BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pemerintah
diartikan
sebagai
kekuasaan
memerintah
suatu
negara.Marbun dan Mahfud MD,1 membagi pengertian pemerintah dalam arti sempit dan pemerintah dalam arti luas. Pemerintah dalam arti sempit adalah organ/alat perlengkapan negara yang diserahi tugas pemerintahan atau melaksanakan undang-undang. Pada pengertian ini pemerintah hanya berfungsi sebagai badan eksekutif (eksekutif atau bestuur), sedangkan pemerintah dalam arti luas adalah semua badan yang menyelenggarakan semua kekuasaan di dalam negara baik kekuasaan eksekutif maupun kekuasaan legislatif dan yudikatif.2 Artinya kewenangan menjalankan roda pemerintahan sejatinya berada pada ke 3 (tiga) kekuasaan trias politica berdasarkan fungsi dan wewenangnya. Sedangkan pemerintah yang berfungsi sebagai pelaksana dari organisasi atau jabatan negara adalah pemerintah (dalam arti sempit). Pemerintah memiliki tanggungjawab untuk mengelola dan menjalankan roda pemerintahan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Implementasi terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan tetap memperhatikan hak dan kewajiban yang melekat pada masyarakat serta negara,
1 SF. Marbun dan Moh. Mahfud MD, 2009, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, Cetakan Kelima,Yogyakarta: Liberty, hlm 8. 2 Ibid.
1
sehingga tidak berimplikasi negatif pada sistem pemerintahan.
Pemerintah
menerapkan administrasi sebagai bentuk konkrit untuk menjaga kestabilan pemerintahan serta merealisasikan tujuan dari negara. Sondang P. Siagian mendefinisikan administrasi sebagai keseluruhan proses kerja sama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.3 Tujuan setiap negara adalah untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan kepada rakyat. Sebagaimana Negara Indonesia, tujuan Negara tercantum dalam alinea ke 4 (empat) preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kedudukan hukum di negara Indonesia sebagai negara hukum (rechstaat) bukan lagi sebagai kekuasaan belaka (machstaat) menjadikan hukum sebagai instrumen dalam merealisasikan cita-cita negara berdasarkan norma atau kaidah hukum. Konsekuensi ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap, kebijakan dan perilaku alat negara dan penduduk harus berdasar dan sesuai hukum.4 Oleh karena itu, negara dalam hal ini pemerintah, dapat konsisten dan komitmen melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hal ini Undang-Undang. Secara hukum, Undang-Undang berperan sebagai instrumen pemersatu dari perbedaan yang ada, karena sejak diundangkan berlaku untuk seluruh lapisan masyarakat. Oleh karenanya, pemerintah dapat menjadikan hukum selain mencapai keteraturan juga sebagai alat pemersatu masyarakat yang
3
Sondang P. Siagian, 2011, Filsafat Administrasi, Cetakan Ke Enam, Jakarta: Bumi Aksara, hlm 2. Ibid.
4
2
heterogen melalui pelaksanaan Undang-Undang sebagai entitas menjalankan pemerintahan secara ekuilibrium untuk mencapai keadilan. Kondisi geografis Indonesia besifat heterogen yang tersebar di 34 Provinsi, 309 Kabupaten dan 98 kota5 merupakan tantangan pemerintah untuk selalu konsisten dalam menciptakan suasana harmonis dan kekerabatan bagi setiap individu, kelompok dan masyarakat. Persoalan disparitas yang kerapkali terjadi saat ini bukan menjadi penghambat pemerintah dalam menciptakan lingkungan yang baik dan sehat, melainkan sebagai sarana untuk dapat menstimulasi pemerintah dalam memberikan jaminan kehidupan yang baik kepada masyarakat. Kehidupan dapat berlangsung dalam kondisi homogen ataupun heterogen apabila tersediannya wilayah atau lingkungan untuk menjalankan aktifitas dan rutinitas yang hendak dilakukan. Wilayah diartikan sebagai bagian muka bumi tertentu yang dijadikan tempat utama bagi warga negara untuk melaksanakan organisasi negara, menjadi tempat untuk menjalankan tugas dalam usaha mencapai tujuannya.6 Wilayah juga menjadi tempat tinggal oleh mahluk hidup selain manusia yaitu tumbuhan dan hewan. Komponen mahluk hidup (manusia, hewan, tumbuhan) saling inheren untuk memenuhi kebutuhan personal ataupun communal. Secara lahiriah mahluk hidup dalam memenuhi kebutuhan hidupnya 5 Buku Induk Data Wilayah 2013 (Permendagri No. 18-2013), www. Kemedagri.go.id/, diakses tanggal 13-12-2013, Pukul 14.45 Wib 6 Abdoel Djamali, 2007, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm 86.
