BAB I PENDAHULUAN
“Pemerintahan tanpa partai adalah pemerintahan konservatif, sedangkan rezim anti partai merupakan rezim reaksioner” - Samuel Huntington -
A. LATAR BELAKANG Petikan dari Samuel P. Huntington diatas seakan memberi pesan kepada ilmuan dan praktisi politik tentang pentingnya partai politik dalam kehidupan bernegara. Dalam kehidupan politik hampir sebagian besar keputusan politik mengenai nasib warga Negara ditentukan oleh partai politik. Melalui wakil-wakilnya baik di lembaga legislatif maupun di lembaga eksekutif, partai politik dapat menciptakan pengaruhnya dalam pengambilan keputusan politik di ruang publik. Maju mundurnya perjalanan serta perubahan sosial sebuah bangsa dengan demikian ditentukan oleh partai politik. Dalam arena elektoral, partai politik memegang peranan penting terutama dalam mempersiapkan pemimpin-pemimpinnya. Disini partai politik menjadi media bagi lahirnya calon-calon pemimpin yang diharapkan memiliki integritas, kompetensi, serta akseptabilitas dalam memimpin sebuah wilayah. Selain itu, partai politik juga hadir dalam dinamika politik lokal, dimana proses rekruitmen kepala daerah juga ditentukan oleh partai politik. Disinilah rekruitmen politik menjadi penting untuk dikaji dalam studi politik. Rekruitmen politik menjadi menarik karena dapat menjelaskan banyak hal dari dinamika partai politik (Sigit Pamungkas, 2009). Pertama, rekruitmen politik dapat menunjukkan lokus dari kekuasaan partai politik yang sesungguhnya. Apakah kekuasaan partai politik bersifat oligarkhis atau bersifat menyebar. Dengan kata lain, kekuasaan terkonsentrasi di pimpinan atau elit partai atau tersebar kedalam struktur 1
2 hierarki partai, lembaga-lembaga partai, faksi-faksi internal partai sampai pada anggota partai. Hal demikian mengingatkan kita pada Schattseineider yang menyatakan bahwa siapa yang menentukan rekruitmen politik, maka ia adalah the owner of party1. Kedua, rekruitmen politik dapat menggambarkan perjuangan kekuasaan internal partai politik. Perjuangan faksi-faksi politik di dalam partai akan sangat nampak dalam rekruitmen politik. Rekruitmen politik menjadi pertaruhan eksistensi individu dan faksi-faksi politik di partai, dan secara bersamaan menjadi pintu masuk yang penting untuk dapat mengakses kekuasaan di arena yang lebih luas. Rekruitmen politik menjadi pertaruhan survavilitas politik individu dan faksi-faksi dalam partai. Keseluruhan pertarungan dalam rekruitmen politik dapat digunakan untuk melihat bagaimana sesungguhnya distribusi kekuasaan di dalam partai terjadi. Ketiga, rekruitmen politik dapat menunjukkan politik representasi yang berusaha dihadirkan oleh partai politik. Individu-individu yang direkrut oleh partai pada hakekatnya merepresentasikan kolektivitas entitas tertentu seperti demografis, geografis, sex, ideologis, dan sebagainya. Rekruitmen politik dapat menunjukkan bagaimana politik representasi dalam partai dilakukan. Keempat, rekruitmen politik menggambarkan bagaimana sirkulasi elit terjadi. Meminjam analisis Pareto tentang sirkulasi elit, kita dapat mengetahui apakah sirkulasi elit itu mengacu pada proses dimana individu-individu berputar diantara elit dan nonelit, atau mengacu pada proses dimana elit satu digantikan oleh elit yang lain (Bottomoore, 2006). Kelima, pasca rekruitmen politik, rekruitmen politik menjadi penentu wajah partai di ruang publik. Siapa mereka, darimana asalnya, apa ideologinya, bagaimana pengalaman politiknya, dan bagaimana kapasitas politiknya akan menjadi petunjuk awal wajah politik partai di ruang publik. Wajah partai diruang publik sangat tergantung pada bagaimana rekruitmen politik dilakukan oleh partai politik.
1
Cross 2008 dalam Sigit pamungkas, Partai Politik – Teori dan Praktik di Indonesia, Institute for Democracy and Welfarism, 2011, hlm 90.
3 Terakhir, rekruitmen politik berada pada posisi sentral dalam mendifinisikan tipe kepartaian. Sebuah partai disebut sebagai partai kartel, cateh-all, kader, dan massa atau business-firm dapat dilihat dari bagaimana rekruitmen politik dilakukan. Beberapa hal penting yang telah dikemukakan diatas menjadi alasan utama mengapa rekruitmen politik masih relevan untuk diperbincangkan dalam khasanah keilmuan kita. Dalam proses rekruitmen politik yang terjadi dalam partai politik dewasa ini, disatu sisi, konflik pilkada yang terjadi dalam proses rekruitmen politik beberapa daerah menunjukkan bahwa proses rekruitmen kandidat sangat diwarnai oleh politik transaksional, dimana partai politik sangat gampang dibeli dengan uang. Sehingga kader yang dihasilkan cenderung bersifat karbitan. Namun disisi lain, fenomena seperti kemenangan Jokowi di Pilkada DKI semakin menguatkan asumsi bahwa rakyat butuh seorang pemimpin yang mau bekerja dan jujur, bukan hanya sekedar janji kosong. Pemilukada merupakan salah satu sarana bagi rakyat untuk melaksanakan kedaulatannya. Keterlibatan rakyat daerah dalam pemilukada merupakan pilar penyangga penting bagi terwujudnya demokrasi di daerah. Agar peran serta masyarakat benar-benar terwujud secara terus menerus baik melalui cara perorangan maupun melalui cara kelompok dalam bentuk organisasi kemasyarakatan maupun berbentuk partai politik, perlu dibuka saluran dan mekanisme yang lebih luas. Keterbukaan lembaga publik dan partai politik lokal dalam mengelola pemerintahan daerah merupakan hal yang cukup mendesak untuk dilaksanakan jika peran serta masyarakat diharapkan terwujud. Inilah salah satu proses reformasi di bidang politik (selain juga dibidang pengelolaan keuangan, sumber daya alam dan lain-lain) di tingkat lokal yang sangat subur perkembangannya pasca dikeluarkannya produk legislasi tentang Pemerintahan daerah.2 Partai politik memiliki peran yang sangat penting dalam sistem demokrasi saat ini. Eksistensi partai politik menjadi conditio sine qua non bagi bekerjanya mekanisme demokrasi. Sebagai pengorganisasian warganegara yang memiliki cita-cita politik yang
2
Suko Wiyono, 2006, Otonomi Daerah dalam Negara Hukum Indonesia (Pembentukan Peraturan Daerah Partisipatif), Jakarta, Faza Media, hlm. 57.
4 sama dan bertujuan untuk terlibat dalam pembuatan kebijakan negara serta mengisi posisi-posisi politik di semua tingkatan, parpol merupakan the backbone of democracy. Parpol menjadi jembatan penghubung politis antara pemilik kekuasaan, yaitu rakyat, dengan pemerintah sebagai pemegang mandat kekuasaan. Eksistensi parpol yang sangat sentral dalam demokrasi ini, tentunya tidak terlepas dari berbagai peran penting yang diembannya dalam mengkonsolidasikan demokrasi melalui pelaksanaan fungsi-fungsi partai3, dimana salah satu fungsi dari partai politik adalah fungsi rekruitmen. Fungsi rekruitmen merupakan fungsi eksklusif dari partai politik yang tidak mungkin akan ditinggalkan. Sebab, rekruitmen politik dalam hal ini menjadi monopoli dan fungsi abadi partai politik.4 Perkembangan berdemokrasi di daerah tumbuh luar biasa sejak lahirnya politik otonomi daerah yang bergulir begitu cepat. Seluruh kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat sesuai dengan amanat undang-undang yang lahir di era reformasi. Di beberapa daerah pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tidak berjalan sebagaimana diharapkan dan melahirkan ketidakpuasan yang berujung pada pengajuan keberatan dan/atau gugatan atas hasil Pilkada. Berdasar pengamatan penulis, tidak semua partai peserta pemilu memajukan calonnya tanpa koalisi dengan partai lain. Selain itu juga, tidak semua partai mau terlibat dalam mengawal mulai dari proses kandidasi, proses kampanye hingga proses gugatan atas hasil Pilkada yang diajukan oleh kandidat yang diusungnya ke mahkamah konstitusi. Meskipun partai-partai lainnya juga mengawal kandidatnya, namun pengawalan tersebut tidak sampai pada bagaimana kandidat memperoleh keadilan serta hak-haknya dalam politik. Salah satu partai yang mau dan mampu mendampingi kandidatnya sampai pada gugatan atas hasil Pilkada adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Hal ini dapat dilihat bagaimana PDIP menyediakan prasarana seperti penasihat hukum bagi kandidatnya yang mengajukan gugatan atas hasil Pilkada
Nico Harjanto. Politik Kekerabatan dan Institusionalisasi Partai Politik di Indonesia. ANALISlS CSIS, Vol. 40, No.2, 2011: 138-159, hlm. 140. 4 Sigit Pamungkas. Partai Politik :Teori dan Praktik di Indonesia. Institute For Democracy and Welfarism :Yogyakarta, 2011, hlm. 89. 3
5 serta kelengkapan lain yang diperlukan oleh kandidat seperti yang terjadi pada Pilkada Jawa Barat Tahun 2013. Sebagaimana diketahui Pemilukada Jawa Barat telah terlaksana pada Hari Minggu 24 Februari 2013. Rakyat Jawa Barat telah melaksanakan pesta demokrasi, atau pemilihan kepala daerah Jawa Barat periode 2013 – 2018. Dan telah kita ketahui pula siapa pemenang Pilgub Jabar 2013.5 Pilkada Jawa Barat menjadi ajang politik bergengsi disebabkan oleh tingginya angka pemilih yang jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia karena Jawa Barat menduduki posisi tertinggi dalam hal angka pemilih. Oleh karena itu sewajarnya Jawa Barat ditempatkan sebagai lokasi strategis bagi partai-partai untuk memanaskan mesin politiknya menjelang perhelatan akbar menyambut pemilu legislatif 2014 dan pemilihan presiden 2014. Pilkada Jabar ini tentu sangat menarik untuk diikuti karena bagaimapun Jawa Barat adalah provinsi yang berbatasan dengan Ibukota Jakarta, sehingga peristiwa yang terjadi di wilayah tersebut secara langsung maupun tak langsung akan berimbas kepada kondisi Ibukota Indonesia itu. Selain itu, 32,5 juta pemilih merupakan jumlah yang besar dan akan sangat memberikan dampak bagi bangsa ini.6 Setidaknya ada 5 (lima) pasangan kandidat Cagub dan Cawagub yang akan ikut ambil bagian dalam arena pilkada Jawa Barat ini, yaitu (1). Ahmad Heryawan 7 berpasangan dengan Deddy Mizwar8, (2). Dede Yusuf9 berpasangan dengan Lex Laksamana10, (3). Rieke Diah Pitaloka11 berpasangan dengan Teten Masduki12, (4).
