BAB I PENDAHULUAN
Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis sebagai apendisitis, sehingga menjadi kasus gawat darurat bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih 280.000 appendictomy dilakukan tiap tahun di Amerika Serikat untuk mencegah apendisitis perforasi; suatu kondisi yang diyakini akibat keterlambatan pengangkatan apendiks setelah terjadi peradangan.
1-3
Meskipun sebagian
besar kasus mudah didiagnosis, akan tetapi tidak jarang ditemukan tanda dan gejala yang cukup bervariasi sehingga diagnosis sulit ditegakkan. Atas dasar alasan tersebut, dapat terjadi saat operasi ditemukan apendiks normal tetapi terdapat kelainan di organ sekitarnya. 2 Akurasi diagnostik melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik sekitar 80% pada pria dan wanita (pria sekitar 78%-92% dan wanita sekitar 58%-85%). Untuk lebih mempertajam akurasi diagnostik dan outcome pasien, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan radiologi. Tehnik pencitraan radiologi yang saat ini lebih sering digunakan adalah ultrasonografi, Computed Tomography ( CT ), dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Foto polos abdomen sudah banyak ditinggalkan oleh karena mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang paling rendah dibandingkan dengan modalitas lain serta cukup sering menyebabkan kesalahan diagnosis. 4-5 Phillpott et al pada tahun 1997 menyimpulkan bahwa foto polos abdomen tetap sebagai modalitas pencitraan yang bernilai dan sebaiknya dilakukan sebagai satu kesatuan pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pasien yang dicurigai apendisitis. Untuk fasilitas pelayanan kesehatan yang belum mempunyai CT, ultrasonografi dan foto polos abdomen masih menjadi andalan utama serta saling melengkapi, terutama pada kasus apendisitis
1
perforasi dimana lumen appendiks menjadi kolaps sehingga lebih sulit tervisualisasi dengan ultrasonografi.6 Pada kondisi ultrasonografi tidak dapat memvisualisasikan apendiks yang dicurigai mengalami peradangan maupun perforasi, beberapa tanda foto polos abdomen yang telah lama dikenal dapat digunakan sebagai ujung tombak untuk lebih mengarahkan diagnosis apendisitis. Pada kesempatan kali ini, penulis akan melaporkan kasus apendisitis perforasi pada wanita dua belas tahun. Pada kasus tersebut anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium belum dapat mendekatkan diagnosis kearah apendisitis, ditunjang dengan analisa pada pencitraan yang dilakukan saat itu belum memberikan kesan yang dapat mengarahkan pada apendisitis, bahkan klinisi sempat menegakkan diagnosis kerja pertama sebagai kecurigaan torsio kista ovarii, sehingga keputusan melakukan laparatomi yang seharusnya dapat dilakukan pada saat itu akhirnya tertunda. Dengan alasan tersebut, maka penulis akan mencoba menguraikan beberapa tanda yang sesuai dengan tanda pada foto polos abdomen apendisitis perforasi pada literatur yang kemungkinan terlewatkan saat pembacaan pertama dikaitkan dengan manifestasi klinis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Apendisitis Apendisitis adalah peradangan pada apendiks; sebuah kantong berbentuk seperti cacing yang berhubungan dengan cecum, dan dinamakan apendisitis perforasi apabila mengalami robekan. 7-8
B. Epidemiologi Resiko seumur hidup untuk mengalami apendisitis adalah 9% pada pria dan 6% pada wanita. Pria lebih sering dibandingkan wanita dengan rasio 1:1 sampai 3:1. Insidensi puncak apendisitis terjadi pada usia 15-30 tahun, dan insidensi tersebut akan menurun pada kelompok infant, dewasa, serta usia lebih dari 45 tahun. Sebagian besar pasien adalah kulit putih sekitar 74% sedangkan kulit hitam sangat jarang, hanya sekitar 5%. 9-11
C. Embriogenesis dan Anatomi Apendiks merupakan bagian terminal caecum embrionik. Apendiks menjadi dapat dibedakan oleh karena mempunyai kecepatan pertumbuhan yang berbeda dibandingkan caecum. Pada saat lahir, diameter colon lebih kurang 4,5 kali lebih besar dibandingkan apendiks dan saat dewasa menjadi 8,5 kali lebih besar. Apendiks mulai tampak pada usia sekitar 8 minggu kehamilan. Mula-mula pangkal apendiks terproyeksi dari apeks caecum. Dengan perkembangan cecum yang lebih cepat, pangkal apendiks bergeser ke medial menuju ke valvula ileocecal (Gambar 1). Sampai minggu ke 12, apendiks tetap sirkuler apabila dilihat secara cross-sectional, setelah periode tersebut akan tampak lobulated. Vili akan ditemukan pada bulan ke 4 dan 5 dan akan menghilang sebelum lahir. Beberapa limfonodi akan tampak
3
pada dinding apendiks sekitar bulan ke 7 dan akan bertambah sampai pubertas, kemudian secara bertahap akan berkurang.12 Apendiks yang mempunyai diameter 0,5 cm – 1,5 cm dan panjang 6 cm – 9 cm (pada sebagian besar apendiks) berpangkal pada sisi posteromedial caecum sekitar 1,7 cm dari ujung distal ileum, dibagian posterior berhubungan dengan musculus iliopsoas dan plexus lumbalis, sedangkan di anterior berhubungan dengan dinding abdomen, omentum mayor, atau loop ileum. Pada manusia, posisi cecum bervariasi berdasarkan postur, respirasi, kontraksi otot perut, dan distensi sistema usus. Pada saat berdiri, cecum dan apendiks sering menggantung pada tepi pelvis. Apendiks dapat terproyeksi ke segala arah dan ujungnya dapat menempel pada hampir seluruh organ abdomen kecuali lien (Gambar 2). 12-13 Secara histologis, dinding apendiks menyerupai dinding colon, terdiri dari tunika serosa, tunika muskularis; terdiri dari lapisan longitudinal dan sirkularis, tunika submukosa; mengandung kumpulan sel-sel limfoid, dan tunika mukosa; tersusun dari sel epitel kolumner dan sel M (attenuated antigen-transporting membrane). Menurut Hollinshead, oleh karena appendiks merupakan bagian dari cecum dan cecum tidak memiliki mesenterium sejati, maka apendiks juga tidak memilikinya, akan tetapi terdapat lipatan peritoneum yang melingkupi arteri apendikularis yang disamakan dengan mesenterium apendiks atau mesenteriole. 12 Arteri apendikularis merupakan percabangan dari arteri ileocolica, dapat berasal dari cabang ileal atau cabang cecal. Pada umumnya, pangkal apendiks dapat juga diperdarahi oleh cabang kecil arteri cecal anterior atau posterior. Meskipun arteri apendikularis paling sering hanya satu buah, akan tetapi kadang-kadang ditemukan dua buah bahkan dapat lebih seperti pada orang India sesuai penelitian yang dilakukan oleh Shah dan Shah (Gambar 3). Vena apendikularis yang juga dilingkupi oleh mesenterium apendiks akan bergabung dengan vena cecalis menjadi vena ileocolica, kemudian bermuara pada vena colica dextra. Saluran limfatika regio ileocecal akan melalui rantai nodus limfatikus sepanjang arteri apendikularis,
4
