BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
„Politics is just like show busines s.‟ - Ronald Reagan, quoted in Postm an 1987, 128-.
“..Artis kemudian tidak hanya sebagai penghibur di panggung namun bertransformasi menjadi vote getter, dim ana mereka adalah pendulang suara yang instan, dan kemudian partai seolah menjadi tidak ideologis, mereka terlalu mem perhatikan prosedur dan hasil bukan lagi substansi.” -Hanta Yuda dalam acara bertajuk “Fenomena Politik Artis” RCTI. –
Demokrasi memberikan peluang bagi siapa saja untuk bisa duduk di parlemen, pemerintahan atau bahkan menjadi seorang presiden. Dengan demokrasi, sistem politik menjadi jauh lebih terbuka bagi setiap warga negara, dan tidak lagi hanya dimonopoli oleh kaum bangsawan maupun politisi senior. Saat ini, kurang dari sepuluh negara dari hampir dua 1
ratus negara yang ada di dunia yang belum menerapkan sistem politik demokrasi. M enurut Joseph Schumpeter, demokrasi sebagai suatu pemerintahan dimana rakyat memiliki kebebasan dan kesempatan untuk menerima dan menolak para politisi yang memerintah. Esensinya adalah pada mekanisme kompetitif memilih pemimpin melalui kontestasi mendapatkan suara masyarakat.
1
Ir.Akbar Tanjung dalam Pengantar buku terjemahan Political M an oleh Seymour M artin Lipset (1960) terbitan Pustaka Pelajar (2007).
Berkaca pada pengalaman Indonesia, demokrasi menjadi kata kunci bagi dimulainya era keterbukaan individu untuk ikut ambil bagian dalam politik aktif. Setelah melewati masa pematangan yang begitu panjang, Indonesia pada akhirnya bertranformasi menjadi sebuah negara yang berkomitmen dalam menerapkan sistem pemerintahan yang demokratis, tepat setelah kejatuhan rezim orde baru. Titik balik sejarah ini kemudian dikenal dengan era reformasi yang dirasakan mampu membawa dampak positif pada pelbagai aspek sistem pemerintahan di Indonesia.
Dalam
fase
dekade
selanjutnya, proses
transisi
demokrasi ditandai dengan
penyelenggaraan pemilu secara pada tahun 2004 dan 2009 yang ternyata mencuri perhatian dunia. Pasalnya Indonesia, sebagai Negara yang dianggap menjadi teladan proses demokratisasi,
mampu
membuktikan
daya
saingnya
di
bidang
ekonomi.
P esatnya
pertumbuhan ekonomi yang diikuti akselerasi upaya demokratisasi, terbukti membawa angin segar dalam proses check and balances pemerintahan. Hal ini ditandai dengan keterbukaan media, yang dengan lebih leluasa, memberitakan kondisi ekonomi, politik dan pemerintahan terhadap publik sehingga menumbuhkan kesadaran politik bagi masyarakatnya. Kondisi ini pada gilirannya mendorong partisipasi aktif masyarakat terhadap politik. Seluruh lapisan masyarakat hiruk pikuk turut andil dalam euforia demokrasi, terbukti dengan banyaknya jumlah partai politik yang berpartisipasi dalam pemilu langsung tersebut.
M ereka yang memiliki modal politik berupa ketenaran juga tak ingin ketinggalan untuk ikut memanfaatkan momentum ini. M ereka yang memiliki popularitas saling berlomba satu sama lain demi menduduki kursi di parlemen, termasuk di dalamnya para artis yang memiliki ketenaran yang didapat lewat penampilan mereka di layar kaca, radio, maupun media cetak.