“Hasil Pilgub Jawa Barat 2013”, at http://www.pustakasekolah.com/hasil-pilgub-jawa-barat-2013.html, diakses 11 April 2013. 6 “Hasil Pilkada Gubernur Jawa Barat 2013”, at http://www.poztmo.com/2013/02/pilkada-jawa-barat.html, diakses 11 April 2013. 7 Ahmad Heryawan adalah Kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan saat ini sedang menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat. Beliau terpilih pada Pilkada gubernur sebelumnya dan merupakan Incumben yang akan ikut berkompetisi lagi dalam Pilkada Jawa Barat 2012. 8 Deddy Mizwar adalah seorang artis ibu kota 9 Dede Yusuf adalah Kader Partai Demokrat dan saat ini sedang menjabat sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat. Beliau terpilih pada pilkada sebelumnya yang berpasangan dengan Ahmad Heryawan, dan merupakan incumben yang berkompetisi lagi dalam Pilkada Jawa Barat 2012. 10 Lex Laksamana adalah tokoh masyarakat Jawa Barat yang berposisi sebagai calon wakil gubernur yang berpasangan dengan Dede Yusuf. 5
6 Irianto Mahfud Shiddiq Syafiuddin13 berpasangan dengan Tatang Farhanul Hakim14 dan yang terakhir atau (5). adalah pasangan Dikdik Mulyana Arief Mansur15 dan Cecep Nana Suryana Toyib16. Berdasarkan pengamatan penulis, dipilihnya Rieke Diah Pitaloka dan Teten Masduki untuk maju pada pemilihan kepala daerah provinsi Jawa Barat tahun 2013 karena merupakan kader potensial yang populer. PDI-Perjuangan memilih kader potensial yang populer dengan alasan bahwa Pilkada begitu memiliki makna penting bagi PDI-Perjuangan, sehingga kemenangan dalam Pilkada, dianggap sebagai kata kunci awal di dalam memperebutkan kekuasaan eksekutif di masing-masing daerah. Setidaknya, arena eksekutif inilah nantinya bisa menjadi mesin yang ampuh dalam menjalankan kebijakan dan visi politik PDI-Perjuangan. Selain itu, pemenangan dalam Pilkada dianggap sebagai peluang bagi partai dalam proses pembelajaran para kader politiknya. Hal ini terutama bagi PDI-Perjuangan yang selama proses Pilkada cenderung mendorong para kadernya untuk maju sebagai kandidat dan Pilkada juga dianggap sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer. Kontestasi politik, yang sering disederhanakan sebagai arena kekuasaan dalam era Pilkada membutuhkan para kader yang populer dan potensial. Popularitas seringkali menjadi kekuatan terpenting bagi partai politik seperti PDI-Perjuangan untuk melapangkan jalan menuju arena Pemilu. Berbagai pertimbangan di atas menjadi pertimbangan bagi PDI-Perjuangan dalam setiap tahap penjaringan dan pencalonan sebagai strategi partai dalam menjaring nama yang akan dicalonkan sebagai kepala daerah. Jika PDI-Perjuangan bisa menjaring nama yang potensial, potensi kemenangan akan semakin besar. Karena
Rieke Diah Pitaloka adalah Kader Partai PDI-Perjuangan dan saat ini sedang menjabat sebagai anggota DPR-RI untuk daerah pemilihan Jawa Barat. 12Teten Masduki adalah Aktivis Penggiat Gerakan Anti Korupsi dan merupakan calon wakil gubernur yang berpasangan dengan Rieke Diah Pitaloka. 13 Irianto Mahfud Shiddiq Syaifuddin atau Yance adalah Kader Partai Gokar dan juga merupakan Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Jawa Barat. 14 Tatang Farhanul Hakim adalah tokoh masyarakat Jawa Barat yang berposisi sebagai calon wakil gubernur yang berpasangan dengan Yance. 15 Dikdik Mulyana Arief Mansur adalah tokoh masyarakat Jawa Barat yang maju sebagai calon independen. 16 Cecep Nana Suryana Toyib adalah tokoh masyarakat Jawa Barat yang maju sebagai calon independen. 11
7 pentingnya tahap ini, PDI-Perjuangan mempunyai suatu mekanisme yang bisa mendukung calon yang secara potensial bisa memenangkan Pilkada. Secara garis besar tahapan proses yang dilakukan oleh PDI-Perjuangan dalam menjaring dan menyeleksi calon meliputi empat hal. Yaitu : Pertama, proses penjaringan nama-nama kandidat yang akan diusung dalam Pilkada. Kedua, melakukan verifikasi terhadap nama-nama kandidat yang dinominasikan akan maju dalam proses Pilkada. Ketiga, melakukan penyaringan terhadap nama-nama kandidat yang telah dinominasikan. Keempat, penentuan nama-nama kandidat yang akan diajukan pada masing-masing KPUD. Seperti diketahui dalam pemilihan gubernur Jawa Barat tersebut di atas, PDI-P resmi mencalonkan pasangan Rieke Diah Pitaloka dan Teten Masduki sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur Jawa Barat. Keputusan itu diambil setelah pasangan tersebut langsung mendapat restu dari Ketua Umum PDI-P, Rabu (7/11/2012) malam17. Selama ini Rieke Diah Pitaloka merupakan anggota PDI-Perjuangan yang cukup kompeten menyuarakan aspirasi partainya. Sedangkan Teten Masduki merupakan tokoh antikorupsi. Sikap itulah yang menjadi pertimbangan PDI-Perjuangan agar Teten Masduki mendampingi Rieke Diah Pitaloka maju dalam Pilgub Jabar. Disamping itu, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarno Putri turut mendorong Teten Masduki maju dalam Pilgub Jabar. Juga karena Teten Masduki dan Rieke sama-sama orang Jawa Barat. Lebih lanjut disebutkan bahwa Rieke Diah Pitaloka mengajak Teten Masduki untuk mengubah kondisi Jabar. Namun, Teten Masduki sempat gundah karena tidak memiliki kendaraan politik. Sebab itu ketika PDI-Perjuangan memintanya untuk menjadi kandidat Wakil Gubernur Jawa Barat mendampimgi Rieke Diah Pitaloka, Teten Masduki menerimanya. Sebagaimana diketahui di Jabar terdapat sekitar 5.000 tempat pemungutan suara (TPS) sehingga mengganjal dirinya untuk maju dari jalur independen.18 17 18
Sumber : www.voaislam.com “Teten: PDI-P Minta Saya Usung Perubahan”, at http://nasional.kompas.com/read/2012/11/09/02542825/Teten.PDIP.Minta.Saya.Usung.Perubahan?utm_ source=WP&utm_medium=Ktpidx&utm_campaign=, diakses 4 Mei 2013.
8 Dari hasil pemilukada diketahui bahwa pemenang pemilu adalah pasangan Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar. Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar meraih suara sebanyak 6.515.313 dari total 20.115.423 surat suara yang masuk baik yang sah maupun tidak sah. Pasangan Rieke Dyah Pitaloka-Teten Masduki menempati urutan kedua dengan total perolehan 5.714.997 suara.19 Berdasar hasil perhitungan suara ini, pasangan Rieke Dyah Pitaloka-Teten Masduki merasa tidak puas dan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi dengan Nomor Perkara 20/PHPU.D-XI/2013. Sedangkan pokok perkara yang dijadikan alasan gugatan antara lain adanya perbedaan yang sangat signifikan antara DPT Pemilihan Gubernur Dengan DPT Pemilihan Kepala Daerah Di Kabupaten/Kota.20 Kuasa Hukum pasangan Rieke Dyah Pitaloka-Teten Masduki, menyatakan bahwa pihaknya siap menghadapi sidang gugatan Pilgub Jawa Barat di Mahkamah Konstitusi. Ia juga menyatakan bahwa pihaknya optimis dapat memenangkan gugatan tersebut sebagaimana keinginan rakyat Jawa Barat yang menginginkan proses Pilgub yang jujur dan bersih. Ia menyebut pasangan Rieke-Teten bukan mencari kemenangan bagi pihaknya tetapi mencari kebenaran. Selanjutnya dikatakan pula bahwa pengajuan gugatan tersebut merupakan instruksi Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri berdasarkan laporan dan pertimbangan tim hukum dan advokasi tim pemenangan Rieke Diah Pitaloka-Teten Masduki.21 Oleh karena itu, dalam penelitian ini ingin mengkaji lebih dalam tentang proses rekruitmen yang dilakukan oleh PDI-Perjuangan dalam melahirkan kandidat-kandidat potensial yang diharapkan oleh rakyat. Selain itu penelitian ini juga ingin melihat bahwa PDI-Perjuangan tetap konsisten dan terus mengawal kandidatnya hingga proses hukum ke Mahkamah Konstitusi. Penulis ingin mendalami lagi bahwa PDI-Perjuangan masih mau dan mampu mengawal kandidatnya hingga pasca Pemilu dimana pasangan Rieke Diah Pitaloka dan Teten Masduki mengajukan gugatan hukum atas hasil pemilu. Peneliti melihat sampai saat ini hanya PDI-Perjuangan yang mengawal kandidatnya 19“Tim
Aher Anggap Persoalan Pilkada Jabar Selesai”, at http://regional.kompas.com/read/2013/04/01/16384079/Tim.Aher.Anggap.Persoalan.Pilkada.Jabar.Seles ai?utm_source=WP&utm_medium=Ktpidx&utm_campaign=, diakses 11 April 2013. 20 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PHPU.D-XI/2013. 21“Hari Ini MK Gelar Sidang Sengketa Pilgub Jabar”, at http://bandung.okezone.com/read/2013/03/18/526/777222/redirect, diakses 2 April 2013.
9 hingga gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu, penelitian ini akan difokuskan pada proses rekruitmen partai PDI-Perjuangan Provinsi Jawa Barat dalam penentuan kandidatnya untuk maju pada pemilihan kepala daerah provinsi Jawa Barat tahun 2013 dan juga peran dan fungsi partai dalam mengawal kandidatnya dalam mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi atas hasil pilkada yang dinilai oleh pasangan tersebut tidak jujur dan tidak adil. B. PERTANYAAN PENELITIAN Dari uraian latar belakang diatas, maka penulis merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1.
Bagaimana proses rekruitment PDI-P pada Pilkada Jawa Barat?
2.
Bagaimana peran partai dalam mengawal kandidatnya, baik pada proses kampanye, memberi dukungan pada proses penghitungan suara dan pemberian saksi serta proses legal-formal gugatan ke Mahkamah Konstitusi?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: a.
Memahami proses rekruitment PDI-P pada Pilkada Jawa Barat.
b.
Mengetahui peran partai dalam proses pemilihan kandidat PDI-P pada Pilkada Jawa Barat, baik dalam memberi dukungan pada proses kampanye, memberi dukungan pada proses penghitungan suara kandidat PDI-P pada Pilkada Jawa Barat dan dalam proses gugatan legal-formal ke Mahkamah Konstitusi.
2. Manfaat Penelitian : Penelitian ini diharapkan mampu: a.
Memberikan pemahaman menyangkut proses rekruitmen politik calon kepala daerah dalam studi ilmu politik khususnya studi kepartaian.
b.
Memberikan masukan bagi partai politik, khususnya partai PDI-Perjuangan Provinsi Jawa Barat dalam melahirkan kader-kader partai yang menjadi impian publik.