3
termasuk manusia tidak dapat bekerja secara individu, karena kepentingan setiap individu berbeda-beda. Hak yang melekat dimiliki oleh setiap individu (manusia) terhadap suatu perbedaan berkaitan erat dengan kewajiban pemerintah untuk mengakomodir dan mengharmonisasinya. Output yang ingin dicapai yaitu negara sejahtera, karena dengan kehidupan yang sejahtera esensi dari warga negara dapat terealisasi, yaitu dapat bertahan hidup, sehingga tetap eksis dan tidak terseleksi oleh alam. Manusia dalam konteks lingkungan hidup berperan pada 2 (dua) sisi yaitu sebagai the guardian (penjaga) dan sebagai predator (perusak). Peran ini dilandasi dari perbedaan perilaku manusia satu dengan manusia yang lain. Konotasinya, bahwa masyarakat di satu sisi memiliki hak untuk memperoleh lingkungan yang baik serta di sisi lain berkewajiban untuk menjaga lingkungan dari para predator. Pemerintah sebagai penyelenggara memiliki hak untuk memperoleh kewajiban dari masyarakat dan berkewajiban memberikan apa yang menjadi hak masyarakat. Dalam dinamika kehidupan baik manusia (masyarakat) secara personal maupun kommunal serta pemerintah tetap dapat bersama-sama peduli terhadap eksistensi lingkungan. Lingkungan yang baik dan terjaga akan berfungsi sebagai the guardian bagi kelangsungan hidup alam termasuk manusia. Sedangkan lingkungan yang tidak terjaga ekosistemnya akan berimplikasi pada terganggunya kehidupan mahluk hidup yang hidup di sekitarnya. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan hidup tidak dapat terhindar lagi dan secara nyata mempengaruhi kehidupan. Mahluk hidup dengan 4
cepat harus beradaptasi dari lingkungan sebelumnya jika ingin mempertahankan eksistensinya. Kerusakan terhadap lingkungan tidak terlepas dari aktifitasaktifitas yang terjadi akibat dari alam dan campur tangan dari manusia. Kerusakan lingkungan oleh alam terjadi karena adanya gejala atau peristiwa alam yang terjadi secara hebat, sehingga mempengaruhi keseimbangan lingkungan hidup, meliputi letusan gunung berapi, gempa bumi, banjir, tanah longsor, badai/angin topan dan kemarau panjang. Kerusakan lingkungan secara mendasar disebabkan oleh aktivitas manusia, aktivitas yang dimaksud meliputi pencemaran lingkungan sertau paya mendegradasikan lahan. Kuncoro Sejati7 menguraikan bahwa sering kali manusia mengabaikan hal ini dengan merusak biota laut dan terumbu karang, membuang limbah pabrik ke laut, membuang limbah ke sungai sehingga mencemari mata air, menebang pohon secara liar sehingga mempengaruhi proses penyerapan CO2 di udara, membakar hutan sehingga membuat polusi udara dan memicu timbulnya penyakit saluran pernafasan (ISPA), membunuh hewan untuk diambil gadingnya, kulit, cula atau siripnya serta berbagai aktivias merugikan lainnya. Dampak yang ditimbulkan dari kerusakan lingkungan tersebut merupakan aksioma dari urgenitas lingkungan bagi kehidupan manusia (masyarakat). Eksistensi lingkungan sejatinya menjadi perhatian secara bersama-sama (Pemerintah dan Masyarakat) untuk selalu konsisten dalam menjaga dan
7
Kuncoro Sejati, 2011, Pemanasan Global, Pangan dan Air (Masalah, Solusi, dan Perubahan Konstelasi Geopolitik Dunia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, hlm 7.
