BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam dibutuhkan oleh manusia untuk membantu kehidupan sehari- hari. Sains dipelajari agar manusia memahami proses-proses alam yang selalu berkaitan dengan kehidupannya. Sains mempersiapkan manusia menghadapi kemajuan teknologi hasil pengembangan sains. Sund dan Trowbribge (1973) merumuskan bahwa sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses.Sains sebagai proses merupakan langkahlangkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam, sehingga belajar sains dapat mengembangkan cara berpikir ilmiah seseorang. Sains dilandasi anggapan bahwa kejadian di alam semesta terjadi di dalam pola-pola konsisten yang dapat dipahami melalui
studi yang sistematis dan
seksama. Pola-pola di alam semesta dapat ditemukan dengan menggunakan pikiran dan logika serta bantuan instrumen. Sains juga dilandasai anggapan bahwa alam semesta adalah suatu sistem tunggal yang mempunyai prinsip dasar sama di mana-mana. Pengetahuan sebagai satu bagian dari alam semesta dapat digunakan untuk menjelaskan bagian lain. Sains menuntut adanya fakta-fakta, serta memadukan logika dan imajinasi(Rutherford and Ahlgren, 1990). Biologi termasuk bidang sains, yang mempelajari pengetahuan dan proses yang terjadi dalam makhluk hidup dan kehidupan. Seperti halnya yang terjadi
1
dalam alam semesta, proses yang terjadi dalam makhluk hidup juga merupakan pola yang konsisten dapat dipelajari dandikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Biologi yang materinya berkaitan denganmahkluk hidup dan proses kehidupan akan mudah dipahami apabila melibatkan imajinasi. Imajinasi adalah daya untuk membentuk gambaran atau imaji (citra) atau konsepkonsep mental dalam proses membentuk gambaran tertentu. Imajinasi merupakan struktur intensional yaitu hubungan imajinatif antara tindakan berimajinasi dengan subyek yang diimajinasikan atau imaji (image) (Djoyosuroto, 2007). Hasil penelitian Kelley, Davidson and Nelson (2008), pada hasil tes tentang struktur dan fungsi dalam biologi pada berbagai skala (particle to whole organisms) menunjukkan telah terjadi miskonsepsi pada mahasiswa. Mereka berpendapat
bahwa
antara
pengetahuan
biologi
dan
imajinasi
tidak
berhubungan.Gambar biologi hanya dapat mengungkapkan struktur tapi tidak mengungkapkan fungsi, gambar biologi adalah gambar cantik tetapi tidak quantifiable. Sebaliknya Campbell, Reece, dan Mitchell (2005) menyatakan bahwa struktur dan fungsi saling terkait pada sistem organisasi biologi. Dengan menganalisis sistem biologis, dapat diketahui struktur dan cara kerjanya. Sistem
jaringan
tumbuhan
merupakan
pengetahuan
dasar
dalam
mengembangkan ilmu botani, seperti fisiologi tumbuhan, bioteknologi dan rekayasa genetika serta biologi terapan lainnya seperti pertanian, hortikultur, patologi tanaman dan kehutanan. Perkembangan botani sangat pesat, karena berkaitan dengan pangan, sandang, papan dan
kesehatan yang merupakan
kebutuhan primer bagi kehidupan manusia. Pengetahuan tentang Botani,
2
