BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Keengganan perbankan membiayai sektor agribisnis sudah lama dirasakan para pelaku usaha agribisnis. Perbankan umumnya kurang berminat menyalurkan kredit ke sektor agribisnis dengan alasan tingginya resiko kegagalan usaha, karena usaha agribisnis sangat bergantung pada faktor alam yang sulit dikendalikan. Alasan klasik ini tidak relevan lagi pada saat ini, sebab pada masa krisis ekonomi 1997-2002, sektor agribisnis dan usaha mikro/kecil terbukti mampu bertahan hidup tanpa fasilitas pemerintah. Persaingan bisnis sangat ketat antar negara dan antar perusahaan pada sekarang ini, sehingga memerlukan kesiapan para pengusaha dalam perdagangan global. Salah satu cara menghadapinya adalah menerbitkan instrumen baru dalam bidang pembiayaan sehingga harga barang yang ditawarkan dapat bersaing di pasar global. Sistem pembiayaan perdagangan tersebut harus dapat diakses setiap waktu oleh setiap pelaku usaha, terutama pengusaha kecil dan petani kecil, yang selama ini masih terbentur masalah kesulitan permodalan dan keterbatasan jaminan kredit. 1 Permasalahan umum usaha agribisnis di Indonesia khususnya petani kecil adalah jatuhnya harga pada saat musim panen raya. Kejadian ini terjadi khususnya pada petani padi,karena cenderung memiliki jadwal tanam yang
1
Iswi Hariyani & R. Serfianto, Resi Gudang Sebagai Jaminan Kredit & Alat Perdagangan (Jakarta: Sinar Grafika,2010), hal. 4
Universitas Sumatera Utara
seragam sehingga panennya pun bersamaan. Konsekuensinya petani padi tidak bisa menyimpan hasil panen lebih lama karena sudah kehabisan biaya dan tidak punya gudang penyimpanan yang memadai. Hukum ekonomi supply-demand sering tidak berlaku dalam perdagangan beras di Indonesia, akibat seringnya harga gabah petani justru jatuh pada saat stok beras nasional berkurang. Kenyataan ini secara ekonomis sulit dimengerti, sehingga banyak pihak melontarkan tuduhan bahwa pemerintah belum mampu mengelola perberasan nasional dengan baik. Masyarakat bisa meraba
adanya ketidakserasian dalam tata niaga dan
distribusi beras di tataran bawah, terutama mekanisme pasar antara petani, pedagang dan pemerintah. Kenyataan ini menunjukkan bahwa sistem ketahanan pangan kita terbukti masih rapuh dan belum tertata rapi. Terjadinya fluktuasi harga produk pertanian sering sulit dijelaskan berdasarkan teori ekonomi. Kita boleh saja bicara tentang rendahnya mutu, sulitnya transportasi, luasnya wilayah negeri ini, dan sebagainya, tetapi semuanya tidak menyelesaikan persoalan untuk mengangkat kesejahteraan, martabat, dan harkat kaum tani. Itulah gambaran sekilas tentang petani miskin dan kemelut beras di negeri kita. 2 Problem jatuhnya harga komoditas agribisnis ini, kemudian coba diatasi oleh pemerintah dan DPR. Sehingga pada tanggal 14 Juli 2006 telah didirikan Pasar Lelang Komoditas, Kredit Usaha Rakyat, dan Sistem Resi Gudang. Penerapan Sistem Resi Gudang berdasarkan UU No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang, mencoba memberikan solusi atas permasalahan 2
J.A. Noertjahyo, Dari Ladang Sampai Kabinet: Menggugat Nasib Petani, Cetakan I ( Jakarta: Kompas, 2005), hal. 65-66
Universitas Sumatera Utara
kesulitan biaya pada masa panen yang umumnya menimpa petani kecil di Indonesia. Dengan adanya Sistem Resi Gudang diharapkan petani tidak menjual komoditas pertanian dengan harga murah selama musim panen, karena mereka bisa menyimpan hasil panen di gudang terakreditasi yang ditunjuk oleh pemerintah, dan dapat menjadikan dokumen Resi Gudang yang dimilikinya sebagai jaminan kredit di Bank. Jika harga barang di pasaran telah membaik, maka petani dapat menjual hasil panen dan melunasi kredit di bank dan mendapat keuntungan dari sisa hasil penjualan barangnya. Resi Gudang merupakan dokumen yang membuktikan bahwa suatu komoditas, misalnya gabah, dengan jumlah dan kualitas tertentu telah disimpan pada suatu gudang (warehouse), dan dokumen tersebut dapat ditransaksikan karena mirip dengan surat berharga. Dengan Resi Gudang, petani
dapat
mengajukan
pembiayaan
ke
lembaga
keuangan
(perbankan/nonperbankan) yang sudah terikat kerja sama (kontrak) untuk memenuhi kebutuhan uang tunai. 3 Kehadiran lembaga jaminan alternatif dan baru yaitu Hak Jaminan atas Resi Gudang sebagai bagian dari Sistem Resi Gudang lewat UndangUndang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang dan telah diperbaharui pada bulan Juli 2011 menjadi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang (selanjutnya disebut dengan UUSRG), menjadi satu alternatif yang dapat ditempuh untuk mengatasi faktor keterbatasan akan modal. 3
