BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sebagai alat komunikasi dan interaksi yang hanya dimiliki oleh manusia, bahasa memiliki peran yang sangat penting di dalam kehidupan manusia. Manusia menggunakan bahasa untuk menyampaikan pesan-pesan kepada mitra tuturnya. Namun, karena adanya beberapa faktor tertentu, terkadang pesan yang ingin disampaikan penutur tidak terdapat secara jelas di dalam tuturannya, sehingga aspekaspek di luar tuturan tersebut perlu diketahui. Aspek-aspek tersebut dapat berupa tempat, waktu, atau situasi tuturan. Menurut Yule (1996: 35), “something said must be more than what the words mean”, (sesuatu yang diucapkan pasti memiliki arti lebih dari kata-kata yang diucapkan). Menurut Wijana (1996:37), sebuah tuturan memang dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan yang bersangkutan. Maka, untuk memahami ujaran, menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur, dan mengaitkan makna dengan siapa yang berbicara, dengan siapa, dimana, dan bagaimana, diperlukan pendekatan pragmatik (Leech 1983:5). Dalam berkomunikasi, kerjasama merupakan hal yang perlu dimiliki oleh penutur dan lawan tuturnya. Kerjasama yang dimaksud di sini adalah kontribusi
1
2
peserta tutur di dalam komunikasi tersebut. Kontribusi yang dibutuhkan adalah memberikan informasi sesuai dengan apa yang dibutuhkan lawan tutur, yaitu informasi yang cukup dan relevan dengan pembicaraan yang sedang berlangsung, serta memberikan informasi yang benar dan jelas. Jika kerjasama tidak dipenuhi di dalam pembicaraan, lawan tutur mungkin akan kesulitan dalam memahami informasi yang diberikan. Selain kerjasama, antara penutur dan lawan tutur harus saling menghormati. Di dalam pragmatik, dikenal prinsip kesantunan. Prinsip kesantunan diperlukan untuk menjalin hubungan yang baik antara penutur dan lawan tutur. Di dalam penelitian ini, peneliti melihat fenomena penerapan prinsip- prinsip kesantunan di dalam dunia yang menjadi perhatian masyarakat luas, yaitu sepak bola. Sepak bola merupakan olah raga yang memiliki banyak penggemar. Menurut situs website sporteology.com, sepak bola memiliki lebih dari 3,5 milyar orang penggemar yang tersebar di seluruh dunia. Hal ini menunjukkan bahwa sepak bola menjadi salah satu pusat perhatian masyarakat. Salah satu negara yang memiliki liga sepak bola terbaik adalah Inggris, karena liga Inggris dianggap sebagai liga yang paling kompetitif diantara liga-liga profesional lainnya. Di Liga Inggris terdapat satu sosok pelatih
yang
fenomenal,
yaitu
Arsene
Wenger.
Arsene
Wenger
adalah
manager/pelatih terlama di Liga Inggris saat ini, sejak kedatangannya ke Arsenal FC 19 tahun yang lalu. Salah satu hal yang menarik dari Arsene Wenger adalah, dia dikenal sebagai pelatih yang cukup santtun dalam memberikan komentar, alasan, atau menanggapi isu-isu terkini. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk menganalisis tuturan-
3
tuturan Wenger dari segi pematuhan prinsip kesantunan berbahasa. Berikut ini adalah salah satu contoh kalimat yang diucapkan Arsene Wenger ketika menjawab pertanyaan dari jurnalis: (1) Jurnalis: Will you appeal the red card? [Apakah anda akan mengajukan banding atas kartu merah tadi?] Wenger: I have to see it again. I haven’t seen it . [Saya harus melihatnya lagi. Saya belum melihatnya.] (sumber: http://www.arsenal.com/news/news-archive/wenger-on-red-cards-anda-crucial-win)
