BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Radio Republik Indonesia (RRI) adalah Lembaga Penyiaran Publik Milik Bangsa. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, RRI saat ini berstatus Lembaga Penyiaran Publik. Pasal 14 Undang Undang Nomor 32/2002 menegaskan bahwa RRI adalah Lembaga Penyiaran Publik yang bersifat independen, netral, tidak komersil dan berfungsi melayani kebutuhan masyarakat.1 Sebagai Lembaga Penyiaran Publik, RRI terdiri dari Dewan Pengawas dan Dewan Direksi. Dewan Pengawas yang berjumlah lima orang terdiri dari unsur publik, pemerintah, dan RRI. Dewan Pengawas yang merupakan wujud
1
Sejarah Radio Republik Indonesia
http://rri.net76.net/sejarah_baru.php , sejarah radiopelayananpublikradiorepublikindonesia29 Maret 2010
representasi dan supervisi publik memilih Dewan Direksi yang berjumlah lima orang yang bertugas melaksanakan kebijakan penyiaran dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan penyiaran. Status sebagai Lembaga Penyiaran Publik juga ditugaskan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 11 dan 12 tahun 2005 yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari Undang Undang Nomor 32/2002. Sebelum menjadi Lembaga Penyiaran Publik selama hampir 5 tahun sejak tahun 2002, RRI berstatus sebagai Perusahaan Jawatan (Perjan) yaitu badan usaha milik negara (BUMN) yang tidak mencari untung. Dalam status perusahaan jawatan, RRI telah menjalankan prinsip-prinsip radio publik yang independen. Perusahaan jawatan dapat dikatakan sebagai status transisi dari Lembaga Penyiaran Publik menuju Lembaga Penyiaran Publik pada masa reformasi. Perubahan RRI menjadi Lembaga Penyiaraan Publik telah melampaui proses yang cukup panjang seiring semangat demokratisasi media yang berjalan seiring momentum reformasi. Sebelumnya, RRI adalah lembaga penyiaran pemerintah yang merupakan unit kerja Departemen Penerangan. Fungsi RRI sebagai lembaga penyiaran publik tidak hanya memberikan informasi yang aktual, tepat dan terpercaya, namun juga memberikan nilai-nilai edukatif seperti memberikan porsi pada siaran pendidikan, baik secara instruksional seperti siaran SLTP, SMA dan Universitas terbuka, juga memberikan pendidikan masyarakat seperti siaran pedesaan, siaran wanita, siaran nelayan, dan lain-lain. Tidak ketingggalan RRI juga menyediakan siaran yang menyajikan nilai seni dan budaya bangsa
yang dikemas dalam sajian yang menarik. Hiburan musik dari manca negara pun tersaji apik dalam siaran RRI. Coverage siaran RRI tidak saja di dalam negeri namun juga menembus sampai manca negara yang tersaji dalam Voice of Indonesia (Siaran Luar Negeri RRI).2 Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang begitu pesat dewasa ini telah membawa implikasi terhadap aktifitas masyarakat, baik dalam skala regional, nasional, maupun global. Implikasi tersebut antara lain ditandai dengan perubahan paradigma dan pola pikir masyarakat yang semula hanya bersikap aktif menjadi pro aktif untuk mencari sumber informasi sesuai kebutuhan dan keinginannya. Lembaga Penyiaran Publik RRI dan komunitas stasiun penyiaran radio lainnya, saat ini masih menggunakan sistem analog, dan saat ini mulai memikirkan beralih teknologi penyiaran digital. Radio digital cepat menghasilkan beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan teknologi penyiaran analog. Penyelenggaraan siaran digital tidak bisa terelakkan lagi, karena sejumlah negara maju telah menggunakan teknologi digital ini. Dari segi layanan, radio dan televisi juga memberikan lebih banyak pilihan
2
Radio Republik Indonesia
http://www.rri.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=185&Itemid 29 Maret 2010
program kepada publik, serta memungkinkan konvergensi dengan media dan aplikasi lainnya, seperti media internet, aplikasi handphone dan komputer.3 Radio digital adalah teknologi radio yang mengirimkan informasi menggunakan sinyal digital. Radio digital adalah generasi penerus dari radio analog. Radio ini memiliki banyak kelebihan seperti suara yang lebih jernih dibanding radio analog, mutu sinyal yang lebih bagus, dan berbagai fasilitas lain seperti dapat dipause, di-rewind, atau disimpan sementara apabila ingin mendengarkannya nanti. Salah satu cara yang lazim digunakan manusia untuk menyiasati perkembangan teknologi informasi dan komunikasi adalah dengan menetapkan kebijakan dan regulasi yang dapat mengatasi, minimal mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh kemajuan teknologi ini.
