BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Organizational citizenship behavior (OCB) saat ini menjadi subjek yang
sangat menarik dalam literatur manajemen karena dapat mempengaruhi efektifitas dan kinerja organisasi (Organ & Paine, 2000; Robbins & Judge, 2008). Menurut Podsakoff et al. (2009), tingkat OCB karyawan yang tinggi dalam organisasi akan menurunkan tingkat perputaran dan ketidakhadiran karyawan, serta dapat meningkatkan produktifitas, efisiensi organisasi dan juga kepuasan pelanggan. OCB juga berpengaruh dalam menurunkan biaya produksi dengan semakin efektif dan efisiennya kinerja organisasi. Peranan penting OCB dalam organisasi juga diperkuat oleh Robbins dan Judge (2008) yang mengemukakan bahwa organisasi dengan karyawan yang memiliki tingkat OCB tinggi, akan memiliki kinerja yang lebih efektif dan efisien dari organisasi lain. Dalam penelitian yang dilakukannya mengenai kontribusi OCB pada efektifitas organisasi, Podsakoff et al. (2000) menyatakan bahwa OCB dapat berkontribusi pada efektifitas organisasi melalui peningkatan rekan kerja, produktifitas manajerial, kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan, dan memperkuat koordinasi kelompok kerja di dalam organisasi. Lebih lanjut lagi, Podsakoff et al. (2000) menemukan bahwa OCB berkontribusi sebesar 19% pada varian kuantitas kinerja, 18% pada varian kualitas
1
kinerja, 25% pada varian indikator efisiensi keuangan, dan berkontribusi sebesar 38% pada indikator layanan pelanggan (kepuasan dan keluhan pelanggan). OCB tidak hanya terdiri dari kumpulan perilaku karyawan yang berada di luar deskripsi kerja formal karyawan, akan tetapi OCB juga memiliki arti penting bagi keberhasilan organisasi, seperti perilaku membantu, sportifitas, loyalitas terhadap organisasi, kepatuhan pada organisasi, dan inisiatif individu (Podsakoff et al., 2000). OCB merupakan bentuk usaha yang dilakukan berdasarkan kebijaksanaan karyawan yang memberikan manfaat bagi organisasi tanpa mengharapkan imbalan apapun (Shweta & Srirang, 2009). Dalam penelitiannya yang
berfokus
pada
target
OCB,
Williams
dan
Anderson
(1991)
mengklasifikasikan target fokus OCB menjadi dua kategori, yaitu: 1) OCB-O, yang mengacu pada OCB yang menguntungkan organisasi secara umum dan 2) OCB-I, yang mengacu pada OCB yang menguntungkan langsung kepada individu (karyawan) dalam organisasi. Lebih lanjut, Williams dan Anderson (1991) berpendapat bahwa kedua kategorisasi target fokus OCB tersebut saling berkorelasi. Kerangka kategori target fokus OCB Williams dan Anderson (1991) berdasarkan pada teori yang dibangun oleh Organ (1988) mengenai dimensi dari OCB. Kategori OCB-O, misalnya, meliputi conscientiousness, sportsmanship dan civic virtue. Sedangkan kategori OCB-I meliputi altruism dan courtesy. Penelitian terdahulu menemukan bahwa OCB memiliki pengaruh pada efektifitas organisasi (misalnya, Podsakoff et al., 2000; Podsakoff et al., 2009). Karena memiliki pengaruh pada efektifitas organisasi,
maka menjadi sangat
penting untuk menyelidiki variabel yang dapat meningkatkan OCB dalam
2
organisasi (Podsakoff et al., 2009). Secara lebih spesifik Podsakoff et al. (2009) menyebutkan bahwa kepribadian, sikap karyawan, persepsi karyawan tentang keadilan, perilaku pemimpin dan berbagai karakteristik tugas merupakan anteseden OCB. Sementara itu, Organ et al. (2006) menyatakan bahwa ada dua variabel yang dapat mempengaruhi OCB yaitu variabel yang berasal dari individu (internal) maupun yang berasal dari luar individu (eksternal). Pada penelitian ini yang akan diteliti adalah variabel eksternal, yaitu variabel gaya kepemimpinan dan variabel internal, yaitu variabel identifikasi organisasional. Dalam dunia bisnis yang kompleks saat ini, salah satu perhatian utama dari seorang pemimpin organisasi adalah memotivasi karyawan untuk lebih mengambil inisiatif dan bekerja sama untuk mencapai fungsi organisasi yang lebih efektif (LePine et al., 2002). Pemimpin menjadi elemen yang sangat penting dalam organisasi, karena peran