BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hutan bakau merupakan salah satu ekosistem lautan dan pesisir yang sangat potensial bagi kesejahteraan masyarakat ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. Dibeberapa daerah wilayah pesisir diIndonesia terlihat adanya degradasi dari hutan bakau akibat penebangan hutan bakau yang melampaui batas kelestariannya. Terkait dengan isu-isu lingkungan hidup yakni dari isu lingkungan global, nasional, dan lokal, hutan bakau juga termasuk isu lingkungan, isu lingkungan global merupakan permasalahan lingkungan dan dampak yang ditimbulkan dari permasalahan lingkungan tersebut mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi dunia serta menyeluruh. Isu lingkungan global mulai muncul dalam berberapa dekade belakangan ini. Kesadaran manusia akan lingkungannya yang telah rusak membuat isu lingkungan ini mencuat. Isu lingkungan tentang pemanasan global atau yang sering kita sebut dengan global warming adalah proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi.Lingkungan hidup dimana pencemaran dan pengrusakan terhadap lingkungan dianggap sebagai faktor penyebab hilangnya sifat kealamiahan bumi akibat pemanasan global. Dunia pun menyadari untuk melakukan upaya keras mengingat semakin terancamnya eksistensi kehidupan (Daryanto dan Suprihatin, 2013: 117). Dalam hal ini hutan bakau juga berdampak pada isu global karena hutan-hutan di
dunia sudah mulai berkurang akibat kebakaran hutan seperti saat ini dikarenakan cuaca yang tidak menentu dan penebangan liar. Salah satu isu lingkungan nasional yaitu sampah adalah semua sisa produk dalam bentuk padat sebagai akibat aktivitas manusia yang dianggap tidak bermanfaat dan tidak dikehendaki oleh pemiliknya atau dibuang sebagai barang tidak berguna. Sampah-sampah yang dibuang ini juga biasa dibuang ke sungai dan sampah-sampah menumpuk pada hilir sungai, hal tersebut juga terjadi pada hutan bakau yang berada di Denpasar Selatan akibat kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan. Salah satu isu pencemaran lokal yakni hutan bakau yang tercemar akibat sampah kiriman karena hutan bakau berada pada hilir sungai di Denpasar yang membuat didalam hutan bakau banyak sampah yang tertimbun dan kurangnya kesadaran pengunjung taman wisata bakau yang membawa makanan kedalam taman wisata dan membuang sisa pembungkus makanan ke rawa-rawa hutan, hutan bakau tercemar oleh sampah yang dibuang sembarangan oleh pengunjung wisata. Terkait dengan isu lingkungan penulis melihat ini sebagai dampak yang ditimbulkan dari perilaku manusia yang tidak sadar terhadap pentingnya lingkungan bagi kehidupan. Menurut Dahuri (dalam Darmadi dan Ardhana, 2010: 22), permasalahan utama yang terjadi saat ini adalah banyaknya hutan bakau yang mengalami kerusakan atau telah hilang karena aktivitas manusia seperti konservasi lahan bakau,
penebangan liar, pembangunan di kawasan pesisir dan polusi yang berasal dari darat. Kecenderungan penurunan tersebut mengindikasikan bahwa terjadi degradasi hutan bakau
yang cukup nyata, yaitu sekitar 200 ribu hektar per tahun. Hal tersebut
disebabkan oleh kegiatan konversi menjadi lahan tambak dan penebangan liar. Terdapat beberapa bentuk fotografi yakni peran fotografer sebagai orang yang membuat gambar dengan sinar melalui film atau permukaan yang dipekakan. Terkait fotografer dengan lingkungan jelas terlihat pada komunitas anak muda yang memiliki aktivitas “hunting” bersama dalam rangka menjaga dan melestarikan hutan bakau, aktivitas yang dilakukan ini selain untuk mengajak para fotografer dan masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan, juga memiliki kesadaran melestarikan hutan dan menjaganya. Gerakan sosial lingkungan dilakukan oleh fotografer sebagai wadah komunikasi fotografer melakukan interaksi dengan masyarakat. Keberadaan hutan bakau saat ini semakin berkurang karena ulah manusia itu sendiri maupun faktor alamiah. Partisipasi terutamanya masyarakat yang peduli terhadap lingkungan lebih bisa mengapresiasikan diri dengan adanya lomba-lomba yang dilaksanakan oleh komunitas fotografi, dalam hal ini bukan saja lomba yang dilaksanakan melainkan workshop tentang bakau, penanaman bakau dan pembersihan lingkungan bakau. Merupakan bentuk kepedulian para fotografer maupun masyarakat dalam rangka menjaga dan melestarikan hutan bakau yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat dan sebagai bentuk pengetahuan mengenai keberadaan hutan