arteri ileocolica, dan arteri mesenterika superior, kemudian mencapai nodus limfatikus coeliacus dan cisterna chyli (Gambar 4). Terdapat saluran limfatika sekunder (berjalan di anterior pankreas) yang menuju ke nodus limfatikus subpilorika. Harus diingat bahwa nodus limfatikus pada dinding apendiks tidak berhubungan dengan sistema limfatika organ abdomen. Persarafan simpatis apendiks berasal dari ganglion coeliacus dan mesenterika superior. Persarafan parasimpatis berasal dari nervus vagus. Untuk rangsang nyeri dibawa oleh nervus spinalis segmen thorakalis 8, atau terkadang segmen 10 dan 11. 12
D. Etiologi dan Patogenesis Obstruksi lumen apendiks merupakan faktor penyebab apendisitis akut yang dominan, dengan fecalith merupakan penyebab obstruksi paling sering ditemukan. Penyebab lain yang lebih jarang yaitu hipertrofi jaringan limfoid, retensi barium dari pemeriksaan barium swallow sebelumnya, tumor, striktur, biji sayuran dan buah, dan parasit pada saluran cerna. Fecalith dapat ditemukan pada 40% kasus apendisitis akut simpel, 65% kasus apendisitis gangrenosa tanpa perforasi, dan hamper 90% kasus apendisitis gangrenosa dengan perforasi.11,13 Obstruksi lumen apendiks bagian proksimal menyebabkan terjadinya obstruksi closedloop, dan berlanjutnya sekresi mukosa apendiks normal akan menyebabkan terjadinya distensi secara cepat. Kapasitas lumen apendiks normal hanya 0,1 ml.
Sekresi hanya
sebanyak 0,5 ml di bagian distal obstruksi dapat meningkatkan tekanan intralumen menjadi 60 cm H2O. Distensi apendiks akan menstimulasi ujung saraf serabut afferent visceral menyebabkan timbulnya nyeri perut terutama bagian tengah atau epigastrium bagian bawah. Peristaltik juga akan terstimulasi oleh distensi apendiks yang tiba-tiba, sehingga penderita dapat merasakan kram pada perut bersamaan dengan nyeri di bagian dalam perut pada awal
5
perjalanan apendisitis akut. Distensi lumen apendiks semakin bertambah akibat sekresi mukosa yang terus berlanjut dan multiplikasi bakteri apendiks yang berlangsung lebih cepat. Distensi yang sangat besar dapat menyebabkan refleks mual dan muntah, serta nyeri perut yang semakin berat. Oleh karena tekanan pada apendiks semakin meningkat, maka tekanan terhadap vena juga akan semakin meningkat sehingga kapiler dan venulae akan mengalami oklusi. Aliran arteriolae yang tetap terjaga, akan menyebabkan cepat terjadinya bendungan vaskuler. Proses peradangan dengan cepat melibatkan tunika serosa apendiks dan peritoneum parietalis pada daerah tersebut sehingga muncul gambaran karakteristik perpindahan nyeri pada perut kuadran kanan bawah.10, 13 Mukosa saluran cerna termasuk apendiks mudah dipengaruhi oleh perubahan suplai darah, sehingga integritas mukosa akan terkena dampak pada awal proses yang dapat memudahkan terjadinya invasi bakteri. Oleh karena distensi lumen apendiks akan berdampak pada venulae terlebih dahulu, kemudian diikuti aliran arteriolae, maka area dengan suplai darah yang paling sedikit akan terkena dampak paling besar yaitu munculnya infark elipsoid pada area antimesenterika. Adanya distensi lumen apendiks, invasi bakteri, perubahan suplai vaskuler, dan infark yang progresif, maka timbul perforasi, umumnya pada area infark yaitu area antimesenterika. Perforasi paling sering muncul disekitar atau sedikit distal lokasi obstruksi dan jarang terjadi pada ujung apendiks. 13 Edward H Livingstone, dkk pada tahun 2007 menyatakan bahwa apendisitis dengan perforasi dan tanpa perforasi adalah dua keadaan penyakit yang berbeda dan bukan suatu proses yang berkelanjutan. Hal tersebut berdasarkan penelitian mereka tentang respon imun terhadap kedua penyakit diatas. Peradangan pada apendiks menyebabkan respon sitokin proinflamasi lokal yang berkaitan dengan profil sitokin anti-inflamasi sistemik. Terdapat IL-6 yang membentuk nucleotide polymorphism tunggal yang sering ditemukan pada penderita dengan apendisitis tanpa komplikasi, sedangkan penderita dengan komplikasi memiliki kadar
6
IL-6 sistemik dan peritoneal yang lebih tinggi. Hal ini dapat menyebabkan thrombosis pada jaringan lokal dan respon peradangan yang lebih hebat oleh karena IL-6 memiliki kemampuan untuk membentuk neutrophilic degranulation dan menghambat apoptosis. Dengan adanya apendisitis yang tidak terhambat oleh respon imun maka muncul respon imun yang dapat menghancurkan jaringan sehingga menyebabkan perforasi. 3
E. Mikrobiologi Populasi bakteri apendiks normal serupa dengan colon normal. Flora apendiks tetap konstan sepanjang hidup kecuali Porphyromonas gingivalis yang hanya muncul setelah dewasa. Kultur bakteri pada kasus apendisitis juga serupa dengan kultur yang didapatkan pada infeksi colon seperti divertikulitis. Organisme utama yang terdapat pada apendiks normal, apendisitis akut, dan apendisitis perforasi adalah Escherichia coli dan Bacteroides fragilis. Meskipun demikian, terdapat variasi yang cukup luas baik bakteri anaerob, bakteri fakultatif maupun mycobacterium. Apendisitis merupakan infeksi polimikrobia, dan pernah dilaporkan hasil kultur dari seorang penderita apendisitis perforasi terdapat 14 organisme yang berbeda.11,13
F. Aspek Klinis Nyeri perut merupakan keluhan utama penderita dengan apendisitis akut. Nyeri kolik perut bagian tengah diikuti muntah dan perpindahan nyeri ke fossa iliaca kanan hanya terdapat pada 50% penderita. Keluhan yang lebih khas yaitu nyeri kolik daerah periumbilical pada 24 jam pertama yang menjadi konstan dan kemudian berpindah ke fossa iliaca kanan. Hilangnya nafsu makan juga merupakan keluhan yang sering disampaikan. Konstipasi dan mual dengan muntah-muntah yang hebat mengindikasikan terjadinya peritonitis generalisata setelah perforasi, dan gejala seperti itu jarang ditemukan pada kasus apeendisitis simple.10,11
7
Penderita dengan apendisitis akut biasanya mengalami demam yang tidak terlalu tinggi. Pada suhu tubuh diatas 38,3 oC, sebaiknya harus dicurigai adanya apendisitis perforasi. Jika terdapat perforasi, abses periapendiks akan terbentuk apabila ileum terminale, coecum, dan omentum dapat membatasi proses peradangan, sedangkan peritonitis dapat terjadi apabila terdapat perforasi ke rongga perut.10
G. Diagnosis Diagnosis apendisitis merupakan suatu tantangan tersendiri meskipun ditangan seorang pakar, dan seringkali penegakan diagnosis dilakukan secara klinis. Anamnesis yang akurat dan pemeriksaan fisik sangat penting agar dapat mencegah operasi yang tidak semestinya dan menghindari komplikasi.10,11 Mayoritas pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat dengan apendisitis akut, mempunyai keluhan utama nyeri perut. Nyeri yang muncul pada beberapa jam pertama sering tidak nyata di daerah periumbilical atau epigastrium. Mual dan muntah dialami oleh lebih kurang 50% penderita dalam berbagai tingkat keparahan. Dengan progresifitas penyakit, nyeri yang dirasakan menjadi semakin nyata dan terlokalisir di daerah perut kuadran kanan bawah dekat titik McBurney, sebagai petunjuk pangkal apendiks. Selain titik McBurney, terdapat titik v.Lanz yang secara klinis digunakan sebagai petunjuk ujung apendiks yang menggantung ke caudal (Gambar 5).