Mencermati kelaziman itu,
pemerintah meluncurkan kebijakan transformasi sistem penyiaran TV dan radio yang berbasis teknologi analog ke teknologi digital. Namun, kebijakan tersebut telah menimbulkan pro-kontra di masyarakat. Bagi yang setuju, upaya itu dinilai sudah tepat karena telah menjadi fenomena mondial dan berdampak positif bagi perkembangan industri penyiaran dan penggunaan frekuensi secara lebih efisien. Sementera yang tidak setuju beranggapan kebijakan itu tidak tepat karena berdampak merombak total struktur industri penyiaran TV dan radio, termasuk model bisnis penyelenggaraannya. Terlepas pihak mana yang benar, yang pasti sistem penyiaran
Syaefuddin,S.Sos 3 Pengantar Pengkaji Migrasi Analog ke Digital Radio pada LPP RRI, rri.net/litbang/analog2digital.html. . 25 Maret 2010.
http://elearning-
berbasis teknologi analog membuat lembaga-lembaga penyiaran
membangun
infrastruktur penyiaran sendiri seperti studi siaran, menara pemancar, antena dan sebagainya karena teknologinya belum bisa konvergensi dengan teknologi lain. Akibatnya, biaya pemeliharaan dan pemakaian daya listrik menjadi relatif mahal (belum termasuk penggunaan lahan yang lebih boros). Selain itu, sistem penyiaran berbasis teknologi analog tidak bisa mengimbangi tuntutan industri penyiaran terkait jumlah permintaan penyaluran program siaran. Sebab, secara operasional, untuk menyalurkan banyak program siaran, sistem penyiaran analog membutuhkan banyak kanal frekuensi. Hal ini disebabkan satu kanal frekuensi hanya dapat digunakan oleh satu stasiun TV atau radio, sedangkan jumlah kanal frekuensi yang tersedia terbatas.4 Dari sisi penerimaan siaran juga bermasalah karena kualitasnya bervariasi meski berada dalam wilayah layanan yang sama. Sebaliknya, sistem penyiaran berbasis teknologi digital lebih efisien dalam penggunaan spektrum frekuensi. Sebab, tiap kanal frekuensi dapat digunakan oleh Sembilan stasiun TV atau radio, sedangkan pada sistem analog satu kanal frekuensi hanya dapat digunakan oleh satu stasiun TV atau radio. Dengan karakteristik demikian, teknologi penyiaran digital berpeluang lebih besar, baik untuk pengembangan para penyelenggara penyiaran eksisting maupun calon penyelenggara baru yang belum tertampung dalam masterplan frekuensi penyiaran analog. 4
Abdul Salam Taba
Sistem Penyiaran Analog VS Digital, at http://www.ciosociety.com 31Maret 2010.
