BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sejarah mencatat pemikiran dan filsafat Islam mampu mencapai puncak kebesaran pada abad-abad pertengahan, salah satu faktor utamanya adalah karena tokoh-tokoh yang berkecimpung di dalamnya mampu menguasai dan mengembangkan metodologi berpikir secara baik. Begitu pula yang terjadi di Barat, pemikiran dan peradaban Barat bisa mencapai kemajuan yang demikian mengagumkan seperti saat ini, karena mereka menguasai dan mampu mengembangkan persoalan epistemologis. Dengan metode-metode berpikir yang dimiliki, mulai dari yang induksi sampai deduksi, empiris sampai rasional,
positivistik sampai
analisa bahasa, Barat
mampu
mengungkap fenomena-fenomena semesta dan menemukan hal-hal baru.1 Berdasarkan hal tersebut, telah dibutuhkan pemikiran dan konsepkonsep epistemologi yang baik jika ingin mengembangkan kembali ilmu-ilmu keislaman. Epistemologi yang dimaksud adalah epistemologi yang utuh yang mampu mengintegrasikan antara wahyu dan rasio, antara agama dan filsafat. Atau dalam bahasa lain, epistemologi yang berpijak pada kekuatan nalar tanpa harus menafikan otoritas wahyu dan meniadakan realitas non fisik, dan sebaliknya epistemologi yang beranjak dari wahyu dan tanpa harus menghilangkan fungsi dan kekuatan nalar atau rasio. Ketentuan tentang 1
Roger Scruton, Sejarah Singkat Filsafat Modern dari Descartes sampai Wittgenstein, terjemahan Zainal Arifin (Jakarta: Simpati, 1986).
1
2
epistemologi yang integratif ini tidak dapat diabaikan karena khazanah keilmuan Islam memang tidak mungkin lepas dari ketiga kerangka tersebut: wahyu, kekuatan nalar rasio dan spiritualitas. Khazanah pemikiran Islam mencatat beberapa tokoh pemikir muslim abad pertengahan ternyata telah melangkah kearah itu. Salah satunya adalah Ibnu Rusyd (1126-1198) yang dikenal sebagai komentator Aristoteles,2 menyatakan bahwa pengetahuan bersumber pada wahyu dan realitas.3 Namun, berbeda dengan al-Farabi, Ibnu Rusyd tidak mengakui bahkan menolak doktrin bimbingan intelek aktifitas rasio. Menurutnya, untuk mengetahui objek-objek di luar rasio, akal tidak butuh bimbingan intelek aktif melainkan harus menyatu dengan objek-objek itu sendiri dengan memahami hubungan sebab akibat dan prinsip-prinsip yang mendasarinya.4 Karena itu, bagi Ibnu Rusyd, pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang berkaitan dan berkesesuaian dengan kemaujudan. Pengetahuan yang tidak mempunyai kaitan dan landasan kemaujudan hanya gagasan yang tidak masuk akal.5 Bagi Ibnu Rusyd, suatu objek dikenal lewat definisinya yang menunjuk pada essensinya. Definisi itu sendiri terdiri atas bagian-bagian, yakni genus dan diferensia, dan keseluruhan genus dan diferensia ini bersifat universal. Dengan demikian, universalitas mencakup yang essensial sekaligus material, sehingga ia bersifat kekal sekaligus fana. Ia kekal dalam kaitannya 2
Fuad Ahwani, Ibn Rushd, terjemahan MM. Sharif (New Delhi Low Price Publications, 1995), hlm. 542. 3 Ibn Rusyd, Fashl al-Maqal fima bain al-Hikmah wa al-Syari’ah min al-Ittishal, terjemahan M. Imarah (Mesir: Dar al-Ma’arif, tt), hlm. 31. 4 Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam dalam Abad Pertengahan, terjemahan Amin Abdullah (Jakarta: Rajawali Press, 1988), hlm. 154. 5 Fuad Ahwani, op. cit., hlm. 555-560.