14
Penderita pria dengan apendiks retrocaecal dapat
mengeluh adanya nyeri pada testis bagian kanan. Peradangan apendiks yang berada di pelvis atau retroileal dapat menyebabkan rasa nyeri pada daerah pelvis, rectum, adnexa, atau yang lebih jarang di kuadran kiri bawah. Kegagalan dalam mengenali gambaran klinis apendisitis akut yang tidak khas tersebut dapat mengakibatkan keterlambatan diagnosis dan peningkatan morbiditas penderita. 2,9
8
Pada pemeriksaan fisik, lebih kurang 95% penderita apendisitis akut dapat ditemukan nyeri perut lokal pada atau sekitar titik McBurney tetapi pada penekanan masih terasa lunak. Agar terasa nyaman, penderita sering kali berada pada posisi right lateral decubitus dengan sedikit fleksi hip joint. Pada kondisi apendiks mengalami perforasi nyeri perut akan menjadi lebih berat dan difus. Sering kali penderita mengalami flushing dengan lidah kering dan faetor oris. Temperatur tubuh biasanya hanya sedikit meningkat (sekitar 38oC), sedangkan pada kasus apendisitis perforasi dapat mencapai 39o – 40oC. Perbedaan temperatur axilla dan rectal lebih dari 1oC mengindikasikan peradangan pada pelvis yang dapat disebabkan oleh apendisitis atau peradangan pada pelvis lainnya. 2,15 Palpasi perut menunjukkan nyeri tekan dengan rigiditas otot daerah fossa iliaca kanan. Sering kali nyeri tersebut dapat ditimbulkan dengan gerakan tertentu, seperti jika penderita diminta untuk batuk maka akan terasa nyeri yang terlokalisir pada fossa iliaca kanan. Pada saat perkusi penderita akan merasakan nyeri, dapat pula melakukan gerakan menghindari tindakan dokter, sampai merasakan rebound tenderness yang merupakan temuan klinis untuk mengarahkan pada diagnosis apendisitis akut. Reflek otot di daerah perut kuadran kanan bawah yang menegang sering dijumpai dan biasanya mendahului rasa nyeri. Terdapat beberapa tanda yang dapat dijumpai pada penderita apendisitis akut, akan tetapi ketidakmunculannya tidak boleh menjadikan klinisi menghapuskan diagnosa banding apendisitis, karena secara statistika tanda-tanda tersebut hanya ditemukan kurang dari 40% penderita. Beberapa tanda tersebut yaitu Blumberg’s rebound pain atau rebound tenderness, dilakukan dengan jalan palpasi dalam atau menekan pada daerah apendiks yang dicurigai mengalami peradangan diikuti dengan pelepasan tekanan yang tiba-tiba. Tanda tersebut positif apabila terasa nyeri hebat pada lokasi penekanan. Rovsing’s sign, tanda positif didapatkan dengan jalan palpasi dalam secara kontinyu mulai dari fossa iliaca kiri ke cranial (berlawanan arah jarum jam sepanjang jalur colon) akan terasa nyeri pada fossa iliaca kanan,
9
oleh karena isi colon terdorong mendekati katub ileocaecal sehingga meningkatkan tekanan di sekitar apendiks. Psoas sign atau Obraztsova’s sign adalah nyeri pada perut kuadran kanan bawah yang meluas ke hip joint kanan oleh karena peradangan pada peritoneum yang menempel pada otot iliopsoas dan peradangan pada otot psoas itu sendiri. Menarik kaki ke belakang akan menimbulkan rasa nyeri karena akan meregangkan otot psoas, sedangkan fleksi hip joint akan menghilangkan rasa nyeri. Obturator sign, yaitu nyeri pada perut kuadran kanan bawah yang dirangsang dengan fleksi dan internal rotasi hip joint. Tanda ini hanya muncul apabila apendiks yang meradang bersentuhan dengan otot obturatorius interna (Gambar 6). 10,16,17 Pemeriksaan pada rectum hanya memberikan sedikit informasi, tetapi pemeriksaan ini wajib dilakukan apabila dicurigai terdapat kelainan pada pelvis atau uterus, atau gambaran klinis apendisitis retrocaecal atau pelvis yang tidak khas. 18 Hasil pemeriksaan laboratorium darah secara umum akan menunjukkan lekositosis dengan pergeseran hitung jenis sel darah putih ke kiri. Netrofilia diatas 75% akan tampak pada sebagian besar kasus, tetapi pada geriatri, penderita immunocompromised, penderita dengan keganasan atau AIDS lekositosis hanya terdeteksi dibawah 15%. Apabila apendisitis mengalami perforasi maka biasanya hitung lekosit diatas 18.000 gr/dl. Pemeriksaan Creactive protein (CRP) akan meningkat pada apendisitis apabila gejala sudah muncul lebih dari 12 jam. Analisa urin juga akan menunjukkan kelainan pada 19% - 40% penderita dengan apendisitis. Kelainan tersebut meliputi pyuria, bakteriuria, dan hematuria. Apabila diagnosis apendisitis sudah jelas dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium, maka pemeriksaan penunjang lain tidak diperlukan lagi dan segera dilakukan operasi pengangkatan apendiks yang mengalami peradangan. Pada saat diagnosis tidak dapat ditegakkan, maka pilihan penatalaksanaan terhadap penderita yang dicurigai apendisitis adalah observasi di rumah sakit atau pemeriksaan radiologi untuk dapat memastikan atau
10
menyingkirkan kecurigaan diagnosis tersebut sehingga dapat meningkatkan outcome penderita. Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan meliputi foto polos abdomen, ultrasonografi, Computed Tomography (CT), atau Magnetic Resonance Imaging (MRI). 2,5,9
H. Gambaran Foto Polos Abdomen 95% foto polos abdomen penderita apendisitis adalah abnormal, akan tetapi telah banyak dipublikasikan juga bahwa penderita dengan apendisitis akut dapat memiliki gambaran foto polos normal sehingga apendisitis akut belum dapat disingkirkan dari daftar diagnosis banding hanya berdasarkan foto polos abdomen yang normal. Secara garis besar, gambaran apendisitis akut pada foto polos abdomen dapat dibedakan menjadi dua, yaitu gambaran pada apendisitis akut tanpa perforasi dan gambaran apendisitis perforasi. 19 Gambaran foto polos abdomen yang mengarah pada kasus apendisitis akut tanpa perforasi meliputi faecal loading pada caecum, radiopaque appendicolith; gas di dalam apendiks; air-fluid level atau distensi ileum terminalis, caecum, atau colon ascendens (merupakan tanda paralisis ileum lokal); hilangnya bayangan caecum, mengaburnya bayangan musculus psoas kanan; skoliosis vertebra lumbalis ke kanan.10 Faecal loading pada caecum adalah gambaran soft tissue mass-like intralumen caecum dengan gelembung udara multiple didalamnya, yang merupakan timbunan faeces disertai dilatasi caecum (Gambar 7).20 Tanda ini diakibatkan oleh gangguan pasase lokal ileum yang dipicu adanya proses inflamasi lokal. Setelah mencapai caecum, material yang berasal dari ileum akan tertimbun kemudian kandungan air akan diabsorbsi. Kondisi tersebut ditambah dengan minimalnya gerakan peristaltik caecum, maka material tersebut akan semakin sulit dihantarkan ke colon ascenden sehingga menyebabkan dilatasi caecum dan tampak gambaran faecal loading sign.