Selain peningkatan kuantitas program siaran yang dapat disalurkan, teknologi penyiaran digital juga menawarkan keandalan kualitas penerimaan siaran dan variasi program siaran yang dapat disalurkan. Kelebihan lainnya, kemampuan teknologi penyiaran digital menyalurkan semua program siaran di satu wilayah layanan (di Indonesia terdapat 14 wilayah layanan), sehingga penggunaan infrastruktur dapat lebih efisien dan penerimaan siaran pun lebih merata. Secara yuridis, pemisahan kedua entitas tersebut dimungkinkan karena peraturannya mendukung, yakni UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi. Dalam Pasal 11 UU No. 36/1999 dinyatakan bahwa setiap penyelenggara telekomunikasi harus mendapat izin dari pemerintah, dan salah satu bentuk penyelenggaraan telekomunikasi ialah penyelenggaraan jaringan telekomunikasi (Pasal 7). Adapun penyelenggara program siaran diatur di UU No. 32/2002 tentang Penyiaran. Dalam Pasal 33 ayat 1 UU No. 32/2002 ditetapkan bahwa sebelum menyelenggarakan kegiatannya, lembaga penyiaran wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran (IPP). Menurut Pasal 20, lembaga penyiaran swasta (LPS) untuk jasa penyiaran radio dan TV hanya dapat menyelenggarakan satu siaran dengan satu saluran siaran pada satu cakupan wilayah siaran. Berdasarkan UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi dan UU No. 32/2002 tentang Penyiaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi penyedia infrastruktur penyiaran dalam sistem penyiaran berbasis digital ialah penyelenggara jaringan tetap tertutup, sebagaimana diatur di Pasal 33 Kepmen No. 20/2001 tentang Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi. Secara teknis operasional, penyedia infrastruktur penyiaran memiliki
dua fungsi utama. Pertama, fungsi multiplexing, penyedia infrastruktur penyiaran menyediakan jasa distribusi bandwidth (slot) dalam satu kanal frekuensi yang akan digunakan bermacam-macam jenis program siaran. Kedua, fungsi pemancaran, yakni membangun infrastruktur pemancar penyiaran digital – seperti antena pemancar, menara, saluran penghubung terminal output-content hingga komponen lain yang menjamin transmisi siaran berjalan baik – sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Agar kedua fungsi itu berjalan baik, penyedia infrastruktur diberi izin penggunaan frekuensi yang berbatas waktu (tidak dimiliki selamanya) dan dikenai biaya hak penggunaan frekuensi. Adapun yang bertindak sebagai penyelenggara program siaran ialah lembaga penyiaran (broadcaster) yang telah memperoleh IPP, sedangkan izin stasiun radio (ISR) nya dikembalikan ke pemerintah untuk reservasi bagi teknologi baru. Secara fungsional, penyelenggara program siaran bertugas menyediakan beragam program (konten) untuk disiarkan melalui slot pada kanal-kanal frekuensi yang pengaturan multiplexing-nya merupakan tanggung jawab penyedia infrastruktur penyiaran. Sepintas lalu pembagian fungsi tersebut merugikan lembaga penyiaran karena hanya bertugas membuat siaran. Namun bila dicermati, kebijakan itu dapat menjadikan industri penyiaran lebih kompetitif dan efisien dalam penggunaan sumber daya, termasuk frekuensi yang tergolong sumber daya alam terbatas. Pasalnya, lembaga penyiaran tidak perlu lagi membangun infrastruktur pemancar penyiaran yang harganya relatif mahal.
Selain itu, juga mencegah terjadinya jual-beli izin penggunaan frekuensi yang lagi marak terjadi di berbagai daerah dengan beragam motif. Lagi pula, kebijakan pemerintah tidak menutup sama sekali peluang lembaga penyiaran menjadi penyedia infrastruktur penyiaran. Pasalnya, yang bisa menjadi penyedia infrastruktur penyiaran tidak hanya badan hukum yang menjadi penyelenggara telekomunikasi dan badan hukum yang belum pernah beroperasi di sektor telekomunikasi, tetapi juga badan hukum yang berupa konsorsium dari lembaga penyiaran analog eksisting. Dengan demikian, sudah sepantasnya seluruh lapisan masyarakat (khususnya komunitas penyiaran dan telekomunikasi) mencermati dan berperan aktif dalam mengawal upaya transisi sistem penyiaran yang berbasis analog ke digital.
