BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Persalinan atau partus merupakan proses fisiologis terjadinya kontraksi uterus secara teratur yang menghasilkan penipisan dan pembukaan serviks secara progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk konsepsi lain dari uterus (Reeder, 2011). Selama proses persalinan terjadi penurunan kepala ke dalam rongga panggul yang menekan syaraf pudendal sehingga mencetuskan sensasi nyeri yang dirasakan oleh ibu. Selain itu nyeri persalinan juga disebabkan oleh kontraksi yang berlangsung secara regular dengan intensitas yang semakin lama semakin kuat dan semakin sering. Kondisi ini mempengaruhi fisik dan psikologis ibu (Manurung, 2013).
Selama kala I persalinan normal, intensitas nyeri yang dirasakan oleh pasien semakin lama semakin meningkat dengan kualitas nyeri yang berbeda pada setiap pasien. Rasa nyeri hebat umumnya terjadi pada fase aktif kala I persalinan. Ibu bersalin secara umum merasakan peningkatan ketidaknyamanan, berkeringat, mual dan muntah. Ibu juga akan merasakan gemetar pada paha dan kaki, tekanan pada kandung kemih dan rektum, nyeri punggung dan pucat di sekitar mulut (Reeder, 2011).
Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat nyeri persalinan adalah pengalaman melahirkan (Jordan, 2003). Ibu primigravida belum mempunyai pengalaman melahirkan dibandingkan ibu multigravida. Pada ibu primigravida umumnya 1
2
merasa cemas dan takut menghadapi persalinan (Afifah, 2011). Kondisi ini merangsang tubuh mengeluarkan hormon stressor yaitu hormon katekolamin dan adrenalin. Katekolamin ini akan dilepaskan dalam konsentrasi tinggi saat persalinan jika ibu tidak bisa menghilangkan rasa takutnya sebelum melahirkan. Akibatnya uterus menjadi semakin tegang sehingga aliran darah dan oksigen ke dalam otot uterus berkurang karena arteri mengecil dan menyempit yang dapat menyebabkan rasa nyeri yang tak terelakkan (Bobak, 2004). Hal ini didukung oleh penelitian Afifah (2011) yang menyatakan bahwa nyeri yang dialami ibu primigravida lebih berat dibandingkan dengan ibu multigravida.
Intensitas nyeri selama persalinan dapat mempengaruhi proses persalinan dan kesejahteraan janin. Nyeri persalinan dapat merangsang pelepasan mediator kimiawi seperti prostaglandin, leukotrien, tromboksan, histamin, bradikinin, substansi P, dan serotonin. Mediator kimia ini akan membangkitkan stres yang menimbulkan sekresi hormon seperti katekolamin dan steroid dengan akibat vasokonstriksi pembuluh darah sehingga kontraksi uterus melemah. Sekresi hormon tersebut yang berlebihan akan menimbulkan gangguan sirkulasi uteroplasenta pengurangan aliran darah dan oksigen ke uterus, serta timbulnya iskemia uterus yang membuat impuls nyeri bertambah banyak. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya hipoksia janin (Farrer, 2001). Nyeri yang hebat dan tidak dapat diredakan pada proses persalinan juga dapat meningkatkan frekuensi dan kedalaman respirasi, takikardi, peningkatan tekanan darah, serta stasis lambung dan emesis (Jordan, 2003).
3
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan nyeri persalinan, baik secara farmakologi maupun nonfarmakologi. Manajemen nyeri secara farmakologi lebih efektif dibanding dengan metode nonfarmakologi namun, lebih mahal dan berpotensi mempunyai efek yang kurang baik. Salah satu terapi farmakologi yaitu penggunaan epidural yang memiliki efek samping yaitu menurunkan tekanan darah yang dapat mengganggu sirkulasi darah ke janin. Sedangkan metode nonfarmakologi bersifat murah, simpel, efektif, dan tanpa efek yang merugikan. Metode nonfarmakologi dapat meningkatkan kepuasan selama persalinan jika ibu dapat mengontrol perasaan dan ketakutannya (Manurung, 2013). Metode non farmakologi tersebut antara lain teknik distraksi, biofeedback, hypnosis-diri, mengurangi persepsi nyeri, dan stimulasi kutaneus (masase, mandi air hangat, kompres panas atau dingin, stimulasi saraf elektrik transkutan) (Potter, 2005).
Panas yang disalurkan melalui kompres panas dapat meredakan nyeri dengan menyingkirkan produk – produk inflamasi, seperti bradikinin, histamine, dan prostaglandin yang akan menimbulkan nyeri lokal. Panas juga merangsang serat saraf yang menutup gerbang sehingga transmisi implus nyeri ke medulla spinalis dan otak dapat dihambat (Price, 2005). Hal ini didukung oleh penelitian Fahami (2011) yang menyatakan bahwa ibu primipara yang diberi terapi hangat memiliki skala nyeri pada kala I dan II yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak dilakukan intervensi. Penelitian yang sejenis juga dilakukan oleh Yani (2012) yang menyatakan bahwa kelompok yang diberikan kompres air hangat lebih nyaman dibandingkan dengan yang tidak diberikan kompres air hangat.
4
Berdasarkan uraian di atas akan dilakukan penelitian yang terkait untuk mengetahui pengaruh pemberian kompres hangat terhadap intensitas nyeri pada pasien inpartu kala satu fase aktif di RSU Bhakti Rahayu.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat diangkat rumusan masalah yaitu “Adakah pengaruh pemberian kompres hangat terhadap intensitas nyeri pada pasien inpartu kala satu fase aktif di RSU Bhakti Rahayu?”
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pemberian kompres hangat terhadap intensitas nyeri pada pasien inpartu kala satu fase aktif di RSU Bhakti Rahayu.
1.3.2
Tujuan Khusus (1) Mengidentifikasi intensitas nyeri persalinan kala satu fase aktif pada pasien inpartu sebelum pemberian kompres hangat. (2) Mengidentifikasi intensitas nyeri persalinan kala satu fase aktif pada pasien inpartu sesaat setelah meletakkan kompres hangat. (3) Menganalisis perbedaan intensitas nyeri persalinan kala satu fase aktif sebelum intervensi dan sesaat setelah meletakkan kompres hangat pada pasien inpartu.
5
1.4 1.4.1
Manfaat Manfaat Praktis (1) Dapat dijadikan bahan masukan bagi praktek pelayanan persalinan untuk mengembangkan terapi komplementer seperti kompres hangat dalam manajemen nyeri persalinan pada pasien inpartu. (2) Sebagai pertimbangan bagi pembaca khususnya ibu primigravida agar dapat memilih metode yang tepat dalam manajemen nyeri persalian.
1.4.2 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan terutama keperawatan maternitas sebagai salah satu sumber acuan dalam memilih metode yang tepat dalam manajemen nyeri persalinan.