10,20,21
Tanda ini diperkenalkan oleh Andy Petroianu pada tahun 2004
11
merupakan tanda yang relatif baru, akan tetapi mempunyai nilai sensitivitas 97% dan spesifisitas 85%.10,21 Appendicolith yang telah banyak dikenal sebagai tanda khas apendisitis akut pada foto polos abdomen ternyata hanya memiliki sensitivitas 22%. Apabila tervisualisasi, akan terletak di kuadran kanan bawah dan dapat memiliki konfigurasi lamellar (Gambar 8). Untuk membantu memvisualisasikan appendicolith yang meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan proyeksi right posterior oblique. Adanya appendicolith pada kasus apendisitis akut anak, maka 50% penderita tersebut memiliki kecenderungan mengalami komplikasi seperti perforasi, terbentuknya abses, atau keduanya. 19 Skoliosis lumbalis maupun pengaburan bayangan musculus psoas kanan dan caecum merupakan tanda yang cukup sering ditemukan, akan tetapi keduanya tetap bukan tanda yang spesifik (Gambar 9). Hipotesis terjadinya skolosis dikaitkan dengan spasme musculus psoas sebagai antalgic posture atau splinting, sedangkan pengaburan bayangan musculus psoas disebabkan oleh distorsi musculus tersebut pada saat mengalami kontraksi. Kedua tanda tersebut pada dasarnya muncul akibat adanya proses peradangan pada kuadran kanan bawah.6,19 Adanya gambaran air-fluid level atau distensi ileum terminalis, caecum, dan colon ascenden juga bukan merupakan tanda yang spesifik pada foto polos abdomen anak. Tanda ini tetap merupakan indikasi adanya proses peradangan pada kuadran kanan bawah dan terutama sangat bermanfaat untuk membantu menegakkan diagnosis apendisitis apabila tampak pula gambaran skoliosis dan pengaburan musculus psoas kanan.6 Pada kasus apendisitis perforasi, selain tanda-tanda yang telah dijelaskan diatas dapat ditemukan tanda tambahan pada foto polos abdomen. Adanya focus-fokus kecil udara ekstralumen di kuadran kanan bawah dapat ditemukan pada kasus ini walaupun pada
12
berbagai literature dikatakan sulit untuk mendeteksinya. Gambaran pneumoperitoneum yang luas sangat jarang ditemukan pada anak dengan apendisitis perforasi.19 Salah satu tanda yang paling penting adalah gambaran small bowel obstruction, dan paling sering ditemukan pada kasus apendisitis perforasi. Tanda ini sering juga dikenal dengan “functional” small bowel obstruction (Gambar 10). Jika terbentuk abses yang cukup banyak sebagai akibat perforasi apendisitis, pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran opasitas seperti soft tissue mass disertai ataupun tidak disertai air-fluid level pada kuadaran kanan bawah (Gambar 11). Tanda selanjutnya adalah colon cut off, yaitu kumpulan tanda, tidak terdapatnya gambaran udara dan faecal material pada caecum dan colon ascenden, refleks dilatasi colon transversum, dan cut off udara colon di proyeksi fleksura hepatika (Gambar 12).6,19
I. Gambaran Ultrasonografi Ultrasonografi merupakan modalitas yang tidak mahal, aman, dan cukup banyak digunakan di berbagai pusat pelayanan kesehatan dengan akurasi diagnostik 71% - 97%, akan tetapi modalitas ini sangat dipengaruhi oleh ketrampilan operator. Modalitas ini sangat bermanfaat untuk penegakan diagnosis pada anak dan wanita hamil karena tidak menggunakan radiasi pengion, tidak invasif, dan berpotensi untuk menemukan penyebab lain abdominal pain di kuadran kanan bawah seperti torsio kista ovarii, kehamilan ektopik, atau tubo-ovarian abscess.22 Pada apendisitis akut, apendiks akan terlihat sebagai struktur tubuler non-compressible, berisi cairan dengan diameter lebih dari 6 mm. Gambaran lain antara lain appendicolith dan peningkatan ekogenitas peri-appendiceal oleh karena proses peradangan. Pada pencitraan color Doppler, dinding akan tampak hipervaskularisasi oleh karena peningkatan aliran darah akibat peradangan, akan tetapi gambaran ini tidak tampak pada kasus apendisitis gangrenosa
13
atau apendisitis pada ujung distal (Gambar 13 dan 14). Pada apendisitis perforasi, dapat ditemukan gambaran abses, appendicolith, dan hilangnya lapisan ekogenik submukosa apendiks (Gambar 15, 16, dan 17).5,23 Beberapa jurnal mengatakan sulit untuk memvisualisasikan apendiks saat terjadi perforasi, karena isi apendiks akan keluar dan apendiks kolaps (Gambar 18).6
J. Gambaran Computed Tomography (CT) Pada kasus apendisitis, banyak perubahan yang dapat ditemukan pada gambaran CT. Perubahan paling bermanfaat dalam membantu penegakan diagnosis apendisitis adalah diameter apendiks lebih dari 6 mm, penebalan atau enhancement dinding apendiks, appendicolith, dan peri-appendiceal fat stranding. Selain tanda - tanda tersebut masih terdapat beberapa tanda yang berkaitan dengan peradangan yang terjadi disekitar apendiks, antara lain cairan bebas dan/atau udara bebas minimal intraperitoneal sekitar apendiks, abses, dan limfadenopati (Gambar 19, 20, dan 21).5,10,22 Kelebihan CT antara lain, tidak operator-dependent, bermanfaat dalam evaluasi komplikasi dan identifikasi diagnosis banding sedangkan kekurangan CT adalah penggunaan radiasi pengion dosis besar sehingga sangat merugikan pada wanita hamil dan anak, kemungkinan alergi terhadap bahan kontras intravena, pasien menjadi kurang nyaman apabila diberikan kontras rektal, serta biaya yang relatif mahal. 5,22
K. Diagnosis Banding Berdasarkan jenis kelamin dan hasil pemeriksaan ultrasonografi pertama, maka torsio ovarii menjadi satu-satunya diagnosis banding yang akan dibahas pada laporan kasus kali ini. Torsio ovarii merupakan suatu kondisi terpuntirnya ovarium pada ligamentum penyokongnya dan dapat mengakibatkan gangguan suplai darah.