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tentang latar belakang masalah yang telah tertulis di atas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana implementasi penyiaran radio analog ke digital di RRI Yogyakarta?
2. Apa saja akibat hukum yang timbul dari migrasi radio analog ke digital di RRI
Yogyakarta?
C.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan diselenggarakannya pengkajian migrasi sistem analog ke digital radio adalah:
1. Untuk mengetahui implementasi migrasi penyiaran radio analog ke digital di RRI Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui akibat hukum yang timbul dari migrasi radio analog ke digital di RRI Yogyakarta.
D.
Tinjauan Pustaka Defininisi teknologi dapat dilihat dari status pengetahuan kita yang sekarang ada dalam bagaimana menggabungkan sumber daya untuk memproduksi produk yang diinginkan dan pengetahuan kita tentang apa yang bisa diproduksi). Oleh karena itu, kita dapat melihat perubahan teknologi pada saat pengetahuan teknik kita meningkat. Kemajuan teknologi digital yang dipadu dengan telekomunikasi telah membawa kita memasuki masa-masa “revolusi”. Teknologi adalah pengembangan dan aplikasi dari alat, mesin, material dan proses yang menolong manusia menyelesaikan masalahnya. Sebagai aktivitas manusia, teknologi mulai sebelum sains dan teknik. Kata teknologi sering menggambarkan penemuan dan alat yang menggunakan prinsip dan proses penemuan saintifik yang baru ditemukan, tetapi penemuan itu yang sangat lama seperti roda misalnya. Teknologi digital dilihat dari pengoperasionalnya tidak lagi banyak menggunakan
tenaga manusia. Tetapi lebih
cenderung
pada sistem
pengoperasian
yang
serba
otomatis
dan
canggih
dengan
sistem
komputeralisasi. Hal tersebut dapat lebih memudahkan dalam setiap pekerjaan terutama yang berhubungan dengan sesuatu perkembangan teknologi. Teknologi Digital mampu mentransfer data dengan kecepatan tinggi (highspeed) dan aplikasi multimedia, untuk pita lebar (broadband). Contoh: WCDMA (atau dikenal juga dengan UMTS) dan CDMA2000 1xEV-DO. Radio digital adalah teknologi radio yang mengirimkan informasi menggunakan sinyal digital. Radio digital adalah generasi penerus dari radio analog. Radio ini memiliki banyak kelebihan seperti suara yang lebih jernih dibanding radio analog, mutu sinyal yang lebih bagus, dan berbagai fasilitas lain seperti dapat di-pause, di-rewind, atau disimpan sementara apabila ingin mendengarkannya nanti. Penyiaran radio digital mengubah informasi analog menjadi angka-angka biner yang nilainya selalu berubah sesuai dengan besaran sinyal audio analog yang masuk. Sistem pemancar radio digital mengubah atau menyandikan (encode) sinyal suara analog yang masuk menjadi bilangan biner untuk
dipancarkan.