3
dengan essensi tetapi juga rusak (fana) ketika menjadi gabungan materi dan bentuk.6 Inilah substansi pertama dari realitas wujud, yakni keseluruhan essensi dan eksistensi. Konsep tersebut juga berlaku dalam konteks yang lebih besar, alam semesta. Menurut Ibnu Rusyd, semesta terbentang dari potensi murni sampai aktualitas murni. Substansi adalah keseluruhan potensialitas dan aktualitas.7 Dari pernyataan-pernyataan itulah, maka penulis ingin mengangkat judul “Pandangan Ibnu Rusyd tentang Epistemologi Pendidikan”. Manfaat mengkaji hasil penelitian ini adalah agar para pembaca memperoleh pengetahuan dan gambaran tentang epistemologi pendidikan dari hasil pemikiran Ibnu Rusyd. Alasan judul ini dipilih adalah: Pertama, kajian tentang epistemologi adalah sesuatu yang sangat penting dan menentukan bagi upaya pengembangan pendidikan. Kedua, Ibnu Rusyd termasuk tokoh yang mempunyai pengaruh besar bagi perkembangan filsafat dan pemikiran sesudahnya Islam maupun Barat.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dihasilkan rumusan masalah yaitu: bagaimana epistemologi pendidikan menurut Ibnu Rusyd? Untuk menghindari kesalahpahaman dalam pengertian judul skripsi ini, penulis perlu memberikan penegasan terhadap istilah yang digunakan dalam judul skripsi ini, yaitu sebagai berikut: 6 7
Ibn Rusyd, Metaphysics, terjemahan Charles Genequand (Leiden: Brill, 1986), hlm. 66-67. Fuad Ahwani, op. cit., hlm. 562.
4
1.
Pandangan Pandangan memiliki arti hasil perbuatan memandang (memperhatikan, melihat, dsb), benda atau orang yang dipandang (disegani, dihormati, dsb), pengetahuan, dan pendapat.8 Maksud pandangan di sini adalah pendapat dari seorang tokoh Ibnu Rusyd.
2.
Ibnu Rusyd Ibnu Rusyd adalah pemikir Islam yang paling kuat, paling dalam pandangannya, serta paling hebat pembelaannya terhadap akal dan filsafat.9 Maksudnya, penulis meneliti Ibnu Rusyd dari bidang ilmu filsafat.
3.
Epistemologi Epistemologi yaitu suatu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan, struktur, metode, dan validitas pengetahuan.10 Maksud epistemologi di sini adalah epistemologi dari hasil pemikiran Ibnu Rusyd, yang meliputi sumber pengetahuan, cara mendapatkan pengetahuan dan validitas pengetahuan.
4.
Pendidikan Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang, kelompok, kelompok orang, dalam usaha mendewasakan manusia
8
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2001), hlm. 821. 9 Wahyu Murtiningsih, Para Filsuf dari Plato sampai Ibnu Bajah (Yogyakarta: Insan Madani, 2013), hlm. 327. 10 Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam Landasan Teoritis dan Praktis (Pekalongan: STAIN Press Pekalongan, 2007), hlm. 26.
5
melalui upaya pengajaran dan pelatihan.11 Dalam hal ini maksud penulis pendidikan yang terkait dengan epistemologi Ibnu Rusyd. Dari paparan di atas, dapat dimengerti bahwa judul skripsi yang penulis bahas adalah mengkaji pendapat Ibnu Rusyd tentang sumber pengetahuan, cara mendapatkan pengetahuan dan validitas pengetahuan dalam pendidikan.
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan pembahasan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui epistemologi pendidikan Ibnu Rusyd.
D. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Kegunaan Teoritis a. Mendapatkan data dan fakta yang benar mengenai pandangan Ibnu Rusyd tentang epistemologi pendidikan (cara memperoleh ilmu pengetahuan)
sehingga
dapat
menjawab
permasalahan
yang
komprehensif. b. Memberikan
kontribusi
pemikiran
bagi
seluruh
pemikir
keintelektualan dalam pendidikan Islam sehingga bisa memberikan gambaran ide bagi pemikir pemula.