5
menghargai ekosistem dan lingkungan. Lingkungan merupakan jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita. Ruang lingkup lingkungan yang komprehensif adalah bukti signifikansi lingkungan tidak hanya untuk mahluk hidup tapi juga terhadap kondisi alam. Kondisi ini yang menjadi perhatian pemerintah di berbagai negara untuk bersama-sama menjaga kuantitas dan kualitas dari ekosistem lingkungan. Pada laporan Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dinyatakan betapa mutlak perlunya dikembangkan sikap dan tanggapan baru terhadap lingkungan hidup.8 Pada tanggal 5-16 Juni 1972, PBB mengadakan konferensi tentang Lingkungan Hidup Manusia di Stockholm yang dihadiri oleh 110 negara dan beberapa puluh peninjau9 yang di laksanakanUnited Nations Conference on human Environment (UNCHE). Pertemuan di Stockholm merupakan preseden terbentuknya konsensus negara-negara berkembang atau negara maju atas regulasi lingkungan hidup. Asshidiqie10 mengatakan perkembangan pemikiran dan kebijakan tentang lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sangat luas bergema diseluruh dunia. Sebagai konkritasisasinya, diadopsi ke dalam norma hukum, yaitu norma dasar atau
8
Koesnadi Hardjasoemantri, 1994, Hukum Tata Lingkunagn, Cetakan Ke 11, Yogyakarta: Gajah Mada University, hlm 6. 9 Siti Sundari Rangkuti, 2000, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional,Surabaya; Airlangga University Press, hlm 27. 10
Jimly Asshiddiqie, 2009, Green Constitusion, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm 30.
6
konstitusi yang merupakan pegangan bagi negara-negara di dunia sebagai landasan dasar untuk mengatur aspek kehidupan secara komprehensif. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengintrodusir hasil pertemuan di Stockholm dengan memuat ketentuan lingkungan hidup dalam hukum dasar. Ketentuan tersebut dimuat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD Negara RI Tahun 1945 yang juga menjadi acuan dasar regulasi derivasinya. Hukum dasar juga berfungsi mengatur rangkaian kehidupan dari segala aspek dengan bentuk norma atau peraturan perundang-undangan, sehingga eksistensinya sangat diharapkan dapat mengakomodir kehidupan secara holistik. UUD Negara RI Tahun 1945 telah diamandemen sebanyak 4 (empat) kali pada tahun 1999-2002 dan membawa perubahan signifikan, khususnya lingkungan hidup dengan dimuat ketentuan hukum terkait lingkungan hidup. Eksistensi lingkungan pada UUD Negara RI Tahun 1945 dimuat pada amandemen ke 2 (dua)tahun 2000 pada bab yang khusus mengatur tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Artinya ketentuan ini terdiri dari hak yang tidak dapat dikurangi, namun disertai kewajiban. Hak yang melekat pada setiap orang serta kewajiban yang menjadi bagian tidak terpisahkan untuk selalu di perhatikan, sehingga tercipta keseimbangan. Termasuk hak dari masyarakat dan kewajiban dari pemerintah dalam memberikan, melindungi dan menjaga lingkungan hidup. Hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup di Indonesia sejatinya telah ada sejak tahun 1999 yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7
39 Tahun 1999 tentang HAM. Pasal 9 Ayat (3) menyebutkan Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM ini lahir dari sikap positif Pemerintah RI atas resolusi Komisi Tinggi HAM PBB bahwa setiap negara anggota PBB berkewajiban melindungi hak-hak dasar warga negaranya tanpa membeda-bedakan suku, bangsa, agama, bahasa, dan status sosial lainnya.Pada amandemen ke 2 (Tahun 2000) tersebut Indonesia memasukan ketentuan lingkungan, sehingga dapat menjaga hak konstitsional setiap orang khususnya lingkungan. Hal ini juga yang menegaskan pentingnya lingkungan hidup yang baik dan sehat untuk kehidupan tidak terkcecuali manusia. Ketentuan hukum lingkungan hidup dalam UUD Negara RI Tahun 1945 tercantum pada Pasal 28H Ayat (1), yaitu bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan 11Harapan nyata tertanam dalam diri setiap individu untuk memperoleh hak yang sejak lahir telah ada khususnya hak untuk mendapatkan iklim lingkungan hidup yang kondusif. Makna yang terkandung dalam norma hukum tersebut merupakan suatu kewajiban