Proses
ini
disebut
sebagai
code
atau
decode
(penginterpretasian sinyal analog menjadi sinyal digital dan penguraian kembali dari sinyal digital menjadi sinyal analog), yang selanjutnya disebut CODEC.5 5
Malika Hesty, Perbandingan Teknologi Analog dan Teknologi Digital
http://malikahesty.blogspot.com/2009/03/perbandingan-teknologi-analog-dan.html 30 Maret 2010
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Komunikasi
dan
Informasi
No. 03B/KEP/M.KOMINFO/01/2006 tentang Pembentukan Tim Nasional Migrasi Sistem Penyiaran Analog ke Digital yang pimpin oleh Direktur Jenderal Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi dan Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi, dimana anggota tim juga berasal dari industri media penyiaran. Saat ini tim nasional tersebut sedang melaksanakan uji coba siaran digital untuk penyiaran radio dan televisi. Adapun tujuan umum dari uji coba digital ini adalah memberikan rekomendasi standarisasi digital di Indonesia, mencari strategi yang tepat untuk mentransisikan lembaga-lembaga Penyiaran Indonesia analog ke digital, melakukan studi terhadap kualitas siaran dengan sistem
teknologi
digital,
mengantisipasi
datangnya
era
konvergensi
multimedia.6 Peraturan Menteri Kominfo No. 12/PER/M.KOMINFO/2/2009 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 76 Tahun 2003 Tentang Rencana Induk (Master Plan) Frekuensi Radio Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus Untuk Keperluan Televisi Siaran Analog Pada Pita Ultra High Frequency (UHF). Pertimbangan utama disusunnya peraturan ini adalah, bahwa telah ditemukenali
6
Depkominfo RI, Siaran Pers tentang Uji Coba Penyiaran Radio Analog ke Digital
http://arsip.televisiana.net 31 Maret 2010
terdapat kebutuhan penggunaan kanal frekuensi radio untuk keperluan televisi siaran analog pada pita UHF yang tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 76 Tahun 2003 tentang Rencana Induk (Master Plan) Frekuensi Radio Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus Untuk Keperluan Televisi Siaran Analog Pada Pita Ultra High Frequency (HF).7 Dibandingkan siaran radio analog, penggunaan pita frekuensi pada siaran radio digital lima kali lebih efisien. Artinya pada lebar pita frekuensi yang sama, jika sebelumnya hanya dapat dipakai untuk satu kanal siaran, dengan teknologi pemancaran digital dapat dioptimalkan dipakai untuk lima kanal siaran. Jika standar siaran radio digital sudah ditetapkan, diperkirakan akan bermuncukan banyak sekali stasiun radio. Dengan asumsi pemerintah berkenan mengeluarkan izin-izin baru. Jika saat ini lebar pita antar stasiun radio FM ditentukan 400 KHz, maka dengan siaran radio digital lebar pita satu kanal siaran hanya memerlukan kurang lebih 60 KHz. Ruang kosong yang dapat diisi oleh penyelenggara stasiun radio FM akan semakin lebar. Tentu, masih dengan asumsi jika pemerintah berkenan mengeluarkan izin-izin baru. Indonesia belum punya satupun aturan mengenai hal ini. Kelaziman bisnis berujar “bila tidak ada regulasi, maka bolehlah untuk dikerjakan”. Teknologi tersedia, bisnis mendukung, regulasi bolong, masyarakat konsumen menanti. Jadilah 7 Peraturan Menteri Kominfo No. 12/PER/M.KOMINFO/2/2009 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 76 Tahun 2003 Tentang Rencana Induk (Master Plan) Frekuensi Radio Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus Untuk Keperluan Televisi Siaran Analog Pada Pita Ultra High Frequency (UHF) http://www.postel.go.id/update/id/baca_info.asp?id_info=1173 31 Maret 2010
dalam waktu tidak lama lagi berpuluh, beratus, bahkan beribu, siaran radio dan televisi melalui internet.8 Dilihat dari aspek hukum penyiaran, peralihan penyiaran dari analog ke digital lebih banyak memberikan manfaatnya sebagai agen komunikasi, budaya dan pencerdasan. Namun yang tidak kalah penting, ia juga menjadi bidang bisnis yang dioperasionalkan untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya, sehingga lupa akan semangatnya dalam mendidik mental bangsa. Ketika industri penyiaran sudah mengambil posisi business oriented dan tergiur keuntungan ekonomis, ia tidak lagi sadar dengan tanggung jawab hukum yang termuat dalam UU No. 32 Tahun 2002. Dalam UU No. 32/2002 tersebut dikupas, penyiaran diarahkan untuk mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat di bidang penyiaran. Selain itu penyiaran juga diarahkan dapat mendorong peningkatan kemampuan perekonomian rakyat, mewujudkan pemerataan dan memperkuat daya saing bangsa. Ini artinya keseimbangan bisnis industri penyiaran harus diimbangi dengan idealisme kebangsaan. Penyiaran lahir bukan hanya untuk kaum kapitalis semata, tetapi juga untuk kalangan menengah ke bawah. Maka UU N0. 32/2002 tentang Penyiaran menolak adanya monopoli kepemilikan. Problem penyiaran yang menyeruak akhir-akhir ini
8
Maswige Article, Televisi dan Radio Internet Akhir Era Penyiaran Konvensional
http://www.insteps.or.id/index_m.php?id=38 30 Maret 2010.