24
Kondisi tersebut
14
merupakan kondisi gawat darurat bedah di bidang ginekologi nomor 5 yang paling sering dijumpai, dapat dijumpai pada wanita semua usia dengan prevalensi tertinggi pada usia reproduktif. Beberapa hal yang dapat memicu terjadinya torsio ovarii antara lain massa ovarium fisiologis dan patologis yang besar dengan ukuran diatas 4 cm, terapi infertilitas, kehamilan pada usia ekstrem.25 Nyeri abdomen atau daerah pelvis merupakan satu-satunya gejala universal yang ditemukan pada saat torsio ovarii akut. Deskripsi nyeri tersebut dapat bervariasi mulai dari onset tiba-tiba, hilang-timbul atau nyeri progresif berat. Penyebaran nyeri dapat mencapai punggung atau paha. Nyeri tersebut dapat hilang-timbul dengan periode beberapa hari sampai beberapa bulan. Sebagian besar penderita akan mengalami episode nyeri yang serupa beberapa hari atau minggu sebelum kondisi akut, hal ini yang menjadi salah satu ciri nyeri pada torsio ovarii. Mual dan/atau muntah dapat menyertai nyeri pada 70% kasus. Demam yang tidak tinggi dapat pula terjadi dan secara umum muncul setelah timbulnya nyeri sehingga dikaitkan dengan nekrosis jaringan yang terjadi.24,25 Pada pemeriksaan fisik, nyeri tekan abdomen yang terjadi dapat lokal pada titik tertentu atau seluruh lapang abdomen. Secara garis besar, pemeriksaan fisik tidak memberikan gambaran yang khas kecuali bila terdapat massa ovarium yang besar. Tanda perangsangan peritoneum sangat jarang ditemukan kecuali bila terdapat nekrosis yang signifikan dan hal ini menggambarkan prognosis yang kurang baik terhadap ovarium tersebut. Pada sebagian kasus akan ditemukan lekositosis pada anak dengan torsio ovarii dengan rentang 11-13 x 103/ l. Pemeriksaan β-Human chorionic gonadotropin dilakukan pada semua penderita post menarche. Pada kasus massa ovarium yang besar, yang teridentifikasi pada palpasi, pemeriksaan tumor marker seperti α-fetoprotein, β-Human chorionic gonadotropin kuantitatif, atau cancer antigen-125 sebaiknya dilakukan.
15
Serupa dengan kasus torsio testis, gold standart diagnosis torsio ovarii adalah temuan pada saat laparatomi atau laparoskopi, bukan dengan pencitraan. Foto polos abdomen secara spesifik tidak dianjurkan untuk membuat diagnosis torsio ovarii, tetapi apabila dilakukan sebagai bagian dari keseluruhan pemeriksaan pada kasus nyeri abdomen akut, dapat digunakan untuk membuktikan adanya massa adneksa atau kalsifikasi (Gambar 22). Kriteria ultrasonografi untuk kasus ini antara lain, pembesaran ovarium unilateral lebih dari 4 cm dengan lokasi terutama pada midline dan superior fundus uteri, string of pearl sign yang merupakan gambaran kumpulan folikel immature di bagian tepi ovarium yang terdesak oleh karena edema, cairan bebas pada cavum Douglas, dan vascular pedicle yang terpuntir (whirlpool sign) (Gambar 23). Gambaran klasik pada color Doppler adalah hilangnya aliran arteri (Gambar 24), tetapi terdapat laporan bahwa aliran arteri yang normal juga dapat ditemukan pada torsio ovarii. Aliran arteri dapat berkurang tetapi untuk menegakkan diagnosis harus disertai gangguan aliran vena. Temuan ultrasonografi yang paling dipercaya untuk menegakkan diagnosis yaitu terpuntirnya vascular pedicle ( whirlpool sign ) (Gambar 25). Gambaran CT yang paling sering dijumpai adalah massa adneksa di midline dengan rotasi menuju rongga pelvis kontra lateral (Gambar 26), deviasi uterus menuju ke sisi ovarium yang terkena dan ascites. Selain kedua gambaran utama diatas, dapat juga ditemukan penebalan tuba falopi yang tampak sebagai struktur mass-like tubular atau amorph.24,25,26,27
16
BAB III LAPORAN KASUS
Dilaporkan penderita wanita usia 10 tahun 7 bulan dengan keluhan utama nyeri perut (rujukan dari RSI di Madiun dengan diagnosis massa intra abdomen kiri). Enam hari sebelum masuk Rumah Sakit Umum Pusat DR. Sardjito (RSS), penderita mengeluh nyeri perut tapi tidak dapat merasakan bagian mana yang lebih nyeri, selain itu mengalami muntah sebanyak tiga kali, tiap muntah lebih kurang setengah gelas teh. Saat itu masih mau minum sedikitsedikit tetapi nafsu makan tidak ada sama sekali. Sebelum merasakan nyeri ini, tidak pernah merasakan nyeri yang sama sebelumnya. Buang air kecil berwarna seperti teh. Buang air besar biasa. Lima hari sebelum masuk RSS, penderita mengalami demam tetapi hanya sumersumer, masih muntah-muntah, ditambah dengan diare sebanyak tiga kali, kemudian diperiksakan ke dokter umum dan diberi terapi tetapi nama obat yang diberikan tidak diingat oleh keluarga penderita maupun penderita sendiri. Setelah minum obat sebanyak dua kali dan keluhan pasien dirasakan bertambah berat, maka oleh ibu penderita diputuskan untuk menghentikan terapi dari dokter umum tersebut dan diberi enterostop. Setelah minum obat tersebut, penderita masih diare lagi sebanyak tiga kali. Penderita mau makan dan minum sedikit-sedikit. Empat hari sebelum masuk RSS, semua keluhan yang ada masih menetap tetapi nyeri perut yang dirasakan sekarang lebih dominan di perut bagian kiri. Oleh orang tua diperiksakan ke dokter spesialis anak yang kemudian didiagnosis diare cair akut dengan dehidrasi dan disarankan mondok apabila keluhan tidak membaik dengan terapi yang diberikan.