Sebelum fenomena artis dan politik terjadi di Indonesia, Amerika Serikat lebih dulu memiliki pengalaman ini. Pada tahun 1966, artis H ollyw ood, Ronald Reagen, terpilih menjadi Gubernur Negara Bagian California, dan pada tahun 1980 dia terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat setelah mengumpulkan 489 suara atau menang 49 suara dari calon 2
presiden incum bent James Carter. Reagen sukses menjadi Presiden sejak tahun 1981 hingga 1989. Bukan hanya karirnya di dunia hiburan saja yang menuai banyak pujian, dalam dunia politik juga memiliki cerita yang cukup fenomenal, hingga kisah penembakan dirinya diangkat ke dalam layar lebar dalam ”The Day Reagen Was Shot”. Selain R onald Reagen, masih ada beberapa nama artis lain yang sukses terjun ke panggung politik di Amerika seperti Sonny Bono, Clint Eastwood, Jesse Ventura dan, yang juga fenomenal adalah, aktor film Terminator Arnold Schwarzenegger.
Untuk kasus Indonesia, nama artis yang cukup awal dan dikenal terjun ke panggung politik adalah aktor kawakan Sophan S ophiaan. Ia telah memulai karir politiknya sejak tahun 1992 hingga 1997 dengan menjadi Anggota DPR -RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia 3
(PDI) . Pada tahun 1999, Sophan S oph iaan kembali terpilih menjadi anggota DPR -RI dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) besutan M egawati Soekarnoputri, melalui daerah pemilihan Jawa Barat. Karena loyalitasnya terhadap partai, dia ditunjuk menjadi ketua fraksi PDI-P di M PR pada era itu. Pada Januari 2002, S ophan Sophiaan m undur dari anggota DPR-RI karena merasa jenuh dengan kondisi politik yang ada dan tidak sepaham dengan
2
Diunduh dari The Presidential biographies on W hiteHouse.gov are from “The Presidents of the United States of America,” by Frank Freidel and Hugh Sidey. Copyright 2006 by the W hite H ouse Historical Association . http://www.whitehouse.gov/about/presidents/ronaldreagan , tanggal 20 November 2013 jam 16.00. 3 Dikutip da ri liputan wawancara Liputan6 ;Sophan Sophiaan: "Saya Gelisah, Gamang, dan Frustrasi..." 27/01/2002 17:46, sumber :
http://news.liputan6.com/read/27956/sophan -sophiaan -saya-gelisah-gamang -dan-
frustrasi diunduh tanggal 20 November 2013 jam 17.00 W IB.
keputusan Ketua Umum PDI-P M egawati Soekarnoputri. Dia juga menjadi anggota DPR -RI pertama di Era Reformasi yang mengundurkan diri.
Pada Pemilihan Umum tahun 2004, nama penggiat dunia hiburan yang tidak kalah terkenal juga turut meramaikan panggung politik Senayan. Nurul Arifin memulai karir politiknya dengan menjadi kandidat calon legislatif DPR -RI dari Partai Golongan Karya (Golkar) melalui Daerah Pemilihan Jawa Barat, namun dia gagal masuk ke DPR -RI karena berada pada nomor urut bawah. Barulah pada pemilu tahun 2009, Nurul menjadi salah satu dari enam belas penggiat dunia hiburan yang bisa menikmati kursi parle men setelah menyingkirkan enam puluh satu saingannya yang berlatar belakang sama. Selain Nurul, ada juga nama-nama lain yang duduk di parlemen, seperti Tantow i Yahya dari Partai G olkar , Venna M elinda, Angelina Sondakh, Adji M assaid, Theresia Pardede dan Ingrid Kansil dari Partai Demokrat, serta Eko Patrio dan Primus Yustisio dari Partai Amanat Nasional (PAN).
Partai menganggap popularitas sebagai sebuah variabel yang dapat mendongkrak elektabilitas. Pada konteks ini, melibatkan artis dalam politik kemudian dijadikan sebagai pilihan strategi baru serta dianggap sebagai mesin pendulang suara yang efektif. Namun di sisi lain, kehadiran mereka juga memicu polemik yang meragukan kinerja mereka sebagai wakil rakyat. Studi yang ada selama ini belum dapat menunjukan keterlibatan aktif dan kualitas mereka dalam menjalankan fungsi-fungsi parlemen, seperti; 1. Fungsi Elektif, 2. Fungsi Legislasi, 3. Fungsi Pengawasan dan 4. Fungsi Perwakilan (Ruland et.all : 2005).