11
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, op. cit., hlm. 263.
6
2.
Kegunaan Praktis a. Bagi Jurusan Tarbiyah (STAIN Pekalongan) dengan adanya penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai pustaka bagi peneliti selanjutnya
yang
ingin
mengkaji
tentang
konsep
pemikiran
cendekiawan muslim. b. Bagi para praktisi pendidikan dan pembaca buku bisa digunakan sebagai bahan acuan bagaimana mengembangkan pendidikan Islam yang salah satu alternatifnya dengan mengkaji dan membenahi epistemologi pendidikan. c. Bagi penulis untuk menambah pengetahuan tentang epistemologi pendidikan dan untuk memenuhi penentuan kelulusan pada program SI Jurusan Tarbiyah (Program Pendidikan Agama Islam) di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pekalongan.
E. Tinjauan Pustaka 1.
Analisis Teoritis dan Penelitian yang Relevan Dalam kitabnya Fashl al Maqal fi ma bain al Hikmah wa al Syari’ah min al Ittishal Ibnu Rusyd berpandangan bahwa mempelajari filsafat bisa dihukumi wajib. Dengan dasar argumentasi bahwa filsafat tidak ubahnya mempelajari hal-hal yang wujud yang lantas orang berusaha menarik pelajaran/hikmah/’ibrah darinya, sebagai sarana pembuktian akan adanya Tuhan Sang Maha Pencipta. Semakin sempurna pengetahuan seseorang tentang maujud atau tentang ciptaan Tuhan, maka
7
semakin sempurnalah ia bisa mendekati pengetahuan tentang adanya Tuhan. Bahkan dalam banyak ayat-ayat-Nya Tuhan mendorong manusia untuk senantiasa menggunakan daya nalarnya dalam merenungi ciptaanciptaan-Nya.12 Dalam buku A. Khudori Soleh yang berjudul Epistemologi Ibn Rusyd bahwa Ibnu Rusyd mengatakan, “Metode-metode penalaran yang bisa digunakan manusia ada tiga macam: demonstrasi (al burhaniyah), dialekti (al jadaliyah), dan retorik (al khuthabiyah).... Dalam syariat, sesuai dengan kemampuan metode yang digunakan, tingkatan manusia terbagi dalam tiga kategori: (1) mereka yang sama sekali tidak termasuk ahli takwil. Mereka adalah ahli khathabi dan ini merupakan mayoritas manusia. (2) Mereka yang termasuk ahli takwil dialektik. Mereka adalah ahli dialektis secara alamiah atau menurut tradisi dan alamiah sekaligus. (3) Ahli takwil yaqini. Mereka adalah ahli burhan secara alamiah dan penalaran, yakni filsafat.13 Dalam kitab Tahafut al Tahafut Ibnu Rusyd secara tegas menyatakan: “Hukum rasio (nalar) berkaitan dengan segala sesuatu yang mempunyai permulaan (mabda) dan akhir (nihayah), baik objekobjek di luar pikiran (kharij al nafs) maupun di dalam pikiran (fi al nafs). Adapun tentang wujud yang tidak mempunyai permulaan dan akhir, tidak berkaitan dengan ini.... juga tidak masuk dalam kejadian-kejadian di masa lalu dan masa yang akan datang. Karena itu, wujud potensial dianggap sesuatu yang tidak ada (fi hukum al madum). Inilah yang dimaksud oleh para filosofis dengan katanya, segala yang terjadi di masa lalu (al madli) dan di masa yang akan datang (al mustaqbal) dianggap tidak ada.”14
12
Khoirul Asyifak. “Pemikiran Filsafat Ibn Rusyd: Review atas kitab Fashl al Maqal fi Ma bain al Hikmah wa al Syari’ah min al Ittishal karya Muhammad Ibn Rusyd”. http://fai-unismamalang.blogspot.com/2009/01/pemikiran-filsafat-ibn-rusyd-review.html?m=1. (Januari 2009). Diakses, 06 November 2013. 13 A. Khudori Soleh, Epistemologi Ibn Rusyd (Malang: UIN Malang Press, 2012), hlm. 116. 14 Ibn Rusyd, Tahafut al Tahafut, Jilid II, terjemahan Sulaiman Dunya (Mesir: Dar al A’raf, t.t), hlm. 89.