10 D. KERANGKA TEORITIK 1. Fungsi Rekruitmen Setiap sistem politik memiliki sistem dalam merekrut atau menyeleksi elitelitnya untuk menduduki posisi politik maupun pemerintahan. Rekrutmen politik yang dimaksud adalah seleksi dan pemilihan atau seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya.22 Batasan tersebut didukung oleh pendapat Miriam Budiardjo, rekruitmen politik adalah proses melalui mana partai mencari anggota baru dan mengajak orang-orang yang berbakat untuk berpartisipasi dalam proses politik.23 Fungsi
rekruitmen
politik
merupakan
fungsi
yang
lebih
banyak
dilaksanakan oleh partai politik. Dalam fungsi rekruitmen, partai politik mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik, misalnya sebagai anggota partai atau menjadi pemimpin politik atas nama partai. Biasanya dilakukan dengan jalan melalui kontak pribadi, persuasi dan lain-lain. Juga diusahakan untuk menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader di masa mendatang akan mengganti pimpinan lama (selection of leadership).24 Rekruitmen politik yang terjadi di lembaga-lembaga seperti di legislatif dan eksekutif biasanya selain mempertimbangkan faktor keahlian dan kecakapan juga harus mempertimbangkan faktor keterwakilan dari berbagai kelompok dan kelas. Langkah ini dimaksudkan agar lembaga politik dalam merumuskan kebijaksanaan dapat lebih representatif dan keputusan-keputusan yang dihasilkan dapat menjangkau berbagai kepentingan yang berkembang di dalam masyarakat. Menurut G. Almond25, setiap sistem politik mempunyai prosedur-prosedur untuk rekruitmen atau seleksi pejabat-pejabat administrasi dan politik. Di negara
Ramlan Surbakti, Memahami llmu Politik, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1987, hlm. 118. Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik: Sebuah Bunga Rampai, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1998, hlm. 19. 24 Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik: Sebuah Bunga Rampai, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1998, hlm. 164. 25 Gabriel A. Almond Sosialisasi Politik, Budaya Politik dan Rekrutmen Politik, dalam Mochtar Masoed dan Colin Mac Andrews, Perbandingan Sistem Politik, Gadjah Mada University Pres,: 2000, hlm. 50. 22 23
11 demokrasi seperti Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris, jabatan-jabatan politik dan administrasi secara resmi terbuka untuk calon-calon yang berbakat. Akan tetapi calon-calon dalam jabatan seperti halnya partisipan politik, cenderung berasal dari orang-orang yang mempunyai latar belakang kelas menengah atau kelas atas, dan orang-orang kelas rendah yang berhasil memperoleh pendidikan. Hal ini terjadi karena pemimpin-pemimpin politik dan pemerintahan di negaranegara maju dan modern, membutuhkan pengetahuan dan kecakapan yang sulit diperoleh dengan cara lain. Namun demikian, Almond melanjutkan bahwa di negara-negara kiripun, jabatan-jabatan politik yang tinggi cenderung masih dipegang oleh orang-orang profesional berpendidikan formal dibanding oleh anggota kelas buruh. Fungsi rekrutmen politik pada partai politik makin dominan manakala partai politik itu merupakan partai tunggal seperti dalam sistem politik totaliter atau ketika partai ini merupakan partai mayoritas dalam badan perwakilan rakyat sehingga berwenang membentuk pemerintahan dalam sistem politik demokrasi. Proses rekrutmen politik dilakukan melalui berbagai prosedur yakni melalui pemilihan umum, ujian, training formal, penyortiran undian, serta sistem giliran. Gabriel Almond dan Bingham Powell berusaha mengklasifikasikan prosedur tersebut ke dalam dua bentuk yakni:26 a.
Prosedur tertutup (Closed recruitment process) adalah suatu proses rekruitmen yang ditentukan oleh elit partai, mengenai siapa saja yang dicalonkan sebagai anggota legislatif dan pejabat eksekutif.
b.
Prosedur terbuka (Opened recruitment process) adalah nama-nama calon yang diajukan, diumumkan secara terbuka dalam bentuk kompetisi Menurut Nazaruddin Syamsudin, sistem rekruitmen politik dibagi menjadi
dua cara: a.
Rekruitmen terbuka yaitu dengan menyediakan dan memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh warga negara untuk ikut bersaing dalam proses
26
Gabriel A. Almond and G. Bingham Powel, Jr.. Cooperative Politics Today: A World View, Fourth Edition, Scott, Faresman and Company, London, 1988, hlm. 108-140.
12 penyeleksian. Dasar penilaian dilaksanakan melalui proses dengan syaratsyarat yang telah ditentukan, melalui pertimbangan-pertimbangan yang objektif rasional, di mana setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi jabatan politik yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melakukan kompetisi untuk mengisi jabatan baik jabatan politik maupun administrasi atau pemerintahan. b.
Rekruitmen tertutup yaitu adanya kesempatan untuk masuk dan dapat menduduki posisi politik tidaklah sama bagi setiap warga negara, artinya hanya individu-individu tertentu yang dapat direkrut untuk menempati posisi dalam politik maupun pemerintah. Dalam sistem yang tertutup ini orang yang mendapatkan posisi elite melalui cara-cara yang tidak rasional seperti pertemanan, pertalian keluarga dan lain-lain (Hesel Nogi Tangkilisan, 2003:189) . Selanjutnya Haryanto mempertegas lagi pendapat di atas bahwa yang
dimaksud dengan rekruitmen politik yang terbuka adalah rektruitmen itu terbuka bagi seluruh warga negara tanpa kecuali apabila memenuhi syarat yang telah ditentukan. Setiap warga negara yang mempunyai bakat, mempunyai kesempatan yang sama untuk menduduki jabatan politik maupun jabatan pemerintahan. Sedangkan rekruitmen politik yang tertutup adalah bahwa individu-individu yang tertentu saja yang dapat direkrut untuk kemudian menduduki jabatan politik maupun jabatan pemerintahan. Dalam rekruitmen tertutup ini kesempatan tidak terbuka untuk seluruh warga negara. Misalnya perekrutan dilakukan terhadap individu-individu yang mempunyai persamaan darah (keturunan/ keluarga) dengan penguasa, atau merupakan kawan-kawan akrab pihak penguasa, atau mungkin berasal dari sekolah yang sama (satu ataupun juga mempunyai agama yang sama dengan agama yang dianut oleh penguasa.27 Dalam proses rekruitmen politik, Almond dan Powell mengajukan beberapa jalur rekruitmen politik yang secara umum berlaku di beberapa negara. Jalur-jalur tersebut, antara lain sebagai berikut: 27
Haryanto, Sistem Politik: Suatu Pengatar, Liberty, Yogyakarta: 1984, hlm. 47-48.
13 a.
Pertama, jalur koalisi partai dan atau pimpinan-pimpinan partai. Rekruitmen politik seringkali tergantung pada peranan masing-masing partai dalam suatu koalisi. Rekruitmen politik yang menyebabkan terjadinva sirkulasi elit dan didasarkan kepada representasi kekuatan-kekuatan sosial yang ada di dalam masyarakat.
b.
Kedua, jalur rekruitmen berdasarkan kemampuan-kemampuan dari kelompok atau Partai politik merekrut seseorang untuk menduduki jabatan politik tertentu berdasarkan kriteria-kriteria seperti distribusi sumber-sumber kekuasaan dan bakat-bakat yang dimiliki oleh calon, secara langsung maupun tidak langsung menguntungkan kepentingan partai. Jalur ini sebagian besar dianut oleh partai-partai politik di Indonesia.
c.
Ketiga, jalur rekruitmen politik yang berdasarkan kaderisasi. Rekruitmen politik tergantung pula kepada proses seleksi atau mekanisme penyaringan di dalam
partai
politik
itu
sendiri.
Organisasi
partai
politik
secara
berkesinambungan berusaha untuk merekrut anggota-anggotanya kedalam tingkatan-tingkatan tertentu, dan memobilisasi partisipasi politik mereka untuk kepentingan-kepentingan partai yang menguntungkan. Partai politik membangun dan menyiapkan kader-kader yang dapat dipercaya. d.
Keempat, jalur rekruitmen politik berdasarkan ikatan primordial. Jalur ini biasanya masih diterapkan dalam sistem politik tradisional, yang didasarkan pada hubungan kekeluargaan, kesamaan ideologi atau agama, kesamaan daerah asal (suku) dan kelompok. Dalam praktek-praktek perpolitikan di Indonesia masih sering terjadi, yang sering disebut sebagai jalur nepotisme. Dalam rekruitmen jabatan politik, Sutoro Eko mengungkapkan bahwa
diperlukan adanya model yang demokratis yang mengedepankan proses pemilihan secara terbuka, kompetitif dan partisipatif. Persetujuan dan legitimasi rakyat menjadi unsur utama dalam proses rekruitmen jabatan-jabatan politik, sebab pejabat politik itulah yang kemudian membuat kebijakan dan memerintah rakyat.
14 Model demokratis harus diterapkan dengan baik dalam rekruitmen politik yang berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:28 a.
Parpol harus mempromosikan kandidat yang berkualitas, yakni memiliki kapasitas, integritas, legitimasi dan populer (dikenal) di mata masyarakat.
b.
Proses rekruitmen harus berlangsung secara terbuka. Masyarakat harus memperoleh informasi yang memadai dan terbuka tentang siapa kandidat dari parpol, track record masing-masing kandidat dan proses hingga penentuan daftar calon.
c.
Proses rekruitmen harus bersandar pada partisipasi elemen-elemen masyarakat sipil.
d.