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, “Resi Gudang: Alternatif Model Pemasaran Komoditas Pertanian” Vol 29 No 4, Tahun 2009, diakses dari www.litbang.deptan.go.id tanggal 23-12-2011
Universitas Sumatera Utara
Resi Gudang dapat diperjualbelikan melalui bursa (misalnya di Bursa Berjangka Jakarta) dan/atau di luar bursa (misalnya di Pasar Lelang Komoditas). Sistem Resi Gudang adalah hasil perkembangan lebih lanjut dari sistem Jaminan Fidusia terutama yang berkaitan dengan objek jaminan barang bergerak berupa stok hasil pertanian/perkebunan/perikanan. Kekhasan bentuk jaminan ini dilihat dari objeknya yang dekat dengan sektor agribisnis dan pengalaman kesuksesan yang terjadi di banyak Negara menjadikan Hak Jaminan atas Resi Gudang sebagai bagian dari Sistem Resi Gudang yang dapat menjadi faktor katalisator penguatan sektor agribisnis di Indonesia. Pembiayaan usaha agribisnis melalui Sistem Resi Gudang dapat diperoleh dari lembaga perbankan, lembaga keuangan nonbank, serta dari para investor yang berminat membeli produk Derivativ Resi Gudang lewat bursa atau di luar bursa. Fleksibilitas Resi Gudang sebagai instrumen perdagangan dan instrumen pembiayaan telah diatur secara jelas dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) UUSRG yang menyatakan bahwa “Resi Gudang dapat dialihkan, dijadikan jaminan utang, atau digunakan sebagai dokumen penyerahan barang”. Resi Gudang sebagai dokumen kepemilikan juga dapat dijadikan jaminan utang sepenuhnya tanpa dipersyaratkan adanya agunan lainnya. Menurut pasal 11 UUSRG , “pengalihan Resi Gudang dapat terjadi karena pewarisan, hibah, jual-beli, dan/atau sebab-sebab lain yang dibenarkan undang-undang, termasuk pemilikan barang karena pembubaran badan usaha yang semula merupakan pemegang Resi Gudang”.
Universitas Sumatera Utara
Maksud
pembentukan
UUSRG
adalah
menciptakan
sistem
pembiayaan perdagangan yang diperlukan oleh dunia usaha, terutama usaha kecil dan menengah termasuk petani. Pada umumnya mereka menghadapi masalah pembiayaan karena keterbatasan akses ke perbankan dan tidak adanya jaminan kredit benda tak bergerak seperti tanah dan bangunan. Selain itu juga adanya birokrasi dan administrasi yang berbelit-belit, kurangnya pengalaman bank dalam melayani wilayah pedesaan, tingginya biaya pinjaman dari sektor informal, tingginya tingkat resiko yang berhubungan dengan pengusaha atau produsen kecil, dan ketergantungan sektor formal terhadap pemerintah. 4 Jenis-jenis barang yang dapat disimpan di gudang dalam rangka Sistem Resi Gudang untuk pertama kalinya sesuai Pasal 4 Permendag No. 26 Tahun 2007 adalah gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet dan rumput laut Ketentuan Permendag No. 26 Tahun 2007 tentang jenis-jenis barang yang dapat ditetapkan dalam Sistem Resi Gudang sebagaimana diatas, masih mungkin untuk ditambah dengan jenis barang baru. Penambahan jenis barang baru masih dimungkinkan berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Permendag No. 26 Tahun 2007 yang menyatakan “Penetapan selanjutnya tentang barang dalam rangka
Sistem
Resi
Gudang
dilakukan
dengan
mempertimbangkan
rekomendasi dari Pemerintah Daerah, instansi terkait, atau asosiasi komoditas, dengan tetap memperhatikan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3”. Peluang penambahan jenis barang ini harusnya dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan Sistem Resi Gudang di masa depan. 4
Arief R. Permana dan Yulita Kuntari, “Selayang Pandang Undang-Undang Sistem Resi Gudang”, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Vol. 4 No. 2, Agustus 2006, hal. 7-8
Universitas Sumatera Utara
Sehubungan dengan fungsi Resi Gudang sebagai collateral, Ramlan Ginting mengatakan : Resi Gudang (warehouse receipt) dapat digunakan sebagai dokumen yang berfungsi sebagai collateral untuk mendapatkan pembiayaan modal kerja dari perbankan (financing bank) yang besarnya tergantung pada penilaian financing bank atas warehouse receipt tersebut. Kepercayaan financing bank terhadap warehouse receipt sudah pasti sangat ditentukan oleh reputasi warehouse receipt yang menerbitkannya. Dalam upaya mengoptimalkan kepercayaan financing bank terhadap warehouse receipt adalah sangat wajar jika warehouse receipt tersebut mendapatkan penjaminan dari lembaga penjamin yang selain perusahaan asuransi dan surety company dapat juga dilakukan oleh perbankan dengan menerbitkan jaminan bank. Jaminan bank ini dapat berupa Standby Letter of Credit yang tunduk pada ketentuan International Standby Practices 1998 (ISP98) atau Demand Guarantee yang tunduk pada ketentuan Uniform Rules of Demand Guarantee (URDG) atau Bank Garansi yang berlaku di Indonesia yang didasarkan pada Pasal 18201850 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 5