Arsene Wenger mengatakan kalimat di atas untuk menjawab pertanyaan dari jurnalis mengenai terjadinya suatu insiden atau kontroversi di tengah pertandingan yang menyebabkan seorang pemain Arsenal mendapatkan kartu merah. Kalimat tersebut dapat dipahami dengan beberapa arti. Pertama, pada saat pertandingan berlangsung, Arsene Wenger memang tidak melihat insiden yang ditanyakan oleh jurnalis dengan jelas. Kedua, dia melihat insiden yang ditanyakan, namun dia mengaku tidak melihat insiden tersebut karena dia sebenarnya tidak ingin menanggapi masalah itu. Ketiga, dia mengatakan itu karena dia tidak ingin menyalahkan pemain yang melakukan kesalahan di hadapan publik. Dalam kasus sini, jurnalis mengharapkan tanggapan atau pendapat Arsene Wenger terhadap suatu kejadian yang terjadi di lapangan, namun dia tidak memberikan jawaban yang diharapkan dengan alasan dia tidak melihatnya. Dilihat dari prinsip kesantunan, dalam tuturan ini Arsene Wenger mematuhi maksim kebijaksanaan, karena dengan mengatakan bahwa dia tidak melihat insiden yang
4
terjadi untuk menghindari kata-kata yang bertujuan untuk menyalahkan atau menuduh pemain yang terlibat di dalam insiden yang dimaksudkan oleh jurnalis. Arsene Wenger mengatakan ini untuk melindungi atau menjaga nama baik seseorang. Contoh kalimat lain dari Arsene Wenger: (2) Jurnalis: What do you think about Sanchez performance today? [Bagaimana menurut anda penampilan Sanchez pada hari ini?] Wenger: He scored but I think he did not have the best game today. [Dia mencetak gol, tetapi saya rasa dia tidak mempunyai permainan terbaik hari ini) (sumber:http://www.arsenal.com/news/news-archive/20141109/wenger-ondefeat-swansea-and-defence)
Dalam penggalan interview di atas, Arsene Wenger menjawab pertanyaan jurnalis mengenai penampilan Sanchez pada hari itu. Dia menyatakan bahwa Sanchez mencetak gol, namun dia tidak bermain dengan bagus. Pada saat itu Sanchez memang tidak bermain dengan begitu baik. Dia tidak terlalu banyak menciptakan peluang, namun pada akhirnya dia dapat mencetak satu-satunya gol setelah mendapatkan peluang. Di sini Arsene Wenger memberikan keterangan yang benar bahwa Sanchez tidak bermain dengan baik, namun dia mengawalinya dengan memuji Sanchez bahwa dialah yang mencetak gol. Di sini terlihat bahwa Arsene Wenger berusaha untuk tidak secara langsung mengkritik permainan Sanchez. Kritikan akan lebih tajam apabila Arsene Wenger langsung mengatakan bahwa Sanchez tidak bermain dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa dalam tuturan ini dia mematuhi maksim kemurahan hati,
5
yaitu memberikan pujian terhadap orang lain, sebelum mengatakan suatu fakta yang kurang baik. Contoh-contoh transkrip konferensi pers Arsene Wenger di atas membuat peneliti tertarik untuk menganalisis lebih mendalam mengenai tuturan-tuturan Arsene Wenger dalam menghadapi media atau pers. Adapun data yang dipakai adalah kumpulan kutipan-kuitpan Arsene Wenger dalam konferensi pers yang didapat dari website resmi Arsenal FC. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian ini bertujuan untuk menjawab tiga permasalahan mengenai tuturan Arsene Wenger dalam konferensi pers. Ketiga permasalahan tersebut adalah: a. Bagaimana bentuk-bentuk pematuhanan prinsip kesantunan berbahasa oleh Arsene Wenger dalam konferensi pers? b. Bagaimana bentuk-bentuk pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa oleh Arsene Wenger dalam konferensi pers? c. Apa sajakah fungsi tuturan Arsene Wenger dalam konferensi pers? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk: a. Mendeskripsikan penerapan prinsip kesantunan dalam konferensi pers Arsene Wenger. b. Mendeskripsikan pelanggaran prinsip kesantunan dalam konferensi pers Arsene Wenger.
