BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Produk palsu atau produk tiruan ataupun yang sering dikenal dengan
produk KW di Indonesia kerap menjadi permasalahan yang masih belum dapat diselesaikan secara tuntas. Bian dan Moutinho (2009) dalam Fernandes (2012) mendefinisikan
counterfeiting
atau
pemalsuan
sebagai
suatu
tindakan
penyalahgunaan terhadap merek dagang yang identik sehingga melanggar hak pemegang merek dagang. Secara teknis, counterfeiting merujuk pada pelanggaran hak merek dagang, dan dalam prakteknya tindakan pembuatan produk tersebut sengaja dibuat sangat mirip dengan produk aslinya. Terkadang hal tersebut dapat menyesatkan konsumen dalam mencari produk asli yang ingin mereka beli. Konsumsi produk palsu ataupun produk tiruan di Indonesia sudah dianggap biasa saja, hal ini dapat dilihat dengan maraknya penjualan dan pembelian produk-produk tiruan. Maraknya produk tiruan ini sudah menyebabkan kerugian ekonomi nasional. Di samping itu, produk tiruan palsu kerap menimbulkan masalah dari sisi etika dan hukum yang melanggar Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Walaupun produk tiruan kerap menimbulkan pertentangan, pada kenyataannya produk tiruan masih tetap menjadi pilihan bagi berbagai konsumen dengan beberapa pertimbangan. Kasus produk tiruan kini sudah menjadi perhatian di dunia internasional, dimana hampir di seluruh negara dapat ditemukan produk-produk tiruan. Fernandes
(2012)
menyebutkan
bahwa
organisasi
internasional
yaitu
1
Organization
for
Economics
Coorperation
and
Development
(OECD)
menyatakan bahwa telah terjadi pemalsuan produk yang menyebabkan kerugian sebesar 200 miliar dolar Amerika di seluruh dunia dan hal tersebut hanya sebagian dari industri yang ada pada tahun 2008. Menurut Furnham et al (2009) telah terjadi banyak kerugian yang disebabkan produk tiruan termasuk akan kehilangan pekerjaan, pajak, dan penjualan. Selain itu Business Action to Stop Conterfeiting and Piracy (BASCAP) mengestimasi pada tahun 2015, pemalsuan produk yang akan terjadi di seluruh dunia mencapai 1,77 triliun dolar Amerika (BASCAP, 2011). Mengerucut pada kasus produk tiruan di Indonesia, menurut Kementerian Perindustrian (2014), berdasarkan hasil survei Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), produk tiruan telah merugikan ekonomi nasional sampai dengan Rp 65,1 triliun selama tahun 2014. Kerugan ini terdiri dari produk makanan dan minuman Rp 13,39 triliun, produk pakaian dan barang dari kulit Rp 41,58 triliun, produk obat-obatan dan kosmetik Rp 6,5 triliun serta produk software dan tinta Rp 3,6 triliun. Selain itu, MIAP mencatat bahwa pemerintah kehilangan pendapatan dari pajak tidak langsung sekitar Rp 424 miliar. Sementara barang-barang yang selama ini dipalsukan adalah tinta printer, pakaian, barang dari kulit, software, kosmetik, makanan dan minuman serta produk farmasi. Kementerian Perdagangan (2015) menyatakan bahwa sebesar 40 persen produk di Indonesia adalah produk palsu dengan kualitas yang kurang baik. Hal ini disebabkan pula karena luasnya Indonesia yang menjadi penyebab banyaknya produk KW yang masuk ke pasar-pasar di Indonesia.