Penyaluran kredit perbankan dengan agunan Resi Gudang harus tetap dilakukan dengan hati-hati agar pihak bank tidak terjerumus dalam permasalahan kredit macet. Pihak bank sebelum menyalurkan menyalurkan kredit harus benar-benar memeriksa kebenaran formil dan materiil dari datadata yang tercantum dalam dokumen Resi Gudang. Petugas bank juga wajib melihat langsung kebenaran mutu dan jumlah barang yang ada di gudang serta berhati-hati dalam menaksir harga barang pada saat ini dan pada saat jatuh tempo kredit. Kredit dengan jaminan Resi Gudang yang diberikan kepada debitur tidak boleh lebih dari 70% dari nilai pasar harga komoditi yang berlaku pada saat itu. Kebijakan tersebut ditempuh untuk menghindari kerugian bank. 6
5
Ramlan Ginting, “Keterkaitan Perbankan Dalam Transaksi Warehouse Receipt”, Makalah Seminar Nasional Resi Gudang 15 November 2005, Buletin Hukum Perbankan & Kebanksentralan Volume 3 Nomor 3 Desember 2005, diakses dari www.bi.go.id tanggal 23-122011 6 Iswi Hariyani & R. Serfianto, Op.Cit, hal. 64
Universitas Sumatera Utara
Kredit bank yang cocok dengan jaminan Resi Gudang yaitu kredit modal kerja berjangka pendek, yaitu jenis kredit modal kerja berjangka maksimal satu tahun, dan sebaiknya berbentuk kredit rekening koran yang dapat diambil dan/atau dikembalikan sewaktu-waktu oleh debitur. Penggunaan Resi Gudang sebagai agunan kredit perbankan , disamping telah diatur dalam UUSRG, juga diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/6/PBI/2007 tentang Perubahan Kedua Atas PBI No. 7/2/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Umum yang berlaku mulai tanggal 2 April 2007. Dalam ringkasan PBI 9/2007 disebutkan bahwa penambahan jenis agunan dapat menjadi faktor pengurang PPA (Penyisihan Penghapusan Aktiva). Mesin yang merupakan kesatuan dengan tanah diikat dengan Hak Tanggungan, sedangkan Resi Gudang diikat dengan Hak Jaminan Atas Resi Gudang. Dengan adanya PBI 9/2007 petani dapat menjadikan Resi Gudang sebagai agunan kredit baru selain tanah, rumah,dan aset lainnya. Dengan membawa dokumen Resi Gudang yang dimilikinya, petani dapat mengajukan permohonan kredit modal kerja kepada lembaga perbankan. Agunan Resi Gudang ini jauh lebih fleksibel dibandingkan dengan agunan lain, sebab agunan Resi Gudang (misalnya gabah,beras,jagung) bisa langsung dijual dalam waktu singkat,sedangkan agunan berupa rumah/tanah butuh proses lama untuk menjualnya. Keunggulan lainnya yaitu adanya aturan hukum yang lebih tegas tentang penjualan agunan macet atas kekuasaan kreditur (penerima hak jaminan) tanpa melalui penetapan pengadilan. Agar perbankan dapat menerima Hak Jaminan Resi Gudang ini perlu
Universitas Sumatera Utara
di tegaskan perlindungan hukum yang jelas. Barang hasil panen petani kecil selama ini tidak dapat dijadikan agunan kredit karena belum ada aturan hukum yang mengaturnya. Namun permasalahan tersebut mulai ada jalan keluarnya sejak diterbitkannya UUSRG beserta peraturan pelaksanaannya yaitu PP No. 36 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-undang Sistem Resi Gudang, Permendag No. 26 Tahun 2007 tentang Jenis Komoditi Pertanian sebagai Barang yang Dapat Disimpan di Gudang dalam Penyelenggaraan Sistem Resi Gudang dan berbagai Peraturan Kepala Bappebti. Disamping itu, Bank Indonesia juga menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/6/PBI/2007 tanggal 30 Maret 2007 (PBI 9 Tahun 2007) tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, yang antara lain mengatur penggunaan Resi Gudang sebagai salah satu agunan kredit perbankan. Dan ini dapat dijadikan suatu pegangan bagi lembaga perbankan untuk menjadi kreditur dalam menerima Hak Jaminan Resi Gudang. Dengan latar belakang diatas, maka penulis akan membuat penelitian ini sebagai tesis, dan membatasi ruang lingkup penelitian yaitu mengenai “Perlindungan Hukum Terhadap Lembaga Perbankan Sebagai Kreditur Penerima Hak Jaminan Resi Gudang.
B. Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana perkembangan Sistem Resi Gudang dalam pemberian kredit dengan Jaminan Resi Gudang oleh perbankan di Indonesia?
Universitas Sumatera Utara
2. Apa saja hambatan yang dihadapi oleh Bank (kreditur) sebagai pemegang Hak Jaminan Resi Gudang? 3. Bagaimana perlindungan hukum bagi Bank sebagai kreditur penerima Hak Jaminan Resi Gudang?
C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan yang ingin dicapai di dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui perkembangan Sistem Resi Gudang dalam pemberian kredit dengan Jaminan Resi Gudang oleh perbankan di Indonesia. 2. Untuk mengidentifikasikan dan menganalisis hambatan yang dihadapi oleh Bank (kreditur) sebagai pemegang Hak Jaminan Resi Gudang. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum bagi Bank sebagai kreditur penerima Hak Jaminan Resi Gudang.
D. Manfaat Penelitian Mengacu kepada judul dan permasalahan dalam penelitian ini, maka diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi banyak pihak, baik secara teoritis maupun praktis, yaitu : 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa sumbangan
Universitas Sumatera Utara
saran dalam ilmu pengetahuan hukum dalam bidang hukum jaminan, khususnya mengenai perjanjian kredit dengan Hak Jaminan Resi Gudang. 2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai acuan atau referensi bagi lembaga-lembaga perbankan sebagai penerima Hak Jaminan Resi Gudang dalam memberi kredit, memberikan saran dan pengetahuan kepada nasabah khususnya yaitu para petani sebagai pemilik Jaminan Resi Gudang
serta
memberikan
masukan
kepada
pemerintah
dalam
menciptakan dan menyempurnakan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan Hak Jaminan Resi Gudang sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan baru dalam perkembangan hukum jaminan di Indonesia.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi yang ada dan penelusuran kepustakaan yang khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara, terdapat beberapa penelitian yang berkaitan dengan masalah Hak Jaminan. Penelitian dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Lembaga Perbankan Sebagai Kreditur Penerima Hak Jaminan Resi Gudang”, belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Adapun judul-judul penelitian terdahulu yang membahas tentang Hak Jaminan antara lain : 1. Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Pemegang Hak Jaminan Fidusia dalam Hukum Kepailitan, diteliti oleh saudara Julifer Lolo Ukor Ujung, Nim : 057005010, Magister Ilmu Hukum 2. Analisis Hukum Terhadap Pendaftaran Jaminan Fidusia Dalam
Universitas Sumatera Utara
Pemberian Kredit Perbankan Menurut UU No. 42 Tahun 1999, diteliti oleh Saudari Sri Hidayani, Nim : 057005042, Magister Ilmu Hukum 3. Analisis Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Gadai pada Perum Pegadaian Medan, diteliti oleh Saudari Khairuna Fitria Matondang, Nim: 077005048, Magister Ilmu Hukum Dari beberapa judul-judul penelitian diatas, maka dapat diketahui bahwa belum ada yang membahas secara khusus tentang perlindungan hukum terhadap penerima Hak Jaminan Resi Gudang. Dengan demikian penelitian ini baru pertama kali dan asli serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penulis bertanggungjawab sepenuhnya apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa terdapat unsur plagiat dalam penelitian ini.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori. 7 Teori adalah merupakan suatu prinsip satu ajaran pokok yang dianut untuk mengambil suatu tindakan atau memecahkan suatu masalah. Kamus Umum Bahasa Indonesia menyebutkan, bahwa salah satu arti teori ialah: Teori dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengenai suatu variabel bebas tertentu dimasukkan dalam penelitian, karena berdasarkan teori tersebut variabel yang bersangkutan memang bisa mempengaruhi variabel tak
7
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia, 2005) hal. 6
Universitas Sumatera Utara
bebas atau merupakan salah satu penyebab. 8 Kerangka teori itu akan digunakan sebagai landasan berpikir untuk menganalisa permasalahan yang dibahas dalam tesis ini. Terutama tentang masalah perlindungan hukum terhadap lembaga perbankan sebagai kreditur penerima Hak Jaminan Resi Gudang. Dalam pembahasan pada tesis ini, kerangka teori yang digunakan adalah berdasarkan teori perlindungan hukum
dan hukum perikatan atau
perjanjian yang mengatur hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat dari pemberian kredit oleh pihak bank yang menerima Hak Jaminan Resi Gudang. Awal mula dari munculnya teori perlindungan hukum bersumber dari teori hukum alam atau aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Plato, Aristoteles (murid Plato), dan Zeno (pendiri aliran Stoic). Menurut aliran hukum alam menyebutkan bahwa hukum itu bersumber dari Tuhan yang bersifat universal dan abadi, serta antara hukum dan moral tidak boleh dipisahkan. Para penganut aliran ini memandang bahwa hukum dan moral adalah cerminan dan aturan secara internal dan eksternal dari kehidupan manusia yang diwujudkan melalui hukum dan moral. Jauh sebelum lahirnya aliran sejarah hukum, ternyata aliran hukum alam tidak hanya disajikan sebagai ilmu pengetahuan, tetapi juga diterima sebagai prinsip-prinsip dasar dalam perundang-undangan. Keseriusan umat manusia akan kerinduan terhadap keadilan, merupakan hal yang esensi yang berharap adanya suatu hukum yang lebih tinggi dari hukum positif. Hukum alam telah menunjukkan, bahwa sesungguhnya hakikat ebenaran dan keadilan 8