6
c. Menjelaskan tujuan-tujuan tuturan Arsene Wenger dalam menyampaikan informasi saat konferensi pers. 1.4 Manfaat Penelitian Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam bidang linguistik khususnya pragmatik. Selain itu, hasil kajian tentang tuturan Arsene Wenger ini diharapkan dapat menjadi referensi dan acuan bagi yang tertarik untuk melakukan penelitian-penelitian sejenis. Diharapkan penelitian ini bisa bermanfaat bagi umum, dan khususnya untuk kajian prinsip prinsip kesantunan berbahasa. Secara praktis, penelitian ini dapat digunakan untuk melihat bagaimana cara seseorang sebagai perwakilan dari suatu kelompok menyampaikan opini, argumen, dan tanggapan secara santun. 1.5 Tinjauan Pustaka Penelitian tentang penggunaan prinsip-prinsip kerjasama atau prinsip kesantunan telah dilakukan sebelumnya. Wahyu Adri Wirawati pada tahun 2013 melakukan penelitian yang berjudul Pelanggaran Maksim Prinsip kerjasama dan Maksim Prinsip kesantunan dalam drama seri House M.D.: Suatu Telaah Sosiopragmatik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis maksim-maksim prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan dalam tuturan-tuturan yang diujarkan dr. Gregory House dalam drama seri House M.D. Peneliti menggunakan teori dari Joan Cutting dalam menganalisis data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa House banyak melanggar maksim prinsip kerjasama, terutama dalam maksim kualitas. Selain itu,
7
House juga sering melanggar maksim prinsip kesantunan, terutama maksim kemurahan. Nadar (2004) dalam laporan penelitiannya tentang kesantunan berbahasa meneliti bahasa yang digunakan politisi-politisi di Indonesia menjelang pemilu tanggal 5 april 2004. Penelitian ini difokuskan pada pematuhan dan pelanggaran maksim prinsip kesantunan yang dilakukan politisi-politisi di Indonesia. Hasil yang diperoleh adalah dari 50 tuturan para politisi, disimpulkan bahwa sebagian besar politisi mematuhi prinsip kesantunan berbahasa, namun terdapat juga politisi yang melanggar maksim prinsip kesantunan berbahasa. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Agustinus Hary Setyawan pada 2013 dengan penelitiannya yang berjudul Kesantunan Tutur pada Rapat Politik Studi Kasus pada Pertuturan Margaret Thatcher dalam Film The Iron Lady. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis-jenis prinsip kesantunan oleh dan untuk Thatcher dalam film, dan menjelaskan fungsi prinsip kesantunan tersebut. Peneliti menggunakan
pendekatan
Jonathan
Culpeper
dalam
menganalisa
prinsip
ketidaksopanan dan pendekatan brown untuk menganalisa prinsip kesantunan. Kedua pendekatan tersebut diintegrasikan dengan fungsi tindak tutur Leech (1983) dan faktor sosial Huang (2000). Dari penelitian ini ditemukan bahwa ketidaksopanan mendominasi tuturan Thatcher. Ketidaksopanan dalam tuturan Thatcher dapat berfungsi sebagai pernyataan, komplain, penyalahan, saran, anjuran, penolakan, dan sindiran. Kesantunan dan ketidaksopanan dipengaruhi oleh konteks serta faktor-faktor sosial.
8
Isti anatul Hikmah (2013) melakukan penelitian tentang Kesantunan Meminta Maaf dalam Bahasa Inggris oleh Orang Jawa (Studi Kasus pada Orang Jawa Berbahasa Inggris di Surabaya). Penelitian ini bertujuan untuk menemukan pola umum kesantunan meminta maaf orang jawa dalam bahasa Inggris dan realisasi kesantunan meminta maaf orang jawa dalam bahasa inggris berdasarkan usia, kedekatan, dan situasi. Penelitian ini menggunakan teori tindak tutur dari searle (1975), strategi kesantunan dari brown dan levinson (1987) dan komponen tindak tutur dari Hymes (1989). Hasil penelitian ini adalah (1) tindak tutur yang terekam adalah tindak tutur representatif, direktif, komisif, dan ekspresif, (2) terdapat 7 pola umum cara meminta maaf, dan (3) kesantunan dalam meminta maaf dipengaruhi oleh usia, kedekatan, dan situasi tutur. Widya Oktarini (2014) melakukan penelitian tentang Tindak tutur dan gaya bahasa dalam naskah pidato pelantikan presiden amerika Barack H. Obama. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis dan fungsi tindak tutur, pematuhan dan pelanggaran terhadap maksim kesantunan, dan mendeskripsikan pemanfaatan aspek kebahasaan sebagai sarana retorika pada pidato pelantikan presiden Amerika. Hasil penelitian ini adalah ditemukannya 6 jenis tindak tutur yang digunakan Barack H. Obama dalam pidato pelantikan presiden, yaitu tidak tutur asertif, deklaratif, komisif, ekspresif, fatis, dan direktif. Adapun fungsi dari masingmasing tindak tutur tersebut adalah untuk menyampaikan pendapat, memberikan informasi, memberi perintah, memberi janji, menyatakan perasaan dan untuk mendeklarasikan.
9
1.6 Landasan Teori 1.6.1 Pragmatik Pragmatik merupakan kajian hubungan antara bahasa dan konteks yang tergramatikalisasi atau terkodifikasi di dalam struktur bahasa (Levinson 1983:9). Menurut Crystal (1990:271), pragmatik merupakan kajian bahasa yang ditinjau dari sudut pandang penggunaannya, terutama dalam pemilihan kata yang dipakai, pembatasan yang digunakan dalam penggunaan bahasa dalam interaksi sosial dan efeknya pada peserta tindak tutur lain dalam sebuah komunikasi. 1.6.2 Prinsip Kesantunan Di dalam sebuah percakapan, penutur dan lawan tutur harus saling menghormati.
