BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Dalam upaya menambah dana untuk melakukan kegiatan operasionalnya,
perusahaan yang sudah go public dapat menjual sahamnya kepada para investor. Saham tersebut dijual di pasar modal. Dalam membeli saham, investor perlu melakukan pertimbangan. Salah satu pertimbangan tersebut adalah harga saham. Harga saham merupakan aspek penting bagi perusahaan karena harga saham mencerminkan prestasi suatu perusahaan. Prestasi perusahaan direfleksikan melalui kinerja perusahaan yang meningkat. Perkembangan harga saham akan searah dengan peningkatan kinerja perusahaan. Harga saham juga menunjukkan nilai
perusahaan,
karena
memaksimumkan
nilai
perusahaan
berarti
memaksimumkan kekayaan pemegang saham. Semakin tinggi nilai perusahaan maka semakin tinggi pula harga saham perusahaan tersebut. Harga saham yang terlalu tinggi akan menyulitkan investor untuk membeli saham perusahaan (emiten) namun harga saham yang rendah sering dianggap jika kinerja emiten menurun. Harga saham merupakan indikator adanya keberhasilan manajemen dalam mengelola perusahaan. Jika harga saham suatu perusahaan selalu mengalami kenaikan, maka investor akan menilai bahwa perusahaan berhasil dalam mengelola usahanya. Hal itu akan menambah kepercayaan investor sehingga meningkatkan permintaan terhadap harga saham. Semakin banyak permintaan
1
terhadap saham emiten maka akan menaikkan harga saham emiten tersebut. Harga saham yang tinggi akan menaikkan nilai emiten. Sebelum melakukan investasi, para investor perlu mengetahui saham mana yang
dapat
memberikan
keuntungan
paling
besar
bagi
dana
yang
diinvestasikannya. Investor tidak akan sembarangan memilih saham yang akan dibeli karena banyak aspek yang harus dianalisis. Dalam kegiatan analisis saham, para investor memerlukan informasi-informasi yang memadai melalui laporan keuangan perusahaan. Keuntungan yang diperoleh investor dari penanaman modal saham dapat berasal dari laba perusahaan yang dibagikan (dividen) dan capital gain. Peningkatan maupun penurunan harga saham dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal. Putra (2010:4) mengemukakan bahwa faktor eksternal yang mempengaruhi harga saham adalah tingkat perkembangan inflasi, nilai tukar atau kurs rupiah, keadaan perekonomian, dan kondisi sosial politik negara yang bersangkutan. Faktor eksternal berupa krisis ekonomi terjadi pada tahun 1998. Krisis yang semula hanya berawal dari krisis nilai tukar Baht di Thailand pada 2 Juli 1997, dalam tahun 1998 berkembang menjadi krisis total yang melumpuhkan nyaris seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa. Pada awal tahun 1998, Rupiah terjun hampir mencapai Rp 17.000 per Dolar AS, meningkat dari kisaran Rp 4.850 per Dolar AS pada akhir 1997. Anjloknya Rupiah menyebabkan kondisi pasar uang dan pasar modal menurun. Ratusan perusahaan, mulai dari skala kecil hingga konglomerat bertumbangan. Sekitar 70 persen lebih perusahaan yang tercatat di pasar modal juga insolvent atau bangkrut. Sektor yang paling terpukul terutama
2
adalah sektor konstruksi, manufaktur, dan perbankan, sehingga menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK). Di pasar modal, IHSG anjlok ke titik terendah, 292,12 poin pada tahun 1998 dari 467,339 pada semester satu tahun 1997 (www.merdeka.com, diakses pada 15 November 2014). Indonesia juga harus dihadapkan lagi dengan krisis ekonomi global tahun 2008. Krisis yang sebenarnya bermula dari krisis ekonomi Amerika Serikat yang menyebar ke negara lain di seluruh dunia membawa dampak buruk bagi banyak perusahaan. Berbagai pasar modal di seluruh dunia juga ikut anjlok akibat krisis global ini. Kinerja IHSG merupakan salah satu yang terburuk di bursa Asia. Berdasarkan data 30 Desember 2008, dibandingkan beberapa bursa utama Asia, penurunan IHSG terburuk kedua setelah Shanghai. IHSG terpuruk 50,75 persen menjadi 1.352,23, sedangkan Shanghai anjlok 65,16 persen ke level 1.832,91 (www.viva.co.id, diakses pada 15 November 2014). Indonesia yang merupakan negara yang masih sangat bergantung dengan aliran dana investor asing, akibat krisis global membuat para investor asing tersebut menarik dananya dari Indonesia. Hal ini yang mengakibatkan jatuhnya nilai rupiah. Aliran dana asing yang tadinya akan digunakan untuk pembangunan ekonomi dan untuk menjalankan perusahaan-perusahaan hilang, banyak perusahaan menjadi tidak berdaya, yang pada ujungnya negara kembalilah yang harus menanggung hutang perbankan dan perusahaan swasta. Hal ini membuktikan besarnya dampak yang diakibatkan krisis global terhadap pasar modal dunia (elsaryan.wordpress.com, diakses pada 15 November 2014).