8
Penelitian terdahulu yang relevan pada penelitian ini adalah skripsi karya Rohmatun Nazilah tahun 2012 yang berjudul “Pandangan Ibnu Khaldun tentang Epistemologi Pendidikan”. Hasil dari skripsi ini adalah sebagai berikut: “Pendidikan menurut Ibnu Khaldun meliputi sumber pengetahuan, yang berasal dari wahyu dan hasil berpikir (rasio), Ibnu Khaldun juga merumuskan bahwa ilmu pengetahuan dalam kebudayaan umat Islam terbagi menjadi dua bagian yaitu ilmu tradisional (Al-Ulum An-Naqliyyah) dan ilmu filosofis (Al-Ulum Al-Aqliyyah). Dari sumber ilmu pengetahuan dan pembagian ilmu pengetahuan yang dirumuskan Ibnu Khaldun bisa diambil jalan tengah, bahwa Pemikiran pendidikan Ibnu Khaldun tidak hanya diorientasikan pada agama dan spiritualisme saja, tetapi juga pada nilai-nilai keduniawian. Berarti dalam hal ini Ibnu Khaldun tidak mengenal adanya dikotomi ilmu karena ilmu agama dan ilmu keduniawian akhirnya saling berintegrasi. Konsepsi Pendidikan yang telah dirumuskannya didasarkan kepada pengalaman dan pengamatan sehingga hasil dari pendidikan adalah kemandirian dan keberanian dalam menghadapi kenyataan.”15 Analisis teoritis di atas menjadi salah satu referensi penulis dalam melakukan penelitian. Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah fokus penelitian, yakni pada penelitian terdahulu berfokus pada tokoh Ibnu Khaldun sedangkan peneliti berfokus pada tokoh Ibnu Rusyd.
2.
Kerangka Berpikir Manusia dan pendidikan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena dalam pendidikan terdapat upaya mencerdaskan dan
15
Rohmatun Nazilah, 2012 “Pandangan Ibnu Khaldun tentang Epistemologi Pendidikan”, Skripsi Sarjana Pendidikan Islam (Pekalongan: Perpustakaan STAIN Pekalongan, 2012), hlm. vii.
9
mendewasakan manusia (peserta didik) yang di dalamnnya terdapat sebuah proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran inilah terdapat pengajaran dan latihan,
proses, perbuatan, dan cara-cara mendidik,
sehingga pendidikan akan melahirkan masyarakat yang berkebudayaan tinggi serta berusaha melestarikannya, dan meningkatkannya untuk mempertahankan eksistensi masyarakat, yang kesemuanya sesuai pandangan Ibnu Rusyd bahwa pengetahuan bersumber dari wahyu dan realitas. Maka konsepsi seperti inilah yang akan melahirkan pendidikan masa kini. Berikut adalah gambar skema kerangka berfikir: Sumber Ilmu