minimal empat hal: legalitas perizinan, tumpang-tindih atau gangguan frekuensi, kepemilikan lembaga dan isi program siaran. Sebelum lembaga penyiaran mengudara, ia dituntut untuk memegang Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) dari pemerintah lewat Komisi Penyiaran Indonesia. Ternyata dalam masa transisi UU Penyiaran, banyak memunculkan radio gelap yang tidak jelas dari mana izinnya bahkan tanpa izin. Mereka mengudara dengan seenaknya sendiri bahkan mengakibatkan gangguan navigasi pesawat, karena frekuensi yang dipakai berdempetan dan tidak terkontrol. Gangguan frekuensi juga seringkali terjadi, terutama di batas wilayah antarpropinsi, bahkan batas wilayah negara. Problem kepemilikan saham yang telah ditinggal ahli warisnya juga terkadang menjadi kerikil tajam di dunia penyiaran. Hal pelik yang setiap hari muncul adalah soal isi program siaran. Dilihat secara sepintas, problem demikian adalah sepele. Namun ketika sudah ada pihak yang dirugikan, kasus ini akan berimplikasi pada problem hukum.9
Memandang dari aspek hukum telekomunikasi, penerapan sistem penyiaran radio 'digital' perlu segera dilakukan karena dari segi efisiensi memang lebih unggul. Sistem radio digital menggunakan sharing infrastruktur yang akan menjadi solusi terhadap sejumlah masalah seperti sistem radio analog 9
M. Riyanto, Menggagas Desk Penyiaran Sebagai Upaya Perkembangan Teknologi
http://www.suaramerdeka.com//regulasipenyiarandigitalteknologiinformasi.html., 05 April 2010.
saat ini. Sistem radio analog yang digunakan saat ini tidak efisien karena penggunaan sumber daya untuk pembangunan pemancar dan cakupan yang berbeda-beda di wilayah layanan yang sama. Regulasi sekarang itu sifatnya vertically integrated maka setiap lembaga penyiaran membangun infrastruktur masing-masing, padahal tren-nya adalah sharing infrastruktur. Kompetisi teknis secara tidak sehat dalam hal cakupan wilayah siaran (coverage) dan kualitas audio bisa dihindari, karena semua siaran menggunakan infrastruktur dengan standar transmisi / pemancar yang sama. Peningkatan efisiensi kanal juga dapat dilakukan, satu kanal frekuensi analog dengan lebar pita frekuensi yang sama dapat menampung program siaran digital yang lebih banyak. Perbandingannya satu kanal frekuensi selebar 7 MHz dapat menampung 27 program DAB (Digital Audio Broadcast), jika radio analog (FM) hanya dapat menampung 18 program saja. Dari model usaha radio digital usulan Ditjen Postel, penerapan penyiaran sistem digital pada frekuensi selebar 7 MHz (band III VHF) dapat membawa 28 program siaran radio. Artinya bila regulasi itu ditetapkan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia akan hadir 54 kanal baru DAB yang memiliki kualitas suara setara Compact Disk (CD) dengan sejumlah fitur2 tambahan. Pada sistem penyiaran digital, penyelenggara jaringan adalah sebuah entiti tersendiri dan terpisah dari penyelenggara program. Itu sesuai rekomendasi Tim Nasional Migrasi Penyiaran Analog ke Digital, yang harus diantisipasi, jika pemisahan tersebut
akan diregulasi maka harus dibuat aturan yang jelas sehingga tidak terjadi praktek monopoli atau otoritas sepihak dalam penguasaan infrastruktur dan konten siaran.10 E.