Di
dalam
pragmatik,
dikenal
politeness
principles
„prinsip
kesantunan‟. Prinsip kesantunan diperlukan untuk menjalin hubungan yang baik antara penutur dan lawan tutur. Leech (1983) mengutarakan sejumlah maksim yang terdapat dalam prinsip kesantunan sebagai berikut: a. Maksim Kebijaksanaan Maksim kebijaksanaan menguraikan bahwa setiap peserta tuturan diharapkan meminimalkan kerugian orang lain, atau memaksimalkan keuntungan bagi orang lain.
10
b. Maksim Penerimaan Maksim penerimaan menyatakan bahwa saat seseorang sedang melakukan tindak tutur, maka orang tersebut harus meminimalkan keuntungan terhadap diri sendiri, atau memaksimalkan kerugian untuk diri sendiri. c. Maksim Kemurahan Maksim kemurahan menyatakan bahwa untuk membuat percakapan yang sopan, penutur harus memaksimalkan dalam menyanjung orang lain dan meminimalkan memuji diri sendiri. Maksim ini juga menyarankan untuk menyatakan hal-hal yang menyenangkan saja kepada pendengar (Wijana 1996:55) d. Maksim Kerendahan Hati Maksim kerendahan hati menyatakan bahwa untuk mendapatkan percakapan yang harmonis, penutur harus meminimalkan penyanjungan terhadap diri sendiri dan sebaiknya lebih merendah kepada lawan tutur. e. Maksim Kecocokan Maksim kecocokan menyatakan bahwa penutur dan lawan tutur haruslah memaksimalkan kecocokan di antara mereka. f. Maksim Kesimpatian Maksim kesimpatian menyatakan bahwa setiap peserta pertuturan hendaknya memaksimalkan rasa simpati dan meminimalkan rasa antipati kepada lawan tuturnya. Jika lawan tutur medapat kesuksesan atau kebahagiaan, penutur wajib memberikan ucapan selamat.
11
1.6.3 Kesantunan Brown-Levinson Brown dan levinson menyatakan bahwa untuk memasuki hubungan sosial kita harus mengakui dan menunjukkan adanya citra diri di muka publik dan citra diri yang dimiliki lawan tutur. Brown dan levinson (1987:61) mendefinisikan “muka” sebagai citra diri yang dimiliki semua orang. Mereka membagi konsep menjadi dua, yaitu muka positif dan muka negatif. Muka positif merupakan keinginan setiap individu agar dia dapat diterima atau disenangi oleh pihak lain (Nadar 2009:32). Sementara itu, muka negatif adalah keinginan individu agar setiap keinginannya tidak dihalangi orang lain. 1.6.3.1 Strategi Kesantunan Positif Brown dan Levinson (1987:61) mengutarakan stratetegi kesantunan positif sebagai berikut: 1. Notice: attend to hearer (memperhatikan minat, keinginan lawan tutur) 2. Exxagerate (melebih-lebihkan rasa ketertarikan) 3. Intensify interest to hearer (meningkatkan rasa tertarik) 4. Use in-group identity marker (menggunakan penanda kesamaan kelompok) 5. Seek agreement (mencari dan mengusahakan persetujuan lawan tutur) 6. Avoid disagreement (menghindari pertentangan) 7. Presuppose/raise/assert common ground (menimbulkan persepsi sejumlah persamaan antara penutur dengan lawan tutur)
12
8. Making joke (membuat candaan) 9. Assert or presuppose speaker’s knowledge of and concern for (membuat persepsi bahwa penutur memahami keinginan lawan tutur) 10. Offer or promise (membuat penawaran atau janji) 11. Be optimistic (menunjukkan rasa optimis) 12. Include both speaker and hearer in the activity (berusaha melibatkan penutur dan lawan tutur dalam suatu kegiatan) 13. Give or ask for reasons (memberikan atau meminta alasan) 14. Assume or assert reciprocity (menawarkan tindakan timbal balik) 15. Simpathy to hearer ( memberikan rasa simpati) 1.6.3.2 Strategi Kesantunan Negatif Brown dan Levinson (1987:61) mengutarakan stratetegi kesantunan negatif sebagai berikut: 1. Be conventionally indirect (ungkapan tidak langsung) 2. Question, hedge (gunakan pertanyaan dengan partikel tertentu) 3. Be pessimistic ( lakukan secara hati-hati dan jangan terlalu optimistik) 4. Minimize the imposition (kurangi ancaman terhadap muka lawan tutur) 5. Give deference (beri penghormatan) 6. Apologize (gunakan permohonan maaf) 7. Impersonalize Speakers and Hearers (jangan menyebut penutur dan lawan tutur)
13