khususnya Anatomi Tumbuhan diperlukan tidak hanya bagi seseorang atau kelompok orang sains saja, tetapi juga diperlukan oleh masyarakat pada umumnya untuk dapat memanfaatkan tumbuhan bagi kehidupannya. Misalnya, bagaimana mereka mengimajinasikan air yang disiramkan pada tanah dapat diserap oleh akar tumbuhan hingga mencapai daun untuk proses fotosintesis, dan bagaimana mereka mengimajinasikan hasil fotosintesis yang diangkut ke seluruh bagian tumbuhan menjadi amilum yang disimpan dalam biji padi, atau ubi jalar, umbi ketela pohon, dan umbi kentang serta bagaimana seseorang berpikir tentang pembentukan kayu oleh tanaman yang banyak dibutuhkan oleh manusia. Untuk memahami itu semua diperlukan pengetahuan dasar tentang struktur jaringan tumbuhan khususnya bagi mahasiswa calon guru biologi, karena mereka bertanggunga jawab tentang pengetahuan biologi di tingkat pendidikan dasar dan menengah. Dalam memahami struktur jaringan tumbuhan ini diperlukan kemampuan representasi mikroskopis. Kemampuan menggambarkan dan memahami struktur jaringan tumbuhan
tersebut diperoleh dari pelajaran melalui perkuliahan dan
kegiatan praktikum di laboratorium. Pada kenyataannya kegiatan praktikum saat ini tidak efektif dan tidak efisien, karena pada umumnya praktikum dianggap hanya sebagai pelengkap saja, misalnya fasilitas peralatan laboratorium kurang memadai dibanding dengan jumlah mahasiswa. Keadaan ini menjadikan kegiatan praktikum kurang optimal, lebih banyak menyita waktumahasiswa. Selama ini dalam mempelajari jaringan tumbuhan, pada umumnya hanya terbatas untuk membedakan struktur jaringan antara satu kelompok sel
3
tumbuhan dengan
kelompok sel tumbuhan yang lain. Hal ini juga dapat menimbulkan kejenuhan bagi mahasiswa. Untuk mempelajari sistem jaringan tumbuhandiperlukan imajinasi yang cukup baik
sehingga
dapat menggambarkan struktur, posisi dan fungsi sel
tumbuhan serta hubungan antara satu sel dengan sel lainnya dalam tumbuhan. Kita seringkali lupa bahwa proses belajar adalah proses membentuk imajinasi dalam pikiran kita, misalnya bagaimana kita menilai seseorang pandai membaca.Kemampuan mengimajinasikan apa yang dibaca atau kemampuan menangkap pesan yang dibaca dapat digunakan untuk menilai seseorang pandai membaca. Dari hasil uji coba kemampuan menangkap pesan dari bacaan pada mahasiswa, umumnya mahasiswa mengungkap pesan teks sebagai bahasa (verbal)yang hasilnya kurang memuaskan, baru setelah diminta untuk berimajinasi dan membuat gambar dari apa yang dibaca maka menjadi jelas apa makna yang dibaca (Tabrani, 2009). Proses perkuliahan yang dilakukan saat ini umumnya terbatas mentransfer informasi yang sudah jadi dan telah teruji kepada mahasiswa. Melakukan proses belajar seperti itu ternyata merupakan kelemahan dalam sistem pembelajaran kita, karena
mahasiswaakhirnya hanya sebagai pengguna informasi. Sistem
pembelajaran seperti ini tidak menumbuhkan kreativitas mahasiswa. Mahasiswa cenderung pasif, dan instan.Selain itu perkuliahan yang dilakukan saat ini cenderung hanya menggunakan kemampuan verbal dan visual saja, kurang memperhatikan masalah spatial. Hasil studi pendahuluan berupa tes kemampuan representasi mikroskopis jaringan tumbuhan yang dilakukan terhadap guru-guru
4
SMP dan SMA, menunjukkan hasil tes kurang memuaskan, karena hanya sebagian kecil saja, 30%
responden dapat menjawab dengan benar. Dengan
