berdiri sendiri sebagai akibat dari suatu wanprestasi. Tuntutan apa yang harus ditanggung oleh pihak yang wanprestasi tersebut tergantung pada jenis tuntutan yang dipilih oleh pihak
yang
dirugikan.
Bahkan
apabila
tuntutan
itu
dilakukan
dalam bentuk gugatan di pengadilan, pihak wanprestasi tersebut juga dibebani biaya perkara.21
2. Konsepsi Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang
21
Ibid., hal. 75-76.
Universitas Sumatera Utara
31
konkrit, yang disebut dengan operational definition.22 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.23 Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, sebagai berikut: a. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.24 b. Safe Deposit Box adalah jasa penyewaan kotak penyimpanan harta atau surat-surat berharga yang dirancang secara khusus dari bahan baja dan ditempatkan dalam ruang khasanah yang kokoh dan tahan api untuk menjaga keamanan barang yang disimpan dan memberikan rasa aman bagi penggunanya.
22
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 10. 23 Tan Kamelo, “Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara”, Disertasi, PPs-USU, Medan, 2002, hal 35 24 Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undangundang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Universitas Sumatera Utara
32
c. Perjanjian sewa menyewa adalah suatu hubungan hukum antara nasabah dengan Bank dalam penyimpanan barang dengan Safe Deposit Box dalam bentuk tertulis.25
G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, maksudnya suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek dari hasil penelitian di lapangan26 perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box pada PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan peraturan perundangundangan. Jadi, sifat penelitian ini adalah juridis normatif, yaitu penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.27
2. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung penelitian
lapangan.
Penelitian
kepustakaan
(library
research)
yaitu
menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data
25
Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. 26 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal. 63. 27 Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal.13
Universitas Sumatera Utara
33
sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.28 a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni: 1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan 2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 3) Peraturan Bank Indonesia yang terkait dengan Safe Deposit Box. b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum, yang terkait dengan masalah penelitian. c. Bahan tertier adalah bahan pendukung di luar bidang hukum seperti kamus ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan masalah penelitian.
3. Alat Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara: a. Studi Dokumen yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, berupa dokumen-dokumen 28
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 1995, hal.39.
Universitas Sumatera Utara
34
maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang terkait dengan pelaksanaan perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box. b. Wawancara yaitu menghimpun data dengan melakukan wawancara yang menggunakan pedoman wawancara (interview guide) untuk mendapatkan data primer dari nara sumber yang telah ditentukan, yaitu: 1) Pegawai PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan yang terkait dengan pelaksanaan Safe Deposit Box sebanyak 2 orang, masing-masing 1 orang Costumer Service dan 1 orang Pemimpin Bidang Pelayanan/ Wakil Pimpinan Cabang. 2) Nasabah pengguna Safe Deposit Box PT. BNI (Persero) Tbk Tanjung Balai Asahan sebanyak 3 orang. Dengan pertimbangan 3 orang nasabah tersebut dapat mewakili keseluruhan nasabah Safe Deposit Box BNI untuk memberikan keterangan yang diperlukan sesuai dengan permasalahan yang sedang diteliti. 4. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah analisis data kualitatif, yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan nara sumber hingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini. Semua data yang diperoleh disusun secara sistematis, diolah dan diteliti serta dievaluasi. Kemudian data dikelompokkan atas data yang sejenis, untuk
Universitas Sumatera Utara
35
kepentingan analisis, sedangkan evaluasi dan penafsiran dilakukan secara kualitatif yang dicatat satu persatu untuk dinilai kemungkinan persamaan jawaban. Oleh karena itu data yang telah dikumpulkan kemudian diolah, dianalisis secara kualitatif dan diterjemahkan secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan deduktif. Kesimpulan adalah merupakan jawaban khusus atas permasalahan yang diteliti, sehingga diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara