BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu cara yang ditempuh oleh banyak negara di dunia untuk mendapatkan devisa adalah dengan meningkatkan pembangunan pariwisata. Kemampuan sektor pariwisata di Indonesia dalam menghasilkan devisa telah memposisikan pariwisata sebagai komoditi ekspor yang penting di samping migas. Hasil penelitian Santosa seperti dikutip Pitana dan Gayatri (2005:111) devisa yang diterima Indonesia dari tahun 1996 sampai 2000 secara berturut-turut adalah sebesar 6.307,69; 5.321,46; 4.331,09; 4.710,22 dan 5.748,80 juta dolar AS. Hasil penelitian Nirwandar menunjukkan bahwa pada tahun 2002 dan 2003, meskipun telah mengalami tragedi Kuta (Bom Bali I tahun 2002), nilai devisa juga masih tinggi, yaitu tahun 2002 sebesar 4,496 milyar dolar dan tahun 2003 sebesar 4,037 milyar dolar (Pitana dan Gayatri, 2005:111). Pariwisata Bali menjadi sektor pembangunan yang terus dikembangkan untuk menunjang perekonomian masyarakat Bali. Hal ini dilakukan karena Bali tidak memiliki sumber daya alam seperti migas, hasil hutan, maupun idustri manufaktur beskala besar seperti halnya yang dimiliki oleh daerah-daerah lainnya di Indonesia. Berkembangnya Bali sebagai pilihan daerah tujuan wisata baik wisatawan asing maupun wisatawan nusantara ditunjang oleh berbagai faktor, termasuk potensi alam dan budaya masyarakat Bali (Suradnya, 2006: 1).
1
2
Wisatawan datang ke Bali karena keunikan yang dimiliki oleh Bali itu sendiri, termasuk keramahtamahan masyarakatnya. Banyak predikat yang telah di berikan oleh masyarakat Dunia untuk Bali seperti Bali “Island of The GOD” atau Bali Pulau Dewata. Sebagai destinasi wisata utama di Indonesia, Bali tetap menjadi pilihan untuk pariwisata. Hal ini terbukti dengan banyaknya kunjungan wisatawan, baik wisatawan asing maupun domestik ke Bali. Sebagian wisatawan asing yang berkunjung ke Bali tersebut datang langsung ke Bali melalui alat trasportasi udara. Dalam tahun 2010, jumlah wisatawan yang datang ke Bali berjumlah 5,1 juta orang, terdiri dari wisatawan nusantara 2,5 juta orang dan wisatawan asing sebanyak 2,6 juta orang. Jumlah wisatawan asing yang berkunjung langsung ke Bali tahun 2005 – 2010 dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Jumlah wisatawan asing yang berkunjung langsung ke Bali tahun 2005 – 2010 Kawasan Asean Asia non Asean Amerika Eropa Oseania Afrika Crew Armada Jumlah Pertumbuhan
2005 2006 2007 2008 (Orang) (Orang) (Orang) (Orang) 119233 119233 168160 205837 557673 557673 760371 820903 75743 75743 84449 100421 361141 361141 425583 523224 268273 145480 219700 329966 6921 5991 10268 11887 92846 1388984 1262537 1668531 2085084 -4.89 -9.10 32.16 24.97 Sumber: Bali Dalam Angka, 2011
2009 (Orang) 229168 853347 109155 594282 470678 12587 115905 2385122 14.39
2010 (Orang) 298478 781336 110314 599392 667470 16743 120409 2576142 8.01
Tabel 1.1 menunjukkan dinamika kunjungan langsung wisatawan mancanegara ke Bali dalam 6 tahun terakhir (2005-2010) dari berbagai kawasan. Pada tahun 2010
3
jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Bali sebanyak 2,576,142 orang. Sebagian besar mereka berasal Asia non Asean 781,336 orang (30.12%), Oseania 667,470 orang (25.73%), Eropa 599,392 orang (23.11%), Asean 298,478 orang (11.51%), Afrika 16,743 orang (0.65%), Amerika 110,314 orang (4.25%), dan Crew Armada 120,409 orang (4.64%). Bali masih menjadi daerah tujuan wisata utama di Indonesia. Wisatawan asing dari berbagai Negara masih tinggi minatnya untuk datang ke Pulau Dewata. Namun angka kunjungan wisatawan ke Bali di atas amat tergantung dari faktor keamanan. Keamanan masih menjadi salah satu indikator fluktuasi kunjungan wisatawan Eropa ke Bali tahun 2002-2006. Pemerintah mesti menjaga stabilitas keamanan Bali termasuk memperlancar transportasi wisatawan Eropa ke Bali. Sektor pariwisata merupakan industri yang sangat rentan terhadap gejolak sosial, ekonomi, politik dan keamanan baik secara regional, nasional maupun internasional. Hal ini dibuktikan dengan adanya terpuruknya sektor ini seiring dengan memburuknya kondisi keamanan dan iklim politik nasional. Oleh sebab itu, upaya untuk menjaga keamanan, ketertiban dan kenyamanan sangat diutamakan untuk menopang sektor pariwisata budaya tersebut. Faktor keamanan menjadi bagian dari modal utama denyut pariwisata Bali. Segala bentuk kerusuhan, terutama terorisme perlu diantisipasi dalam keberlangsungan pariwisata Bali. Tanpa keamanan yang memadai, industri pariwisata akan rontok dan kebudayaan tidak akan berkembang semestinya. Sebaliknya, semakin aman Bali, semakin tinggi angka kunjungan wisatawan mancanegara sehingga semakin tinggi ancaman terorisme karena kelompok
4
teroris seperti yang terlihat selama ini senantiasa menjadikan turis sebagai target (Putra, 2006:319).
Tabel 1.2 Kawasan Pariwisata Di Provinsi Bali 2010
Tahun
Jumlah kawasan
1990 1991
6 10
1992
12
1993
21
1999
15
Lokasi Kawasan Pariwisata Nusa Dua, Kuta, Sanur, Ubud, Tanah Lot, Kintamani Nusa Dua, Kuta, Sanur, Ubud, Tanah Lot, Bedugul/Pancasari, Kintamani, Nusa Penida Candi Dasa, Ujung Nusa Dua, Kuta, Sanur, Ubud, Tanah Lot, Soka Bedugul/Pancasari, Air Sanih, Kintamani Nusa Penida, Candi Dasa, Ujung Nusa Dua, Kuta, Tuban, Sanur, Ubud, Lebih, Tanah Lot, Soka, Bedugul/Pancasari, Air Sanih Kalibukbuk, Batu Ampar, Gilimanuk, Candi Kusuma, Pala Sari, Prancak, Kintamani, Nusa Penida, Candi Dasa, Ujung, Tulamben Nusa Dua, Kuta, Tuban, Sanur, Ubud, Lebih, Soka, Kalibukbuk, Batu Ampar, Candi Kusuma, Pala Sari, Perancak, Nusa Penida, Candi Dasa, Ujung, Tulamben Sumber: Dinas Pariwisata Provinsi Bali, 2009
Perkembangan pariwisata Bali ditunjang dengan peningkatan jumlah kawasan pariwisata (lihat Tabel 1.2). Apabila tahun 1990 Pemerintah Provinsi Bali telah menetapkan 6 kawasan pariwisata, tahun 1991 meningkat menjadi 10 kawasan, dan meningkat lagi pada tahun 1992 menjadi 12 kawasan, dan pada tahun 1999 melalui Peraturan Daerah nomor 4 Tahun 1999 tentang Perubahan Pertama Tata Ruang Wilayah Provinsi Tingkat I Bali ditetapkan 15 kawasan pariwisata. Disamping kebudayaannya, alamnya yang indah, “man-made activties”, dan lain lain nya, Bali juga memiliki produk perhotelan dan spa yang bertaraf internatonal.
5
Sarana dan prasarana pariwisata seperti akomodasi, restoran, tranportasi, biro perjalanan, daya tarik wisata, dan atraksi wisata di Bali sudah memadai untuk mendukung kegiatan pariwisata. Fasilitas akomodasi hotel berbintang di Bali sudah cukup memadai. Jumlah hotel berbintang di 9 Kabupaten/kota se-Bali sebanyak 157 buah. Sebagian besar hotel berbintang (98 buah atau 62,42%) berada di Kabupaten Badung sebagaimana yang ditunjukkan dalam Tabel 1.3. Tabel 1.3 Distribusi Hotel Bintang di Bali Tahun 2010 No
Kab/Kota
Jumlah 14.65
Jumlah Kamar 3095
1
Denpasar
2
Badung
98
62.42
15836
76.92
3
Bangli
0
0.00
0
0.00
4
Buleleng
10
6.37
444
2.16
5
Gianyar
16
10.19
613
2.98
6
Jembrana
0
0.00
0
0.00
7
Klungkung
2
1.27
36
0.17
8
Karangasem
6
3.82
221
1.07
9
Tabanan
2
1.27
343
1.67
157
100.00
20588
100.00
Jumlah
%
% 15.03
Unit 23
Sumber: Diparda Provinsi Bali, 2010 Disamping hotel berbintang, juga disediakan hotel non bintang, yakni hotel kelas melati dan pondok wisata. Hotel kelas melati yang berjumlah 996 buah dengan 20410 kamar dan pondok wisata sebanyak 996 buah dengan 4440 kamar (Bali Dalam Angka, 2010).
6
Potensi paiwisata Bali yang berupa alam yang indah dan budaya masyarakat Bali yang menarik, akan sulit dipasarkan apabila tidak ditunjang oleh kerjasama yang sinergis antarpelaku bisnis pariwisata di Bali, termasuk kerjasama antara Biro Perjalanan Wisata (BPW) dengan pihak penyedia jasa akomodasi atau hotel. Sampai dengan tahun 2010 di Provinsi Bali terdapat 603 unit Biro Perjalanan Wisata (BPW) yang tersebar di semua wilayah Kabupaten/kota di Bali. Sebagian besar BPW tersebut berada di wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung (Tabel 1.4). Tabel 1.4 Biro Perjalanan Wisata di Provinsi Bali Tahun 2010 No
Jumlah (unit) Sanur 58 Nusa Dua 28 Kuta 172 Kuta Selatan 75 Denpasar 235 Gianyar 26 Karangasem 1 Tabanan 5 Kintamani 1 Buleleng 2 Jumlah 603 Sumber: Bali Dalam Angka, 2010 Wilayah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
% 9.62 4.64 28.52 12.44 38.97 4.31 0.17 0.83 0.17 0.33 100.00
Travel Agent merupakan alat yang penting dalam perekonomian, khususnya dalam kepariwisataan modern sebagai katalisator untuk pembangunan daerah-daerah baru sebagai tujuan wisata. Di negara-negara yang sudah maju dan merupakan sumber kedatangan wisatawan, jasa-jasa BPW sangat dominan sekali, seperti misalnya di Amerika Serikat, Jerman, Inggris dan Perancis. Profesi Travel Agent dapat dikatakan
7
berdasarkan kepercayaan (confidence). Para wisatawan biasanya membayar dimuka sebelum pelayanan diterimanya. Dengan kepercayaan wisatawan membayar di muka atas dasar perjanjian bahwa ia akan diberi pelayanan sesudah transaksi selesai dilakukan. Ini pula alasanya mengapa produk indusrti pariwisata dikatakan sebagai barang lux, karena memerlukan kegiatan “after sales service”. Wisatawan tidak dapat bertindak sendiri dalam menikmati apa yang menjadi keinginannya, tetapi perlu bantuan dari petugas Travel Agent yang bersangkutan untuk memuaskan kebutuhannya. Ini dapat diterima karena adanya kepercayaan akan Travel Agent yang bersangkutan. Oleh karena itu kepercayaan langganan terhadap Travel Agent perlu dijaga jangan sampai terjadi keragu-raguan bagi orang-orang yang akan melakukan perjalanan melalui suatu Travel Agent. Biro Perjalanan Wisata (BPW) memiliki peranan yang sangat strategis untuk memajukan Pariwisata Bali karena fungsinya adalah sebagai perpanjangan tangan dari produk wisata itu sendiri. Wisatawan yang datang ke Bali pada umumnya adalah atas rekomendasi dari biro perjalanan itu sendiri baik lokal maupun internasional. Untuk merkomendasikan suatu produk, Biro Perjalanan akan memilah – milah produk yang sesuai dengan persepsinya terutama dibidang pelayanan atas produk tersebut. Perhotelan dengan segala produknya merupakan salah satu keharusan dalam pariwisata. Pariwisata yang sukses karena adanya sarana dan prasarana yang memadai dari hotel beserta produknya. Produk yang disediakan oleh hotel biasanya berkaitan dengan pelayanan yang dapat dilihat langsung atau berwujud (tangible product),
8
seperti penampilan karyawan, peralatan/fasilitas hotel dan pelayanan lainnya yang dapat dilihat. Selain itu ada juga produk perhotelan yang tidak dapat dilihat (intangible product) seperti servis atau layanan yang tidak bisa dilihat karena berhubungan dengan kepuasan pemakai produk tersebut (Teare (1994: 5). Kehandalan (reliability) seperti jasa yang disampaikan secara benar, sistem pencatatan yang akurat, sikap simpati karyawan hotel dan merealisasikan janji kepada wisatawan. Perhotelan tidak bisa berdiri sendiri, “produk” yang dimiliki oleh hotel, harus “dijual” oleh lembaga lain, dalam hal ini adalah Biro Perjalanan Wisata (BPW). Produk Biro Perjalanan Wisata (BPW) menurut Yoeti. (2003) adalah: berkaitan erat dengan produk industri pariwisata dan keberhasilan kegiatan pemasaran BPW banyak tergantung dari pengetahuan tentang produk (product knowledge) industri pariwisata, yang tidak lain adalah bahan baku (raw materials) bagi BPW selaku Tour Operator. Dalam fungsinya selaku Tour Operator suatu BPW memiliki produk yang akan ditawarkan kepada pelanggannya, seperti: ticketing (domestik dan internasional), pelayanan reservasi kamar hotel (hotel reservations), pelayanan pengurusan dokumen perjalanan (passport, exit permit, visa, health certificate, dan lain-lain). Dalam kaitan ini, BPW berperan sebagai jembatan untuk menjual produk-produk perhotelan. BPW mau menjual produk hotel tertentu apabila persepsi pengelola atau pelaku BPW cukup baik terhadap produk hotel tersebut. Oleh karena itu, persepsi memegang peranan penting dalam menjaga kesinambungan dan pengembangan bisnis di bidang perhotelan. Persepsi yang positif akan berdampak pada penguatan hubungan kerja sama antar pelaku bisnis pariwisata. Sebaliknya persepsi negatif akan berdampak pada