absolut
pemerintah
yang
berfungsi
sebagai
penyelenggara
pemerintahan. Pemerintah berkewajiban untuk merealisasikan norma hukum, sehingga apa yang di cita-citakan masyarakat dapat terwujud khusunya 11
Pasal 28H Ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
8
menciptakan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Akan tetapi, harapan setiap orang untuk memperoleh lingkungan hidup yang terjaga tidak berbanding lurus dengan kondisi lingkungan yang diterima. Masih dijumpai beragama aktifitas atau kegiatan yang di lakukan oleh manusia baik secara personal maupun kelompok belum sepenuhnya berorientasi pada lingkungan, khususnya menjamin terselenggaranya ekosistem lingkungan yang terjaga. Pada konteks ini dampak yang diberikan oleh manusia satu terhadap manusia lainnya menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menjamin terselenggaranya kehidupan yang sejahtera. Permasalahan-permasalahan yang kerap terjadi dan merugikan terletak pada tereduksinya lingkungan hidup. Kerugian pada lingkungan hidup dapat di lihat dari segi pembangunan, percepatan pembangunan yang tidak diimbangin dengan analisis lingkungan, serta
tanpa
mematuhi
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
dapat
menimbulkan berbagai implikasi khususnya di kota-kota besar dengan mempengaruhi kualitas ekosistem udara. Salah satu yang dapat menjadi contoh konkrit adalah suburnya kendaraan bermotor ditengah masyarakat tanpa memperhatikan kondisi jalan, pertumbuhan penduduk dan analisis dampak lingkungan secara jelas menurunkan kualitas lingkungan dan menjadi penyebab terjadinya pencemaran udara. Inkonsistensi pemerintah terhadap satuan lingkungan hidup juga dapat dirasakan dari kerusakan hutan. Seperti diketahui hutan mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam pembangunan bangsa dan negara, yakni 9
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dan kesejahteraan rakyat.12 Hak negara dalam bidang kehutanan adalah berwenang untuk menetapkan dan mengatur perencanaan, peruntukan, penyediaan, dan penggunaan hutan sesuai dengan fungsinya dalam memberikan manfaat kepada rakyat dan negara13 Pada prosesnya pengelolaan hutan secara terus-menerus, dengan melakukan penebangan pohon dalam jumlah tidak terbatas atau tanpa melalui tahapan prosedur regulasi dapat mengakibatkan kerusakan pada tatanan kesatuan lingkungan. Selain pencemaran udara dan kerusakan hutan, faktor lain pemicu tidak terpenuhinya hak hidup setiap orang untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat adalah pada pencemaran air. Tercemarnya lingkungan di air sering dilakukan di sungai atau laut akibat krisis kesadaran lingkungan untuk menjaga habitat air dari benda-benda asing yang akan mencemarinya. Di Indonesia sungai dapat dijumpai di setiap tempat dengan kelasnya masing-masing. Pada masa lampau sungai dimanfaatkan untuk memenuhi keperluan sehari-hari, baik transportasi, mandi, mencuci dan sebagainya bahkan untuk di wilayah tertentu sungai dapat dimanfaatkan untuk menunjang makan dan minum.14 Subagyo mengatakan, air atau sungai dapat merupakan sumber malapetaka apabila tidak dijaga, baik dari segi manfaatnya maupun
12
Suriansah Murhaini, 2012, Hukum Kehutanan Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan di Bidang Kehutanan, Cetakan Ke 2,Yogyakarta: Laksbang Grafika, hlm 22. 13 Salim, 2003, Dasar-dasar Hukum Kehutanan, Jakarta: Sinar Grafika, hlm 12. 14 P. Joko Subagyo, 1992, Hukum Lingkungan (Masalah dan Penanggulangannya), Jakarta: Rineka Cipta, hlm 38.