17
Tiga hari sebelum masuk RSS, nyeri perut di bagian kiri bertambah berat dengan keluhan lain masih tetap ada, kemudian dibawa ke RSI di Madiun yang termasuk rumah sakit tipe C, didiagnosis diare cair akut dan dehidrasi sehingga dilakukan rehidrasi. Di rumah sakit ini dilakukan serangkaian pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium darah dengan hasil hemoglobin 14,6 gr/dl; hematokrit 41,1%; White Blood Count 11.700/ l; platelet 387.000/ l; gula darah sewaktu 142; BUN 24,1mg/dl; kreatinin 0,85 mg/dl. Hasil pemeriksaan urin didapatkan hasil proteinuria (+)3, eritrosit 8-10/lapang pandang. Saat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi didapatkan gambaran ascites, massa kistik sebagian padat intraabdomen kiri bawah dengan septasi tetapi tidak dapat dipastikan asalnya, sehingga disimpulkan terdapat massa intraabdomen kiri (Gambar 27). Setelah dirawat selama tiga hari tidak terdapat perbaikan yang mencolok, maka dirujuk ke RSS. Pada saat di Instalasi Rawat Darurat RSS tanggal 12 November 2013, nyeri perut masih dirasakan terutama bagian kiri dengan keluhan lain seperti muntah dan diare menetap akan tetapi penderita sudah tidak mengeluhkan adanya demam. Alloanamnesa orang tua penderita didapatkan keterangan terdapat riwayat keganasan pada keluarga yaitu kanker paru (kakek), kanker payudara (bulik), dan limfoma (budhe) dimana semua dari garis keluarga ayah. Pemeriksaan fisik tanggal 12 November 2013 didapatkan data vital sign nadi 120 x/menit, frekuensi napas 40 x/menit, tekanan darah 120/80 mmHg, suhu 37,3oC. berat badan 51 kilogram, tinggi badan 148 centimeter, lingkar perut 86 centimeter, lingkar dada 101 centimeter. Keadaan umum penderita lemah dengan kesadaran composmentis. Regio kepala tidak didapatkan tanda conjungtiva anemis dan sclera ikterik. Pada leher, tidak didapatkan pembesaran limfonodi maupun kaku kuduk serta tekanan vena jugularis tidak meningkat. Pemeriksaan thorax, pengembangan paru bilateral simetris, fremitus bilateral simetris, pada perkusi terdengar sonor bilateral simetris, suara dasar vesikuler normal bilateral, tidak
18
didapatkan suara tambahan dan retraksi dinding dada. Suara jantung pertama tunggal, suara jantung dua split tidak konstan, tidak didapatkan murmur dan gallop. Pada pemeriksaan abdomen, tampak distensi abdomen tanpa disertai tanda-tanda darm contour dan darm steifung. Peristaltik terdengar dengan frekuensi relatif menurun. Pada palpasi terdapat nyeri tekan di regio inguinalis kanan dan kiri tetapi dominan di bagian kiri. Selain itu didapatkan pula nyeri tekan di regio Mc Burney. Tidak didapatkan defans muscular. Pada rectal toucher, didapatkan data mukosa licin, ampula rekti tidak kolaps, tidak didapatkan massa, sarung tangan lendir dan darah juga negatif. Terdapat nyeri tekan di arah jam 11-12. Pemeriksaan laboratorium darah pada tanggal 12 November 2013 antara lain 11,2 gr/dl; hematokrit 34,1 %; White Blood Count 19.800/ l; netrofil 79,8%; limfosit 8,5%; monosit 11,2%; eosinofil 0,5%; basofil 0; platelet 322.000/ l; albumin 2,9; BUN 19 mg/dl; kreatinin 0,89 mg/dl; natrium 132; kalium 2,4; klorida 100; c-reactive protein 146 (>5 =positif; <5 =negatif); ASTO negatif, cancer antigen-125 = 98,2 (normal: < 21). Laboratorium urine dengan pembacaan hasil tanggal 13 November 2013 didapatkan epithel silinder granuler positif, red blood cell poitis, sedangkan jamur negatif. Selain itu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi ginekologi oleh sejawat di bidang tersebut dengan deskripsi dibelakang uterus tampak massa struktur kompleks (solid-kistik) ukuran 41,8 mm x 45,1 mm, kesan kistoma ovarii curiga torsi dan saran konsul sejawat di bagian bedah anak (Gambar 28). Dari data-data, maka dilakukan serangkaian pemeriksaan radiologi yaitu foto thorax dengan hasil cor dan pulmo dalam batas normal (Gambar 29), foto abdomen tiga posisi yang dikesankan mengarah gambaran ileus paralitik (Gambar 30) serta ultrasonografi upper-lower abdomen didapatkan hasil hepatosplenomegali, pelviectasis dengan tanda inflamasi ren sinistra, kista ovarium, ascites, dan apendiks tidak tervisualisasi (Gambar 31). Berdasarkan
19
data tambahan tersebut, ditegakkan diagnosis kerja observasi abdominal pain e.c curiga apendisitis akut dengan diagnosis banding curiga torsio kista ovarium dan nefritis interstitial. Oleh karena hasil pemeriksaan fisik dan penunjang yang dilakukan belum dapat mengarahkan ke suatu diagnosis yang pasti serta kondisi penderita yang lemah, maka diputuskan untuk melakukan perbaikan kondisi penderita terlebih dahulu dengan pengawasan ketat. Setelah 24 jam di ruang rawat, kondisi penderita tidak menunjukkan perbaikan dengan nyeri perut hebat menjadi hampir di seluruh lapang perut. Pada kondisi tersebut, tanggal 14 November 2013 diputuskan untuk melakukan laparatomi eksplorasi bersama bagian bedah anak dan obstetri ginekologi dengan diagnosis pre operasi peritonitis umum ec apendisitis perforasi dan kistoma ovarii curiga torsi. Durante operasi didapatkan pus lebih kurang 50 ml, adhesi grade II-III, kemudian dilakukan apendiktomi, adhesiolisis, dan omentektomi. Organ ginekologis yang dieksplorasi oleh sejawat dibidangnya didapatkan ovarium, uterus dan tuba dextra et sinistra ukuran dan bentuk dalam batas normal, tidak didapatkan kelainan ginekologis, sehingga diagnosis post operasi adalah peritonitis umum ec apendisitis perforasi.