3
Pasar modal memiliki posisi yang sangat penting dan vital dalam perkembangan perekonomian Indonesia (Sihombing, 2010). Negara industri maju dan berkembang ditandai dengan adanya pasar modal yang tumbuh dan berkembang. Dari angka IHSG, kondisi perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia bisa dilihat. Merosotnya harga IHSG secara tajam mengindikasikan jika sebuah negara sedang mengalami krisis ekonomi. Budiman (2007) dalam Rusli (2011:2) mengemukakan bahwa perusahaan tidak dapat mengendalikan faktor eksternal karena faktor tersebut terjadi diluar kendali perusahaan. Namun perusahaan dapat mengendalikan faktor internal agar harga saham tidak turun. Faktor internal yang mempengaruhi harga saham adalah keputusan manajemen, kebijakan internal manajemen dan kinerja perusahaan. Brigham dan Houston (2010:7) berpendapat bahwa memaksimumkan kekayaan pemegang saham dapat diterjemahkan menjadi memaksimalkan harga saham biasa perusahaan. Hal itu dapat terlihat dari harga saham yang terus mengalami peningkatan karena kinerja perusahaan yang semakin meningkat pula. Salah satu cara yang untuk mengukur kinerja atau prestasi perusahaan adalah dengan analisis rasio keuangan. Analisis rasio merupakan alat yang digunakan untuk membantu menganalisis laporan keuangan perusahaan sehingga dapat diketahui kekuatan dan kelemahan suatu perusahaan. Rasio-rasio yang dikemukakan Brigham dan Houston (2010 :134) terdiri atas rasio likuiditas, rasio manajemen aset, rasio manajemen utang (leverage), rasio profitabilitas, dan rasio nilai pasar. Dengan menginterpretasikan hasil dari rasio-rasio keuangan dan pengaruhnya terhadap harga saham perusahaan akan membantu perusahaan dalam
4
menentukan kebijakan yang paling tepat untuk dilakukan sehingga tujuan perusahaan untuk memaksimumkan kekayaan pemegang saham dapat tercapai melalui peningkatan harga saham. Perusahaan selalu berusaha untuk memaksimumkan nilai perusahaan dan kekayaan pemegang saham melalui pencapaian laba yang optimal. Dalam hal ini salah satu indikator dalam mengukur optimalisasi laba perusahaan adalah melalui rasio profitabilitas. Rasio profitabilitas yang dikemukakan oleh Harahap (2007:304)
adalah
rasio
yang
menggambarkan
kemampuan
perusahaan
mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya. Salah satu variabel untuk menentukan harga saham melalui rasio ini adalah Earning Per Share (EPS), yaitu rasio yang membandingkan antara laba bersih setelah pajak dengan jumlah lembar saham yang beredar. Apabila EPS perusahaan tinggi, akan semakin banyak investor yang mau membeli saham tersebut sehingga menyebabkan harga saham akan tinggi (Fara Dharmastuti, 2004 dalam Patriawan, 2011:17). Penelitian mengenai pengaruh EPS terhadap harga saham dilakukan oleh Wang, et al. (2013) yang menemukan bahwa EPS berpengaruh signifikan terhadap harga saham dan memiliki pengaruh yang paling dominan dalam mempengaruhi harga saham. Hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Rusli (2011) yang mengungkapkan bahwa EPS tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
5
Likuiditas adalah rasio yang menunjukkan atau mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang sudah jatuh tempo, baik kewajiban kepada pihak luar perusahaan maupun di dalam perusahaan (Kasmir, 2008:129). Salah satu jenis rasio dari likuiditas adalah Current Ratio (CR) yang dihitung dengan membandingkan aset lancar dengan utang lancar. CR yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan sudah mampu membayar utangnya kepada kreditor. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan operasionalnya termasuk modal kerja sudah baik sehingga akan meningkatkan kinerja perusahaan yang berdampak pada harga saham yang meningkat. Penelitian mengenai pengaruh CR terhadap harga saham dilakukan oleh Wang, et al. (2013) dan Azianur dan Abdurrahman (2012) yang menemukan bahwa CR berpengaruh terhadap harga saham. Hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Putra, et al. (2013) dan Rusli (2011) yang mengungkapkan bahwa CR tidak berpengaruh terhadap harga saham. Perusahaan dalam kegiatan operasinya membutuhkan tambahan dana untuk memperlancar jalannya aktivitas usaha. Dilihat dari sumber dana berasal, terdapat dua macam sumber pendanaan, yaitu sumber pendanaan dari dalam dan sumber dari pendanaan luar. Pilihan dalam memutuskan sumber pendanaan ini disebut dengan kebijakan pendanaan. Salah satu alternatif kebijakan pendanaan adalah dengan leverage keuangan (pendanaan dengan utang). Shandieko (2009:40) menyatakan bahwa leverage menggambarkan tentang seberapa besar kebutuhan dana perusahaan yang dibiayai oleh utang. Rasio ini
6
bisa ditentukan oleh angka Debt Equity Ratio (DER), yang dihitung dengan membandingkan
total
utang
dengan
total
ekuitas.
DER
yang
tinggi
mengindikasikan bahwa utang perusahaan memiliki jumlah yang besar. Tentu dengan memiliki utang yang besar, artinya perusahaan juga memiliki beban bunga yang tinggi. Hal ini akan menyebabkan laba perusahaan menurun. Padahal laba menjadi hal penting bagi pemegang saham karena laba menentukan jumlah dividen yang diterima pemegang saham. Selain itu rasio utang yang semakin tinggi akan meningkatkan risiko perusahaan juga. Hal ini akan menjadi pertimbangan investor untuk membeli saham sehingga dapat memengaruhi harga saham. Penelitian mengenai pengaruh DER terhadap harga saham dilakukan oleh Prasetyo (2013) yang menunjukkan bahwa DER berpengaruh signifikan positif terhadap harga saham. Hal itu bertolak belakang dengan yang dikemukakan oleh Sasono (2012) yang memberikan hasil bahwa DER tidak mempunyai pengaruh terhadap harga saham. Brigham dan Houston (2010:136) mengemukakan bahwa rasio manajemen aset (asset management ratio) mengukur seberapa efektif perusahaan mengelola asetnya. Salah satu variabel untuk menentukan harga saham melalui rasio ini adalah Total Asset Turnover (TATO) yang dihitung dengan membandingkan penjualan bersih dengan total aset dalam suatu periode. TATO yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan sudah menggunakan asetnya secara efektif. Efektivitas tersebut akan meningkatkan operasi perusahaan sehingga dapat menaikkan kinerja perusahaan yang selanjutnya berdampak pada harga saham.
7
Penelitian mengenai pengaruh TATO terhadap harga saham dilakukan oleh Putra, et al. (2013) dan menunjukkan hasil bahwa TATO berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham sedangkan penelitian yang dilakukan Azianur dan Abdurrahman (2012) menunjukkan hasil bahwa TATO tidak berpengaruh terhadap harga saham. Penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur karena jumlah perusahaan manufaktur terbanyak di Bursa Efek Indonesia sehingga diharapkan dapat menghasilkan kesimpulan yang representatif. Selain itu perusahaan manufaktur adalah sektor yang mengalami pertumbuhan lebih dari 5% di tahun 2011. Hal ini terlihat dari kinerja ekspornya dan juga kontribusinya dalam pertumbuhan ekonomi nasional yang meningkat. Tahun 2010 industri manufaktur hanya meningkat sebesar 3,67 dari tahun sebelumnya. Industri manufaktur selama ini mengalami ancaman deindustrialisasi karena banyaknya pabrik tua yang sudah tidak kompetitif dan kurangnya minat investasi. Semenjak krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 industri manufaktur belum sepenuhnya bisa pulih kembali jika dilihat dari pertumbuhan sektor ini yang rata-rata kurang dari 5% per tahun. Baru pada tahun 2011 sektor industri manufaktur mulai menunjukkan kebangkitan seperti yang ditunjukkan oleh pertumbuhan PDB yang mencapai 6,2% dan pertumbuhan ekspor yang mencapai 24,6% (http://www.datacon.co.id/Outlook2012Industri.html, diakses pada 3 Maret 2015). Pada tahun 2012, industri manufaktur tumbuh sebesar 6,4% yang artinya industri ini menyumbang 20,8% atau sekitar Rp 1.714,3 triliun terhadap pendapatan domestik bruto nasional (http://careernews.web.id/issues/view/1815-gairah-industri-manufaktur-di-