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum empiris yaitu penelitian hukum yang menkonsepsikan hukum sebagai perilaku ajeg dan atau hukum sebagai interaksi sosial, penelitian hukum empiris mempunyai beberapa metode yaitu: 1.
Objek Penelitian Objek penelitian dalam penelitian ini adalah implementasi penyiaran radio analog ke digital di RRI Yogyakarta.
2. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah terdiri dari: a.
Pimpinan RRI Yogyakarta
b.
Kepala Bidang Teknis RRI Yogyakarta 3.
Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a.
10
Data Primer
Arie Jauhari, Radio Digital Lebih Unggul Perbandingan Mendasar Analog-Digital
http://www.kompas.com,kesesuaianradiodigitaldengankemajuanteknologi. 07 April 2010
Ialah data yang diperoleh secara langsung dari subjek penelitian. Dalam hal ini yang bertindak sebagai subjek penelitian adalah pimpinan RRI Yogyakarta dan konsumen/pendengar RRI Yogyakarta, yaitu RRI sebagai radio yang bermigrasi dari penyiaran analog ke digital. b.
Data Sekunder Ialah teknik pengumpulan data yang dapat dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan cara membaca, mengkaji dan menelaah buku-buku literatur, makalah dan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian. 4.
a.
Teknik Pengumpulan Data
Data Primer Ialah teknik pengumpulan data yang dapat digunakan dengan cara wawancara
dan
penyebaran
angket.
Wawancara
adalah
cara
pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab lisan kepada subyek penelitian guna memperoleh sejumlah keterangan dan data yang diperlukan. Wawancara dilakukan secara bebas atau tidak terstruktur tetapi hanya mengemukakan hal-hal yang pokok, berhubungan dengan hal-hal yang diteliti. Angket ialah cara mengumpulkan data melalui kuisioner (daftar pertanyaan tertulis) yang disebarkan kepada subyek penelitian untuk diisi.
b.
Data Sekunder Ialah teknik pengumpulan data yang dapat dilakukan dengan cara studi kepustakaan. Studi kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan cara membaca, mengkaji dan menelaah buku-buku literatur, makalah dan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian. 5.
Pendekatan yang Digunakan Pendekatan ialah sudut pandang yang digunakan peneliti dalam memahami dan mendekati objek penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dimana pendekatan ini menggunakan data primer dengan melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini.
6.
Pengolahan dan Analisis Data Analisis data yang digunakan adalah analisis data secara deskriptif kualitatif yaitu data-data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dan dianalisis
secara
diklasifikasikan
kualitatif
sesuai
dengan
dengan
langkah-langkah
permasalahan
yaitu
penelitian
data
hasilnya,
disistematisasikan kemudian dianalisis untuk dijadikan dasar dalam mengambil suatu kesimpulan dari penelitian.
F.
Kerangka Skripsi
BAB I.
PENDAHULUAN, bab ini terdiri dari: latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan kerangka skripsi. BAB II. TINJAUAN HUKUM TENTANG SIARAN DIGITAL, bab ini terdiri dari: perkembangan teknologi komunikasi, perubahan teknologi analog menjadi teknologi digital, tinjauan umum tentang migrasi penyiaran analog ke digital, kesiapan lembaga penyiaran menghadapi era siaran digital, penerapan siaran radio digital di Indonesia BAB III. IMPLEMENTASI PENYIARAN RADIO ANALOG ke DIGITAL di RRI YOGYAKARTA, bab ini terdiri dari: implementasi penyiaran radio analog ke digital di RRI, akibat hukum yang timbul dari migrasi radio analog ke digital di RRI Yogyakarta. BAB IV. PENUTUP, terdiri dari: kesimpulan dan saran. BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG SIARAN DIGITAL
A.
Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Penyiaran 1. Pengertian Teknologi Komunikasi, Telekomunikasi dan Penyiaran a.
Definisi Dasar dan Menurut Undang-Undang Teknologi komunikasi adalah peralatan perangkat keras (hardware)
dalam sebuah struktur organisasi yang mengandung nilai-nilai sosial, yang