1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Diabetes melitus adalah sekelompok gangguan heterogen ditandai
dengan naiknya kadar glukosa dalam darah atau sering disebut hiperglikemia yang biasanya terjadi terutama setelah makan (Smeltzer dan Bare, 2002: 1220). Tujuh puluh lima persen seseorang yang terkena diabetes akhirnya meninggal karena penyakit yang menyerang pembuluh darah. Gagal ginjal, serangan jantung, stroke dan gangren merupakan komplikasi yang utama. Selain hal tersebut, kematian janin dalam kandungan pada para ibu penderita diabetes yang tidak terkontrol juga terus bertambah (Price dan Wilson, 2006:1263). Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF, 2006) menyebutkan bahwa sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita DM di seluruh dunia. Angka ini terus bertambah hingga 3 persen atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Dengan demikian, jumlah penderita DM diperkirakan akan mencapai 350 juta pada tahun 2025, diantaranya 80% penderita terpusat di negara yang penghasilannya kecil dan menengah. Dari angka tersebut berada di Asia, terutama India, Cina, Pakistan, dan Indonesia (Wild, 2004). WHO memprediksikan adanya kenaikan jumlah pasien diabetes di Indonesia yang pada mulanya dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta di tahun 2030, bahkan Indonesia menduduki peringkat keempat jumlah penderita diabetes terbanyak di dunia, setelah India, China, dan Amerika (Pratiwi, 2007).
1
2
Penyakit diabetes melitus jika tidak dikelola dengan tepat akan dapat berakibat fatal, sehingga perlu penanganan secara multidisiplin mencakup pelaksanaan terapi farmakologi dan non farmakologi. Pengobatan farmakologi dengan menggunakan insulin dan obat antidiabetes atau sering disebut Obat Hipoglikemik Oral (OHO) pada pasien diabetes melitus dilakukan seumur hidup sehingga membutuhkan biaya yang sangat besar. Di Amerika pada tahun 2007 mencapai total biaya sebesar $174 juta yang meliputi $116 juta biaya medis langsung dan $58 juta biaya medis tidak langsung (Centers for Disease Control, 2011). Dalam pelaksanaan terapi farmakologi, selain memerlukan biaya yang cukup besar juga sering menimbulkan masalah-masalah pada pasien. Penggunaan obat tunggal dan kombinasi dapat menimbulkan efek samping pada pasien seperti gagal ginjal, gagal jantung dan hipoglikemik (Wulandari, 2008). Berdasarkan fakta tersebut di atas, maka perlu dilakukan terobosan pengobatan terbaru yang lebih aman dan efektif bagi pasien salah satunya adalah pemanfaatan herbal atau bahan alami. Salah satu tanaman herbal yang dapat dijadikan sebagai obat anti hiperglikemi adalah ekstrak daun sukun. Daun sukun memiliki kandungan senyawa kimia aktif berupa saponin, polifenol, asam hidrosianat, asetilcolin, tanin, riboflavin, phenol. Selain zat tersebut di atas, daun sukun juga memiliki kandungan komponen zat aktif berupa quercetin yang merupakan kelompok senyawa dari flavanoid (Intanowa, 2012). Penggunaan berbagai tanaman obat herbal yang telah teruji mampu menurunkan kadar glukosa darah ke tingkat normal merupakan cara yang lebih efektif serta menimbulkan efek samping yang minim bahkan tanpa efek samping (Intanowa, 2012).