M elihat fenomena serta keterbatasan sum ber referensi yang ada, penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang kinerja para politisi artis yang dilihat dari variabel fungsi parlemen, yakni fungsi legislasi dan fungsi perwakilan di DPR -RI periode 2009-2014 . Sebelum menentukan penilaian terhadap kualitas kinerja para artis, penelitian akan terlebih dahulu membahas tentang proses awal mula keterlibatan para artis ke dalam
dunia politik. Hal ini menjadi penting untuk dibahas demi memahami konteks politik yang ada.
Temuan dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi kajian ilm u politik di Indonesia serta menambah khasanah pengetahuan dan kajian dalam ilmu politik secara umum. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan mampu menjadi sebuah referensi baru da lam melihat dinamika demokrasi di Indonesia.
B. Rumusan Masalah “Bagaim ana kiprah politisi yang berlatar belakang artis dalam menjalankan perannya sebagai anggota parlemen terpilih DPR-RI periode 2009-2014 dilihat dari fungsi legislasi dan fungsi perwakilan dalam parlemen? ”
C. Tujuan Penelitian
Dengan melihat rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui proses keterlibatan para artis di dalam dunia politik sehingga mampu duduk di Parlemen DPR -RI periode 2009-2014.
2. Untuk melihat kinerja artis yang ada di DPR -RI periode 2004-2014 dalam kerangka fungsi legislasi dan perwakilan.
D. Kerangka Teori
Demokrasi dan parlemen adalah dua hal yang tidak terpisahkan. David Beetham menjelaskan bahwa parlemen merupakan lembaga intermediari terbesar dan terpenting dalam 4
sistem demokrasi , karena lembaga ini secara resmi menghubungkan antara konstituen, partai politik, legislatif dan eksekutif. Dalam kerangka sistem parlementer, parlemen menjadi hal terpenting dalam pemerintahan demokratis, da ri legislatif hingga eksekutif, parlemen memiliki andil besar menentukan jalannya pemerintaha. Tidak jauh berbeda dengan sistem presidensial, peran parlemen menjadi instrumen penting karena kewenangannya dalam membentuk undang-undang, mengawasi APBN dan mengawasi kabinet pemerintahan yang dijalankan presiden (eksekutif).
Parlemen terdiri dari begitu banyak karakter profesi dan individu yang saling berkompetisi untuk mewakili masyarakat. Dalam penelitian ini, golongan profesi yang disoroti adalah penggiat dunia hiburan (artis). Walaupun hanya menduduki kurang dari dua persen dari total keseluruhan kursi yang ada di DPR, artis tetap menarik untuk disoroti karena popularitas yang mereka miliki. Akses mereka terhadap media, ternyata mampu memberikan keuntungan politik. Namun apakah mereka benar benar mampu menjalankan fungsinya selaku anggota parlemen dengan baik? Seberapa efektifkah kinerja mereka? Pada bagian berikutnya akan dijelaskan tentang korelasi antara demokrasi dengan popularitas dan pemahaman terkait fungsi-fungsi dari parlemen lewat pembahasan tentang teori perwakilan, fungsi parlemen, dan artis yang berpolitik.