2
Lebih lanjut, meningkatnya produk tiruan di Indonesia juga dipicu karena tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi. Data yang ditunjukkan oleh BPS (2014) menyebutkan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia terus mengalami tren peningkatan dari tahun 2009-2013 dengan rata-rata tingkat pertumbuhan sebesar 5,9% per tahun, yang merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi. Tingginya persentasi ini ditopang tinggi oleh tingkat konsumsi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2014, pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun menjadi 5,21% namun tingkat konsumsi masyarakat Indonesia masih berkontribusi besar. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya konsumsi masyarakat menandakan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat dan tidak menutup kemungkinan jika kebutuhan konsumen akan tersubstitusi oleh produk tiruan. Jika ditinjau dari sisi harga (price), tentunya produk tiruan ini jauh lebih murah dari produk asli yang sudah memiliki kekuatan merek. Pengaruh harga yang lebih murah juga menjadi salah satu alasan mengapa produk tiruan tetap diminati. Fashion yang merupakan salah satu contoh produk yang paling sering dan paling mudah untuk ditemukan dalam kasus pemalsuan merek memiliki trend yang terus meningkat dan memiliki pengaruh besar mengapa produk tiruan tetap menjadi primadona. Trend fashion yang semakin meningkat dengan diiringi harga yang lebih murah untuk memperolehnya menjadikan produk tiruan semakin bersaing satu sama lain dan menjadikannya semakin marak beredar. Berdasarkan observasi singkat yang dilakukan di beberapa pusat perbelanjaan di Jakarta, seperti Senayan City, Grand Indonesia, Kota Casablanca, Kuningan City, tidak ditemukan adanya produk tiruan karena adanya sasaran
3
segmentasi
pasar yang berbeda
jika
dibandingkan dengan
pusat-pusat
perbelanjaan seperti Mall Ambasador, International Trade Centre (ITC), Pusat Grosir dan sejenisnya yang kerap kali ditemukan produk-produk tiruan ini. Perbedaan pengaruh karakteristik konsumen, demografis, geografis, dan psikografis memiliki pengaruh yang dapat menyebabkan keputusan konsumen dalam membeli produk tiruan. Hawkins dan Mothersbaugh (2010:474) menyebutkan bahwa adanya pengaruh budaya, sosial, demografis, geografis, dan psikografis dapat mempengaruhi sikap seseorang yang kemudian akan menimbulkan niat (intention) dimana diikuti dengan adanya subjective norm yang pada akhirnya akan menghasilkan perilaku yang juga dipengaruhi oleh situsional. Pemalsuan produk yang terjadi tentu tidak terlepas dari pengaruh merek. American Marketing Association dalam Kotler dan Keller (2009:258) menyatakan bahwa merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual, dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Keberadaan merek menjadi sangat penting karena mampu menjelaskan kualitas produk ataupun jasa, maka tidak heran jika merek dapat dijadikan kriteria dalam mengevaluasi suatu produk. Dari definisi tersebut maka dapat dijadikan alasan mengapa produk tiruan masih marak ditemukan. Pemalsuan produk dengan merek yang mewah dan terkenal menjadikan barang palsu semakin berkembang. Merek dapat menjadi satu ukuran apakah produk tersebut memiliki kualitas baik atau tidak, sehingga kerap kali merek ditiru untuk menarik perhatian konsumen. Selain pengaruh merek, akan dilihat pula beberapa faktor yang
4
memiliki pengaruh pada niat beli ulang produk tiruan di Indonesia. Beberapa faktor tersebut adalah seperti prestise merek, gratifikasi personal, kesadaran akan nilai, pengaruh sosial, dan pertimbangan etis yang diduga memiliki pengaruh pada niat beli ulang produk tiruan di Indonesia. Pengumpulan variabel ataupun faktor-faktor yang mempengaruhi niat beli ulang produk tiruan yang digunakan pada penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian-penelitian sebelumnya. Targeting Buyers of Counterfeit of Luxury Brands : A Study on Attitudes of Singaporean Consumers merupakan salah satu sumber acuan yang digunakan pada penelitian, yang telah dilaksanakan oleh Phau et al (2009). Adapun yang menjadi pembeda dalam penelitian ini terdapat pertimbangan etis dengan tujuan untuk melihat apakah konsumen di Indonesia sudah melibatkan etika dalam membeli suatu produk, yang juga diadopsi dari penelitian Fernandes (2012). Selain itu, tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi apakah terdapat perbedaan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen jika dilihat dari aspek gender atau jenis kelamin, yaitu konsumen wanita dan konsumen pria. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hegarty dan Sims (1978) dan Singhapadi dan Vitell (1990) dalam Cuno (2010) menyebutkan bahwa tidak ada relasi ataupun pengaruh dari perbedaan gender atas perilaku etis, masalah etika, dan alternatif yang masuk akal untuk menyelesaikan masalah etika. Sedangkan, pada penelitian selanjutnya menunjukkan adanya perbedaan pengaruh dari aspek gender. Singhapakdi (2004) menyimpulkan bahwa siswa perempuan cenderung lebih etis daripada siswa laki-laki dalam menentukan niat beli. Kwong et al