10
pengamanannya.15 Lebih lanjut dikatakan, misalnya dengan tercemarnya air oleh zat-zat kimia selain mematikan kehidupan yang ada di sekitarnya juga merusak lingkungan, dan apabila dari segi pengamanan tidak dilakukan pengawasan atau tanggul-tanggul tidak memenuhi persyaratan dapat mengakibatkan banjir, tanah longsor dan sebagainya.16 Berpijak dari konsepsi negara welfare state17 atau materiil yang diterapkan oleh negara-negara abad XXI, maka negara melalui pemerintah dapat bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan, karena tidak memberikan kesejahteraan melalui kehidupan yang layak dari segi lingkungan hidup kepada masyarakat. Kondisi lingkungan tersebut merupakan konsekuensi pemerintah sebagai pelaksana peraturan perundang-undangan untuk menjamin terselenggaranya ekosistem lingkungan yang terjaga dan baik, sehingga akan memberikan manfaat bagi masyarakat. Tugas dan tanggung jawab menjamin terciptanya lingkungan yang baik sepenuhnya dipegang oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Oleh karenanya, tanggung jawab ini tidak hanya bertitik pada pemerintah pusat melainkan juga pada pemerintah daerah, yaitu Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
mengamanatkan bahwa Pemerintah Daerah
15
Ibid, hlm 39. Ibid. 17 Welfare state atau negara kesejahteraan merupakan konsep negara hukum modern adalah negara yang pemerintahannya menjamin terselenggarannya kesejahteraan rakyat, Pemerintah diberi tugas membangun kesejahteraan masyarakat. Dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya harus memperhatikan Demokrasi (Democracy), Penegakan Hukum (Rule of Law), perlindungan Hak Asasi Manusia, dan keadilan sosial (sosial justice). 16
11
Provinsi dan Kabupaten/Kota turut serta dalam memberikan perlindungan terhadap lingkungan. Pemerintah daerah tidak terkecuali Pemerintah Kota Samarinda, termasuk Pemerintah yang mempunyai tanggung jawab untuk mencapai kesejahteraan melalui eksistensi lingkungan hidup. Kondisi lingkungan di Kota Samarinda secara umum masih terhitung dalam pengawasan standar, sehingga dengan demikian predikat baik dan sehat pada lingkungan masih jauh dari harapan. Hal ini didukung atas permasalahan lingkungan yang kerap terjadi, seperti pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah dan pencemaran darat yang mengganggu ekosistem lingkungan hidup. Salah satu aktifitas yang berkontribusi terhadap menurunnya kuantitas dan kualitas lingkungan adalah aktifitas pertambangan batubara. Maraknya pertambangan batu bara di Kota Samarinda tidak terlepas dari peran pemerintah yang memberikan izin produksi baik bersal dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berdasarkan jumlah luas area yang akan di eksplorasi dan eksploitasi. Pemerintah pusat mengeluarkan izin yang berupa Pemegang izin perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B)dan izin usaha pertambangan (IUP) yang dikeluarkan pemerintah daerah dengan wilayah penambangan yang terbatas. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara menyebutkan Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara antara lain, pemberian IUP dan IPR, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan pengawasan 12