kondisi pengetahuan guru seperti ini, tentu diperlukan upaya peningkatan representasi mikroskopis struktur jaringan tumbuhan bagi guru dan calon guru biologi. Studi pendahuluan prekonsepsi mahasiswa calon guru Biologi tentang sistem jaringan tumbuhan dilaksanakan menggunakan tes essay yang berjumlah 12 pertanyaandan diujikan terhadap 26 orang mahasiswa program studi Pendidikan Biologi yang belum mengikuti matakuliah anatomi tumbuhan. Hasil jawabannya dihitung menggunakan persentase dan dianalisis, dan dikategorikan tiga jenis jawaban (tepat, kurang tepat dan tidak ada jawaban atau salah). Prekonsepsi yang ingin diketahui adalah fungsi xilem, elemen xilem, proses tumbuh, penebalan dinding sel, trakea dan trakeid, noktah, kambium, distribusi radial pada tumbuhan, lingkar tahun, kayu regang dan kayu padat (kayu suban dan galih), dan resin. Hasil tes uji prekonsepsi mahasiswa Pendidikan Biologi semester dua tentang xilem, menunjukkan bahwa mahasiswa umumnya tidak dapat menjawab dengan baik terhadap pertanyaan yang diberikan,
diperoleh mahasiswa yang
menjawab benar, sebanyak 54% tentang fungsi xilem sebagai alat transportasi pada tumbuhan, sedangkan tentang elemen xilem, proses tumbuh pada jaringan tumbuhan, membedakan trakea dan trakeid dan letak noktah tidak dapat dijawab dengan baik oleh mahasiswa. Mahasiswa yang dapat menjawab benar hanya
5
berkisar sekitar (5-14)%, bahkan soal tentang penebalan dinding sel tidak ada jawaban yang benar (0%) (Gambar 1.1).
tidak ada jawaban letak noktah
tepat 64%
32%
5%
71%
24%
beda trakea trakeid penebalan dinding sel
kurang tepat
5% 71%
29%
0% 12%
proses tumbuh
74%
14%
elemen xilem
58%
31%
11% 6%
fungsi xilem
40%
54%
Gambar 1.1 Prekonsepsi mahasiswa tentang xilem Data Gambar 1.2 menunjukkan hasil tes prekonsepsi mahasiswa tentang jaringan pembuluh, menunjukkan jumlah mahasiswayang dapat menjawab tidak ada jawaban
kurang tepat
pembentukan kayu
20%
resin
tepat 54%
26% 43%
9%
48% 31%
kayu regang, kayu padat
64%
5% 14%
lingkar tahun
51% 35%
distribusi aksial, radial fungsi kambium
61%
39%
0% 12%
52% 36%
Gambar 1.2 Prekonsepsi mahasiswa tentang jaringan pembuluh, khususnya xilem dengan tepatsekitar 5%-48%, jawaban mahasiswa tentang resin relatif cukup tinggi, 48% menjawab dengan tepat, dan fungsi kambium dijawab tepat sebanyak 6
36% dan pertanyaan tentang lingkar tahun dapat dijawab tepat
oleh 35%.
Pertanyaan tentang proses pembentukan kayu dan pertanyaan tentang kayu regang dan kayu padat tidak dapat dijawab dengan baik (20% dan 5%). Mahasiswa tidak memahami tentang distribusi aksial dan radial, karena tidak seorangpun mahasiswa bisa menjawab dengan tepat (39% menjawab kurang tepat 61% tidak menjawab). Jawaban yang tepat adalah distribusi aksial pada batang kayu dilaksanakan oleh trakea dan trakeid dan distribusi radial dilaksanakan oleh parenkim jari- jari empulur. Pada konsep kayu padat dan kayu regang, mahasiswa yang menjawab kurang tepat cukup tinggi(64%), prekonsepsi mahasiswa tentang perbedaan kayu padat dan kayu renggang, umumnya jawaban mahasiswa adalah karena kambium atau proses tumbuh yang berbeda atau perawatan yang berbeda. Jawaban yang tepat adalah bahwa kayu padatadalah kumpulan xilem padat (warna lebih gelap) yang sudah tidak lagi berfungsi sebagai alat transportasi, sedangkan kayu regang (warna lebih terang), adalah kumpulan xilem pada kayu tersebut yang masih berfungsi sebagai alat transportasi. Pembentukan kayu merupakan konsep yang banyak tidak dapat dijawab oleh 54% mahasiswa. Jawaban yang tepat adalah kayu dibentuk oleh kambium yang membentuk xilem sekunder pada pertumbuhan sekunder (20%), jawaban kurang tepat adalah kayu dibentuk oleh kumpulan sel mati. Hasil tesini menunjukkan bahwa mahasiswa belum memahami tentang xilem khususnya dan sistem jaringan tumbuhan umumnya. Dari hasil wawancara mahasiswa tentang bentuk 3D struktur jaringan, mahasiswa sulit membayangkan
