BAB I PENDAHULUAN 1.
Latar Belakang Masalah Akuntan independen atau lebih umum dikenal dengan akuntan publik
memiliki fungsi pengauditan atas laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan. Pengauditan ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan terbuka yaitu yang menjual sahamnya kepada masyarakat melalui pasar modal, perusahaan besar, dan perusahaan-perusahaan kecil, serta organisasi-organisasi yang tidak mencari laba. Akuntan publik adalah profesi yang memegang peranan penting di masyarakat, terutama dalam hal meningkatkan kredibilitas dan kualitas laporan keuangan suatu entititas. Sehingga pihak pemakai informasi kreditur dan investor akan sangat dipengaruhi oleh akuntan publik sebelum mereka mengambil keputusan atau memberikan kepercayaan mereka (Widyastary dkk., 2014). Profesi akuntan publik bertanggung jawab atas kepercayaan dari masyarakat berupa tanggung jawab moral dan tanggung jawab profesional. Tanggung jawab moral berupa kompetensi yang dimiliki auditor, sedangkan tanggung jawab profesional berupa tanggung jawab akuntan terhadap asosiasi profesi berdasarkan standar profesi yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Kepercayaan
yang
besar
dari
pemakai
laporan
keuangan
auditan
mengharuskan auditor untuk tetap memperhatikan kualitas auditnya (Tjun., dkk 2012). Tidak hanya terbatas pada kualitas audit yang dihasilkan, lebih luas auditor
1
yang profesional dalam menjalankan fungsi penilai independen di suatu perusahaan dilihat dari pencapaian hasil kinerja auditor tersebut (Putri dan Suputra, 2013). Dalam penelitian yang dilakukan Widyasari (2011) kinerja auditor atau kualitas hasil kerja auditor adalah hasil kerja secara keseluruhan yang dicapai auditor dalam menjalankan aktivitasnya pada kurun waktu tertentu. Kinerja auditor ini mencakup kualitas kerja, kuantitas kerja, pengetahuan tentang pekerjaan dan perencanaan pekerjaaan. Hal ini berarti bahwa kinerja auditor menjelaskan lebih luas termasuk didalamnya kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor. Kinerja tidak hanya dilihat dari kemampuan kerja yang sempurna, namun dilihat juga melalui kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu. Kemampuan tersebut berupa kecerdasan, yang terdiri dari kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual (Wijayanti, 2012 dalam Chandra dan Ramantha, 2013). Apabila ketiga kecerdasan tersebut dapat berfungsi secara efektif maka akan menampilkan hasil kerja yang menonjol (Choiriah, 2013). Kecerdasan intelektual dulunya diyakini dapat menentukan kesuksesan seseorang, semakin tinggi kecerdasan intelektual seseorang maka akan semakin sukseslah orang tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, kecerdasan intelektual bukanlah satu-satunya hal yang dapat menentukan kesuksesan. Menurut Goleman (2006), kecerdasan intelektual hanya menyumbang 20 persen kesuksesan dan 80 persen berasal dari kekuatan-kekuatan lain termasuk kecerdasan emosional. Martin (2003: 59) mengatakan seorang pemberi kerja tidak hanya membutuhkan orang yang cerdas, namun membutuhkan seorang pekerja yang memiliki kemampuan untuk
2
memotivasi diri dan bertahan menghadapi frustasi; mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan; mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir; berempati dan berdoa. Goleman (2006: 39) menyatakan kecerdasan emosional adalah kecerdasan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain serta menggunakan perasaan-perasaan tersebut untuk memandu pikiran dan tindakan, sehingga kecerdasan emosional sangat diperlukan untuk sukses dalam bekerja dan menghasilkan kinerja yang menonjol dalam pekerjaan. Kecerdasan spiritual memungkinkan manusia untuk berpikir kreatif, berwawasan jauh, membuat atau bahkan mengubah aturan, yang membuat orang tersebut dapat bekerja lebih baik. Kecerdasan spiritual mampu untuk membentuk karakter seseorang menjadi lebih baik dan memilki makna yang mendalam. Untuk itu, kecerdasan spiritual merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual secara efektif. Secara singkat kecerdasan spiritual mampu mengintegrasikan dua kemampuan lain yang sebelumnya telah disebutkan yaitu kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional (Floretta, 2014). Untuk mencapai kinerja yang memuaskan, auditor harus memiliki sikap independen dalam melakukan proses audit (Putri dan Suputra, 2013). Independensi adalah penggunaan cara pandang yang tidak bias terhadap hasil pengujian, evaluasi hasil pengujian, dan pelaporan hasil temuan audit. Di mana dalam hal ini auditor bekerja dalam keadaan bebas, tanpa pengaruh dan ketergantungan dari pihak lain