pemimpin sangat menentukan pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisasi. Apabila seorang pemimpin mampu menginspirasi karyawannya untuk melakukan pekerjaannya dengan sangat baik dan melebihi harapan, maka organisasi dan seluruh karyawan yang ada di dalamnya akan sukses (Ancok, 2012). Tanggung jawab dari seorang pemimpin organisasi adalah mengarahkan bawahan ke arah pencapaian tujuan organisasi dengan jalan mengartikulasikan misi, visi, strategi, dan sasaran-sasaran (Robbins & Judge, 2008). Untuk mencapai tujuan tersebut, tentunya seorang pemimpin akan memiliki gaya kepemimpinan sendiri. Menurut Bass (1995) dalam Ancok (2012) gaya kepemimpinan dibagi
3
menjadi dua, yakni gaya kepemimpinan transaksional dan gaya kepemimpinan transformasional. Menurut Ehrhart dan Naumann (2004), perilaku atau gaya kepemimpinan menjadi salah satu aspek penting yang dapat meningkatkan OCB dalam organisasi. Ada beberapa penelitian yang menyelidiki hubungan antara gaya kepemimpinan dan OCB. Penelitian-penelitian tersebut menyatakan adanya pengaruh gaya kepemimpinan terhadap OCB dalam suatu organisasi (misalnya Podsakoff et al., 1996; Judge & Piccolo, 2004; Biswas, 2010; Lian & Tui, 2012). Salah satu yang paling banyak diteliti adalah hubungan antara kepemimpinan transformasional dan OCB (misalnya Podsakoff et al., 1990; Podsakoff et al., 1996; Purvanova et al., 2006). Menurut Schlechter dan Engelbrecht (2006), terdapat interaksi atau hubungan langsung antara kepemimpinan transformasional dan OCB dalam sebuah organisasi di mana kualitas interaksi antara pemimpin dengan karyawan tersebut akan berdampak terhadap kegiatan organisasi. Jika interaksi tersebut berkualitas tinggi maka seorang pemimpin akan berpandangan positif terhadap karyawannya sehingga karyawan akan berpandang positif juga kepada pemimpin. Hal ini akan meningkatkan rasa percaya dan hormat karyawan terhadap pemimpinnya sehingga mereka akan lebih berusaha untuk melakukan tugasnya dengan lebih baik. Kepemimpinan transformasional akan menginspirasi karyawannya untuk melakukan pekerjaannya yang melampaui harapan (Judge & Piccolo, 2004). Pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan transformasional juga akan memotivasi karyawannya untuk menginternalisasi dan memprioritaskan tujuan
4
organisasi di atas kepentingan individu (Asgari et al., 2008). Jika ditinjau dari teori motivasi oleh Duglas McGregor dalam Kreitner dan Kinicki (2012) pemimpin yang mempunyai tipe ini akan memandang karyawan sebagai orang yang bertanggung jawab, memiliki kesadaran diri dalam bekerja, dan bangga pada pekerjaannya. Pengaruh kepemimpinan transformasional pada OCB berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terbagi menjadi dua yaitu, pengaruh secara langsung dan pengaruh secara tidak langsung. Menurut Podsakoff et al. (1990), pengaruh kepemimpinan transformasional pada OCB terjadi secara tidak langsung dengan kepercayaan pada pemimpin dan kepuasan kerja sebagai variabel pemediasi. Senada dengan dengan apa yang dikemukakan oleh Podsakoff et al. (1990), penelitian terbaru yang dilakukan oleh Hutayan et al. (2013) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional tidak berpengaruh langsung pada OCB. Kepemimpinan transformasional dapat memberikan pengaruhi pada OCB karyawan melalui budaya organisasi dan penghargaan. Di sisi lain, Krisnan dan Arora (2008) dalam sebuah penelitian yang dilakukannya menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional berpengaruh langsung pada OCB karyawan. Pengaruh langsung tersebut terjadi karena pemimpin transformasional mungkin lebih mementingkan nilai-nilai yang berkaitan dengan orang lain daripada nilai-nilai tentang diri mereka sendiri. Oleh sebab itulah pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional akan menjadi panutan bagi karyawannya. Senada dengan apa yang dikemukakan oleh Krisnan dan Arora (2008), Humphrey (2012) menyatakan bahwa kepemimpinan
5
transformasional juga berpengaruh langsung pada OCB karyawan. Dalam penelitian