8. State the FTA as general rule (nyatakan tindakan mengancam muka sebagai ketentuan sosial yang umum berlaku) 9. Nominalize (nominalkan pertanyaan) 10. Go on record as incurring a debt or as not indebting H (nyatakan dengan jelas bahwa penutur telah memberikan kebaikan kepada lawan tutur) 1.7 Metode Penelitian Sudaryanto (1993: 5-8) menyebutkan bahwa kurun pemecahan masalah di dalam penelitian bahasa setidaknya terdiri dari tiga tahapan. Tahap pertama adalah tahap penyediaan data. Tahap kedua adalah tahap analisis data. Tahap ketiga adalah tahap penyajian hasil analisis data. Masing-masing tahap mempunyai metode yang berbeda yang akan dijelaskan selanjutnya. 1.7.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menerapkan metode inferensial untuk memaparkan hasil analisis data. Metode inferensial adalah cara pembahasan yang mana peneliti berusahan untuk menjelaskan data yang diteliti secara mendalam. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan karena data yang digunakan berasal dari sumber tertulis. 1.7.2 Metode Penyediaan Data Objek penelitian ini merupakan 20 transkrip dari total sekitar 50 hasil konferensi pers Arsene Wenger pascalaga Arsenal FC pada tahun 2014. Objek tersebut terangkum dalam data penelitian yang berupa kumpulan transkrip konferensi
14
pers Arsene Wenger yang diunduh dari laman resmi Arsenal FC, yaitu Arsenal.com. Selain transkrip, peneliti juga menggunakan video rekaman dari konferensi pers tersebut dari laman yang sama untuk melakukan verifikasi kesesuaian transkrip dengan video. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode observasi. Teknik yang digunakan adalah teknik catat. Langkah pengumpulan data yang didapat adalah: 1. Mencari dan mengumpulkan transkrip konferensi pers Arsene Wenger pada tahun 2014 dari menu News pada laman Arsenal.com. 2. Memilih 20 video dan transkrip secara acak. 3. Meneliti kesesuaian transkrip konferensi pers yang berisi tanggapan, opini, atau pernyataan dari Arsene Wenger dengan video konferensi pers, dan kemudian diambil sebagai data. 4. Menulis data hasil pengamatan dalam lembar khusus. Data yang telah dicatat tersebut akan kemudian dianalisis dalam tahap selanjutnya, yaitu tahap analisis data penelitian. 1.7.3 Metode Analisis Data Dalam tahap ini, peneliti menggunakan pendekatan pragmatik. Dalam melakukan analisis, data akan diklasifikasikan terlebih dahulu. Pengklasifikasian di sini berdasarkan pada prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan yang diikuti atau dilanggar. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori prinsip kesantunan
15
dari Leech. Selanjutnya, data akan dianilisis. Tahapan analisis data yang dilakukan adalah: 1. Mengidentifikasi transkrip konferensi pers Arsene Wenger berdasarkan maksim kesantunan; 2. Mengklasifikasikan data; 3. Mendeskripsikan bentuk pematuhan prinsip kesantunan berbahasa oleh Arsene Wenger; 4. Mendeskripsikan bentuk pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa oleh Arsene Wenger; 5. Mendeskripsikan karakter Arsene Wenger dilihat dari bahasa yang digunakan dalam menghadapi pers. 1.7.4
Penyajian Hasil Analisis Data Tahap terakhir yaitu tahap penyajian hasil analisis data. Metode yang
digunakan adalah metode informal dan metode formal. Metode informal menggunakan kata-kata biasa, sedangkan metode formal menggunakan tabel dan singkatan-singkatan (Lihat Sudaryanto, 1993: 144-145). 1.8 Sistematika Penyajian Pembahasan pada penelitian ini dibagi dalam enam bab. Bab pertama merupakan Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab kedua merupakan Pembahasan untuk
16
menjawab pertanyaan pertama yaitu implikatur yang timbul dari konferensi pers Arsene Wenger. Bab ketiga merupakan Pembahasan untuk menjawab pertanyaan kedua yaitu penerapan prinsip kesantunan berbahasa oleh Arsene Wenger. Bab empat merupakan Pembahasan untuk menjawab pertanyaan ketiga yaitu analisis mengapa strategi tertentu digunakan di dalam tuturannya. Bab kelima berisi pembahasan rumusan masalah yang keempat, yaitu deskripsi karakter Arsene Wenger. Bab yang terakhir adalah Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.