Parpol mau tidak mau harus mengembangkan basis atau jaringan dengan komunitas atau organisasi masyarakat sipil. Pemilihan kepala daerah dengan memilih secara langsung oleh rakyat telah
menjadi gaya baru dalam menerapkan demokrasi di Indonesia saat ini. Hampir tidak ada hentinya pemilihan kepala daerah ini dilaksanakan di negeri ini yang akrab disebut dengan Pilkada. Dalam menegakkan demokrasi, Pilkada semacam ini memberikan wewenang yang besar bagi masyarakat dalam memilih pemimpinnya, di mana masyarakat dapat menentukan pilihan secara langsung sesuai dengan kehendaknya. Sebagai mana yang dikemukakan Prihatmoko, ia mengemukakan bahwa Pilkada langsung merupakan mekanisme demokratis dalam rangka rekruitmen pemimpin di daerah, di mana rakyat secara menyeluruh memiliki hak dan kebebasan untuk memilih calon-calon yang didukungnya, dan calon-calon bersaing dalam suatu medan permainan dengan aturan main yang sama.29 Pilkada saat ini menjadi kegiatan rutinitas lima tahunan, di mana masyarakat seakan dijadikan konsumen ataupun aktor penting yang diperebutkan suaranya bagi para calon pemimpin kepala daerah yang bersaing di Pilkada. Masyarakat pun dimanjakan dengan berbagai perhatian dan diberikan impian
Eko, Sutoro, dkk, 2002, Membuat Desentralisasi dan Demokrasi Lokal Bekerja dalam Desentralisasi Globalisasi dan Demokrasi Lokal, LP3ES, Jakarta, hlm. 4-6. 29 Joko J. Prithatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005. hlm. 109. 28
15 untuk hidup lebih baik oleh para calon pemimpin kepala daerah dalam Pilkada demi kemenangannya. Keadaan semacam itu seharusnya tidaklah harus terjadi karena masyarakat saat ini akan semakin cerdas dalam menentukan pilihannya. Sehingga dalam hal ini peran partai politiklah yang seharusnya diperhatikan dalam memaksimalkan fungsi-fungsi partai politik. Adanya pelaksanaan Pilkada langsung di Indonesia yang pertama sekali diterapkan sejak bulan Juni 2005 memang menjadi ujian bagi partai politik untuk lebih terbuka atau membuka diri terhadap dinamika politik lokal. Pemberdayaan masyarakat sipil sebenarnya ditumbuh kembangkan melalui kemampuan partai politik dalam menarik dukungan dan minat rakyat untuk berpolitik, dalam arti menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan secara langsung.30 Sebagaimana yang dikemukakan oleh Khoirudin bahwa partai politik merupakan salah satu institusi inti dari pelaksanaan demokrasi modern.31 Demokrasi modern mengandalkan sebuah sistem yang disebut keterwakilan, baik keterwakilan dalam lembaga formal kenegaraan maupun keterwakilan aspirasi masyarakat dalam institusi kepartaian. Upaya menegakkan demokrasi tentulah dibutuhkan sarana atau saluran politik yang koheren dengan kebutuhan masyarakatnya. Dalam hal tersebut partai politik adalah salah satu sarana yang dimaksud, di mana partai politik mempunyai ragam fungsi, platform, dan dasar pemikiran. Hal itulah yang dapat dijadikan pertimbangan untuk menilai demokratis tidaknya suatu pemerintahan. Selain hal tersebut pemimpin juga menjadi salah satu faktor penting lainnya untuk membawa perubahan dan perkembangan suatu bangsa. Pemimpin dalam hal ini adalah kepala daerah. Kepala daerah adalah jabatan politik dan jabatan publik yang bertugas memimpin birokrasi menggerakkan jalannya roda pemerintahan. Kepala daerah menjalankan fungsi pengambilan kebijakan atas fungsinya yaitu menjadi perlindungan, pelayan publik dan pembangunaan. Istilah Pnenie Chalid (ed), Pilkada Langsung, Demokratisasi Daerah dan Mitos Good Governance, Pertnership Kemitraan, Jakarta, 2005, hlm. 19-20. 31 Koirudin, Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,. 2004, hlm. 1. 30
16 jabatan publik mengandung pengertian bahwa kepala daerah menjalankan fungsi pengambilan kebijakan yang terkait langsung dengan kepentingan rakyat, berdampak terhadap rakyat, dan dirasakan oleh rakyat.32 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepala daerahlah yang menjadi penentu bagi kemajuan atau pun kemunduran dari kondisi kehidupan masyarakatnya. Ramlan Surbakti berpendapat bahwa terdapat beberapa fungsi dari partai politik, yaitu sosialisasi politik, rekruitmen politik, partisipasi politik, pemadu kepentingan, komunikasi politik, pengendali konflik, dan kontrol politik.33 Salah satu fungsi partai politik yang menarik disorot terkait pelaksanaan Pilkada langsung ini adalah rekruitmen politik. Partai politik sebagai suatu organisasi sangat berperan dalam mencetak pemimpin yang berkualitas dan berwawasan nasional dengan tidak hanya berorientasi pada kepentingan partai politik yang diwakilinya.34 Hal inilah yang menjadi alasan diperlukannya sistem rekruitmen politik. Menurut Almond dan Powel, mereka mengungkapkan bahwa partai politik mempunyai peran dalam menyeleksi orang-orang berbakat ataupun orang-orang pilihan untuk mengisi posisi-posisi politik tertentu dan selanjutnya memotivasi mereka untuk bekerja dalam kerangka kepentingan serta tuntutan partai politik yang bersangkutan. Miriam Budiardjo pun mengemukakan hal yang sama, bahwa rekruitmen politik menjadi fungsi partai politik untuk mencari orang-orang muda berbakat untuk aktif dalam kegiatan politik.35 Dalam menjalankan fungsi ini setidaknya ada dua cara yang dilakukan partai politik, yaitu secara terbuka dan secara tertutup. Rekruitmen terbuka berarti bahwa seluruh warga negara tanpa kecuali mempunyai kesempatan yang sama untuk direkrut apabila yang bersangkutan telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Sedangkan rekruitmen tertutup merupakan suatu proses rekruitmen secara terbatas, di mana hanya individu-individu tertentu saja yang dapat diangkat ataupun direkrut untuk Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm. 203. Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta, Grasindo, 1999, hlm. 161. 34 Firmanzah, Mengelolah Partai Politik, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2008, hlm. 70. 35 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 2008, hlm. 408. 32 33
17 menduduki jabatan politik.36 Rekruitmen politik tertutup ini mengindikasikan tidak adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk direkrut oleh partai politik, dengan artian bahwa hanya individu-individu yang dekat dengan penguasa atau pemimpin politiklah yang mempunyai kesempatan untuk masuk dalam partai politik dan menduduki jabatan-jabatan politik. Fungsi partai sebagai rekruitmen politiklah yang menjadi landasan dalam membahas permasalahan ini. Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung saat ini sudah seharusnya juga membawa dampak baik bagi partai politik. Di mana pilkada semacam ini mampu menjadi motivasi bagi partai politik dalam melaksanakan fungsinya yaitu rekruitmen politik, dalam artian mempersiapkan kader-kader terbaiknya yang nantinya akan mampu bersaing dalam setiap pemilihan kepala daerah. Sebagaimana yang dikemukakan Eriyanto, bahwa dalam Pilkada langsung semacam ini, kandidat yang mempunyai ketokohan tinggi akan lebih dipilih, tidak peduli berasal dari partai mana. Hal inilah yang menyebabkan betapa pentingnya tahap rekruitmen yang dilakukan oleh partai politik.37 Rekruitmen politik atau suatu proses seleksi terhadap calon-calon atau kader partai yang akan ditempatkan dalam jabatan pemerintahan merupakan salah satu fungsi partai politik yang menarik untuk diperhatikan. Rekruitmen politik pada dasarnya menjadi fungsi strategis dalam membesarkan partai politik atau pun menghimpun masyarakat suara dalam memenangkan Pilkada apabila partai-partai politik menjalankan fungsi ini. Namun, pada kenyataan yang ada saat ini sering dijumpai partai politik yang melakukan cara praktis dalam menentukan aktor yang dia usung sebagai kepala daerah. Seperti yang dikemukakan Koordinator Bidang Pemenangan Pemilu DPP Partai Golkar Leo Nababan menyatakan strategi partai politik (parpol) merekrut calon pemimpin instan dianggap merusak proses kaderisasi internal. Selain itu, langkah tersebut telah merusak citra parpol sebagai pencetak calon Syamsudin Haris (ed), Pemilu Langsung di Tengah Oligarki Partai Proses Nominasi dan Seleksi Calon Legislatif Pemilu 2004, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005, hlm.143-144. 37 Eriyanto, Pilkada dan Penguasaan Partai Politik, Kajian LSI Edisi 03-juli 2007, www.isi.co.id/2007/07. 36
18 pemimpin. Ia juga mengemukakan munculnya banyak parpol di era reformasi merupakan sebuah kemajuan dalam demokrasi. Namun, sayangnya kebanyakan parpol lupa mempersiapkan infrastruktur yang bisa menjadi pondasi kuat seperti kaderisasi.38 Hal tersebut dengan kata lain dapat menandakan bahwa kebanyakan para calon kepala daerah bukan lahir dari kaderisasi partai politik yang berjenjang melainkan berasal dari kalangan birokrasi, pengusaha dan partai politik terkadang lebih memilih figur yang berasal dari kader partai politik lain daripada kadernya sendiri. Hal semacam itu dilakukan karena adanya tujuan yang telah melekat dalam partai politik yaitu mengambil bagian ataupun dapat dikatakan memenangkan perebutan kekuasaan. Partai politik memaknai Pilkada langsung ini sebagai sebuah jalan dalam mencapai tujuannya tersebut. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ahmad Nyarwi, bahwa terdapat beberapa makna penting kemenangan Pilkada bagi partai politik yaitu: pertama, sebagai kata kunci awal di dalam memperebutkan kekuasaan eksekutif di masing-masing daerah. Setidaknya, arena eksekutif inilah nantinya bisa menjadi mesin yang ampuh dalam menjalankan kebijakan dan visi-visi politik masing-masing partai politik. Kedua, sebagai peluang bagi partai politik dalam proses pembelajaran para kader politiknya. Hal ini terutama bagi partai politik yang selama proses Pilkada cenderung mendorong para kadernya untuk maju sebagai kandidat. Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.39 Mochtar Mas’oed mengemukakan bahwa rekruitmen politik merupakan fungsi penyeleksi rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan tertentu, pendidikan dan ujian.40 Peran dan fungsi partai politik tersebut juga secara detail dijelaskan oleh Ramlan Surbakti. Ia mengemukakan bahwa fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan Dalam Okezone.com. Kaderisasi Parpol Terancam Gagal. www.okezone.com. Kamis, 11 September 2008. Ahmad Nyarwi, Siasat Partai Politik dan Strategi Pencalonan , Kajian LSI Edisi 03-juli 2007, www.isi.co.id/2007/07. 40 Hesel Nogi Tangkilisan, Kebijakan Publik yang Membumi, Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia & Lukman Offset, Yogyakarta, 2003, hlm. 188. 38 39
19 kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu. Cara yang digunakan oleh suatu partai politik dalam sistem politik demokrasi untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan adalah ikut serta dalam pemilihan umum. Ketika melaksanakan fungsi itu partai politik dalam sistem politik demokrasi melaksanakan tiga kegiatan, yaitu meliputi seleksi calon-calon, kampanye, dan melaksanakan fungsi pemerintahan (eksekutif, legislatif dan yudikatif). Apabila kekuasaan untuk memerintah telah diperoleh maka partai politik itu berperan pula sebagai pembuat keputusan politik. Partai politik yang tidak mencapai mayoritas di dewan perwakilan rakyat akan beperan sebagai pengontrol terhadap partai mayoritas. Ramlan Surbakti juga mengemukakan bahwa rekruitmen politik adalah seleksi dan pemilihan atau seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya. Fungsi rekruitmen merupakan kelanjutan dari fungsi mencari dan mempertahankan kekuasaan. Selain itu fungsi rekruitmen politik sangat penting bagi kelangsungan sistem politik sebab tanpa elit yang mampu melaksanakan peranannya, kelangsungan hidup sistem politik akan terancam.41 Tidak semua anggota atau pengurus partai politik atau warga Negara dapat menjadi calon kepala daerah. Kedudukan kepala daerah, baik Gubernur, Bupati, dan Walikota, membutuhkan kompetisi tertentu yang menunjukkan kapasitas dan kapabilitas agar dapat memimpin pemerintahan dengan baik. Karena itulah sebelum memasuki kompetisi dalam Pilkada langsung, lazimnya partai-partai politik melakukan rekruitmen bakal calon. Rekruitmen bakal calon menjadi calon oleh partai politik atau gabungan partai, dikenal dengan seleksi partai yang merupakan seleksi tahap kedua setelah sistem dalam rangkaian proses rekruitmen politik. Melaksanakan rekruitmen bakal calon, partai politik memberlakukan sistem atau mekanisme yang berbeda-beda, antara lain sistem pemilihan tertutup 41
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Grasindo, Jakarta, 1992, hlm.188.
20 dan sistem konvensi.42 Dalam hal PDI-Perjuangan maka menganut sistem konvensi. Dalam sistem ini sebagaimana rekruitmen calon yang sangat popular di negara-negara demokrasi, dilakukan dengan cara pemilihan pendahuluan terhadap bakal calon dari partai politik oleh pengurus dan atau anggota partai. Kelebihan sistem konvensi terletak pada pengembangan atau peningkatan popularitas bakal calon melalui proses kampanye internal partai dan pendidikan politik yang ditawarkan (debat publik, penyampaian visi dan misi, dan lain-lain). Sistem konvensi sangat efektif bagi partai kader, dan sebaliknya kurang efektif bagi partai massa. Karena popularitas sangat penting dalam Pilkada langsung, maka proses seleksi atau rekruitmen bakal calon oleh partai politik merupakan dinamika tersendiri. Proses tersebut merupakan kampanye pendahuluan yang akan mendapat publikasi luas. Karena itulah, belakangan sangat jarang ditemukan partai politik yang menggunakan sistem partai politik tertutup murni. Partai-partai berlomba-lomba membuka kesempatan bagi seluruh warga untuk menjadi bakal calon yang dipublikasikan secara luas melalui media massa. Selain itu, partai politik juga mengubah mekanisme rekruitmen dengan melakukan semacam uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) kepada bakal calon. Kendati demikian, mekanisme dan kriteria yang ditetapkan sesungguhnya tetap memberi kesempatan yang lebih besar kepada pengurus dan/ atau anggota partai politik itu sendiri. David Easton, merupakan teoritis pertama yang memperkenalkan pendekatan sistem dalam politik, yang menyatakan bahwa suatu sistem selalu memiliki sekurangnya 3 sifat. Ketiga sifat tersebut adalah (1) terdiri dari banyak bagian-bagian, (2) bagian-bagian itu saling berinteraksi dan saling tergantung, (3) mempunyai perbatasan yang memisahkannya dari lingkungan yang juga terdiri dari sistem-sistem lain. Sebagai satu sistem, sistem pilkada langsung mempunyai bagian-bagian yang merupakan sistem sekunder atau sub-sub sistem. Bagianbagian tersebut adalah electoral regulation, electoral process, dan electoral law 42
Joko J.Prihatmoko, Op. Cit., hal. 238-239.