3
Daun sukun dapat digunakan sebagai obat anti hiperglikemi karena mengandung senyawa quercetin yang merupakan kelompok senyawa flavanoid. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sandhar (2011) dan EBaky (2011) yang menyatakan bahwa quercetin telah dilaporkan dalam berbagai penelitian dimana quercetin memiliki kemampuan aktifitas antidiabetik yang bekerja dalam proses regenerasi sel beta pankreas serta meningkatkan pengeluaran insulin. Menurut (Intanowa, 2012), dikatakan bahwa ekstrak ethanol daun sukun dapat mempengaruhi kadar glukosa darah yang diduga disebabkan oleh quercetin yang terkandung di dalam daun sukun. Berbagai pelarut polar dapat digunakan untuk mengaktifkan senyawa dalam daun sukun seperti pelarut air, etanol serta metanol. Namun penggunaan pelarut methanol sangat tidak dianjurkan jika diolah untuk bahan makanan karena sifatnya yang sangat toksik. Pelarut etanol merupakan salah satu perlarut polar yang sering digunakan dalam pembuatan ekstrak mengingat sifatnya yang lebih selektif serta lebih sulit sebagai tempat perkembangbiakan kuman jika dibandingkan dengan menggunakan pelarut air (Merdeka, 2010). Penggunaan pelarut etanol, walaupun bersifat lebih selektif serta dapat berperan positif dalam memisahkan kandungan flavonoid dalam daun sukun, namun pembuatan ekstrak etanol dalam sediaan ekstrak cair maupun kental juga memiliki kekurangan dimana ekstrak tersebut tidak dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama. Ekstrak yang memiliki kadar air yang cukup tinggi, akan mudah mengalami kerusakan karena kandungan air dalam ekstrak tersebut merupakan salah satu media perkembangbiakan yang sangat baik untuk jamur. Menurut
4
penelitian Widanjaya (2013), mengatakan bahwa ekstrak kering merupakan salah satu ekstrak yang dapat tahan lebih lama jika dibandingkan dengan penggunaan ekstrak kental ataupun cair. Penggunaan ekstrak kering juga akan dapat meringankan beban dari masyarakat, dimana mereka tidak harus secara terusmenerus membuat sediaan ekstrak mengingat sediaan kering dapat bertahan lebih lama dan akan lebih efisien jika dibandingkan dengan ekstrak kental maupun cair. Berdasarkan fakta tersebut diatas, maka perlu dilakukan terobosan terbaru dalam pengolahan ekstrak daun sukun sehingga didapatkan hasil yang lebih baik dari sebelumnya. Ekstrak kering atau bubuk merupakan salah satu ekstrak yang dapat bertahan lebih lama, namun penggunaannya sebagai obat antihiperglikemik belum pernah dilakukan serta proses pelarutnya belum diketahui secara optimal. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk menggunakan ekstrak kering sebagai obat anti hiperglikemik. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh penggunaan ekstrak kering daun sukun
sebagai pengobatan anti
hiperglikemik.
1.2
Rumusan Masalah “Apakah pemberian ekstrak kering daun sukun (Artocarpus altilis) dapat
menurunkan kadar glukosa darah pada tikus putih diabetes melitus?”
5
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum Mengetahui Pengaruh pemberian ekstrak kering daun sukun (Artocarpus
altilis) terhadap kadar glukosa darah pada tikus putih diabetes melitus.
1.3.2
Tujuan Khusus (1) Mengidentifikasi kadar glukosa darah pada tikus putih diabetes melitus sebelum pemberian ekstrak kering daun sukun
pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. (2) Mengidentifikasi kadar glukosa darah pada tikus putih diabetes melitus setelah diberikan pemberian ekstrak kering daun sukun pada kelompok perlakuan. (3) Mengidentifikasi kadar glukosa darah pada tikus putih diabetes melitus pada kelompok kontrol. (4) Menganalisis perbedaan kadar glukosa darah pada tikus putih diabetes melitus setelah diberikan ekstrak kering daun sukun pada kelompok perlakuan
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Praktis Dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat
tentang daun sukun dan khasiatnya dalam pemilihan terapi alternatf untuk menurunkan glukosa darah.
6
1.4.2
Teoritis (1) Menambah khasanah ilmu keperawatan khusus nya mengenai perawatan pada pasien dengan diabetes. (2) Memberikan gambaran secara teoritis dan ilmiah tentang manfaat daun sukun dalam menurunkan kadar glukosa darah. (3) Memberikan informasi atau gambaran bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai khasiat daun sukun dalam dunia pengobatan.