5
(2003) menemukan fakta bahwa perbedaan jenis kelamin dan usia secara signifikan terkait dengan niat untuk membeli (Compact Disk) CD bajakan, dengan responden laki-laki lebih mungkin untuk membeli CD palsu dibandingkan dengan responden perempuan. Dan sebuah studi yang dilakukan oleh Chen dan Tang (2006) meneliti bisnis dan psikologi siswa terhadap sikap perilaku tidak etis dan kemungkinan mereka terlibat dalam perilaku yang tidak etis. Dari studi ini ditemukan bahwa siswa laki-laki cenderung percaya bahwa pencurian, korupsi, dan penipuan lebih tidak etis dibanding dengan membeli produk tiruan. Hasil penelitian tersebut mampu menunjukkan bahwa pembelian produk tiruan tidak sepenuhnya diikuti dengan etika. Perbedaan gender dapat mempengaruhi preferensi dalam pemilihan produk. Jika ditinjau dari sisi fisik dan psikologinya, gender dari sisi psikologi memiliki pengaruh yang lebih besar dalam pemilihan produk. Sitruck dan McDavid (1971) yang dikutip oleh Dewi (2006) menjelaskan bahwa konsumen wanita pada umumnya lebih patuh akan hukum, sedangkan konsumen pria digambarkan sebagai pribadi yang mementingkan diri sendiri dan pemikir yang bebas. Selain itu, konsumen wanita cenderung lebih senang dalam hal berbelanja jika dibandingkan dengan konsumen pria. Meyers (1988) yang dikutip oleh Dewi (2006) menyebutkan bahwa konsumen wanita pada umumnya lebih fokus pada produk keluarga seperti pakaian dan bahan makanan. Konsumen wanita menghabiskan waktu lebih banyak untuk mencari informasi yang lebih spesifik dibandingkan informasi yang umum. Konsumen pria cenderung menggunakan
6
lebih banyak produk teknologi seperti telepon selular, komputer, dan video, dan lebih menunjukkan ketertarikan pada produk-produk seperti ini. Masih maraknya penjualan dan pembelian akan produk tiruan di Indonesia masih menjadi kasus yang menarik untuk diteliti lebih lanjut, walaupun perlindungan hukum terus ditingkatkan, namun tidak menyurutkan konsumsi produk tiruan di Indonesia, maka dari itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengidentifikasi mengapa konsumen di Indonesia masih senang mengkonsumsi produk tiruan dibanding membeli produk dengan merek asli dengan melihat perilaku konsumen untuk membeli produk tiruan dan seberapa jauh faktor-faktor prestise merek, gratifikasi personal, kesadaran akan nilai, pengaruh sosial, dan pertimbangan etis dalam mempengaruhi niat beli ulang produk tiruan.
1.2.
Rumusan Masalah Maraknya produk tiruan yang terus terjadi mengambarkan bahwa produk
tiruan masih lebih unggul bagi beberapa konsumen jika dilihat dari sisi harga. Bloch et al (1993) mengemukakan bahwa jika dilihat dari nilainya, suatu produk tiruan mampu memberikan harga yang lebih baik (dalam hal ini lebih murah) dibanding produk asli, maka konsumen akan lebih memilih produk tiruan. Bagi sebagian konsumen, membeli produk tiruan bukanlah hal yang fatal dan hal ini dapat dilihat masih banyaknya konsumen yang menggunakan produk fashion tiruan, software bajakan, hasil unduhan yang ilegal, spare-part otomotif yang tidak asli, CD bajakan yang beredar mudah ditemui di beberapa pusat perbelanjaan, dan lainnya. Walaupun produk tiruan sudah mendapat kecaman dari organisasi internasional seperti Business Action to Stop Conterfeiting and Piracy
7
(BASCAP) dan dari organisasi dalam negeri seperti Masyarakat Anti Pemalsuan (MIAP), fenomena produk tiruan ini masih tetap berkembang. Perbedaan yang sangat kontras akan hal ini tentunya menghasilkan suatu rumusan masalah yang akan dibahas seperti apakah terdapat faktor-faktor lain yang menjadi keputusan konsumen dalam membeli ulang produk tiruan selain dikarenakan harga produk tiruan yang lebih murah. Beberapa faktor yang digunakan untuk menduga niat beli ulang konsumen akan produk tiruan pada penelitian ini adalah prestise merek, gratifikasi personal, kesadaran akan nilai, pengaruh sosial, dan pertimbangan etis. Terkait atas kesadaran hukum akan Hak Kekayaan Intelektual, penelitian ini juga akan membahas apakah konsumen di Indonesia sudah memiliki kesadaran akan hukum dalam membeli suatu produk. Jika dilihat dari aspek gender, apakah terdapat pengaruh dari perbedaan faktor-faktor yang mempengaruhi niat beli ulang produk tiruan antara wanita dan pria, apakah konsumen wanita di Indonesia lebih memperhatikan etika dalam berbelanja jika dibandingkan dengan konsumen pria.
1.3.
Pertanyaan Penelitian Pertanyaan terkait penelitian adalah sebagai berikut: 1. Apakah prestise merek berpengaruh pada niat beli ulang produk tiruan? 2. Apakah gratifikasi personal berpengaruh pada niat beli ulang produk tiruan? 3. Apakah kesadaran akan nilai berpengaruh pada niat beli ulang produk tiruan?