21 enforcement. Electoral Regulation segala ketentuan atau aturan-aturan mengenai pilkada langsung yang berlaku, bersifat mengikat dan menjadi pedoman bagi penyelenggara, calon dan pemilih dalam menunaikan peran dan fungsi masingmasing. Electoral Process dimaksudkan seluruh kegiatan yang terkait secara langsung dengan pilkada yang merujuk pada ketentuan perundang-undangan baik yang bersifat legal maupun teknikal. Electoral Law Enforcement yaitu penegakan hukum terhadap aturan-aturan pilkada baik politis, administratif atau pidana. Atas dasar itu, sistem pilkada langsung merupakan sekumpulan unsurunsur yang melakukan kegiatan atau menyusun skema atau tata cara melakukan proses untuk memilih kepala daerah. Sebagai suatu sistem, sistem pilkada memiliki ciri-ciri antara lain bertujuan memilih kepala daerah setiap komponen yang terlibat dan kegiatan yang mempunyai batas, terbuka, tersusun dari berbagai dari kegiatan yang merupakan sub sistem, masing-masing kegiatan saling terkait dan tergantung dalam suatu rangkaian utuh, memiliki mekanisme kontrol, dan mempunyai kemampuan mengatur dan menyesuaikan diri. Dikenal dua jenis sistem pencalonan dalam pilkada langsung yaitu: 43 sistem pencalonan terbatas dan sistem pencalonan terbuka. Dalam hal ini PDI-Perjuangan menganut sistem pencalonan terbuka dengan memberikan akses yang sama bagi anggota atau pengurus partai-partai politik dan anggota komunitas atau kelompok-kelompok lain di masyarakat, seperti organisasi massa, organisasi sosial, profesional, usahawan-usahawan, LSM, bintang film dan intelektual, jurnalis, dan sebagainya. Paradigma sistem pencalonan terbuka adalah bahwa sumber daya manusia berkualitas tersebar dimana-mana dan sumber kepemimpinan dapat berasal dari latar belakang apapun. Sumber daya manusia memiliki kesempatan berkembang dan bertumbuh secara sama di sektor sosial, bisnis, dan akademik. Sistem pencalonan terbuka semakin populer dengan berkembangnya industrialisasi sehingga wajar dianut oleh Negara-negara demokrasi mapan, yang notabene Negara industri dengan tingkat ekonomi maju atau sangat maju, seperti Amerika 43
Ibid, hal. 235.
22 Serikat, Prancis, Jerman dan sebagainya. Pilkada di Republik Rusia saat ini, misalnya, sudah mengakomodasikan sistem pencalonan terbuka. Demikian pula dengan pencalonan untuk anggota parlemen. Setiap sistem politik memiliki sistem dalam merekrut atau menyeleksi elitelitnya untuk menduduki posisi politik maupun pemerintahan. Di negara-negara yang telah mencapai kehidupan politik yang maju, sistem rekrutmen untuk menempatkan kader partainya dilaksanakan secara demokratis, transparan dan terbuka bagi semua calon atau kandidat yang berkualitas. Rekruitmen politik yang dimaksud adalah seleksi dan pemilihan atau seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya.44 Batasan tersebut didukung oleh pendapat Miriam Budiardjo, rekruitmen politik adalah proses melalui mana partai mencari anggota baru dan mengajak orang-orang yang berbakat untuk berpartisipasi dalam proses politik.45 Dalam proses rekruitmen biasanya faktor keahlian, kecakapan dan pendidikan menjadi persyaratan yang penting. Namun dalam beberapa hal, seringkali lebih didasarkan pada ikatan kelompok, ikatan ideologi, atau ikatan koneksitas (keluarga). Dalam sistem politik yang masih tradisional dan belum melaksanakan nilai-nilai demokrasi, rekruitmen politik biasanya didasarkan pada faktor-faktor yang disebutkan terakhir tadi. Proses rekruitmen politik bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat dari PDI-Perjuangan cenderung menggunakan pola tertentu berdasarkan prosedur yang di tetapkan dalam partai. Prinsip umum yang mendasari rekrutmen politik partai ini sesuai dengan prinsip kelahirannya yaitu pembentukan partai dalam melakukan perbaikan pada sistem politik dan pemerintahan. Maka berdasarkan prinsip ini orang yang di rekrut oleh partai ini haruslah orang-orang yang bersedia melakukan perbaikan-perbaikan untuk perubahan kearah kemajuan daerah. Pemimpin merupakan salah satu faktor penting untuk membawa 44 45
Ramlan Surbakti, Memahami llmu Politik, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1987, hlm. 118. Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik: Sebuah Bunga Rampai, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1998, hlm. 19.
23 perubahan dan perkembangan suatu daerah. Gubernur dan Wakil Gubernur adalah jabatan politik dan jabatan publik yang bertugas memimpin birokrasi dan menggerakkan jalannya roda pemerintahan. Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat dari PDI-Perjuangan harus memberikan jaminan perlindungan, pelayan publik dan pembangunaan yang baik kepada masyarakatnya. 2. Kandidasi Rekruitmen politik adalah “proses dimana individu atau kelompokkelompok individu dilibatkan dalam peran-peran politik aktif (Czudnowski, dalam Greenstein dan Polsby, 1975:155). Dalam studi tentang rekruitmen politik, istilah rekruitmen politik sering dipertukarkan dalam makna yang sama dengan seleksi kandidat (kandidasi), dan rekruitmen legislatif serta eksekutif (Czudnowski, 1975; Ishiyama, 2001); tetapi ada yang berusaha menarik garis batas antara istilahistilah tersebut sebagai konsep yang berbeda (Norris, 1996; Hazan, 2002; Camp, 1995); dan ada pula yang menyatakan bahwa istilah-istilah tersebut dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan (Siavellis dan Morgenstern, 2008) 46. Bagi yang membedakan, rekruitmen politik didefinisikan yakni bagaimana potensi kandidat ditarik untuk bersaing dalam jabatan publik; sedangkan seleksi kandidat adalah proses bagaimana kandidat dipilih dari kumpulan kandidat potensial; sementara itu rekruitmen legislatif berbicara tentang bagaimana kandidat yang dinominasikan partai terpilih menjadi pejabat publik. Dari beberapa definisi yang diungkapkan diatas dapat disimpulkan bahwa rekruitmen politik adalah proses dimana individu atau kelompok dilibatkan dalam peran-peran politik aktif dan ditarik untuk bersaing dalam jabatan publik. Perlakuan partai politik terhadap keseluruhan tahap-tahap rekruitmen politik sangat berhubungan dengan bagaimana partai politik mengorganisasikan diri. Terdapat 4 (empat) hal penting yang dapat menunjukkan bagaimana
46
Sigit Pamungkas, Partai Politik – Teori dan Praktek di Indonesia, Institute for Democracy and Welfarism, 2011, hlm. 91-92
24 pengorganisasian partai politik dalam proses rekruitmen politik47, yaitu, Pertama, Siapa kandidat yang dapat dinominasikan?, Kedua, Siapa yang menyeleksi (Selectorate)?, Ketiga, Dimana kandidat diseleksi?, Keempat, Bagaimana kandidat diputuskan?48. Terkait mengenai bagaimana pengorganisasian partai politik dalam metode seleksi kandidat, Gideon Rahat49 melihat bahwa kadar demokratis tidaknya partai politik dalam melakukan proses seleksi kandidat untuk menduduki kursi kekuasaan dapat dilihat dari selectorate (penyeleksi). Dalam hal ini selectorate (penyeleksi) dikelompokkan kedalam 3 (tiga) tahap, yakni, Pertama, panitia pencalonan (nominating committee), Kedua, penyeleksi agen partai (selected party agency), dan Ketiga, anggota partai (party members). Selain itu, untuk mengukur derajat demokratisasi proses seleksi kandidat dapat dilihat dari sejauh mana kekuasaan tersebar, yakni, apakah metode seleksi kandidat bersifat inklusif atau eksklusif, sentralistik atau desentralistik, sistem pemilihan atau penunjukan. Dalam demokrasi paling mapan pun, tidak ada hukum yang mengatakan bagaimana memilih calon mereka, dan masing-masing pihak bebas untuk membuat aturan sendiri. Masing-masing partai politik memiliki mekanisme dalam proses kandidasi yang mungkin berbeda satu dengan yang lainnya. Namun secara umum rekruitmen kandidat dikenal melalui dua mekanisme yakni inklusif dan ekslusif atau terbuka dan tertutup. Hal ini menjelaskan mengenai siapa yang dapat dicalonkan atau ditetapkan sebagai kandidat dari partai politik. Model Inklusif dapat dikatakan bahwa siapa yang bisa melamar sebagai kandidat adalah semua orang, tidak hanya terbatas pada anggota partai saja, anggota partai dengan syarat tertentu, pengurus partai, atau orang-orang yang dipilih, tetapi terbuka bagi semua warga negara. Tidak mempermasalahkan persyaratan keanggotaannya. Sementara model ekslusif adalah proses rekruitmen kandidat yang memiliki persyaratan tertentu bagi mereka yang akan melamar menjadi seorang kandidat. Pada Rahat dan Hazan, 2001; Hazan, 2006; Norris dalam Katz dan Crotty, 2006, hlm. Sigit Pamungkas, Op.cit., hlm. 93. 49 Gideon Rahat, Which Candidate Selection Methods is More Democratic?, CSD Working Paper, Centre for Study of Democracy, UC Irvine 2008 47 48
25 umumnya, syarat-syarat yang akan ditentukan cenderung lebih menguntungkan pada anggota, kader, atau pengurus partai. (Rahat dan Hazan; 2006) Penerapan rekruitmen politik dengan model demokratis membutuhkan dukungan pendidikan politik yang memadai kepada masyarakat. Hal ini menjadi penting karena faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh dalam penentuan pilihan politik (pengambilan keputusan) pemilih terhadap figur yang berkompetisi dalam pilkada. Tolok ukur dalam penentuan politik tersebut mencakup tiga aspek menurut Bambang Cipto, yakni : a) party identification, b) Issues of candidate and party, c) Candidate's (party elite's) personality, style and performance.50 Identifikasi partai merupakan perasaan terikat pada kelompok dimana ia menjadi anggota ataupun kelompok yang dipilih. Identitas partai akan berkaitan dengan kesetiaan (loyalitas) dan ketidaksetiaan (volatilitas) dari massa suatu partai yang disebut sebagai massa pendukung. Semakin tinggi identitas partai semakin menjamin loyalitas massa partai, sebaliknya semakin rendah identitikasi partai akan semakin rendah pula loyalitas massanya. Faktor penentu kedua adalah isu-isu di seputar kandidat dari suatu partai maupun isu-isu di seputar partai tersebut. Isu-isu tersebut terkait dengan hal apa saja yang diperjuangkan oleh kandidat atau partai tersebut. Sedangkan faktor ketiga yang turut menentukan dalam pengambilan keputusan oleh pengambil keputusan adalah berkenaan dengan kepribadian, gaya hidup dan performa kandidat atau partai tersebut. a.
Faktor Kinerja Calon Irawan Prasetya memberikan definisi mengenai kinerja sebagai hasil kerja seseorang dalam suatu organisasi secara keseluruhan dimana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukkan secara kongkrit dan dapat diukur.51 Kinerja merupakan fungsi dari usaha seseorang (effort) yang didukung dengan motivasi yang tinggi dengan kemampuan (ability) yang diperoleh melalui latihan-latihan (training) atau dengan pengetahuan (knowledge) melalui
50 51
Dikutip oleh Tim Peneliti FISIP UMM dalam Perilaku Partai Politik, UMM Press, Malang, 2006, hlm. 27. Irawan Prasetya, dkk., Manajemen Sumber Daya Manusia, STIA-LAN Press, Jakarta, 1992, hlm. 5.