4
David Beetham. 2006. Parliament & Democracy in the twenty -first century. Inter-Parliamentary Union. Switzerland. Hal. 4
D.1. Perwakilan Dalam Dem okrasi
Sistem demokrasi tadinya dilahirkan untuk mengakomodasi orang -orang yang berkualitas dan kom peten untuk duduk di pemerintahan maupun legislatif. Namun dewasa ini, demokrasi sedikit mengalami pergeseran dalam
cara berdemokrasi. Scumpeter
mengatakan bahwa esensi demokrasi adalah “mekanisme kom petitif memilih pemimpin” melalui “kontestasi mendapatkan suara” . Kontestasi inilah yang kemudian menimbulkan permasalahan baru yang mewakili (representative) dan yang diwakili (represented). M engutip kalimat Anskermit (2002) “tanpa adanya representasi tidak ada yang akan direpresentasikan”. Begitulah kinerja dari fungsi pe rwakilan, harapannya adalah interaksi timbal balik yang diberikan politisi kepada partai politik dan kemudian konstituennya. Sebagai legislator, M ezey (1979) memaparkan “ Their time and effort to dealing with the 5
problems, request, and needs of mass publics.” Selain legislasi, pengawasan, dan elektif, representasi merupakan bagian yang cukup penting, jika legislator tidak mampu mengelola dengan baik fungsi tersebut maka dipastikan dirinya tidak akan terpilih lagi di parlemen. Giovanni Sartori (1968) dalam “Representaional System” berpendapat, bahwa walaupun pemilihan umum merupakan sesuatu yang penting dalam menjaga konsep pemerintahan representatif. Kita harus kembali pada konsep sociologila representation, dimana sebenarnya masyarakat mau memberikan mandat dan dukungan karena mereka – calon legislatif- merupakan m irror bagi pemilih. Jika hubungan itu rusak, makan pemilih atau konstituen tidak segan-segan mencabut mandat yang telah diberikan karena gagal melakukan agregasi kepentingan.
Tidak dipungkiri lagi bahwa di era demokrasi saat ini, uang dan memiliki peran penting dalam mencapai posisi politik. M ungkin terlalu berlebihan jika kita berkesimpulan 5
Jurgen Ruland dkk. Parliements and Political Change in Asia. Institute of SEA Studies. Hal. 256
bahwa sem ua politisi memiliki moral yang dekaden, karena nyatanya tidak semua politisi buruk. Biaya politik yang mahal dianggap menjadi alasan untuk melakukan cara -cara praktis agar kandidat terpilih menjadi anggota legislatif. Seberapa banyak uang yang dim iliki kandidat untuk berkampanye kemudian menjadi indikasi untuk mencapai peluang besar menjadi anggota legislatif.
Namun pada dasarnya, politik tidak serta merta membutuhkan dana yang banyak jika seorang kandidat berkomitmen untuk berpolitik dengan bersih dan ba ik sejak awal, melakukan investasi sosial dalam jangka waktu yang lama dan konsisten terhadap plaform yang diusung. Namun nampaknya proses yang butuh waktu panjang dan pengorbanan menjadi opsi yang sama sekali tidak menarik bagi partai dan kadernya. Akhirn ya era budaya 6
popular, menurut M cLuhan, membawa ruang baru yang dinamakan “ global village”, dimana era new-media membawa kita untuk berinteraksi tanpa perlu lagi bertatap muka.
Dalam membaca dinamika politik di Indonesia, adalah penting untuk menarik benang merah hubungan antara demokrasi dan popularitas. M ereka yang memiliki popularitas, baik popularitas di dunia hiburan, politik ataupun ekonomi, bisa memiliki peluang untuk duduk di parlemen dan atau bahkan di eksekutif.
Popularitas sesungguhnya dapat dimanfaatkan untuk mendongkrak elektabilitas dan akseptabilitas jika dimanfaatkan dalam proses politik. Inilah akar pemikiran yang menjadikan partai politik di Indonesia yang tadinya menggunakan artis ibukota untuk sekedar menjadi bintang tamu di acara kampanye partai kemudian bertransformasi menjadi vote-getter atau
6
Penjelasan tentang budaya populer yang me mbawa politik menjadi te rbuka bagi yang memiliki akses luas terhadap informasi dalam artikel Entertainment, Domestication and Dispersal : Street Politics as Popular Culture oleh Ariel Heryanto (2010) yang memaparkan tentang budaya popular yang berdampak pada cara berpolitik di e ra saat ini, dunia hiburan dan informasi memiliki peran yang penting d alam membentuk opini. Indonesia bukanlah negara yang maju secara sosial dan ekonomi, namun Indonesia tercatat menjadi negara ketujuh dengan jumlah pengguna akun Facebook yang mencapai 8,52 Juta orang.
mesin mobilisasi suara bagi partai politik. Terlepas dari kualitas kandidat, fenomena ini membawa dinamika baru dalam perpolitikan di era budaya populer.