tersebut
Humphrey
(2012)
menyertakan
variabel
identifikasi
organisasional sebagai variabel pemediasi. Merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Humphrey (2012) variabel internal yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah identifikasi organisasional. Menurut Mael dan Ashforth (1992) identifikasi organisasional tidak hanya sebatas persepsi karyawan yang menyatu dengan organisasinya saja, tetapi juga sebagai keadaan menerima kesuksesan dan kegagalan yang dialami organisasi sebagai bagian dari dirinya. Identifikasi organisasional menjadi sangat penting karena organisasi menginginkan karyawan yang mampu mengikuti misi dan tujuan organisasi dan bertindak secara bertanggung jawab dalam mencapai tujuan tersebut (Miller et al., 2000). Salah satu alasan utama bahwa teori organisasi telah memberikan penekanan kepada identifikasi organisasional karena variabel ini memiliki implikasi penting pada kelompok dan tingkat organisasi (Kreiner & Ashforth, 2004). Konsep identifikasi organisasional atau proses dimana seorang individu mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok atau organisasi dimana ia bekerja, telah diakui sebagai penentu signifikan dalam perilaku organisasi. Perusahaan menginginkan karyawan untuk mengidentifikasi diri mereka dengan tujuan dan nilai-nilai perusahaan. Ketika karyawan mengidentifikasi atau setuju dengan aspek-aspek bisnis, mereka memiliki kebanggaan lebih terhadap pekerjaan yang mereka lakukan dan perusahaan tempat mereka bekerja (Besharov, 2014). Penelitian telah menunjukkan bahwa identifikasi organisasional secara positif
6
terkait dengan OCB, semangat kerja, dan kerja sama (Bartel, 2001; Dukerich et al., 2002; Mael & Ashforth, 1992; O’Reilly & Chatman, 1986 dalam Besharov, 2014). Waroeng Spesial Sambal (Waroeng SS) saat ini telah menjadi salah satu icon kuliner sambal khususnya di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Usaha kuliner yang dimiliki oleh Yoyok Hery Wahyono dan dimulai pada Agustus 2002 kini sudah membuahkan hasil dengan berdirinya 58 outlet yang tersebar di 27 kota di Indonesia. Waroeng SS berkembang dari yang awalnya memiliki 5 orang karyawan, sampai kini mempunyai sekitar 2.000 orang karyawan. Menurut pemiliknya, strategi Waroeng SS adalah selalu meningkatkan kualitas rasa menu yang dilakukan dengan budaya inovasi dan mewujudkan standar pelayanan terpuji di semua warung. Untuk mendukung implementasi strategi perusahaan tersebut, divisi Sumber Daya Manusia (SDM) Waroeng SS berupaya untuk mewujudkan karyawan yang berkepribadian ’Waroeng Spesial Sambal’, berwawasan luas dan berkemampuan memadai serta meningkatkan kecepatan dan ketepatan penyajian dengan mengacu pada standar operasi produksi dan pelayanan. Sebagai salah satu jenis usaha yang bergerak dalam bidang rumah makan atau restoran, Waroeng SS tidak lepas dari persaingan bisnis yang semakin ketat. Dengan adanya persaingan yang semakin ketat tersebut maka Waroeng SS berupaya untuk berfokus pada rasa pedas dan keunikan menu serta berorientasi pada peningkatan pelayanan konsumen. Oleh sebab itulah, peningkatan standar kualitas pelayanan oleh para karyawan menjadi sangat penting untuk tercapainya
7
tujuan tersebut. Menurut Yoyok, kombinasi dua hal antara keunikan menu dan karyawan yang memiliki kinerja prima merupakan sebuah kekuatan dalam memenangkan persaingan bisnis kuliner saat ini. Menurut manajer divisi SDM Waroeng SS, selain faktor kepemimpinan yang ada pada diri Yoyok, keberhasilan Waroeng SS menjadi seperti sekarang ini juga tidak terlepas dari peran serta karyawannya. Perilaku yang ditanamkan kepada para karyawannya sangat berpengaruh terhadap kinerja mereka. Para karyawan bekerja dengan penuh semangat untuk kemajuan serta tercapainya tujuan Waroeng SS. Perilaku karyawan tersebut tercemin dalam ciri khas personil Waroeng SS yang meliputi: 1. Bekerja dengan semangat. 2. Mengutamakan kejujuran. 3. Melayani konsumen dengan bangga dan keceriaan. 4. Anti dengan ketidakbenaran dan ketidakberesan.