J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik (Jakarta: Rineka Cipta, 2003) hal. 192-193
Universitas Sumatera Utara
merupakan suatu konsep yang mencakup banyak teori. Berbagai anggapan dan pendapat para filosof hukum bermunculan dari masa ke masa. Pada abad ke17, substansi hukum alam telah menempatkan suatu asas yang berisfat universal yang bisa disebut HAM. 9 Berbicara mengenai hak asasi manusia atau HAM menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, HAM adalah: Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Menurut Fitzgerald, dia menjelaskan teori perlindungan hukum Salmond bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak.10 Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi. 11 Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain
9
Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004) hal.116 Satijipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000)hal 53 11 Ibid , hal. 69 10
Universitas Sumatera Utara
dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. 12 Philipus M. Hadjon membagi bentuk perlindungan hukum menjadi 2 (dua), yaitu : a. Perlindungan hukum yang preventif Perlindungan hukum ini memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mengajukan keberatan (inspraak) atas pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintahan mendapat bentuk yang definitif. Sehingga, perlindungan hukum ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa dan sangat besar artinya bagi tindak pemerintah yang didasarkan pada kebebasan bertindak. Dan dengan adanya perlindungan hukum yang preventif ini mendorong pemerintah untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan asas freies ermessen, dan rakyat dapat mengajukan keberatan atau dimintai pendapatnya mengenai rencana keputusan tersebut. b. Perlindungan hukum yang represif Perlindungan hukum ini berfungsi untuk menyelesaikan apabila terjadi sengketa. Indonesia dewasa ini terdapat berbagai badan yang secara partial menangani perlindungan hukum bagi rakyat, yang dikelompokkan menjadi 3 (tiga) badan, yaitu: 1) Pengadilan dalam lingkup Peradilan Umum Dewasa ini dalam praktek telah ditempuh jalan untuk menyerahkan suatu perkara tertentu kepada Peradilan Umum sebagai perbuatan melawan hukum oleh penguasa. 2) Instansi Pemerintah yang merupakan lembaga banding administrasi Penanganan perlindungan hukum bagi rakyat melalui instansi pemerintah yang merupakan lembaga banding administrasi adalah permintaan banding terhadap suatu tindak pemerintah oleh pihak yang merasa dirugikan oleh tindakan pemerintah tersebut. Instansi pemerintah yang berwenang untuk merubah bahkan dapat membatalkan tindakan pemerintah tersebut. 3) Badan-badan khusus Merupakan badan yang terkait dan berwenang untuk menyelesaikan suatu sengketa. Badan-badan khusus tersebut antara lain adalah Kantor Urusan Perumahan, Pengadilan Kepegawaian, Badan Sensor Film, Panitia Urusan Piutang Negara, serta Peradilan Administrasi Negara. 13
12
Ibid, hal 54 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia; Sebuah Studi tentang prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum (Surabaya : PT Bina Ilmu, 1987) hal. 2-5 13
Universitas Sumatera Utara
Pada hakikatnya terdapat hubungan antara subjek hukum dengan objek hukum yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban. Hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan hukum tersebut harus dilindungi oleh hukum, sehingga anggota masyarakat merasa aman dalam melaksanakan kepentingannya. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum dapat diartikan sebagai suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan kewajibannya, sehingga yang bersangkutan merasa aman. Dalam perjanjian jaminan Resi Gudang terdapat dua pihak yang terlibat, yaitu penerima hak jaminan Resi Gudang sebagai pihak yang membiayai atau memberikan kredit (Kreditur) dan pihak pemberi Jaminan Resi Gudang sebagai pihak yang menerima kredit (Debitur). Perjanjian pembiayaan/kredit sangatlah membutuhkan adanya suatu perlindungan hukum, baik bagi si kreditur maupun debitur. Bagi kreditur, salah satunya adalah adanya jaminan, yang dapat dibuat dengan perjanjian jaminan Resi Gudang. Salim HS
mengartikan hukum jaminan sebagai berikut :
“Keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit”. 14 Menurut H. Salim HS, terdapat 5 (lima) asas-asas hukum jaminan, yaitu :
14
H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005) hal. 6
Universitas Sumatera Utara