usaha pertambangan operasi produksi yang kegiatannya berada di wilayah kabupatenkota dan/atau wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil.18 Aktifitas pertambangan batubara di Kota Samarinda berkontribusi secara tidak langsung atas tercemarnya air di sungai mahakam dan sebagian lagi dari aktivitas dan limbah rumah tangga. Aktifitas pertambangan batu barayang tidak jauh dari pemukiman warga juga menyebabkan tidak terpenuhinya lingkungan yang baik dan sehat untuk menjadi tempat tinggal dan kegiatan lain yang secara nyata mempengaruhi ekosistem lingkungan. Semua itu merupakan serangkaian dampak konkrit yang di alami masyarakat Kota Samarinda baik secara langsung berada di sekitar area dan dekat pada kawasan pertambangan batubara maupun yang jauh dari aktifitas pertambangan, namun masih menerima dampak dari aktivas tambang tersebut. Berdasarkan kondisi riil tersebut, maka dalam hal ini Pemerintah Kota Samarinda sebagai bagian dari pelaksana organisasi negara memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab khususnya tanggungjawab dalam lingkungan, sebagaimana
tercantum
dalam
UUD
Negara
RI
Tahun
1945
yang
mengamanatkan pemerintah dapat mencapai kesejahteraan pada rakyat sesuai harapan yang terkandung dalam tujuan Negara Indonesia. Suatu permasalahan nyata yang menuntut peran dari pemerintah termasuk Pemerintah Kota Samarinda untuk dapat memberikan kehidupan layak bagi rakyatnya terutama hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat. 18
Pasal 8 Ayat (1) Huruf C Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara.
13
Untuk mempertajam analisis masalah lingkungan hidup di Kota Samarinda diperlukan penelitian secara eksplisit untuk menemukan peran yang dijalankan pemerintah khususnya Pemerintah Kota Samarinda dan adanya keinginan peneliti untuk mengaktualisasi Pasal 28 H Ayat (1) UUD Negara RI 1945 terhadap tatanan ekosistem lingkungan hidup, sehingga persoalan lingkungan khususnya kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan daapat dijabarkan dan ditemukan solusi untuk meminimalisir dampak yang terjadi. Adapun judul penelitian sebagai fokus penulisan tesis, yaitu Peran Pemerintah Dalam Melindungi Lingkungan Hidup Ditinjau Dari Pasal 28 H Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Studi Peran Pemerintah Kota Samarinda Dalam Melindungi Lingkungan Hidup Dari Aktifitas Pertambangan Batubara). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1.
Bagaimana pelaksanaan Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Melindungi Lingkungan Hidup di Indonesia?
2.
Bagaimana
Peran
Pemerintah
Kota
Samarinda
Dalam
Melindungi
Lingkungan Hidup dari Aktifitas Pertambangan Batu Bara? C. Tujuan Penelitian
14
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
kontribusi
bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan hukum, khususnya mengenai bidang hukum dasar di Indonesia (UUD Negara RI Tahun 1945 dan hukum lingkungan bertujuan untuk: 1.
Mengetahui pelaksanaan Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Melindungi Lingkungan Hidup di Indonesia.
2.
Mengetahui peran pemerintah dalam melindungi lingkungan Hidup berdasarkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan faktor apa saja yang menjadi kendala pemerintah dalam memberikan perlindungan lingkungan hidup di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Akademis Untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai derajat S-2 Program Studi Magister Hukum Jurusan Hukum Kenegaraan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
2.
Manfaat Teoritis Sebagai bahan masukan dan kontribusi pemikiran dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan dan sebagai sarana dalam menambah wawasan. Secara teoritis dapat menjadi referensi penelitian berikutnya terkait peran pemerintah daerah dalam menjaga lingkungan serta menemukan solusi dari kendala yang dijumpai saat menerapkan regulasi terkait lingkungan. 15
3.