26 pendidikan atau pengalaman. Sedangkan
Henry
Simamora52
mengemukakan
bahwa
kinerja
(performance) merupakan fungsi antara motivasi dengan kemampuan (ability). Motivasi disini adalah kesediaan seseorang untuk berusaha sekeras-kerasnya mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan kemampuan merupakan potensi
seseorang
untuk
melakukan
sesuatu
kegiatan.
Kemampuan
(competence) mencakup keterampilan pengetahuan (knowledge) serta pengalaman. Selanjutnya Suyadi Prawirosentono53, mengatakan bahwa untuk mengukur kinerja seseorang tidaklah cukup hanya dengan membuat standar kecakapan saja. Apabila kecakapan seringkali dipahami sebatas keterampilan teknis (technical skill) dan kemampuan pengetahuan seseorang maka perlu ditetapkan suatu standar kompetensi seseorang yang mempunyai cakupan lebih luas dan komprehensif yang terdiri dari motif, sifat, citra peran sosial, pengetahuan dan keterampilan. Adman Nursal dalam Political Marketing mengemukakan bahwa untuk memenangkan pemilihan paling tidak harus meyakinkan para pemilih, karena pemilih lebih mudah diyakinkan dengan menawarkan figur atau kandidat dibandingkan
dengan
menawarkan
policy
atau
isu-isu
yang
akan
diperjuangkan. Kandidat yang dimaksud terkait dengan kualitasnya, yang memiliki dua aspek, kualitas instrumental dan kualitas simbolis. Kualitas instrumental yaitu kompetensi kandidat meliputi kompetensi manajerial dan kompetensi fungsional. Kompetensi managerial berkaitan dengan kemampuan untuk menyusun rencana, pengorganisasian, pengendalian dan pemecahan masalah untuk mencapai sasaran obyek tertentu. Sedangkan kompetensi fungsional adalah keahlian bidang-bidang tertentu yang dianggap penting dalam melaksanakan tugas, misalnya keahlian bidang ekonomi, hukum,
Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia dan Pembangunan, Balai Pustaka, Jakarta, 1997, hlm. 434. 53 Suyadi Prawirosentono. Kebijakan Kinerja Karyawan, BPFE, Yogyakarta, 1999, hlm. 24. 52
27 keamanan, teknologi dan sebagainya. Kualitas instrumental merupakan keahlian dasar yang dimiliki kandidat agar sukses melaksanakan tugasnya. Kedua, kualitas simbolis yaitu kualitas kepribadian seseorang berkaitan dengan integritas diri, ketegasan, ketaatan pada norma dan aturan, kebaikan, sikap merakyat dan sebagainya. Ketiga, kualitas fenotipe optic yaitu penampakan visual seorang kandidat yang secara umum meliputi pesona fisik, kesehatan dan kebugaran serta gaya penampilan.54 Seiring dengan pelaksanaan pilkada Achmad Herri mengemukakan 9 kriteria figur terbaik sebagai pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah antara lain:55 1) Seorang Strong Leader (memiliki kekuatan lahiriah dan batiniah) 2) Dapat dipercaya dan amanah 3) Profesional 4) Berpengalaman dalam bidang manajerial berskala besar 5) Memiliki integritas diri : jujur dan mampu menjaga martabat 6) Berwawasan kebangsaan 7) Memahami persoalan ekonomi-bisnis lokal. domestik dan global 8) Memiliki hubungan luas dalam pergaulan nasional 9) Bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. b.
Faktor Dukungan Dalam bidang politik konsep dukungan sering dipergunakan dalam menunjukkan sikap misalnya berkaitan dengan suatu keputusan politik atau terhadap kepemimpinan politik (penguasa) namun sangat sulit untuk memperoleh definisi konsep dukungan itu sendiri oleh para ahli politik. Walaupun demikian definisi dukungan telah banyak dipergunakan di bidangbidang lain seperti psikologi dan bidang sosial.
Adman Nursal, Political Marketing : Strategi Memenangkan Pemilu, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, hlm. 65. 55 Ahmad Herry, Pilkada Langsung Sembilan Kunci Sukses Tim Sukses, Galang Press, Yogyakarta, 2005, hlm. 28. 54
28 Dalam bidang psikologi, Kessler56 mendefinisikan dukungan sebagai adanya pertolongan atau bantuan dari orang lain selama dibutuhkan. Jadi dukungan diartikan sebagai tersedianya bantuan orang lain yang dapat dilihat dengan jelas oleh individu selama waktu individu tersebut memerlukan dukungan (bantuan). Dengan demikian dukungan ini mencakup elemen pemberi, penerima bantuan, bentuk bantuan dan waktu tertentu. Sejalan
dengan
definisi
yang
dikemukakan
di
atas,
House
mengemukakan ciri-ciri dukungan itu mencakup emosional, kognitif dan material.57 Dukungan emosional berupa bantuan dalam bentuk perhatian, empati, simpati dan sebagainya. Sedangkan dukungan kognitif berupa bantuan saran, nasehat, gagasan dan informasi. Sementara dukungan material berupa bantuan dalam bentuk barang atau dana. Sering juga beberapa pendapat menambahkan dukungan instrumental yang berupa bantuan tenaga dan waktu. Dari beberapa pendapat di atas, maka dalam kaitannya dengan bidang politik, maka dukungan merupakan adanya bantuan dari seseorang atau kelompok terhadap pihak tertentu dalam rangka memperoleh dan atau menjalankan kekuasaannya. Dukungan dalam rangka memperoleh kekuasaan dapat terlihat pada keikutsertaan atau ikut berpartisipasi dalam proses pencalonan, kampanye sampai pada pemberian suara dalam pemilihan. Bahkan dukungan juga terlihat melalui pemberian sumbangan dana dalam penyelengaaraan pemilihan. Kaitannya dengan dukungan dalam pelaksanaan pilkada, Achmad Herry mengemukakan bahwa dalam mencalonkan figur tertentu partai politik harus dapat
memperkirakan
dukungan
terhadap
figur
tersebut
sehingga
memungkinkan terpilihnya pasangan calon yang ditetapkan. Dukungandukungan tersebut bersumber dari: Kessler. Ronald C., Ricard H. Prices and Camille B Woriman, Social Factors in Psychopathology: Social Support and Coping Processes, 1985, dalam Annual Review of Psykology, 1990, hlm. 531. 57 House, James S., and Robert L. Khan (1985), Measure and Consept of Social Support, New York dalam Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, Ed. Rev., Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hlm. 156. 56
29 1) Dukungan partai atau gabungan partai yang mencalonkan. 2) Dukungan massa mengambang/ arus bawah. 3) Dukungan birokrasi pemerintahan dan TNI/Polri bagi pejabat yang akan maju sebagai calon. 4) Dukungan kelompok-kelompok kepentingan di luar partai politik seperti organisasi kemasyarakatan (Ormas), organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP), organisasi profesi dan bisnis. 5) Dukungan kelompok-kelompok penekan (Pressure group), seperti lembaga
swadaya
masyarakat
(LSM),
mahasiswa,
organisasi
buruh/tani/nelayan dan pers lokal. c.
Faktor Ikatan Primordial Dalam pengertian umum bahwa primordial merupakan dimensi keaslian atau kesejatian dari kelompok atau etnik tertentu. Primordialisme dalam pemahaman Geertz (1973) adalah keterikatan terhadap suatu yang diantaranya dibawa melalui kelahiran. Seorang yang dilahirkan dalam komunitas yang religius misalnya, akan menjadi keterikatan yang kuat terhadap komunitasnya, sehingga keterikatan tersebut menimbulkan emosi tertentu yang menjadi dasar tingkah lakunya dan pertimbangan lainnya.58 Demikian pula halnya dengan orang yang dibesarkan dalam suatu komunitas pemakai bahasa tertentu, latarbelakang kultural ini bisa menjadi sumber terbentuknya semangat primordialisme orang tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa primordialisme adalah orientasi individu atau kelompok. Primordialisme adalah sikap yang mementingkan keuntungan-keuntungan kelompok. Ikatan primordial didasarkan pada keterikatan-keterikatan berdasarkan keagamaan, etnis dan kedaerahan, keanggotaan dalam suatu asosiasi, atau profesi. Misalnya di Indonesia, sikap-sikap primordial yang dilihat melalui keanggotaan suatu partai politik karena partai politik di Indonesia dibangun dengan dasar orientasi ideologis yang terbentuk melalui perbedaan pemahaman keagamaan.
58
Ibid.
30 Sistem rekruitmen politik memiliki keberagaman yang tiada terbatas, namun pada dasarnya ada dua cara khusus seleksi pemilihan, yaitu melalui kriteria universal dan kriteria partikularistik. Pemilihan dengan kriteria universal merupakan seleksi untuk memainkan peranan dalam sistem politik berdasarkan kemampuan dan penampilan yang ditunjukkan lewat tes atau ujian prestasi. Sedangkan yang dimaksud dengan kriteria partikularistik adalah pemilihan yang bersifat primordial yang didasarkan pada suku, agama, ras, keluarga, almamater atau faktor status. Terkait dengan itu maka untuk menciptakan rekruitmen yang sehat berdasarkan sistem politik yang ada sehingga membawa pengaruh pada elit politik terpilih membutuhkan adanya mekanisme yang dapat menyentuh semua lapisan, golongan serta kelas sosial masyarakat. Oleh karena itu, Seligman dalam Kebijakan Politik yang Membumi memandang rekruitmen sebagai suatu proses yang terdiri dari:59 a.
Penyaringan dan penyaluran politik yang mengarah pada (pemenuhan syarat calon).
b.
Pencalonan atau proses dua tahap yang mensyaratkan inisiatif dan penguatan.
c.
Seleksi, yakni pemilihan calon elite politik yang sebenarnya. Rekruitmen politik diharapkan agar memperhatikan mekanisme yang
berlaku karena penting dalam hal pengambilan keputusan atau pembuatan kebijaksanaan. Pada umumnya elit politik yang direkrut biasanya orang-orang yang memiliki latar belakang sosial, budaya disamping memiliki kekuatan ekonomi yang memadai
menjadi
persyaratan. Walaupun
prosedur-prosedur yang
dilaksanakan oleh tiap-tiap sistem politik berbeda satu dengan yang lainnya, namun terdapat suatu kecenderungan bahwa individu-individu yang berbakat yang akan dicalonkan menduduki jabatan-jabatan politik maupun jabatan pemerintahan. Putnam juga mengemukakan bahwa ada beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam proses seleksi elit politik, yaitu:60
59 60
Hesel Nogi Tangkilisan, Op. Cit, hlm. 190. Ibid, hlm. 158.
31 a.
Keahlian teknis, dimana keahlian ini sangat dibutuhkan untuk melaksanakan peranan-peranan politik yang rumit dalam kaitannya dengan peranan dalam proses sosial.
b.
Keahlian berorganisasi dan persuasi, dimana keahlian ini sangat penting untuk pembuatan keputusan politik atau kebijaksanaan pemerintah yang umumnya dilakukan oleh kaum elit, karenanya dibutuhkan keterampilan negoisasi atau mobilisasi orang atau pejabat yang terlibat dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaannya.
c.