Waroeng SS memiliki budaya kerja yang unik, dimana budaya itu nanti akan tercermin dalam setiap perilaku karyawan dalam bekerja. Perilaku tersebut nantinya akan ditanamkan kepada setiap karyawan. Dalam memilih karyawannya, pemimpin Waroeng SS mengedepankan prinsip membantu kepada orang yang membutuhkan pekerjaan, karena dengan prinsip tersebut diyakini dapat meningkatkan motivasi karyawan dalam bekerja. Pemilik dan manajemen Waroeng SS menyadari bahwa semua karyawan akan melaksanakan tugasnya dengan baik apabila ada dukungan organisasi kepada
8
seluruh karyawan. Menurut Yoyok, pengembangan yang berkelanjutan dari Waroeng SS merupakan bentuk dukungan yang diberikan kepada karyawan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Dia berharap, dengan dibukanya warungwarung baru di berbagai kota di Indonesia dapat menjadi lahan investasi bagi karyawan. Sehingga pendapatan karyawan tidak hanya berasal dari gaji bulanan saja tetapi juga berasal dari hasil investasi yang dilakukan.
1.2.
Rumusan Masalah Menurut Podsakoff et al. (2000), sikap kerja, karakteristik tugas, dan
berbagai jenis perilaku pemimpin memiliki keterkaitan yang lebih kuat dengan OCB jika dibandingkan dengan anteseden lainnya. Lebih lanjut Podsakoff et al. (2000) menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan transformasional memiliki efek yang konsisten pada setiap bentuk OCB. Hal tersebut dikarenakan inti dari kepemimpinan
transformasional
adalah
kemampuan
untuk
mendapatkan
karyawan yang mampu melakukan tugas melampaui harapan. Dalam penelitian terbaru yang dilakukan oleh beberapa peneliti terdapat kesenjangan empiris mengenai pengaruh gaya kepemimpinan transformasional pada OCB. Hutayan et al. (2013) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional tidak berpengaruh langsung pada OCB. Kepemimpinan transformasional dapat memberikan pengaruh pada OCB karyawan melalui budaya organisasi dan penghargaan. Senada dengan apa yang diungkapkan Hutayan et al. (2013), Ngadiman et al. (2013) menyatakan bahwa perilaku kepemimpinan transformasional tidak berpengaruh langsung pada OCB bawahan.
9
Pengaruh idealis dan motivasi yang inspirasional dari atasan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengembangan diri dan inisiatif individu bawahan. Visi dan misi yang disampaikan oleh atasan tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kompetensi dan kemauan bawahan untuk melakukan pekerjaan lembur sebagai upaya untuk meningkatkan efektifitas organisasi. Dalam penelitian yang dilakukannya Maharani et al. (2013) juga tidak menemukan pengaruh langsung gaya kepemimpinan transformasional pada OCB. Implementasi kepemimpinan transformasional belum memberikan jaminan bahwa akan ada efek yang terjadi secara otomatis antara atasan dan bawahan. Hal ini dikarenakan kepemimpinan akan menjadi efektif jika didukung oleh perilaku yang kompeten seperti sikap perhatian terhadap bawahan, membangun komunikasi yang baik, memberdayakan, mengembangkan, serta memotivasi bawahan. Bukti menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional tidak berpengaruh pada perilaku ekstra peran bawahan karena memotivasi karyawan tidak lebih dari sekedar formalitas dalam melaksanakan pekerjaan. Di sisi lain, hasil penelitian Lian dan Tui (2012) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh langsung yang positif dan signifikan terhadap OCB pengikut. Pemimpin transformasional akan memotivasi pengikutnya untuk menunjukkan perilaku ekstra peran atau OCB. kepemimpinan transformasional dapat menciptakan identifikasi dan internalisasi nilai-nilai yang diinginkan untuk menghasilkan tenaga kerja yang sesuai. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Krisnan dan Arora (2008) yang menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional berpengaruh langsung pada OCB karyawan.