7
bentuk 3D struktur jaringan. Pada saat perkuliahan dosen mengalami kesulitan menjelaskan struktur 3D jaringan tumbuhan. Untuk itu dibutuhkan model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan 3D mahasiswa. Studi literatur menunjukkan bahwa memahami struktur sel pada sistem jaringan tumbuhan dalam bentuk 3D dapat memudahkan mahasiswa untuk memahami struktur sistem jaringan tumbuhan. Untuk memahami bentuk 3D dapat mengoptimalkan kemampuan imajinasi,
visuospasial.Selain itu dipelajari pula tentang
pengembangan visuospasial pada materi anatomi tumbuhan dan
pengembangan kemampuan representasi mikroskopis dan visuospasial serta perkembangan penalaran mahasiswa. Kemampuan visuospasial merupakan salah satu jenis kecerdasan manusia, dari delapan jenis
kecerdasan yang sudah teridentifikasi. Delapan jenis
kecerdasan tersebut adalah kecerdasan linguistik, kecerdasan logis matematis, kecerdasan spatial (visuospasial), kecerdasan musikal, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan intrapersonal, serta kecerdasan naturalis (Lazear, 2004). Sementara pada saat ini, dalam situasi sekolah tradisional, siswa yang memiliki dan mengembangkan kecerdasan linguistik dan logis matematis akan berhasil. Padahal untuk memahami suatu konsep dan mengingat atau menyimpan dalam memori jangka panjang, banyak hal yang harus dilakukan dan harus melibatkan beberapa indera, yaitu dengan melakukan latihan, organisasi dan elaborasi (Jasmine, 2007). Semakin banyak indera yang dilibatkan, semakin mendukung memori jangka panjang, sehingga perlu pengembangan kecerdasan lain selain kecerdasan linguistik dan logis matematis.
8
Mengembangkan imajinasi yang berkaitan dengan struktur jaringan tumbuhan berbasis visuospatialakan lebih mudah dipahami apabila dilengkapi dengan gambar. Umumnya perkuliahan sistem jaringan tumbuhan telah dilengkapi oleh gambar dua dimensi(2D). Namun dalam pembelajaran masih kurang memperhatikan
aspek
spasialnya,
sehingga
mahasiswasulit
untuk
mengimajinasikan struktur jaringan dalam bentuk tiga dimensi (3D). Terdapat kecenderungan Lu(2008)dalam
aspek
spasial
terabaikan,
penelitiannya
embrionikmengungkapkan
tentang
seperti
yang
dilakukan
perkembangan
bahwa pada perkembangan
awal
Mei awal
embrionik
sebenarnya tidak terjadi perubahan spatial, dalam proses pembelahannya hanya jumlah sel yang meningkat. Akan tetapi hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa umumnya mahasiswa berpendapat pembelahan sel
yang terjadi selalu
disertai dengan peningkatan volume (spatial). Hal ini terjadi karena mereka kurang memperhatikan perubahan spasialnya. Kemampuan visuospatial adalah kemampuan seseorang untuk memahami konsep melalui representasi visual yang berhubungan dengan spasial dalam belajar dan melakukan tugas (Bertel,
etal., 2006).