Loyalitas dan reliabilitas politik yang menyangkut derajat kepercayaan politik dari berbagai kekuatan atau golongan masyarakat, karena hal ini akan sangat membantu dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Banyaknya kepala daerah dan wakil kepala daerah yang di usung oleh PDI-
Perjuangan menang dalam pemilihan umum kepala daerah tidak terlepas dari kerja keras yang dilakukan oleh pengurus PDI-Perjuangan di daerah dalam merekrut orang-orang yang memang pantas dan memiliki potensi untuk menduduki jabatan sebagai kepala daerah. Pengurus PDIP di pusat maupun daerah dengan teliti dan jeli melakukan komunikasi dan pendekatan terhadap beberapa nama bakal calon kepala daerah. Dalam kerangka teoritik dari Hazan dan Rahat terdapat beberapa tahapan dalam rekruitmen politik yaitu: tahapan Candidacy, Selectorate, Decentralization, Appoinment and Voting System, Participation, Representation, Competition, Responsiveness, dan Candidate Selection. a.
Candidacy Tahapan Candidacy adalah tahapan pendefinisian kriteria yang dapat masuk sebagai kandidat. Berbagai hal yang mempengaruhi tahapan kandidasi ini meliputi aturan-aturan pemilihan, aturan-aturan partai, dan norma-norma pemilihan.
b.
Selectorate
32 Gideon Rahat61 melihat bahwa kadar demokratis tidaknya partai politik dalam melakukan proses seleksi kandidat untuk menduduki kursi kekuasaan dapat dilihat dari selectorate (penyeleksi). Dalam hal ini selectorate (penyeleksi) dikelompokkan kedalam 3 (tiga) tahap, yakni, Pertama, panitia pencalonan (nominating committee), Kedua, penyeleksi agen partai (selected party agency), dan Ketiga, anggota partai (party members). c.
Decentralization Selain itu, untuk mengukur derajat demokratisasi proses seleksi kandidat dapat dilihat dari sejauh mana kekuasaan tersebar, yakni apakah metode seleksi kandidat bersifat sentralistik atau desentralistik.
d.
Appoinment and Voting System Selain itu, untuk mengukur derajat demokratisasi proses seleksi kandidat dapat dilihat dari sejauh mana kekuasaan tersebar, yakni, apakah metode seleksi kandidat bersifat inklusif atau eksklusif, sentralistik atau desentralistik, sistem pemilihan atau penunjukan.
e.
Participation Partisipasi adalah dimensi utama dari demokrasi. Dalam perwakilan yang modern demokrasi, seluruh populasi warga negara dewasa berhak untuk memilih wakil rakyat yang akan memerintah mereka. Demokrasi di tingkat nasional membutuhkan partisipasi yang universal, yaitu inklusivitas maksimal. Pada tingkat intra partai partisipasi dapat dilihat sebagai inklusivitas dan sebagai pemilih, serta pertanyaan dari kuantitas versus kualitas partisipasi dalam partai.
f.
Representation Dalam
konteks
rekruitmen
dan
studi
pemilu,
gagasan
representasi yang digunakan hampir secara universal dan seragam adalah bahwa representasi mencerminkan komposisi demografis masyarakat (atau,
61
Gideon Rahat, Which Candidate Selection Methods is More Democratic?, CSD Working Paper, Centre for Study of Democracy, UC Irvine 2008
33 dalam kasus partai, yang mencerminkan komposisi demografis kelompok pemilih mereka). g.
Competition Dalam demokrasi, kita berharap untuk melihat persaingan bebas kepentingan, nilai-nilai, dan juga identitas. Partai dan kandidat menampilkan diri sebagai wakil dari minat, nilai, dan identitas, dan dari waktu ke waktu bersaing satu sama lain untuk dukungan dari pemilih.
h.
Responsiveness, dan Candidate Selection. Elemen-elemen demokrasi seperti partisipasi, representasi, persaingan, dan responsif harus dipahami dan dicapai baik dari segi eksternal maupun internal partai. Selain itu, isu-isu seputar kandidat dan incumbent dapat mempengaruhi elektabilitas masing-masing.
3. Mengawal Kebijakan dan Legal Formal Kepercayaan publik terhadap partai politik memudar karena perilaku kader tidak peduli pada aspirasi konstituen. Salah satu cara memulihkan kepercayaan itu adalah melibatkan anggota partai memilih bakal calon dari sejumlah calon yang disiapkan dan diseleksi pengurus. Partai politik seringkali memiliki persamaanpersamaan, sebagai berikut: Pertama, persyaratan menjadi calon anggota DPR dan DPRD yang diterapkan merupakan kombinasi dua atau lebih syarat yang pada dasarnya mencari calon yang berpeluang besar mendulang suara. Persyaratan itu meliputi : popularitas (tingkat pengenalan pemilih terhadap calon), elektabilitas (kehendak pemilih memilih calon), integritas calon (kesesuaian perilaku calon dengan norma masyarakat dan kejujuran calon), dana kampanye (kemampuan keuangan calon memobilisasi dukungan pemilih), pengabdian kepada partai, kadar komitmen ideologi partai, tingkat pendidikan, serta dukungan organisasi partai dan tim pendamping memobilisasi dukungan pemilih. Kedua, yang menyeleksi bakal calon anggota DPR dan DPRD adalah tim seleksi yang dibentuk oleh kepengurusan partai tingkat pusat, tingkat provinsi, dan tingkat kabupaten/kota. Namun, yang menetapkan daftar calon dan nomor urutnya adalah pengurus partai tingkat pusat untuk daftar bakal calon anggota DPR, pengurus partai tingkat provinsi untuk daftar bakal calon anggota DPRD provinsi dan daftar bakal calon anggota DPRD
34 kabupaten/ kota setelah mendapat persetujuan pengurus pusat. Tentu saja terdapat variasi antarpartai dalam metode yang digunakan tim seleksi untuk menyeleksi bakal calon yang tak akan disebutkan di sini. Ketiga, sama sekali tak ada keterlibatan anggota partai dalam proses seleksi calon.62 Salah satu bentuk demokratisasi partai politik secara internal adalah partisipasi anggota partai dalam seleksi calon anggota lembaga legislatif dan seleksi calon kepala pemerintahan, baik pada tingkat nasional maupun tingkat lokal. Derajat partisipasi pemilih dalam seleksi calon dapat dipilah jadi beberapa tingkat dalam spektrum inklusif dan eksklusif:
a. pemilihan pendahuluan terbuka; b. pemilihan pendahuluan tertutup; c. kaukus lokal; d. konvensi partai; serta e. seleksi dan penetapan oleh pengurus. Pandangan lain menempatkan kelima kategori tersebut dalam spektrum derajat partisipasi-derajat sentralisasi. Yang berhak memberikan suara pada pemilihan pendahuluan terbuka tidak hanya anggota partai yang mengadakan pemilihan calon, tetapi juga pemilih terdaftar lainnya, baik berstatus anggota partai lain maupun yang independen. Karena itu, pemilihan pendahuluan terbuka merupakan seleksi kandidat yang paling inklusif atau derajat partisipasi yang paling tinggi. Yang memberikan suara pada pemilihan pendahuluan tertutup hanya anggota partai yang mengadakan pemilihan calon itu. Yang memberikan suara pada kaukus hanyalah anggota partai yang mengadakan pemilihan calon, tetapi didahului diskusi dan perdebatan, baik antar anggota maupun antara calon dan anggota, tentang kebijakan yang akan diperjuangkan sang bakal calon. Pada pemilihan pendahuluan suara diberikan oleh pemilih secara rahasia, sedangkan
62
Rahat, Gideon, Candidate Selection: The Choice Before the Choice, Journal of Democracy, Volume 18, Number 1, January 2007, pp. 157-170.
35 pada kaukus suara diberikan pemilih secara terbuka kepada calon yang dikehendaki. Yang hadir dan yang berhak memberikan suara pada konvensi partai tingkat lokal ataupun nasional adalah delegasi yang dipilih anggota partai yang mengadakan pemilihan calon itu. Nama-nama calon diseleksi dan diajukan partai. Pemberian suara didahului diskusi dan perdebatan antara delegasi dan calon ataupun antar delegasi tentang kebijakan yang akan diperjuangkan calon. Yang menentukan bakal calon pada tingkat yang kelima adalah pengurus inti partai berdasarkan rekomendasi tim seleksi yang dibentuk pengurus pusat dan pengurus daerah. Karena itu, seleksi dan penetapan oleh pengurus partai merupakan seleksi kandidat yang paling eksklusif karena sama sekali tak melibatkan anggota partai. Kategori kelima ini juga menempati derajat sentralisasi paling tinggi. Partai politik peserta pemilu di Indonesia termasuk kategori seleksi kandidat yang paling eksklusif dan sentralistik. Secara singkat dapat dikatakan bahwa metode seleksi kandidat dilakukan untuk setidaknya empat alasan: 1) Mereka memiliki konsekuensi politik yang besar untuk komposisi parlemen dan perilaku anggota mereka; 2) mereka memainkan peran utama dalam proses delegasi dalam demokrasi perwakilan modern, 3) mereka menunjukkan bagaimana kekuasaan didistribusikan dalam partai, dan 4) pentingnya mereka meningkat dengan peningkatan calon terpusat, atau pribadi, politik.63 Menurut Richard S Katz (2001), seleksi calon yang melibatkan anggota partai begitu penting dalam demokrasi karena seleksi calon merupakan salah satu fungsi khas partai dalam demokrasi. Ini tidak hanya karena seleksi calon untuk bersaing pada pemilu merupakan salah satu fungsi yang membedakan partai politik dari organisasi lain yang mungkin berupaya memengaruhi baik hasil pemilu maupun keputusan yang akan diambil pemerintah, tetapi juga karena calon yang
63
Rahat, Gideon, Candidate Selection: The Choice Before the Choice, Journal of Democracy, Volume 18, Number 1, January 2007, pp. 157-170.
36 dinominasikan memainkan peran penting menentukan wajah partai yang bersangkutan di depan publik. Calon sebagai orang dan sebagai peran melaksanakan setidak-tidaknya empat fungsi dalam partai politik kontemporer sebagai organisasi dan dalam demokrasi kontemporer sebagai sistem tata kelola pemerintahan. Pertama, calon partai itulah yang menggambarkan wajah partai pada pemilu. Secara kolektif para calon itu memperlihatkan dimensi demografis, geografis, dan ideologis partai yang bersangkutan. Calon partai itulah yang lebih banyak menggambarkan wajah partai kepada publik, baik pada saat pemilu maupun setelah terpilih menjadi pejabat publik. Kedua, calon adalah hasil perekrutan, sedangkan pencalonan adalah salah satu jalur perekrutan bagi keanggotaan partai untuk jabatan publik. Begitu terpilih, sang calon menempati posisi penting, baik dalam partai maupun dalam pemerintahan, baik secara simbolik dan seremonial maupun secara aktual. Ketiga, ketika terpilih, calon yang telah jadi wakil rakyat itu tak hanya mencerminkan partai secara kolektif, tetapi juga mewakili daerah pemilihan tertentu. Karena mewakili daerah pemilihan tertentu, sang wakil memiliki keterikatan dengan warga lokal yang tinggal di daerah pemilihan itu. Keempat, pencalonan memiliki makna yang penting karena tekanan, pengaruh, dan kekuasaan yang dapat digunakan oleh calon, bahkan pengaruhnya lebih besar lagi apabila terpilih. Karena itu, partisipasi para anggota partai dalam penentuan calon partai menjadi suatu keharusan. Menurut Richard S. Katz dan Peter Mair uraian di atas dapat dirangkum dalam tiga wajah partai yaitu party on the ground, party in central office, dan party in public office. Party on the ground adalah partai massa dimana keanggotaan atau dukungan terhadap partai ini sangat kuat karena diikat oleh ikatan ideologis, umumnya partai jenis ini mengutamakan volunterisme dalam struktur kerjanya dan bergerak di level bawah (grassroot) yaitu dengan cara menggalang dukungan sebesar-besarnya di dalam masyarakat. Party in central office adalah wajah partai dalam struktur kepengurusan partai. Partai jenis ini bersifat sentralistik dan
37 teknokratik. Sehingga bila kita melihat sebuah partai dengan pemilik keputusan adalah dewan pengurus tertinggi partai maka dapat kita katakan bahwa partai tersebut sedang menggunakan wajah party in central office. Wajah ketiga dari partai adalah party in public office atau dapat disebut sebagai partai dalam pemerintahan. Wajah ini mengharuskan partai untuk berperan dalam aspek offising atau penempatan posisi strategis bagi anggota partainya dan menjadikan sebuah partai berorientasi electoral atau berburu suara.64 Dalam membahas permasalahan dalam penelitian ini, pertama-tama dijelaskan dari teori Rahat dan Hazan berdasarkan dimensi inklusifitas atau eksklusifitas, sentralistik atau desentralistik dan dimensi terbuka atau tertutup. Berdasar dimensi ini, dapat dijawab mengapa Rieke Dyah Pitaloka-Teten Masduki terpilih menjadi kandidat PDI-Perjuangan. Selanjutnya berdasar dimensi-dimensi tersebut juga akan dijawab bagaimana peran PDI-Perjuangan dalam mengawal kebijakan dan kepemimpinan lokal dari mulai kampanye sampai perhitungan suara dan bagaimana peran partai dalam tahapan legal-formal dalam melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi berdasar tiga wajah partai menurut Richard S. Katz dan Peter Mair. Dengan demikian, peran dalam penelitian ini tidak hanya dalam pencalonan saja, tetapi lebih dari itu, yaitu mengawal sampai pengajuan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. E. DEFINISI KONSEPTUAL 1. Partai Politik Partai Politik adalah kelompok anggota yang terorganisir secara rapi dan stabil yang dipersatukan dan dimotivasi dengan ideologi yang sama dan mencari serta mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum dan merupakan organisasi yang bersifat nasional. 2. Fungsi Partai Politik Fungsi Partai Politik adalah tanggung jawab partai politik baik terhadap institusinya, masyarakat maupun terhadap bangsa dan negara. 64
Richard S. Katz dan Peter Mair, The American Review of Politics, Vol. 14, Winter, 1993: 593-617.