20
BAB IV PEMBAHASAN
Selain nyeri perut bagian kanan yang telah dikenal sejak lama sebagai keluhan utama penderita apendisitis akut, semua teori patofisiologi, gejala dan tanda apendisitis yang telah dikemukakan serta diteliti oleh para ahli tetap kontroversial dan tidak ada yang patognomonik sehingga penyakit ini tetap menjadi sebuah tantangan di bidang medis sampai saat ini. Secara umum, torsio ovarii memiliki kecenderungan terjadi pada sisi kanan sehingga sering menimbulkan dilema penegakkan diagnosis dalam membedakan dengan apendisitis akut. Table 1 akan memperlihatkan diagnosis banding akut abdomen pada anak perempuan. 28 Pada kasus ini sempat terjadi keraguan terhadap diagnosis yang ditegakkan karena berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
laboratorium darah, dan ultrasonografi yang
dilakukan sejawat bagian obstetri-ginekologi pada RSI di Madiun maupun di RSS belum dapat mengarahkan pada salah satu diagnosis, bahkan berdasarkan hasil ultrasonografi tersebut para klinisi saat itu lebih cenderung nyeri abdomen yang terjadi disebabkan torsio kista ovarii. Pada wanita, kasus apendisitis memang mempunyai diagnosis banding pertama adanya kelainan ginekologis terutama torsio kista ovarii, akan tetapi melihat diagnosis postoperasi apendisitis perforasi sedangkan organ ginekologis dalam batas normal, maka pembahasan kali ini akan coba penulis analisis ulang mulai anamnesis hingga pemeriksaan penunjang terutama pada foto polos abdomen. Dari anamnesis didapatkan nyeri perut yang awalnya penderita tidak dapat menentukan lokasi nyeri yang dominan, setelah dua hari nyeri tersebut dirasakan paling dominan di perut bagian kiri dengan nyeri yang terus menerus. Berdasarkan tipe nyeri yang diutarakan oleh penderita, nyeri tesebut mempunyai kesesuaian dengan tipe perjalanan nyeri apendisitis akut, dimana pada awal akan terasa nyeri di perut bagian tengah atau epigastrium
21
kemudian berpindah ke perut kanan bawah sebagai akibat peningkatan progresif tekanan intralumen apendiks mengakibatkan gangguan suplai darah dan perangsangan peritoneum parietalis dan tunika serosa apendiks oleh proses peradangan. Pada kasus torsio ovarii, nyeri yang dirasakan sebagian besar hilang timbul dan yang menjadi karakteristik adalah adanya rasa nyeri yang serupa yang pernah dirasakan terdahulu tetapi dengan skala nyeri lebih ringan. Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan terdapat nyeri tekan di regio inguinalis bilateral dengan dominasi bagian kiri dan di titik McBurney, tetapi tidak teraba massa pada palpasi. Pola nyeri seperti ini juga memiliki kemiripan dengan kasus apendisitis, dimana karakteristik nyeri berada di titik McBurney sebagai indikator proyeksi pangkal apendiks. Walaupun pada penekanan dirasakan nyeri paling dominan di regio inguinalis kiri, hal ini masih dapat tejadi pada kasus apendisitis terutama bila apendiks berada di pelvis atau retroileal, akan tetapi pada laporan operasi tidak dicantumkan tipe lokasi apendiks pada penderita ini. Kemungkinan kedua adalah terjadinya apendisitis perforasi yang memiliki pola nyeri lebih difus dibandingkan apendisitis akut tanpa perforasi. Pada kasus ini, perforasi apendiks yang terjadi menyebabkan terbentuknya abses dengan volume pus lebih kurang 50 ml sehingga dapat menyebabkan perangsangan peritoneum di seluruh lapang perut dengan intensitas yang paling dominan di daerah terbentuknya abses, akan tetapi pada laporan operasi juga tidak menyebutkan lokasi terbentuknya abses. Berdasarkan data laboratorium, hasil yang paling mengarahkan pada kasus apendisitis adalah white blood count 19.800/ l dengan netrofil segmen sebanyak 79,8%. Hasil tersebut lebih mengarah pada kasus apendisitis akut dengan kecurigaan terjadi perforasi sesuai dengan sebagian literatur yang menyebutkan bahwa pada kasus tersebut akan terjadi lekositosis diatas 18.000/ l dengan netrofilia diatas 75%. Pada torsio ovarii sebagian besar literatur menyebutkan bahwa lekositosis yang terjadi hanya sekitar 11.000/ l sampai dengan 22
13.000/ l. Hasil pemeriksaan lain seperti c-reactive protein yang merupakan penanda adanya proses inflamasi dan laboratorium urin tidak penulis bandingkan karena penulis tidak menemukan literatur yang cukup universal tentang hasil pemeriksaan laboratorium torsio ovarii. Pemeriksaan penunjang radiologi awal yang dilakukan pada kasus ini adalah ultrasonografi sebanyak dua kali dengan kesan yang belum dapat mengarahkan pada apendisitis, bahkan kesan yang diberikan oleh sonografer kedua pada saat di RSS lebih cenderung kelainan ginekologis yaitu kista ovarii curiga torsio sebagai penyebab nyeri perut penderita walaupun tetap belum dapat menyingkirkan kemungkinan adanya apendisitis. Sesuai saran yang diberikan oleh sonografer kedua maka dilakukan pemeriksaan abdomen 3 posisi dan ultrasonografi upper dan lower abdomen di bagian radiologi RSS, akan tetapi kesan yang diberikan dari kedua modalitas tersebut juga belum dapat mengarahkan pada apendisitis sehingga tindakan definitif yang seharusnya dapat dilakukan segera menjadi terhambat. Dalam menganalisa foto polos abdomen pada kasus apendisitis, kita dapat mengevaluasi tanda-tanda seperti yang telah diuraikan pada tinjauan pustaka, mulai dari tanda-tanda pada apendisitis akut tanpa perforasi sampai adanya kecurigaan perforasi. Fecal loading sign pada caecum yang merupakan tanda yang relatif baru diperkenalkan oleh Andy Petroianu, adalah tanda pada foto polos abdomen dengan sensitivitas 97%, spesifisitas 85,33%, nilai prediktif positif 78,94%, dan nilai prediktif negatif 98% pada kasus apendisitis akut dibandingkan dengan kasus nyeri abdomen kanan bawah yang disebabkan oleh kelainan pada organ lain seperti torsio ovarii.10,29 Foto posisi supine penderita juga menunjukkan adanya tanda ini, sehingga adanya proses peradangan pada apendiks dapat menjadi salah satu diagnosis banding kita.