Dengan kata lain dalam
mempelajari sistem jaringan tumbuhan,seyogianya mulai memperhatikan aspek visual dan spasialnya (visuospatial) yaitu kemampuan untuk mengimajinasikan gambar dari dua dimensi (2D) menjadi tiga dimensi (dimensi ruang, 3D).Dengan demikian mempelajari sistem jaringan tumbuhan banyak menggunakan gambar, model, media yang dalam praktikum melibatkan alat-alat bantu, seperti mikroskop dan alat-alat lainnyauntuk meningkatkan indra mereka (Rutherford and Ahlgren,
9
1990). Dengan menggunakan alat bantu tersebut dari apa yang sempat dilihat meski hanya sepotong-potong dalam bentuk 2D, diharapkan dapat membangun imajinasinya menjadi satu gambaran yang utuh. Kemampuan reperesentasi mikroskopis (2D) dalam mempelajari sistem jaringan tumbuhan sangat diperlukan untuk dapat merepresentasikan bentuk 3D, diharapkan dapat membantu kemampuan seseorang untuk dapat memahami dan menjelaskan peristiwa-peristiwa proses fisiologis (seperti metabolisme sel, sistem transpor dan proses tumbuh dan berkembang) pada tanaman secara lebih baik serta kemudian dapat meningkatkan berpikir kreatif dan kritis dalam mengembangkan bioteknologi seperti kultur sel dan jaringan serta rekayasa genetika. Ferguson (1977) dan Hadamard (1949)melaporkan bahwa komponen visual dan spasial mendukung sangatkuat dalam pemikiran mereka(Ramadas, 2009). Shepard (1988)menyatakan bahwa imajinasi dan visualisasi spasial sangat penting bagi kreativitas
dan discovery (penemuan)(Ramadas, 2009).Telah
dilaporkan pula dalam berbagai publikasi selama 20 tahun terakhir, terdapat hubungan antara kemampuan spasial dan kesuksesan dalam sains dan matematika (Sorby, 2009). Hasil peneliti Sorby (2009) menunjukkan bahwa latihan kemampuan spatial (3D) dapat meningkatkan hasil belajar di fakultas teknik, khususnya pada mahasiswa perempuan. Dinyatakan pula bahwa belajar melalui visual dan spasial dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran sains (Ramadas, 2009).Joneset al. (2010) menyatakan bahwa ada hubungan antara kemampuan visuospasial dengan kemampuan berpikir logis. Kemampuan spasial mendukung cara berpikir seseorang, biasanya laki-laki
10
memiliki kemampuan spasial lebih baik daripada perempuan, danditemukan pula bahwa dalam berpikir laki- laki lebih banyak menggunakan strategi holistik dan perempuan menggunakan strategi analitik(Linn &Peterson, 1985 dalam Sorby, 2009).Oleh karena itu dalam memahami struktur jaringan tumbuhan mahasiswa dituntut untuk mengembangkan kemampuan visuospasial sehingga mampu merepresentasikan apa yang diamati secara mikroskopis, yaitu struktur jaringan tumbuhan melalui
sayatan melintang
dan membujur
dengan
mikroskop.
Mahasiswa mengimajinasikan dan menggambarkan struktur jaringan tumbuhan dari 2D menjadi 3D. Diharapkan pembelajaran berbasisvisuospatial dapat membantu seseorang untuk berimajinasi tentang struktur tumbuhan menjadi lebih konkret, sehingga dapat membantu memahami proses rumit yang terdapat dalam tumbuhan,
dan penalaran untuk membantu proses pemecahan masalah yang
timbul dalam proses fisiologis tumbuhan. Dalam studi kurikulum Program Studi Biologi dan Pendidikan Biologi, baik di dalam maupun di luar negeri, pada materi anatomi tumbuhan hampir seluruhnya mempunyai karakteristik materi yang serupa. Umumnya kurikulum materi anatomi tumbuhan dimulai dari konsep sel, jaringan dan kemudian organ tumbuhan, dan dari seluruh kurikulum yang ditemukan dan dikaji tampaknya belum melibatkan kemampuan visuospatial dalam mempelajari sistem jaringan tumbuhan (Suprapto, 2010). Tumbuhan merupakan kesatuan dari
sistem jaringan tumbuhan yang
terdiri atas sistem jaringan dasar, sistem jaringan dermal, sistem jaringan pembuluh. Sistem jaringan tumbuhan merupakan satu kesatuan sel-sel yang
11