bakau yang semakin kritis. Dalam hal ini banyak komunitas foto yang mengambil tempat hutan bakau sebagai obyek foto yang sangat menarik, karena selain menarik hutan bakau juga memiliki keindahan tersendiri dengan tumbuhan yang hijau. Komunitas fotogarfer bergerak dalam aksi-aksinya tidak berjalan sendiri melainkan mereka bekerjasama dengan pihak-pihak yang juga turut peduli terhadap lingkungan, yakni seperti Artha Graha International, dinas kehutanan dan komunitas fotografi. Teori ekologi perkotaan digunakan untuk menganalisis penelitian ini. Teori tersebut dapat menjelaskan tentang peran fotografer dalam gerakan sosial pelestarian hutan bakau. Dalam teori ekologi manusia dipelajari melalui hubungan timbal balik mahluk hidup dengan lingkungannya,
dikaitkan dengan peran fotografer dalam
pelestarian hutan yang dilaksanakan melalui gerakan-gerakan sosial pelestarian lingkungan merupakan fokus untuk mengaplikasikan teori pendekatan ekologi juga untuk melihat bagaimana komunikasi yang dilakukan oleh para fotografer sebagai aktor sosial dalam memberikan sebuah pesan atau gambaran kepada masyarakat untuk mengetahui bagaimana pentingnya hutan bagi kehidupan sekarang dan akan datang. Tujuannya tercipta suatu hubungan manusia dengan lingkungan melalui komunikasi lewat penyampain pesan kampanye gerakan pelestarian hutan. Fenomena yang terjadi tentang kerusakan hutan dan isu-isu yang dilatarbelakangi adanya revitalisasi hutan yang marak terjadi saat ini. Manusia seharusnya bisa membayangkan bagaimana pentingnya hutan bagi kelangsungan hidup bagi dirinya sendiri dan orang lain. Melalui gambar dan foto yang digunakan
sebagai alat komunikasi dengan demikian bisa melahirkan efek positif atau pun negatif, sehingga penelitian ini nantinya akan melihat apa yang melatarbelakangi fotografer dalam gerakan sosial lingkungan dalam melestarikan hutan bakau dari kerusakan yang terjadi. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis dapat merumuskan satu
rumusan masalah sebagai berikut. Bagaimana peran fotografer dalam gerakan sosial lingkungan hutan bakau? 1.3
Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: penelitian
dilaksanankan di daerah Denpasar Selatan tepatnya di hutan bakau dikawasan Badan Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah 1 , objek dalam penelitianya yakni fotografer dan masyarakat, penelitian dilaksanakan selama tiga bulan.
1.4
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dalam penelitian ini dibedakan
menjadi dua jenis yaitu tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut: 1.4.1
Tujuan Umum
1. Tujuan penelitian ini secara umum adalah mendeskripsikan fotografi sebagai bentuk gerakan sosial pelestarian hutan bakau terkait dengan pelestarian lingkungan.
2. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikaan gambaran terhadap masyarakat untuk memperhatikan faktor-faktor kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini, sehingga diperlukan untuk membangun kesadaran masyarakat akan kekayaan yang dimiliki oleh alam yang harus dijaga dan di rawat bersama serta masyarakat dapat mengembangkan potensi yang ada. Melalui gerakan sosial pelestarian hutan ini masyarakat akan lebih mengerti bagaimana pentingnya kekayaan alam untuk saat ini dan akan datang. 1.4.2
Tujuan Khusus
Mengetahui peran fotografer dalam melakukan gerakan sosial pelestarian lingkungan hutan bakau. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat antara lain sebagai berikut: 1.5.1
Manfaat Teoritis
1. Menambah khasanah keilmuan dan dijadikan bahan sebagai tambahan informasi bagi peneliti lainya yang ingin mengkaji permasalahan yang sama, yaitu mengenai peran fotografi sebagai media komunikasi dalam pelestarian hutan bakau yang dilakukan dengan aksi gerakan pelestarian hutan. 2. Diharapkan mampu menjadi bahan yang digunakan sebagai pembelajaran dan pengembangan ilmu khususnya ilmu sosiologi dan dapat dijadikan
acuan, bagi yang ingin menggali lebih dalam lagi mengenai gerakan melestarikan lingkungan.
