BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia masih menganggap tabu pendidikan seksual, terutama jika diberikan pada anak usia dini. Mereka merasa tidak pantas membicarakan tentang pendidikan seksual kepada anak usia dini. Orang tua beranggapan anak usia dini tidak akan mengerti jika dijelaskan tentang pendidikan seksual. Mereka yakin anak akan mengerti dengan sendirinya pada waktunya nanti. Salah satu faktor orang tua tidak mengajarkan pendidikan seksual kepada anaknya karena sebagian besar orang tua mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan anak-anaknya yang berkaitan dengan seks (Helmi dan Paramastri, 1998).Banyak orang tua yang asal menjawab, yang penting anak mereka diam dan tidak bertanya lagi.mengatakan jawaban yang asal memberikan bekal pemahaman seksual yang salah kepada anak (Asmoro, 2006).Jika seorang anak balita mendapat penjelasan masalah seksual yang salah, maka ketika ia beranjak remaja atau dewasa, ia akan mempunyai pemahaman yang salah perihal seksual. Pendidikan seks sejatinya bukan hanya mengantisipasi anak menjadi korban kejahatan seksual tetapi juga mencegah anak menjadi pelaku dari kejahatan tersebut disebabkan adanya kelainan seksual (Asmoro, 2006). Sekitar 50% penyimpangan seks yang terjadi di usia dewasa disebabkan oleh minimnya pengetahuan mereka tentang seksualitas(Andika, 2010).Orang tua harus mempunyai kesadaran bahwa anak memiliki hak untuk mendapatkan akses 1
informasi yang benar tentang seksualitas sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangan usianya dengan menggunakan bahasa dan metodologi yang tepat untuk anak usia dini. Anak juga berhak untuk dilindungi dari resiko pelecehan dan kekerasan seksual yang mengancam diri anak(Kulsum, 2013). Pada anak usia 4-5 tahun berada pada masa pra-operasional. Pikiran anak pada tahap pra-operasional lebih simbolis dibandingkan dengan pikiran pada tahap sensorimotorik. Pada usia taman kanak-kanak, anak-anak akan mulai menggunakan kata-kata, gambar-gambar dan lukisan untuk mewakili dunianya (King, 2010). Ia bisa diajak memahami sesuatu lewat stimulus, imajinasi, serta mampu
mengelompokkan
warna,
benda,
maupun
ukuran
(Andika,
2010).Perkembangan pra-operasional bermula ketika anak telah memiliki penguasaan sempurna mengenai object permanence (Syah, 2011).Object permanence dimana anak memiliki kesadaran akan “tetap eksisnya” suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan, atau sudah tak dilihat dan tak didengar lagi(Syah, 2011). Object permanence diperoleh dari hasil munculnya kapasitas kognitif baru yang disebut representation atau mental representation (gambaran mental). Representasi adalah sesuatu yang mewakili atau menjadi simbol atau wujud sesuatu yang lainnya.Representasi mental merupakan bagian penting dari skema kognitif yang memungkinkan anak berpikir dan menyimpulkan eksistensi sebuah benda atau kejadian tertentu walaupun benda atau kejadian itu berada di luar pandangan, pendengaran, atau jangkauan tangannya.
2
Istilah underware rule masih sangat asing ditelinga masyarakat Indonesia, sex education lebih sering didengar dibandingkan underware rule. Underware rule sudah diterapkan di Eropa, dimana undurware rule ini adalah sebuah pedoman sederhanan untuk membantu orang tua dalam menjelaskan kepada anak daerah mana yang tidak boleh disentuh, dan boleh disentuh ole orang lain. Banyak buku yang mengajarkan bagaimana cara mengajarkan pendidikan seks, akan tetapi kurang dijekaskan secara visual hanya teori yang terlampir, sehingga banyak orang tua dan pengajar yang masih bingung menjelaskan kepada anak, terlebih kepada anak usia dini. Maka dari itu penulis membuat tugas akhir yang berjudul Pembuatan Media Pembelajaran Pendidikan Seksuntuk usia 4-5 tahun. pembuatan media pembelajaran ini akan mempermudah anak memahami materi dari pendidikan sex yang akan diajarkan baik oleh pendidik maupun orang tua.
1.2. Rumusan Masalah a. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, muncul permasalahan yang dapat dirumuskan, yaitu: Bagaimana cara yang tepat dan efficient untuk mengajarkan pendidikan seks kepada anak usia 4-5 tahun?