3
(Gartiria dan Annis, 2011). Selain itu, independensi juga diartikan sebagai sikap jujur yang dimiliki oleh akuntan publik tidak hanya untuk manjemen dan pemilik perusahaan, tetapi juga pada pihak lain yang memberikan kepercayaan pekerjaan kepada auditor tersebut (Putri dan Suputra, 2013). Pentingnya sikap independensi yang dimiliki para akuntan publik adalah karena adanya kondisi dimana klien dan para pemakai laporan keuangan memiliki kepentingan yang berbeda, bahkan mungkin bertentangan dengan para pemakai laporan keuangan. Kepentingan para pemakai laporan keuangan yang satu mungkin berbeda dengan yang lain, sehingga dalam memberikan opini mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksanya, akuntan publik harus bersikap independen terhadap kepentingan klien, pemakai laporan keuangan maupun kepentingan akuntan publik itu sendiri (Ningrum, 2012). Kasus kegagalan perusahaan yang dikaitkan dengan kegagalan auditor yang terjadi salah satunya ialah kegagalan audit atas laporan keuangan PT. Telkom yang melibatkan KAP “Eddy Pianto & Rekan”, dimana laporan auditan PT. Telkom ini tidak diakui oleh SEC. Peristiwa ini mengharuskan dilakukannya audit ulang terhadap laporan keuangan PT. Telkom oleh KAP yang lain. SEC menyatakan bahwa kasus ini terjadi mengindikasikan masih kurangnya kompetensi yang dimiliki oleh auditor, sementara kompetensi merupakan karakteristik utama yang harus dimiliki oleh seorang auditor. Kasus lain berupa kasus yang mencerminkan bahwa independensi auditor semakin menurun, yaitu kasus Auditor Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor
4
PT. Kimia Farma Tbk dinyatakan ikut bersalah dalam manipulasi laporan keuangan karena sebagai auditor independen seharusnya mengetahui apakah laporan-laporan yang diauditnya berdasarkan laporan fiktif atau tidak (David, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Choiriah (2013), Apriyanti (2014) menyatakan bahwa kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual berpengaruh positif terhadap kinerja auditor. Namun penelitian yang dilakukan oleh Pande (2013) menyatakan bahwa kecerdasan spiritual tidak berpengaruh pada kinerja. Penelitian yang telah dilakukan oleh Aryani dkk. (2015), Putri dan Suputra (2013), Arifah (2012), dan Arumsari (2014) menyatakan bahwa independensi berpengaruh positif terhadap kinerja auditor. Namun penelitian yang dilakukan Ningrum (2012), Rahayu (2012), dan Safitri (2014) menyatakan bahwa independensi tidak berpengaruh terhadap kinerja auditor. Penelitian ini merupakan replikasi penelitian Choiriah (2013) dengan judul “Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Spiritual dan Etika Profesi terhadap Kinerja Auditor di Kantor Akuntan Publik Padang”. Alasan dilakukannya penelitian ini karena terdapat ketidakkonsistenan terhadap penelitianpenelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Alasan lain juga karena terdapat perbedaan lokasi dimana penelitian Choiriah melakukan penelitian di KAP wilayah Padang sedangkan dalam penelitian ini dilakukan di KAP wilayah Bali. Dengan adanya perbedaan lokasi berarti terdapat perbedaan budaya yang berkembang pada masing-masing wilayah. Menurut Hofstede (1994: 42) budaya organisasi merupakan pola pemikiran, perasaan dan tindakan dari suatu kelompok sosial yang membedakan
5
dengan kelompok sosial yang lain. Jadi, dengan dilakukan penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan bagaimanakah pengaruh kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, kecerdasan intelektual dan independensi pada kinerja auditor dimana terdapat perbedaan lokasi yang mencerminkan perbedaan budaya suatu kelompok sosial tersebut. 2.
Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah sebelumnya, maka permasalahan
dirumuskan sebagai berikut: 1)
Bagaimana pengaruh kecerdasan emosional pada kinerja auditor di KAP Provinsi Bali?
2)
Bagaimana pengaruh kecerdasan spiritual pada kinerja auditor di KAP Provinsi Bali?
3)
Bagaimana pengaruh kecerdasan intelektual pada kinerja auditor di KAP Provinsi Bali?
4)
3.
Bagaimana pengaruh independensi pada kinerja auditor di KAP Provinsi Bali? Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan yang telah diuraikan tersebut, maka dapat
diketahui tujuan penelitian sebagai berikut: 1)
Untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh kecerdasan emosional pada kinerja auditor di KAP Provinsi Bali.
6
2)
Untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh kecerdasan spiritual pada kinerja auditor di KAP Provinsi Bali.
3)
Untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh kecerdasan intelektual pada kinerja auditor di KAP Provinsi Bali.
4)
Untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh independensi pada kinerja auditor di KAP Provinsi Bali.
4.
Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, penelitian ini diharapkan mampu
memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun praktis untuk berbagai pihakpihak yang berkepentingan. Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1)
Kegunaan teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memperkuat teori kepemimpinan situasional dan teori sikap dan perilaku mengenai pengaruh kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, kecerdasan intelektual, dan independensi pada kinerja auditor. Selain itu juga dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan teori dan sebagai referensi bagi pembaca atau peneliti selanjutnya.
2)
Kegunaan praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada KAP khususnya auditor, baik auditor senior maupun junior agar dapat menjalankan pemeriksaan akuntansi secara emosional, spiritual dan intelektual serta independen
7
berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan selalu menegakkan Kode Etik Akuntan sebagai profesi akuntan publik. 5.
Sistematika Penulisan Skripsi ini tersusun menjadi lima (5) bab yang mana antara bab satu dengan
bab lainnya memiliki
keterkaitan hubungan. Gambaran dari masing-masing bab
adalah sebagai berikut: Bab I
Pendahuluan Bab ini menjabarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan.
Bab II Kajian Pustaka dan Rumusan Hipotesis Bab ini menjabarkan teori-teori penunjang terhadap masalah yang diangkat dalam skripsi ini, konsep-konsep, antara lain uraian mengenai teori kepemimpinan situasional, teori sikap dan perilaku, auditing, jenis-jenis auditor, akuntan publik, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, kecerdasan intelektual, independensi, kinerja auditor, dan pembahasan penelitian sebelumnya beserta rumusan hipotesis. Bab III Metode Penelitian Bab ini menjabarkan desain penelitian, lokasi penelitian atau ruang lingkup wilayah penelitian, subyek dan obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel dan pengukuran variabel, jenis dan sumber data, populasi, sampel dan metode penentuan sampel, metode pengumpulan data,
8
pengujian instrumen penelitian serta teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian. Bab IV Pembahasan Hasil Penelitian Bab ini menjabarkan gambaran umum Kantor Akuntan Publik, karakteristik responden, deskripsi dari masing-masing variabel yang diteliti, hasil penelitian, serta pembahasan hasil dalam penelitian. Bab V Simpulan dan Saran Bab ini menguraikan tentang simpulan yang diperoleh dari hasil analisis dalam bab pembahasan hasil penelitian dan saran-saran yang diberikan sesuai dengan simpulan yang diperoleh dari penelitian.
9