a. Asas Publicitet, yaitu asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten atau Kota, pendaftaran fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, sedangkan pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan di depan pejabat pendaftar dan pencatat balik nama, yaitu syahbandar; b. Asas Specialitet, yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek hanya dapat dibebankan atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu; c. Asas tak dapat dibagi-bagi, yaitu asas yang dapat dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek, dan hak gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian; d. Asas inbezittstelling, yaitu barang jaminan (gadai) berada pada penerima gadai; e. Asas horizontal, yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah Negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai. 15 Kreditur sebagai penerima Hak Jaminan Resi Gudang, oleh undangundang dan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, diberi kedudukan sebagai kreditur dengan Hak Preferen. Hal tersebut dijamin dalam Pasal 16 ayat (1) UUSRG yang menyebutkan bahwa: “ Apabila pemberi Hak Jaminan cedera janji, penerima Hak Jaminan mempunyai hak untuk menjual obyek jaminan atas kekuasaan sendiri melalui lelang umum atau penjualan langsung”. Perlindungan hukum terhadap penerima jaminan Resi Gudang juga dapat dilihat sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 16 ayat (2) PP No. 36 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Sistem Resi Gudang, yang
15
Ibid, hal. 9-10
Universitas Sumatera Utara
menjamin kedudukan untuk diutamakan bagi penerima Hak Jaminan terhadap kreditur lain. Hak Preferen ini juga ditegaskan dalam Pasal 21 ayat (1) PP No. 36 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa: “Dalam hal pemberi Hak Jaminan cidera janji terhadap kewajibannya kepada Penerima Hak Jaminan, maka penerima Hak Jaminan mempunyai hak untuk melakukan penjualan obyek Hak Jaminan atas kekuasaan sendiri tanpa memerlukan penetapan pengadilan setelah memberitahukan secara tertulis mengenai hal itu kepada Pemberi Hak Jaminan.” Diketahui bahwa kaedah hukum yang mengatur tentang kesepakatan dalam mengadakan perjanjian untuk pemberian kredit dengan jaminan Resi Gudang, adalah merupakan nilai hukum yang terdapat dalam peraturan konkrit pada pasal-pasal perjanjian, baik yang tercantum dalam KUH Perdata maupun dalam peraturan-peraturan hukum lainnya. Kesepakatan dalam mengadakan perjanjian ini adalah merupakan hak individu, dimana perjanjian diantara para pihak adalah merupakan undangundang yang mengikat diantara para pihak tersebut. Kesepakatan dalam mengadakan perjanjian ini didasarkan pada Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya.” Hukum Perjanjian mengenal beberapa asas penting yang merupakan dasar kehendak para pihak dalam mencapai tujuan. Beberapa asas perjanjian sebagaimana diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu: a. Asas Kebebasan Berkontrak Asas ini terdapat dalam ketentuan Pasal 1338 Kitab UndangUndang Hukum Perdata, yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
Universitas Sumatera Utara
yang membuatnya”. Asas kebebasan berkontrak bermakna bahwa setiap orang bebas membuat perjanjian dengan siapapun, apapun isinya, apapun bentuknya sejauh tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Asas ini memiliki ruang lingkup kebebasan untuk: 1) Membuat atau tidak membuat perjanjian; 2) Mengadakan perjanjian dengan siapapun; 3) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya; 4) Menentukan objek perjanjian; 5) Menentukan bentuk perjanjian secara tertulis atau lisan b. Asas Konsensualisme Asas konsensualisme ini terdapat dalam Pasal 1320 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengandung pengertian bahwa perjanjian itu terjadi saat tercapainya kata sepakat (konsensus) antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian, sehingga sejak saat itu perjanjian mengikat dan mempunyai akibat hukum. c. Asas Mengikatnya Perjanjian (Asas Pacta Sunt Servanda) Asas ini dapat disimpulkan dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Perdata, yang merupakan akibat hukum suatu perjanjian, yaitu adanya kepastian hukum yang mengikat suatu perjanjian. d. Asas Itikad Baik (Togoe dentrow) Asas ini tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) Kitab UndangUndang Hukum Perdata, yang berbunyi: “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik” . Itikad baik ada 2 (dua), yaitu : 1) Bersifat objektif, artinya mengindahkan kepatutan dan kesusilaan 2) Bersifat subjektif, ditentukan oleh sifat batin seseorang. 16 Apabila berbicara mengenai perjanjian jaminan Resi Gudang, tidak terlepas dari perjanjian pokoknya, yang dalam hal ini adalah perjanjian pembiayaan. Ketentuan yang mengatur mengenai perjanjian terdapat di dalam Buku III KUH Perdata, yang memiliki sifat terbuka artinya ketentuanketentuannya dapat dikesampingkan, sehingga hanya berfungsi mengatur saja. Sampai saat ini tidak terdapat suatu kesepakatan bersama mengenai aturan mana saja yang dapat dikesampingkan dan yang tidak dapat dikesampingkan.