1.5.2
Manfaat Praktis
1. Dapat
dijadikan
pertimbangan
bagi
pencinta
fotografi
bahwa
perkembangan fotografi di Denpasar kini telah banyak memiliki ide-ide untuk menciptakan hasil karya yang lebih kreatif melalui gambaran dan foto yang menjadi tolak ukur penyampaian pesan. 2. Dapat dijadikan sebagai acuan bagi instansi yang terkait dengan fotografi agar memberi perhatian yang lebih terhadap perkembangan fotografi sebagai wadah kreasi untuk menciptakan gerakan-gerakan baru dalam pelestarian hutan dan memberikan tempat untuk para fotografer mengembangan kreativitasnya dalam berkarya. 1.6
Sistematika Penulisan Sistematiaka penulisan pada penelitian ini adalah. Bab 1 menjelaskan tentang latar belakang dari penelitian yang mengkaji
tentang fotografer sebagai aktor gerakan sosial lingkungan. Membahas bagaimana isu-isu lingkungan dapat dikaitkan dengan permasalahan utama adalah banyaknya hutan bakau yang mengalami kerusakan seperti penebangan liar dan pembangunan kawasan pariwisata. Gerakan sosial lingkungan sebagai wadah komunikasi fotografer melakukan interaksi dengan masyarakat. Terdapat satu rumusan masalah yakni
bagaimana peran fotografer sebagai aktor sosial lingkungan hutan bakau. Tujuan penelitian ini di bedakan menjadi dua jenis yakni tujuan umum dan tujuan khusus. Manfaat penelitian dibedakan menjadi dua yakni manfaat teoritis dan manfaat praktis yang diharapkan mampu memberikan manfaat kepada peneliti yang akan membahas hal sama. Bab 2 menjelaskan tentang kajian pustaka, pada bab ini ada lima refrensi kajian yang digunkan untuk membandingkan penulisan sebelumnya dan yang diteliti. Memiliki perbedaan dan persamaan dengan yang dikaji oleh penulis sebagai pembanding. Pada bab ini menjelaskan beberapa konsep konseptual yakni konsep hutan bakau, konsep kampanye, konsep gerakan sosial baru, konsep fotografi dan kerangka teoritis. Pada konsep hutan bakau menjelaskan bagaimana hutan sebagai sumber kehidupan yang sangat potensial untuk semua masyarakat dan sebagai kawasan hijau yang dijadikan tempat wisata, konsep kampanye pada dasarnya sebagai gerakan atau tidnakan serentak untuk melawan atau menggandakan aksi kegiatan, konsep gerakan sosial merupakan gerakan yang berorientasi isu dan tidak tertarik pada gagasan revolusi, konsep fotografi proses pembuatan lukisan dengan menggunakan media cahaya atau untuk menghasilkan gambar, dan kerangka teorotis menggunakan teori dari Robert E Park dan dikaitkan dengan Roland Barthes tentang semiotika negativa. Bab 3 menjelaskan metodologi pada penelitian ini yakni jenis penelitian menggunakan deskriptif kualitatif, lokasi penelitian di Denpasar dan waktu penelitian dari bulan Maret sampai bulan Mei, unit analisis data penelitian subyek penelitian
yaitu peran fotografer dan obyek penelitian masyarakat. Penentuan informan ada dua jenis yakni informan kunci dan informan pangkal, jenis dan sumber data yakni data primer dan data sekunder. Teknik pengimpulan data terdiri dari observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi serta teknik analisis data. Bab 4 menjelaskan gambaran umum dari penelitian yang dilakukan dengan hasil temuan yang didapatkan dilapangan, dengan hasil penelitian sebagai berikut aksi gerakan yang dilakukan oleh fotografer ini memiliki reaksi dari diri sendiri untuk melakukan aksi ini, aksi yang dilakukan ini berupa lomba foto, pameran foto yang diadakan, melalui sebuah gambaran masyarakat dapat menerima isi pesan yang disampaikan melalui media sosial atau pun dari pameran yang diselengarakan, aksi dari media sosialnya itu dengan cara mengungah foto yang bertemakan lingkungan dengan mengunakan hastag yang isinya tentang melestarikan lingkungan. Bab 5 menjelaskan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang diperoleh dengan kesimpulan fotografer sebagai aktor sosial.