Manfaat Praktis Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan, informasi, pedoman dan konstribusi bagi pemerintah khususnya mengenai peran pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam menjaga serta melindungi lingkungan hidup dengan berlandaskan UUD Negara RI Tahun 1945. Acuan ini jelas untuk membantu pembentukan peraturan perundang-undangan terkait lingkungan hidup sehingga tidak terjadi tumpah tindih regulasi.
E. Keaslian Penelitian Keaslian penelitian dapat diartikan bahwa masalah yang dipilih belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya atau harus dinyatakan dengan tegas bedanya dengan peneliti yang sudah pernah dilakukan. Tesis yang berhubungan dengan topik lingkungan, diantaranya: 1. Yovita Indrayanti,19 “Peran Serta WALHI dan ICEL Sebagai Perusu dan Peran Serta Masyarakat Dalam Penegakan Hukum Lingkungan Di Indonesia”. Penelitian ini berkesimpulan bahwa Kedudukan dan peran WALHI dan ICEL sebagai bentuk perwujudan peran serta masyarakat dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia tercermin dalam latar belakang pendirian, program kerja, dan aktifitas yang dilakukan oleh kedua organisasi lingkungan tersebut sebagai organisasi lingkungan hidup di Indonesia. Kedudukan kedua organisasi lingkungan hidup ini di atur dan dilindungi secara tegas dalam 19 Yovita Indrayanti, 1998, Peran Serta WALHI dan ICEL Sebagai Perusu dan Peran Serta Masyarakat Dalam Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia, Tesis Magister Ilmu Hukum UGM-Yogyakarta, tidak dipublikasikan.
16
undang-undang yaitu Undang-undang Nomo 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup (Sekarang di ubah menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). 2. Kusnadi,
20
“Penyelesaian Sengketa Pencemaran Lingkungan Hidup (Studi
Tentang Pencemaran Lingkungan Hidup Akibat Usaha Industri di Surabaya dan Jember)”. Penelitian ini berkesimpulan bahwa kesulitan-kesulitan yang dihadapi untuk membuktikan secara yuridis terhadap timbulnya pencemaran lingkungan akibat kegiatan usaha industri, karena dkaitkannya ketentuan baku mutu ambien kepada si pencemar. Oleh karena itu, apabila ketentuan baku mutu ambien dikaitkan kepada pencemar lingkungan yang berasal dari kegiatan usaha industri, maka hal itu akan mnejadi faktor penghambat untuk membuktikan perusahaan industri mana yang telah menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Mencermati hasil penelitian di atas, tesis yang penulis susun ini memilki perbedaan karakteristik tersendiri. Pertama, pokok bahasan terletak pada peran serta WALHI dan ICEL sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam menjaga lingkungan hidup dan upaya hukum yang dapat dilakukan ketika terjadi pencemaran lingkungan. Kedua, pokok bahasan kedua menitik beratkan pada upaya penyelesaian sengketa pencemaran lingkungan hidup akibat usaha industri di Surabaya dan Jember. Sedangkan 20 Kusnadi, 1993, Penyelesaian Sengketa Pencemaran Lingkungan Hidup (Studi Tentang Pencemaran Lingkungan Hidup Akibat Usaha Industri di Surabaya dan Jember), Tesis Magister Ilmu Hukum UGMYogyakarta, tidak dipublikasikan.
17
fokus penelitian peneliti terletak pada peran dari pemerintah Kota Samarinda terhadap kerusakan lingkungan yang disebakan oleh aktifitas pertambangan batubara serta terkait hak dan kewajiban masyarakat serta pemerintah untuk menjaga keberlangsungan ekosistem lingkungan tetap terlindungi dengan baik. Dengan demikian, penelitian ini asli dan dapat dipertanggung jawabkan.
18