23
Dengan adanya fecal loading pada caecum menunjukkan adanya dilatasi caecum yang menjadi tanda paralitik lokal sebagai akibat proses peradangan di kuadran kanan bawah. Pada kasus apendisitis akut dengan proses peradangan yang hebat dan kemungkinan impending perforation, akan terjadi gangguan pasase material usus halus menuju colon. Setelah terjadi perforasi, sangat sering didapatkan keterangan penderita mulai ada nafsu makan lagi sesuai dengan penderita pada laporan kasus ini walaupun hanya sedikit atau dikatakan di literature mulai menelan udara secara spontan. Dengan adanya impendansi atau pasase secara pasif material usus halus menuju colon maka muncullah gambaran “functional” small bowel obstruction yang menjadi salah satu temuan penting apendisitis perforasi. Pada foto posisi supine penderita juga didapatkan gambaran serupa yaitu dilatasi sistema usus halus terutama di proyeksi sisi kiri midline dengan gambaran valvula coniventes prominen. Tanda selanjutnya adalah colon cut off sign yaitu tidak terdapatnya gambaran udara dan faecal material pada colon ascenden dengan cut off pada fleksura hepatika. Gambaran tersebut mirip dengan literatur yang menyatakan suatu kumpulan tanda, tidak terdapatnya gambaran udara dan faecal material pada caecum dan colon ascenden, refleks dilatasi colon transversum, dan cut off udara colon di proyeksi fleksura hepatika. Pada kasus ini masih terdapat gambaran faecal material dan udara pada caecum yang merupakan faecal loading akibat stasis faecal material di daerah tersebut. Pada torsio ovarii juga dapat ditemukan tanda gangguan pasase sistema usus halus tetapi penulis tidak menemukan literature yang menyatakan adanya small bowel obstruction dan colon cut off sign pada kasus tersebut. Gambaran lain yang didapatkan adalah opasitas desitas soft tissue di proyeksi midline setinggi vertebra lumbal 4 sampai vertebra sacral yang menetap pada abdomen 3 posisi disertai efek massa yang tidak terlalu bermakna terhadap sistema usus halus disekitarnya. Hal ini juga serupa dengan literature, sebagai akibat terbentuknya abses pada apendisitis
24
perforasi. Pada kasus torsio ovarii gambaran efek massa akan terlihat lebih jelas pada sebagian besar kasus dengan pergeseran sistema usus halus ke cranial dan medial. Gambaran lain seperti udara intra lumen apendiks, hilangnya bayangan caecum dan musculus psoas mayor dextra, serta skoliosis vertebra lumbal tidak tervisualisasi pada kasus ini, karena secara teoritis masing-masing gambaran tersebut tidak mempunyai nilai sensitivitas yang tinggi yaitu kurang dari 2%, 1% - 8%, dan 1% - 14% secara berurutan pada kasus apendisitis akut.10 Khusus gambaran skoliosis vertebra lumbal yang tidak tervisualisasi, sangat mungkin disebabkan penderita telah menerima analgetik dan antipiretik diperiksakan ke dokter umum sehingga walaupun nyeri yang dirasakan cukup berat tetapi tidak sampai menyebabkan splinting. Pada literatur tentang torsio ovarii, penulis juga belum menemukan gambaran foto polos yang disertai tanda-tanda tersebut diatas. Analisa dengan ultrasonografi pada apendisitis akut dapat dilakukan dengan menilai beberapa kriteria seperti yang tercantum pada tabel 2.23
Ultrasonografi yang memiliki
sensitivitas maupun spesifisitas lebih tinggi dibandingkan foto polos abdomen, akan tetapi memiliki keterbatasan yaitu operator dependent, dan dari ketiga sonografi yang dilakukan tidak dapat memvisualisasikan apendiks. Menurut literatur, hal ini dapat terjadi karena pada apendisitis perforasi, material di dalam apendiks akan keluar sehingga apendiks menjadi kolaps dan sulit tervisualisasi dengan ultrasonografi. Foto ultrasonografi yang didapatkan dari ketiga operator menunjukkan adanya lesi hipoechoic di aspek posterior uterus, batas relatif tegas, bentuk amorph, dinding cukup tebal, terdapat septasi yang tervisualisasi dengan jelas pada foto ultrasonografi pertama dan kedua, ukuran rata-rata pada kedua foto awal sekitar 4 cm, disertai gambaran hiperechoic disekitar lesi tersebut yang kemungkinan merupakan suatu peri-appendiceal echogenic fat, sehingga lebih mengarah pada gambaran abses dibandingkan suatu massa. Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan color Doppler pada lesi sehingga tidak terdapat informasi tambahan
25
yang dapat digunakan untuk lebih memperkuat dugaan tersebut, karena pada abses akan didapatkan peningkatan aliran darah pada dinding lesi sedangkan intralesi tak tampak aliran darah. Dari kombinasi anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium darah, analisa ulang foto abdomen 3 posisi dan ultrasonografi, dapat disimpulkan nyeri abdomen penderita tersebut sangat mungkin disebabkan apendisitis perforasi. Hal tersebut didukung hasil laparatomi eksplorasi yaitu apendisitis perforasi dengan organ ginekologis dalam batas normal.
26
BAB V KESIMPULAN
Telah dilaporkan perempuan 14 tahun dengan keluhan utama nyeri perut yang didiagnosis pre operasi peritonitis umum curiga e.c apendisitis perforasi dan kistoma ovarii curiga torsio, dan diagnosis post operasi apendisitis perforasi, tetapi organ ginekologis dalam batas normal. Adanya gambaran faecal loading sign pada caecum, “functional” small bowel obstruction, dan colon cut off sign serta opasitas densitas soft tissue dengan efek massa terhadap sistema usus halus disekitarnya pada foto polos abdomen penderita dengan nyeri perut kanan bawah maka diagnosis banding pertama yang seharusnya dipikirkan adalah apendisitis akut dengan perforasi. Apabila hasil ultrasonografi tidak dapat memviualisasikan tanda apendisitis, maka analisa tanda apendisitis pada foto polos abdomen dapat membantu mendekatkan atau menyingkirkan diagnosis tersebut. Dengan tambahan data anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium, maka kecurigaan kearah apendisitis akut dengan perforasi menjadi lebih tegas dan terbukti pada hasil operasi tidak didapatkan kelainan pada organ ginekologis.
27