16
Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia (Yogyakarta : Pustaka Yustisia,2009)
hal. 43-45
Universitas Sumatera Utara
Namun demikian, yang dapat dikesampingkan adalah aturan-aturan yang mengatur secara khusus misalnya pengalihan barang dalam jual-beli atau eksekusi terlebih dahulu harga penjamin daripada harta si berhutang. Sedangkan aturan umum yang tidak dapat dikesampingkan misalnya syarat sahnya perjanjian dan syarat pembatalan perjanjian. Sifat terbuka dari KUH Perdata ini tercermin dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang mengandung azas kebebasan berkontrak, maksudnya setiap orang bebas untuk menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum, serta selalu memperhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana termuat di dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Suatu perjanjian pada dasarnya harus memuat beberapa unsur perjanjian yaitu : 1) Unsur essensialia, sebagai unsur pokok wajib ada dalam perjanjian, seperti identitas para pihak yang harus dicantumkan di dalam suatu perjanjian; 2) Unsur naturalia, merupakan unsur yang dianggap ada dalam perjanjian, walaupun tidak dituangkan secara tegas dalam perjanjian, seperti itikad baik dari masing-masing pihak dalam perjanjian; 3) Unsur accidentialia, yaitu unsur tambahan yang diberikan oleh para pihak dalam perjanjian. 17
Pemahaman dari perjanjian pada umumnya yang diuraikan diatas, bahwa materi perjanjian pada umumnya dapat digunakan sebagai dasar untuk memahami dan menyusun mengenai perjanjian pembiayaan/kredit. Perjanjian pembiayaan/kredit tidak secara khusus diatur dalam KUH Perdata tetapi termasuk dalam perjanjian bernama di luar KUH Perdata. 17
R.Subekti, Aneka Perjanjian, Cet. VII (Bandung : Alumi, 1985) hal. 20
Universitas Sumatera Utara
Menurut UU Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan menjelaskan “kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Perjanjian pembiayaan/kredit dilandaskan oleh ketentuan-ketentuan KUH Perdata Bab XII Buku III karena perjanjian kredit mirip dengan perjanjian pinjam uang. Menurut KUH Perdata pasal 1754 yang berbunyi : pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula. 18 Perjanjian Hak Jaminan Resi Gudang merupakan perjanjian yang bersifat ikutan (accessoir) dari suatu perjanjian utang-piutang yang menjadi perjanjian pokok. Di samping itu, setiap Resi Gudang yang diterbitkan hanya dapat dibebani satu jaminan utang. 19 Penerima hak jaminan Resi Gudang harus memberitahukan perjanjian pengikatan Resi Gudang sebagai hak jaminan kepada Pusat Registrasi dan Pengelola Gudang. 20 Pembebanan hak jaminan terhadap Resi Gudang harus dibuat dengan Akta Perjanjian Hak Jaminan di hadapan notaris. Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih melindungi dan memberikan kekuatan hukum bagi para pihak dan dapat digunakan sebagai alat bukti yang sempurna dalam penyelesaian setiap 18
96
19 20
Sutanto, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank (Jakarta: Alvabetha, 2005) hal. Pasal 12 ayat 1 dan 2 UUSRG Pasal 13 UUSRG
Universitas Sumatera Utara
perselisihan yang muncul dikemudian hari. 21 Hak jaminan yang dimiliki oleh penerima hak jaminan dapat dinyatakan hapus karena hapusnya utang pokok yang dijamin dengan hak jaminan, dan pelepasan hak jaminan oleh penerima hak jaminan. 22 Perjanjian jaminan Resi Gudang hanya merupakan perjanjian yang bersifat ikutan (accessoir), sehingga apabila perjanjian pokoknya (perjanjian utangpiutangnya) sudah tidak berlaku lagi karena telah ada pelunasan utang oleh debitur, maka kreditur (penerima hak jaminan) tidak berhak lagi atas hak jaminan Resi Gudang. Berakhirnya perjanjian pokok secara otomatis akan berakibat berakhirnya status hukum dari perjanjian jaminan Resi Gudang sebagai perjanjian ikutan (accessoir). Penjelasan diatas memberikan pemahaman, kalau interaksi atau hubungan yang dilakukan oleh orang yang satu dengan yang lainnya di dalam kehidupan masyrakat akan menimbulkan hubungan hukum yang menciptakan hak dan kewajiban di antara satu dengan atau terhadap lainnya. 23 Hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan hukum tersebut harus dilindungi oleh hukum,
sehingga
orang
atau
anggota
masyarakat
merasa
aman
kepentingannya. Demikian juga halnya dalam perjanjian dengan hak jaminan Resi Gudang yang dilakukan oleh lembaga perbankan dalam memberikan kredit. Perlindungan hukum terhadap lembaga perbankan harus ditegaskan secara jelas, agar perbankan dapat menerima hak jaminan Resi Gudang ini.