38 3. Rekrutmen Politik Rekruitmen adalah penyeleksian anggota masyarakat dalam kegiatan politik untuk dapat menduduki jabatan politik yang lebih luas, meliputi cara serta proses penyeleksian dan penempatan anggota masyarakat untuk menjadi pengurus sekaligus kader partai. 4. Kandidasi Kandidasi adalah proses bagaimana kandidat dipilih dari kumpulan kandidat potensial, proses dukungan pada saat pemilihan, hingga dukungan pasca pemilihan dan pendampingan kandidat pada proses hukum apabila timbul sengketa pemilihan. 5. Mengawal Kebijakan Mengawal Kebijakan adalah peran partai mulai dari proses pemunculan nama kandidat sampai pasca pemilukada. F. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Penelitian ini mempergunakan metode penelitian studi kasus, yaitu kasus pemilu Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Provinsi Jawa Barat dalam proses rekruitmen kepala daerah yang diusung oleh Partai PDI-Perjuangan Tahun 2013. Penggunaan studi kasus tersebut untuk mengetahui aspek-apek rekruitmen yang bertujuan untuk mengungkapkan proses rekruitmen serta faktor yang menentukan terpilihnya kandidat untuk mewakili partai. Penulis memilih studi kasus karena dengan studi kasus dapat diketahui secara intensif tentang latar belakang masalah, kondisi peristiwa yang sedang berlangsung, serta interaksi lingkungan yang bersifat apa adanya. Dalam penelitian ini bagaimana peran dan fungsi PDI-Perjuangan dalam memunculkan nama kandidatnya, proses kampanye, apa yang harus dikampanyekan, dukungan saat pemilihan, penyediaan saksi, pengawasan dalam proses perhitungan suara serta dalam proses tuntutan hak yang mengandung sengketa dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan
39 putusan berkaitan hasil penghitungan suara yang dinilai oleh partai tidak benar dan tidak sesuai dengan keadilan 2. Unit analisa Unit analisa dalam penelitian ini adalah Partai PDI-Perjuangan Provinsi Jawa Barat. 3. Jenis Data Dalam penelitian ini terdapat dua jenis data yang dibutuhkan, yaitu: a.
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber aslinya sesuai dengan tujuan penelitian. Data primer berupa hasil wawancara mendalam dengan informan penelitian seperti elit Partai PDI-Perjuangan yang terlibat dalam proses dan penentu terpilihnya kandidat. Dalam penelitian ini data primer meliputi siapa yang berwenang menentukan calon kandidat partai, bagaimana prosesnya, siapa-siapa kandidatnya, jumlah data pemilih, serta hasil suara yang masuk.
b.
Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber lain berupa dokumen pendukung, antara lain: 1) Dokumen kebijakan DPP Partai PDI-Perjuangan 2) Dokumen kebijakan DPD PDI-Perjuangan Provinsi Jawa Barat 3) Dokumen kronologis proses pencalonan Rieke Diah Pitaloka dan Teten Masduki dalam Partai PDI-Perjuangan. 4) Arsip Pilkada Tahun 2007 5) Arsip Pemilu Legislatif 2009 6) Literatur, opini dan berita media massa lokal maupun nasional antara lain Kompas, Vivanews.com, Jawapost, Detik.com.
4. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Wawancara Salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara langsung dengan menggunakan jenis wawancara mendalam.
40 Teknik ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi langsung atau menggali data secara langsung, dimana informasi tersebut tidak didapatkan dari data tertulis sehingga dapat melengkapi data yang dibutuhkan65. Selanjutnya yang dimaksud dengan wawancara mendalam (indept interview) pada penelitian ini adalah tanya jawab terarah secara langsung kepada informan kunci untuk memperoleh informasi yang mendalam terhadap permasalahan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini peneliti telah melakukan wawancara dengan informan baik yang berasal dari pengurus DPP atau informan dari pengurus DPC (kabupaten/kota) yang meliputi: 1.
Abdy Yuhana, Abdi Yuhana, S.H., M.H., Advokad dan Mahasiswa Program Doktor, Jurusan Hukum Universitas Padjajaran Bandung, Wakil Sekretaris DPD PDIP Jawa Barat, Sekretaris Tim Kampanye dan Kuasa Hukum Pasangan No. Urut 5 Rieke-Teten. Wawancara dilaksanakan pada Senin, 8 Juli 2013.
2.
Dr. Andreas Hugo Pareira, Ketua Bidang Hankam dan Hubungan Luar Negeri PDI-Perjuangan, Mantan Wakil Ketua DPD PDI-Perjuangan Jawa Barat Periode 2005-2010. Wawancara dilaksanakan pada Senin, 22 Juli 2013.
3.
Dwi Putro Ariswibowo, Badiklatpus PDI-Perjuangan, Ketua Departemen Pemuda dan Olah Raga PDI-Perjuangan Jawa Barat, Kepala Sekretariat Pemenangan Rieke-Teten. Wawancara dilaksanakan pada Sabtu, 13 Juli 2013.
4.
Ineu Purwadewi, S.Sos., MM, Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Wakil Ketua Bidang Pendidikan, Budaya dan Agama PDI-Perjuangan Jawa Barat, Bagian Logistik Tim Pemenangan Rieke-Teten, Wawancara dilaksanakan pada Kamis, 11 Juli 2013.
5.
Tubagus Hasanuddin, Ketua DPD PDI-Perjuangan Provinsi Jawa Barat, pada Senin, Wawancara dilaksanakan pada 26 Agustus 2013.
65
Ibid, Irawati dalam masri hlm. 192
41 6.
Teten Masduki, Wawancara dilaksanakan pada Jumat 30 Agustus 2013.
7.
Rieke Diah Pitaloka, Wawancara dilaksanakan pada Jumat, 30 Agustus 2013.
8.
Iwan Permana, Wawancara dilaksanakan pada Selasa, 16 Juli 2013.
9.
Yayat T Soemitra, Wawancara dilaksanakan pada Jumat, 12 Juli 2013 Setelah wawancara dilakukan, peneliti memindahkan hasil wawancara
dalam bentuk rekaman ke dalam bentuk tertulis. Selanjutnya peneliti melakukan analisis data dan interpretasi data. Peneliti membuat dinamika psikologis dan kesimpulan. b.
Dokumentasi Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen66. Data-data yang diambil dari dokumen-dokumen tertulis yang berkaitan dengan konteks penelitian ini, kemudian dianalisis. Dokumentasi dalam penelitian ini lebih diutamakan untuk memperoleh data sekunder yang dibutuhkan untuk mendukung data primer, antara lain AD/ART dan Surat Keputusan yang berkaitan dengan regulasi pencalonan kandidat.
5. Teknik Analisa Data Analisa data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif yaitu jenis data yang diperoleh baik dari penelitian atau kepustakaan adalah berupa narasi dan bukan dalam bentuk angka-angka dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pengumpulan data, baik dari hasil wawancara, maupun dokumentasi b. Meringkas data yaitu memilih hal-hal pokok dari data yang telah terkumpul yang sesuai dengan fokus penelitian. Hal ini berlangsung secara simultan atau terus menerus selama penelitian.
c. Menyajikan data yaitu menyajikan data dalam bentuk deskriptif atau uraian. d. Penarikan kesimpulan dan verifikasi. Hasil kesimpulan dan verifikasi ini akan diarahkan pada pemaparan saran dan rekomendasi.
66
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung 2004, hlm. 125-126
42 Data yang terkumpul dipisah-pisahkan dalam kelompok-kelompok yang selanjutnya dikatagorisasi dalam rumpun yang sama, kemudian dimanipulasi serta diperas sedemikian rupa sehingga data tersebut mempunyai makna untuk menjawab masalah penelitian. Memanipulasi data dimaksudkan untuk mengubah yang masih mentah tersebut dari asalnya menjadi data yang mudah dipahami dan berkaitan langsung dengan yang dimaksudkan oleh kebutuhan penelitian ini atau mengubah data mentah tersebut dari bentuk awalnya menjadi suatu bentuk yang dapat dengan mudah memperlihatkan hubungan-hubungan dengan fenomena. Perlu diketahui bahwa data dalam penelitian ini sebagian besar berupa data kualitatif maka diperlukan beberapa kegiatan pengolaha data sebagai berikut: a.
Editing, sebelum data diolah, data tersebut perlu diedit terlebih dahulu dengan perkataan lain bahwa data yang terkumpul dari beberapa tehnik pengumpulan data dibaca kembali dan bila terdapat kekeliruan atau hal yang meragukan maka data tersebut perlu diperbaiki;
b.
Membuat tabulasi, yaitu memasukkan data kedalam tabel sehingga mudah untuk mengkatagorikan data faktor-faktor penentu dari sebuah penelitian ini. Selanjutnya analisis data dilakukan dengan mengelompokkan, membuat
suatu urutan, memanipulasi serta menyingkat data sehingga mudah untuk dibaca. Dengan demikian kegiatan analisis data selalu berkaitan dengan pengolahan data sehingga kecermatan analisis sangat bergantung pada kualitas tehnik pengolahan data dan nampaknya keduanya tidak bisa terpisahkan. Analisis data yang digunakan tentunya juga didasarkan pada data itu sendiri. Mengingat sebagian besar data penelitian ini adalah data kualitatif maka tehnik analisis data yang dipilih peneliti dengan sendirinya adalah tehnik analisis data kualitatif, dengan pertimbangan sebagai berikut: Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan pernyataan ganda. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti dan responden. Metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajamam pengaruh bersama terhadap polapola dan nilai-nilai yang dihadapi.
43 Konkretnya teknik analisis data kualitatif dalam penelitian ini lebih banyak menggunakan cross checking analysis dan pengujian keabsahan data dilakukan dengan menggunakan tehnik triangulasi melalui check, re-check terhadap data yang diperoleh dari berbagai tehnik pengumpulan data. Dengan demikian mungkin terjadi pengonfirmasian antara data primer dan sekunder.