Wahyu
Realitas
berintegritas
Manusia
Pendidikan
Proses Pembelajaran
Pelatihan Pengajaran
Proses
Perbuatan
Akan melahirkan masyarakat berkebudayaan
Cara-cara Mendidik
10
F. Metode Penelitian 1.
Desain Penelitian a. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian riset pustaka (library research) yaitu dengan menelaah buku-buku yang terkait dengan pihak permasalahan. Dari telaah literatur ini diperoleh data yang dikehendaki yang selanjutnya dianalisis secara mendalam.16 b. Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, menurut Bogdan & Taylor, sebagaimana yang dikutip oleh Arief Furchan & Agus Maimun
bahwa
penelitian
kualitatif
adalah
penelitian
yang
menghasilkan data deskriptif yaitu ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subjek) itu sendiri. Selanjutnya mengingat studi ini menganalisis pemikiran tokoh yang pernah hidup dalam waktu tertentu. Penelitian semacam ini maka metodologi penulisannya
mengadakan
pendekatan
tematis
yaitu
aktivitas
seseorang dideskripsikan berdasarkan sejumlah tema (topik) yang menggunakan
konsep-konsep
yang
biasanya
dipakai
untuk
mempelajari suatu bidang keilmuan tertentu.17 Pendekatan yang menuju langsung kepada tema-tema tertentu dalam membentuk karakter untuk dijadikan objek penelitian yang lebih memfokuskan 16
M. Natsir, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Balai Pustaka, 2011) hlm. 213. Arief Furhan dan Agus Maimun, Studi Tokoh Metode Penelitian Mengenai Tokoh (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm 34. 17
11
pada pemikiran dari pendekatan membentuk karakter anak daripada menganalisis secara terperinci. 2.
Sumber Data Untuk memperoleh kesimpulan hasil analisis penulisan skripsi ini maka diperlukan sumber data. Dalam penelitian sumber data dapat berasal dari data primer dan data sekunder. a. Sumber data primer adalah karya-karya yang ditulis sendiri oleh tokoh-tokoh yang diteliti.18 Penulis mengambil karya yang ditulis oleh Ibnu Rusyd terutama kitab Tahafut al Tahafut, terjemahan Khalifurahman Fath (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010). b. Sumber data sekunder adalah sumber data yang mengandung pembahasan masalah, yaitu buku-buku yang memiliki keterkaitan secara konseptual dan substansial.19
3.
Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (library research) maka data yang dihasilkan menggunakan teknik studi pustaka, yaitu dengan cara membaca, memahami, menelaah sumber data, menganalisis, serta merumuskan dalam bab-bab menjadi sub bab agar mudah dalam menganalisis data. Setelah data-data terkumpul penulis kemudian menganalisis, serta merumuskan dalam bab menjadi sub bab agar mudah dalam metode analisis data.20
18
Lexi J. Moleong, Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm.
154. 19
Saifudin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 9. M. Mizan, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 81.
20
12
4.
Metode Analisis Data Setelah data-data yang diperlukan terkumpul, maka penulis menganalisis data. Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dengan metode berfikir induktif yaitu cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk menentukan hukum yang umum. Induktif merupakan cara berpikir di mana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.21
G. Sistematika Pembahasan Untuk memperoleh gambaran yang dapat dimengerti dan menyeluruh mengenai isi dalam skripsi ini secara global dapat dilihat dari sistematika pembahasan di bawah ini: BAB I Pendahuluan, yang berisi: Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan. BAB II Landasan Teori tentang Epistemologi Pendidikan, yang berisi: Epistemologi, Keabsahan Ilmu Pengetahuan, dan Hubungan Epistemologi dengan Pendidikan.
21
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005), hlm. 48.
13
BAB III Hasil Penelitian tentang Ibnu Rusyd dan Epistemologi Pendidikan, yang berisi: Riwayat Kehidupan Ibnu Rusyd, Tinjauan Kitab Tahafut al Tahafut Ibnu Rusyd, Pandangan Ilmuan mengenai Ibnu Rusyd dan Kitab Tahafut al Tahafut, serta Konsep Epistemologi Pendidikan Ibnu Rusyd. BAB IV Analisis Hasil Penelitian tentang Pandangan Epistemologi Pendidikan Ibnu Rusyd, yang berisi: Sumber Pengetahuan menurut Ibnu Rusyd, Cara Mendapatkan Pengetahuan menurut Ibnu Rusyd, dan Validitas Pengetahuan menurut Ibnu Rusyd. BAB V Penutup, yang berisi: Kesimpulan dan Saran.