tersusun dalam sistem jaringan dasar, sistem jaringan dermal dan sistem jaringan pembuluh, yang mana didalam sistem jaringan tersebut sel-sel dan derivatnya saling bekerja sama, mendukung dan memperkokoh sehingga tumbuhan bisa tumbuh, berdiri tegak dan mampu menghasilkan oksigen serta bahan organik yang dibutuhkan oleh semua makhluk hidup. Selama ini mahasiswa membuat gambar hasil representasi mikroskopis jaringan tumbuhan kurang memberikan pesan dankurang dimengerti. Mahasiswa sulit mengenali kembali apa yang telah digambar. Dalam seni rupa, dikenal bahasa rupa.Dalam bahasa rupa dikenal istilah imaji dan tata ungkapan. Imaji terdiri atas imaji tampak (disebut wimba) dan imaji tak tampak (disebut citra). Dalam bahasa rupa, wimba dibedakan menjadi isi wimba dan cara wimba. Isi wimba adalah obyek yang digambar, misalnya gambar kerbau harus menunjukkan ciri-ciri kerbau, sedangkan cara wimba adalah cara bagaimana obyek tersebut digambar sehingga gambar mudah dikenali, misalnya menggambar kerbau tampak samping, sehingga anak kecilpun tahu bahwa itu adalah gambar kerbau. Bagaimana cara menyusun berbagai wimba agar gambar dapat bercerita disebut tata ungkapan dalam (Tabrani, 2009). Sistem jaringan tumbuhan akan mudah dikenali bila digambar dalam bentuk 3D, pada cara wimba disebut tampak atas dan tampak samping atau aneka tampak, untuk memperjelas gambar yang dianggap penting, gambar dapat diperbesar atau gambar diperkecil bila tidak dianggap penting. Model untuk mengembangkan program perkuliahan anatomi tumbuhan berbasis visuospatial disebut model wimba, yaitu membuat gambar 2D menjadi
12
3D yang berasal dari hasil pengamatan mikroskopissistem jaringan tumbuhan. Langkah-langkah yang digunakan dalam merepresentasikan gambar 2D menjadi gambar 3D digunakan langkah-langkah aplikasi taksonomi kognitif untuk kecerdasan visual-spatial (Lazear, 2004). Langkah-langkah tersebut adalah mengamati gambar 2D, menganalisis gambar memperhatikan secara detail bentuk atau struktur sel kemudian dikaitkan dengan fungsinya, kemudian merancang bentuk 3D dan mengkreasikan hasil rancangannya menjadi produk 3D. Ketika wimba-wimba yang berupa sel parekim, sel kolenkim dan sel sklerenkim sudah diketahui bentuk 3Dnya dan digambar, kemudian gambar tersebut disatukan berdasarkan letak dan pola seperti obyek sebenarnya, misalnya potongan batang dalam gambar 3D disebut tata ungkapan dalam. Model pembelajaran Wimba ini modifikasi dari Lazear (2004) dan Tabrani (2009), diharapkan dapat merangsang mahasiswa membuat gambar sistem jaringan tumbuhan yang dapat mudah dikenali dan membawa pesan bukan hanya sekedar menggambar tanpa memahami apa yang digambar. Mahasiswa calon guru biologi seyogianya memahami sistem jaringan tumbuhan secara utuh dapat membantu pemecahan masalah yang banyak muncul dalam pikiran siswa ketika mengajarkan sistem jaringan tumbuhan di sekolah menengah. Pengetahuan ini penting karena peserta didiknya kemudian akan melanjutkan hidup di masyarakat, dan manusia sebagai konsumen akan berinteraksi dengan banyak tanaman, karena tanaman berperan sebagai produsen dalam kehidupan. Dengan demikian kemampuan visuospatial pada mahasiswa calon guru melalui materi sistem jaringan tumbuhan yang dikembangkan
13
diharapkan dapat membantu mereka untuk meningkatkan pemahaman tentang sistem jaringan tumbuhan secara utuh, meningkatkan penguasaan konsep dan penalaran logis. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, permasalahan
umum penelitian ini adalah:Bagaimanakah meningkatkan
penalaran dan penguasaan konsep sistem jaringan tumbuhan berbasis visuospasial pada mahasiswa calon guru biologi? Pertanyaan Penelitian : 1. Bagaimana mengembangkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman sistem jaringan tumbuhanberbasis visuospasial pada mahasiswa calon guru? 2. Bagaimana
kemampuan
representasi
mikroskopis
jaringan
tumbuhan
mahasiswa calon guru? 3. Bagaimana kemampuan representasi visuospasial
jaringan tumbuhan
mahasiswa calon guru? 4. Apakah model wimba pada pembelajaran sistem jaringan tumbuhan berbasis visuospasial dapat meningkatkan penguasaan konsep mahasiswa? 5. Apakah model wimba pada pembelajaran sistem jaringan tumbuhan berbasis visuospasial dapat meningkatkan penalaran mahasiswa? 6. Bagaimana tanggapan mahasiswa terhadap model wimba?