3
1.3. Batasan Masalah a. Pembuatan illustrasi alat peraga dibuat hanya untuk pengenalan mengenai anggota tubuh, baik anggota tubuh yang ditutupi oleh underwear, maupun anggota tubuh yang tidak titutupi underwear untuk anak perempuan dan laki-laki. b. Pembuatan media pembelajaran hanya ditujukan kepada target audiens yang dibagi berdasarkan segmentasi berikut: a. Demografis 1) Usia: a) Primer : 4-5tahun b) Sekunder : 30-40 tahun 2) Jenis Kelamin: Perempuan dan Laki-laki 3) Pekerjaan: a) Primer : Murid sekolah PAUD b) Sekunder : orang tua & Pengajar sekolah PAUD 4) Pendapatan: Berdasarkan pembagian yang dilakukan Lloyd Warner (1941), target termasuk ke kelas bawah atas s.d. kelas atas-atas. 5) Agama: Multi 6) Suku dan Kebangsaan: Indonesia 4
b. Geografis: Jakarta c. Psikografis A. Primer : 1) Suka bermain 2) Mulai beriteraksi dengan orang lain selain keluarga 3) Mulai belajar hal-hal baru B. Sekunder 1) Sudah memiliki anak usia 4-5 tahun 2) Dewasa 3) Menyukaidunia anak-anak 4) Interaktif 1.4. Tujuan Tugas Akhir 1.4.1 Tujuan Umum a. Tujuan tugas akhir ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi bahan kajian bagi para pendidik dan orang tua murid yang memiliki anak usia 4-5 tahun, sehingga mereka dapat mengajarkan mengenai Underwear Rule dengan menggunakan media visual. 1.4.2. Tujuan Khusus b. Tujuan Tugas akhir ini dikerjakan untuk memenuhi syarat kelulusan menjadi sarjana design di Universitas Multimedia Nusantara. 5
1.5. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah proses, cara, perbuatan mengumpulkan atau menghimpun data. Instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data agar penelitian menjadi sistematis dan mudah (Arikunto, 2010, hlm. 265). Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, yaitu: 1. Observasi Observasi adalah perhatian yang terfokus pada gejala atau segala sesuatu. Penelitian perlu dilakukan dengan memperhatikan sendiri suatu fenomena atau menggunakan pengamatan orang lain (Emzir, 2010, hlm. 37). Penulis melakukan observasi di beberapa sekolahan PAUD dan sekolah Minggu di Jakarta, bagaimana cara pengajar dan orang tua mengajarkan pendidikan seksual kepada anaknya. 2. Wawancara Menurut Garabiyah (seperti dikutip dalam Emzir, 2010, hlm. 50), wawancara adalah interaksi komunikasi antara dua orang, yang satu bertanya atau meminta informasi, yang satu menjawab sesuai pendapat dan keyakinannya. Penulis melakukan wawancara kepada para orang tua yang memiliki anak usia 4-5 tahun, dan kepada pengajar sekolah PAUD dan guru sekolah Minggu yang ada di Jakarta bagaimana pendapat mereka dan apa kesulitan mereka dalam mengajarkan pendidikan seksual kepada anak usia 4-5 tahun.
6
3. Survei/ Angket Angket adalah pertanyaan tertulis yang dibuat oleh peneliti dan perlu dijawab oleh responden untuk mendapatkan data atau informasi yang dibutuhkan.Pertanyaan tertulis tersebut disebut kuesioner (Sandjaja dan Heriyanto, 2006, hlm. 151). Peneliti menyebarkan kuesioner untuk mendapatkan data atau informasi responden mengenai tanggapan mereka tentang pentingnya pendidikan seksual untuk usia 4-5tahun. 4. Studi Literatur Studi literatur adalah mencari referensi teori yang relefan dengan kasus atau permasalahan yang ditemukan. Referensi ini dapat dicari di buku, jurnal, artikel laporan penelitian, dan situs-situs di internet. Tujuannya adalah untuk memperkuat permasalahan serta sebagai dasar teori dalam melakukan studi analisis. 1.6. Metode Perancangan Perancangan bermula dari menemukan latar belakang masalah. Kemudian dari permasalahan yang ada, dicari rumusan masalah. Penulis membatasi masalah agar tidak meluas. Batasan masalahnya adalah tentang pembuatan alat pembelajaran pendidikan seks underwear rule hanya untuk anak usia 4-5 tahun, dan juga pembuatan alat peraga hanya untuk memperkenalkan anggota tubuh dari perempuan dan anggota tubuh laki-laki, serta anggota tubuh pribadi yang harus dijaga dan dillindungi. Penulis melakukan analisis untuk menyempurnakan hasil perancangan menggunakan metodekuantitatif. Menurut sumber data, terbagi 7
menjadi sumber data primer (observasi, wawancara, kuisioner) dan sumber data sekunder (studi litertur).Terakhir, dimulailah perancangan media pembelajaran. 1.7. Timeline
1.8. Skematika Perancangan
8
1.8. Skematika Perancangan
9