10
Pengaruh langsung tersebut terjadi karena pemimpin transformasional mungkin lebih mementingkan nilai-nilai yang berkaitan dengan orang lain daripada nilainilai tentang diri mereka sendiri. Oleh sebab itulah pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional akan menjadi panutan bagi karyawannya. Hasil penelitian
yang
dilakukan
Humphrey
(2012)
juga
menyatakan
bahwa
kepemimpinan transformasional berpengaruh langsung pada OCB. pemimpin transformasional sebagai
role
model mampu
membangun
kepercayaan,
memotivasi, dan menunjukkan perhatian yang tulus kepada pengikutnya. Selain itu, pemimpin yang transformasional juga mampu mengubah mentalitas kerja pengikut sedemikian rupa sehingga bersedia untuk melakukan tugas di luar peran kerja formal mereka. Humphrey (2012) memasukkan variabel identifikasi organisasional sebagai mediator pengaruh gaya kepemimpinan transformasional pada OCB. berdasarkan hasil penelitiannya, Humphrey (2012) menyatakan bahwa identifikasi organisasional berhubungan negatif dengan gaya kepemimpinan transformasional dan OCB. Sehingga identifikasi organisasional tidak memediasi pengaruh kepemimpinan
transformasional
pada
OCB.
Hal
tersebut
dikarenakan
transformasi tidak terjadi melalui pembentukan identifikasi organisasional yang lebih dalam diantara pengikut sehubungan dengan nilai-nilai dan visi organisasi. Berbeda dengan apa yang ditemukan Humphrey (2012), penelitian yang dilakukan oleh Göncü et al. (2014) menyatakan bahwa identifikasi organisasional berperan sebagai mediator pengaruh gaya kepemimpinan transformasional pada OCB. Pemimpin yang transformasional berhasil menanamkan pemahaman bahwa
11
organisasi adalah bagian dari konsep diri karyawan, serta mampu meningkatkan identifikasi
karyawan
dengan
organisasinya
sehingga
pemimpin
yang
transformasional dapat memberikan pengaruhnya yang positif pada OCB karyawan melalui hubungan saling mempercayai yang telah terbangun diantara keduanya Berdasarkan uraian kesenjangan empiris tersebut, maka perlu diuji kembali dalam penelitian ini apakah gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh langsung pada OCB dan apakah identifikasi organisasional berperan sebagai mediator pengaruh gaya kepemimpinan transformasional pada OCB.
1.3.
Pertanyaan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjawab tiga pertanyaan penting berikut:
1. Apakah gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif pada OCB karyawan di Waroeng Spesial Sambal? 2. Apakah identifikasi organisasional berpengaruh positif pada OCB karyawan di Waroeng Spesial Sambal? 3. Apakah identifikasi organisasional memediasi pengaruh gaya kepemimpinan transformasional pada OCB karyawan di Waroeng Spesial Sambal?
1.4.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menguji pengaruh gaya kepemimpinan transformasional pada OCB karyawan di Waroeng Spesial Sambal.
12
2. Menguji pengaruh identifikasi organisasional pada OCB karyawan di Waroeng Spesial Sambal. 3. Menguji identifikasi organisasional sebagai variabel pemediasi pengaruh kepemimpinan transformasional pada OCB karyawan di Waroeng Spesial Sambal.
1.5.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menyajikan
hasil
empiris
terkait
pengaruh
gaya
kepemimpinan
transformasional pada OCB dengan identifikasi organisasional sebagai variabel pemediasi. 2. Bagi Waroeng Spesial Sambal, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi untuk meninjau kembali manajemen SDM dalam kaitannya mengenai gaya
kepemimpinan transformasional,
identifikasi organisasional, dan OCB. 3. Bagi para peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan kajian empiris terutama menyangkut perilaku organisasi khususnya bidang gaya kepemimpinan transformasional, identifikasi organisasional, dan OCB.
13
1.6.
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada penelitian ini, adalah menjabarkan secara singkat
tahapan-tahapan penulisan tesis berikut substansinya secara umum. Adapun berbagai tahapan ini, disampaikan sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang penelitian, perumusan masalah, pertanyaan penelitian,
tujuan dan manfaat penelitian, serta
sistematika penulisan. BAB II
LANDASAN TEORI Bab
ini berisi teori-teori yang berhubungan dengan perumusan
masalah, antara lain berbagai definisi tentang gaya kepemimpinan transformasional,
OCB,
identifikasi
organisasional,
rangka
konseptual/teoritis dan pengembangan hipotesis penelitian. BAB III
METODE PENELITIAN Bab ini berisi rancangan/desain penelitian, definisi operasional, populasi dan sample, instrumen penelitian, uji instrument penelitian, metode analisis data, dan gambaran umum subjek penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini meliputi deskripsi data, pengujian hipotesis, dan pembahasan
BAB V
KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian, keterbatasan penelitian, temuan-temuan penelitian dan implikasinya terhadap perkembangan
14
teori dan perusahaan (managerial), serta rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.
15