8
indonesia, diakses pada 3 Maret 2015). Sedangkan pada tahun 2013, industri manufaktur tumbuh
5,64%
yang ditopang
oleh
industri
logam
dasar
(http://nasional.kontan.co.id/news/di-2014-pertumbuhan-industri-manufakturmelambat, diakses pada 3 Maret 2015). Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang dipilih yaitu Earning Per Share (EPS), Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), dan Total Asset Turnover (TATO). Pemilihan variabel dalam penelitian ini mengacu pada penelitian terdahulu karena adanya perbedaan hasil penelitian diantara beberapa variabel, diantaranya perbedaan hasil variabel EPS, CR, DER, dan TATO. Penelitian ini bertujuan untuk melanjutkan penelitian terdahulu dengan objek penelitian, variabel penelitian, dan periode penelitian yang dikembangkan. Perbedaan penelitian Wang et al. (2013) dengan penelitian ini terdapat dalam variabel penelitian dimana penelitian ini tidak menggunakan variabel ROE, NPPOR, QR, ARR, dan IR namun menambahkan variabel DER dan TATO serta objek dan periode penelitian juga berbeda. Penelitian ini tidak menggunakan DAR dan GPM seperti penelitian yang dilakukan Prasetyo (2013) namun menambahkan variabel EPS, CR, dan TATO, selain itu periode penelitian juga berbeda. Perbedaan penelitian Putra et al. (2013) dengan penelitian ini terdapat dalam variabel penelitian dimana penelitian ini tidak menggunakan variabel ROI dan ROE namun menambahkan variabel EPS dan DER. Objek penelitiannya juga berbeda. Penelitian ini juga tidak menggunakan variabel NPM dan Equity Multiplier seperti penelitian Azianur dan Abdurrahman (2012) namun menambahkan
9
variabel EPS dan DER. Selain itu, objek dan periode penelitian juga berbeda. Perbedaan penelitian Sasono (2012) dengan penelitian ini terdapat dalam variabel penelitian dimana penelitian ini tidak menggunakan variabel NPM dan ROE namun menambahkan variabel TATO dan objek serta periode penelitian juga berbeda. Penelitian ini menambahkan variabel DER dan TATO yang membedakan dari penelitian Rusli (2013). Berdasarkan latar belakang di atas, saya tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “PENGARUH EARNING PER SHARE (EPS), CURRENT RATIO (CR), DEBT TO EQUITY RATIO (DER), DAN TOTAL ASSET TURN OVER (TATO) TERHADAP HARGA SAHAM (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2013)”.
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
perumusan masalah yang diambil sebagai dasar kajian dalam penelitian yang dilakukan adalah: “Apakah Earning Per Share (EPS), Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), dan Total Asset Turnover (TATO) berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2011-2013?”
10
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk menguji dan mengetahui pengaruh Earning per Share (EPS), Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), dan Total Asset Turnover (TATO) secara parsial dan simultan terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2011-2013.
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1.
Bagi Peneliti Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang pengaruh Earning per Share (EPS), Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), dan Total Asset Turnover (TATO) terhadap harga saham.
2.
Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan referensi untuk penelitian selanjutnya, khususnya mengenai kegunaan analisis rasio keuangan untuk menilai kinerja perusahaan dalam memaksimumkan nilai perusahaan melalui peningkatan harga saham.
3.
Bagi Emiten Penelitian
ini
diharapkan
dapat
bermanfaat
bagi
emiten
sebagai
pertimbangan dalam melakukan perbaikan atau peningkatan kinerja perusahaan dan menerapkan alat ukur kinerja perusahaan yang dapat
11
mencerminkan nilai perusahaan dengan tepat dan memaksimumkan harga saham.
4.
Bagi Investor Penelitian ini dapat digunakan sebagai input dalam melakukan pengambilan keputusan investasi bagi investor untuk memperkecil risiko investor dalam pembelian saham.
12