8
4. Apakah pengaruh sosial berpengaruh pada niat beli ulang produk tiruan? 5. Apakah pertimbangan etis berpengaruh pada niat beli ulang produk tiruan? 6. Apakah terdapat pengaruh perbedaan gender konsumen pada faktorfaktor yang mempengaruhi niat beli ulang produk tiruan?
1.4.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengidentifikasi apakah prestise merek berpengaruh pada niat beli ulang produk tiruan. 2. Untuk mengidentifikasi apakah gratifikasi personal berpengaruh pada niat beli ulang produk tiruan. 3. Untuk mengidentifikasi apakah kesadaran akan nilai berpengaruh pada niat beli ulang produk tiruan. 4. Untuk mengidentifikasi apakah pengaruh sosial berpengaruh pada niat beli ulang produk tiruan. 5. Untuk mengidentifikasi apakah pertimbangan etis berpengaruh pada niat beli ulang produk tiruan. 6. Untuk mengidentifikasi apakah terdapat pengaruh perbedaan gender konsumen pada faktor-faktor yang mempengaruhi niat beli ulang produk tiruan.
9
1.5
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kelanjutan kepada: 1. Peneliti Peneliti dapat menganalisis ataupun mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang menjadi keputusan konsumen dalam membeli ulang produk tiruan, dan membuktikan apakah perbedaan gender di Indonesia memiliki pengaruh pada niat beli ulang produk tiruan. 2. Masyarakat Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan tambahan ataupun referensi penelitian selanjutnya mengenai topik niat beli ulang produk tiruan. 3. Produsen ataupun pelaku bisnis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi satu langkah antisipasi terhadap produk tiruan dalam menentukan strategi untuk memasarkan produknya, selain itu pemasar diharap mampu membaca peluang usaha dan mengembangkan produk-produk lokal yang
berpotensi
dengan
memiliki
kekuatan merek
untuk
mengurangi konsumsi produk tiruan. 4. Pemerintah Penelitian ini diharapkan mampu memberi gambaran kepada pihak pemerintah selaku pembuat kebijakan dalam mengantisipasi produk tiruan sehingga mampu menekan kerugian nasional.
10
1.6.
Ruang Lingkup Penelitian ini menitikberatkan pada perilaku konsumen pada niat beli
ulang produk tiruan dengan variabel-variabel yang telah diuji sebelumnya, walaupun diluar variabel-variabel seperti pretise akan merek, gratifikasi personal, kesadaran akan nilai, pengaruh sosial, dan pertimbangan etis masih banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen dalam niat beli ulang. Penelitian ini dimulai selama bulan Januari-Juni 2015. Pengambilan sampel dengan cara menyebarkan kuisioner secara online dan konvensional kepada responden laki-laki dan perempuan. Disamping itu, produk tiruan yang diteliti pada penelitian ini meliputi fashion, perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), dan perangkat elektronik, yang mana produk tersebut memiliki tiruan terbanyak yang tersebar di Indonesia menurut hasil survei Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) pada Kementerian Perindustrian (2014).
1.7.
Sistematika Penulisan Tulisan penelitian ini dilakukan dengan tahapan dan sistematika
penulisan, yang dimulai dari: Bab 1 mencakup pendahuluan dan garis besar mengenai latar belakang yang diikuti dengan pemamparan tujuan penelitian dan pertanyaan-pertanyaan penelitian terkait dengan tujuan mengapa penelitian ini penting untuk dilakukan. Latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup, dan sistematika penulisan menjadi satu rangkaian yang dibahas pada bab 1 dan merupakan uraian-uraian singkat.
11
Bab 2 berisikan tentang tinjauan pustaka dan perumusan hipotesis yang menjelaskan teori yang berkaitan dengan penelitian dan menunjukkan adanya keselarasan antara teori dan aplikasi. Uraian-uraian teori yang berkaitan dengan masalah akan dibahas dalam bab ini, seperti prestise merek, gratifikasi personal, kesadaran akan nilai, pengaruh sosial, dan pertimbangan etis. Adapun kerangka konseptual atau model penelitian juga dipaparkan dalam bab ini. Bab 3 berisi mengenai metode penelitian yang dilakukan dalam mengerjakan penelitan. Bagaimana desain penelitian, metode penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data untuk menjawab masalah penelitian. Bab 4 berisi mengenai hasil penelitian dan pembahasan penelitian dengan menampilkan deskripsi data, pengujian hipotesis, dan hasil analisis yang akan menjadi inti dari permasalahan dalam penelitian. Bab 5 berisi simpulan dan saran yang juga menampilkan implikasi dari pencapaian tujuan penelian, dan diharapkan kesimpulan ini dapat konsisten dengan perumusan masalah dan hipotesis.
12