14
C. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan model pembelajaran yang berbasis visuospasial melalui kemampuan representasi mikroskopisuntuk meningkatkan penalaran dan meningkatkan penguasaan konsep sistem jaringan tumbuhan.
D. Manfaat 1. Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan pembelajaran dalam meningkatkan ketrampilan mahasiswa calon guru yang nantinya akan terjun di sekolah-sekolah. Kontribusi yang dimaksud disini adalah sumbangan yang diperoleh dari hasil penelitian yang mengandung makna baru dalam strategi pembelajaran di perguruan tinggi. 2. Praktis Pembelajaran
melalui
ketrampilan
representasi
mikroskopis
dan
kemampuan representasi visuospasial,dapat membekali mahasiswa calon guru memiliki ketrampilan representasi mikroskopis dan visuospatial yang cukup baik, sehingga dapat memahami dan menjelaskan dengan baik tentang sistem jaringan tumbuhan di sekolah- sekolah, yang menjadi dasar pengembangan ilmu botani selanjutnya di masyarakat. Hasil penelitian memberikan informasi kepada dosen-dosen tentang model pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan imajinasi
melalui
pengembangan representasi visuospasial untuk meningkatkan kemampuan dalam
15
memahami materi biologi secara utuh dan meningkatkan penalaran sehingga dapat membantu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah yang muncul dalam kehidupan sehari- hari. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan pada institusi untuk mengembangkan kreativitas dan meningkatkan penalaran mahasiswa melalui model belajar visuospatial. Pada gilirannya diharapkan mereka mampu menjadi lulusan dengan kinerja yang lebih kreatif, memiliki penalaran yang baik, berkualitas dan lebih berdaya guna dalam kehidupan di masyarakat. E. Implikasi Pemahaman
struktur
jaringan
tumbuhan
melalui
pengembangan
visuospasial dengan model wimba akan memudahkan seseorang untuk menggambarkan secara konkret (3D) yang ada dalam imajinasinya serta dapat meningkatkan kemampuan kognitif mahasiswa. Pengembangan visuospatial juga dapat meningkatkan penalaran dan ketrampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS).
F.Penjelasan Istilah 1. Pembelajaran berbasis visuospasial adalah pembelajaran menggunakan pengamatan gambar-2D dalam berbagai arah atau bidang untuk kemudian direpresentasikan dalam bentuk 3D. 2. Representasi mikroskopis
adalah kemampuan menggambarkan secara
detail hasil pengamatan mikroskopis melalui perbesaran yang berbeda. 3. Representasi visuospasial adalah kemampuan menggambarkan penyatuan dari beberapa sayatan jaringan tumbuhan dari berbagai arah menjadi satu
16
bentuk utuh, yang secara implisit dapat membangun imajinasi struktur jaringandalam dimensi ruang.
17