9
ketidakharmonisan, bahkan putusnya kerja sama antar pelaku bisnis pariwisata dalam suatu kawasan pariwisata. Salah satu hotel di Kawasan Pariwisata Nusa Dua adalah Nusa Dua Beach Hotel & Spa (NDBHS). NDBHS menjadi hotel bintang lima yang memiliki hubungan bisnis dengan para mitra kerjanya, termasuk hubungan kerjasama dengan pihak Biro Perjalanan Wisata (BPW). Hubungan kerja sama antara BPW dengan NDBHS selama ini mengalami pasang surut, namun tetap berjalan untuk memenuhi wisatawan yang berkunjung ke Nusa Dua dan sekitarnya. Belum ada kajian ilmiah yang berkaitan dengan kerjasama antar stakeholders pelaku bisnis pariwisata, khususnya antara pihak BPW dengan NDBHS. Bagaimana model hubungan dan kerjasamnya antar mereka? Persepsi apa yang mendasari kerja sama antara BPW dengan NDBHS tersebut? Bagaimana pihak manajemen NDBHS memelihara persepsi dan citra (image) positif di mata mitra kerja (BPW) dan wisatawan. Sampai saat ini, masih jarang penelitian yang khusus mengungkap mengenai persepsi BPW terhadap produk layanan NDBHS sebagai hotel bintang lima. Untuk itu, penelitian ini sengaja dilakukan untuk memahami persepsi pengelola BPW terhadap NDBHS yang berlokasi di kawasan wisata Nusa Dua, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Kajian ini merupakan pengembangan dari kajian-kajian sebelumnya yang secara khusus ingin memahami interaksi dan kerjasama antar stakeholders di bidang pariwisata, khususnya persepsi pengelola BPW terhadap produk NDBHS di kawasan wisata Nusa Dua, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung.
10
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Bagaimana persepsi BPW di Bali terhadap produk tangible (yang tampak) Nusa Dua Beach Hotel & Spa? 2. Bagaimana persepsi BPW di Bali terhadap produk intangible (yang tidak tampak) Nusa Dua Beach Hotel & Spa ? 3. Bagaimana Dampak persepsi terhadap kelangsungan kerja sama BPW dengan Nusa Dua Beach Hotel & Spa? 1.3 Tujuan Penelitian Di samping pokok permasalahan yang diangkat, maka tujuan dari penelitian ini dapat dibagi menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. 1.3.1 Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memahami Persepsi Biro Perjalanan Wisata (BPW) di Bali terhadap produk layanan yang nyata (tangible product) dan produk tidak nyata (intangible product ) NDBHS terkait dengan hubungan kerja sama antar kedua pelaku bisnis pariwisata ini di Kawasan pariwisata Nusa Dua. 1.3.2 Tujuan khusus Secara khusus penelitian ini akan menjelaskan hal-hal sebagai berikut.
11
1) Memahami persepsi biro perjalanan wisata di Bali terhadap produk intangible Nusa Dua Beach Hotel & Spa. 2) Memahami persepsi biro perjalanan wisata di Bali terhadap produk tangible Nusa Dua Beach Hotel & Spa. 3) Memahami dampak persepsi terhadap kelangsungan kerjasama BPW dengan Nusa Dua Beach Hotel & Spa. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat Penelitian juga diuraikan dalam dua bagain yaitu manfaat akademik dan manfaat praktis. 1.4.1 Manfaat Akademik Secara akademik penelitian ini memiliki manfaat: 1) Menambah khasanah ilmu pengetahuan yang menyangkut pengembangan kerjasama antara BPW dengan pengelola jasa akomodasi pariwisata. 2) Dapat dijadikan bahan kajian tentang pengembangan kerjasama antara BPW dengan pengelola jasa akomodasi pariwisata untuk menunjang kegiatan pariwisata di masa yang akan datang. 1.4.2 Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini memiliki manfaat: 1) Bagi pengelola BPW dan pengelola jasa akomodasi NDBHS, hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai bahan masukan untuk meningkatkan
pelayanannya terhadap tamu hotel.
12
2) Bagi pemerintah hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan tentang pengelolan jasa akomodasi hotel berbintang lima untuk mendukung pelayanan jasa pariwisata di Bali pada masa yang akan datang.