21
Pasal 14 ayat 1 UUSRG Pasal 15 UUSRG 23 Gr. Van der Burght, Buku tentang Perikatan dalam Teori dan Yurisprudensi (Bandung: Mandar Maju, 1999) hal. 1 22
Universitas Sumatera Utara
2. Konsepsi Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, karena konsep adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru ada dalam pikiran. Peranan konsepsi dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realistis. 24 Penggunaan konsep dalam suatu penelitian adalah untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap kerangka konsep yang dipergunakan penulis merumuskan konsep dengan mempergunakan model definisi operasional. Adapun definisi operasional yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu : a. Sistem Resi Gudang adalah kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi Resi Gudang (Pasal 1 angka 1 UUSRG). b. Resi Gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di Gudang yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang (Pasal 1 angka 2 UUSRG). c. Hak jaminan atas Resi Gudang, yang selanjutnya disebut Hak Jaminan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada Resi Gudang untuk pelunasan utang, yang memberikan kedudukan untuk diutamakan bagi penerima hak jaminan terhadap kreditor yang lain (Pasal 1 angka 9 UUSRG). d. Pemegang Resi Gudang adalah pemilik barang atau pihak yang menerima pengalihan dari pemilik barang atau pihak lain yang menerima pengalihan lebih lanjut (Pasal 1 angka 7 UUSRG). 24
Munir Fuadi, Hukum Perkreditan Kontemporer (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995)
hal. 24
Universitas Sumatera Utara
e. Penerima hak jaminan adalah pihak yang memegang atau berhak atas Hak Jaminan atas Resi Gudang sesuai dengan Akta Pembebanan Hak Jaminan (Pasal 1 angka 15 UUSRG). f. Resi Gudang produk pertanian dapat diartikan sebagai suatu dokumen bukti kepemilikan hasil produk pertanian yang disimpan di suatu gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. g. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga ( Pasal 1 angka 11 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan). h. Perlindungan hukum bagi kreditur dapat diartikan sebagai suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa kreditur akan mendapatkan apa yang menjadi hak dan kewajibannya atau suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa kreditur akan terlindungi kepentingannya sehingga kreditur merasa aman sebagai pemberi kredit. i. Kreditur adalah pihak bank atau lembaga pembiayaan lainnya yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang. 25 j. Debitur adalah orang atau badan usaha yang memiliki hutang kepada bank atau lembaga pembiayaan lainnya karena perjanjian atau undangundang. 26 25
Bandingkan dengan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang h26 Bandingkan dengan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Universitas Sumatera Utara
G. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif, karena ingin menggambarkan kajian hukum terhadap perlindungan lembaga perbankan sebagai kreditur penerima hak jaminan resi gudang. Metode pendekatan penelitian dilakukan melalui yuridis-normatif, untuk mengetahui efektifitas perlindungan hukum terhadap lembaga perbankan sebagai kreditur, terutama yang berkaitan dengan pemberian kredit dengan jaminan Resi Gudang. Pendekatan yuridis-normatif ini digunakan dengan maksud untuk mengadakan pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku, dokumendokumen dan berbagai teori.
2. Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa tiga sumber bahan hukum, yaitu : a. Bahan Hukum Primer Yaitu
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku,
yang
ada
hubungannya dengan Hak Jaminan Resi Gudang, antara lain : UndangUndang No. 9 Tahun 2011 tentang perubahan Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Sistem Resi Gudang, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 26/M-DAG/PER/6/2007 tentang Jenis Komoditi Pertanian sebagai barang yang dapat disimpan di
Universitas Sumatera Utara
gudang dalam penyelenggaraan sistem Resi Gudang dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 9/6/PBI/2007 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, serta peraturan-peraturan hukum lainnya. b. Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan yang berkaitan dengan atau yang mendukung bahan hukum primer, yang terdiri dari: (1) Hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan Jaminan Hak Resi Gudang, dan Jaminan Kredit Perbankan (2) Kepustakaan, berupa buku, majalah, surat kabar, media massa serta bahan-bahan dan hasil seminar tentang Jaminan Kredit Perbankan dan Hak Jaminan Resi Gudang c. Bahan Hukum Tertier Yaitu bahan yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedi dan lain-lain.
3. Teknik Pengumpulan data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara : a. Studi Pustaka (Library Research) Yaitu dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis buku-buku/literatur, laporan penelitian, dokumen-dokumen tertulis serta sumber-sumber lain yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.
Universitas Sumatera Utara
b. Wawancara Yaitu dengan melakukan wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara kepada para informan, yaitu: 1)
Bagian Sistem Resi Gudang, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti)
2)
Bagian Kredit Bank Rakyat Indonesia (BRI)
3)
Bagian Kredit CIMB Niaga
4)
Bagian Kredit Analis Rabobank
5)
Bagian Kredit Bank Ekonomi
4. Analisis Data Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurut data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditentukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. 27 Analisis data terhadap data primer dan data sekunder mengenai perkembangan Sistem Resi Gudang dalam pemberian Kredit di Indonesia dan bagaimana perlindungan hukumnya bagi lembaga Perbankan sebagai Kreditur penerima Hak Jaminan Resi Gudang, yang dilakukan setelah diadakan terlebih dahulu pemeriksaan, pengelompokan, pengolahan dan kemudian dievaluasi sehingga diketahui validitasnya, lalu dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif.
27
Lexy J Moeleong, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994) hal. 103
Universitas Sumatera Utara
5. Metode Penarikan Kesimpulan Setelah data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif, kemudian ditarik kesimpulan dengan cara berfikir yang menggunakan metode deduktif. Pada prosedur deduktif, bertolak dari satu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berakhir pada satu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus.
Universitas Sumatera Utara