Pendekatan ini yang akan digunakan oleh peneliti untuk melihat artis atau seniman yang kemudian bertransformasi menjadi anggota parlemen. Bukan saja dalam soal peluang, tapi ada demand dan supply yang mereka coba penuhi, entah untuk kepentingan partai atau kepentingan pribadinya.
Popularitas tidak sama dengan elektabilitas, namun elektabilitas bisa diraih dengan mekanisme popularitas, lebih tepatnya ketika konstituen bisa menerima (aks eptabilitas) figur calon perwakilannya. Elektabilitas pasti dipengaruhi pula oleh popularitas, namun popularitas belum selalu berkorelasi positif terhadap elektabilitas. Faktor inilah yang menjadi penghalang bagi artis untuk bisa duduk di parlemen. Namun jika melihat kondisi politik negeri ini, yang sebagian besar warganya sangat tergantung terhadap media informasi seperti televisi dan media jejaring sosial, popularitas bisa diraih dengan cara yang mudah. Hal ini menjadikan para artis merasa memiliki peluang untuk dipilih (elektabilitas) sehingga mereka bisaduduk di parlemen. Popularitas, pada konteks demokrasi pada dasarnya, membuka peluang bagi siapa saja untuk bisa ikut dalam kompetisi politik menuju parlem en, tidak terkecuali bagi para penggiat dunia hiburan.
Efek dari popularitas berimplikasi pada pemahaman seorang artis bahwa mereka adalah cermin dari masyarakat dan pumya kesempatan besar untuk mewakili masyarakat dalam Parlemen. Padahal esensi dari perwakilan ( representation) menurut Nirmala Rao, esensinya adalah relasi antara dua orang, the representative (yang mewakili) dan the represented (yang diwakili) atau konstituen, dimana yang mewakili memegang otoritas untuk 7
menunjukan tindakan diluar mandat yang diberikan oleh konstituen. Keterlibatan artis dalam
7
A. de Grazia, `Representation: Theory', in International Encyclopaedia of the Social Sciences
politik sebenarnya menunjuk efek yang akan sangat terlihat jelas, pemberian mandat langsung namun pada praktekya bisa saja se orang politisi artis tidak menjalankan mandat konstituenya, dalam kasus di Indonesia, politisi artis lebih berpihak pada partai politik yang megusungnya.
D.2. Fungsi Parlemen
Pemilu memungkinkan siapapun, tanpa memedulikan latar belakang mereka, untuk duduk di kursi DPR-RI sebagai representasi masyarakat setelah mampu mendulang suara sesuai electoral-treshold yang ditetapkan oleh K omisi Pemilihan Um um sesuai Undang Undang Pemilu. Dalam peraturan perundang-undangan, seorang anggota legislatif tidak hanya berperan dalam urusan legislasi (perundang-undangan) saja, namun mereka juga memiliki fungsi-fungsi lain. M enurut Rulland dkk., setidaknya ada 4 F ungsi penting 8
parlemen, yaitu :
1. Fungsi Elektif
Parlemen memiliki kuasa untuk memilih perdana menteri atau presiden di beberapa negara, fungsi ini tidak berlaku di Indonesia karena sistem presidensial hybrid yang diberlakukan sejak pasca runtuhnya Orde Baru. Sejak pemilu tahun 2004, Indonesia telah menganut sistem pemilihan langsung, sehingga peran anggota parlemen untuk memilih Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan sudah tidak ada lagi.
Namun demikian, para anggota legislatif di Indonesia masih memiliki kewenangan untuk memilih para pejabat lembaga tinggi negara usulan Eksekutif. DPR dapat menerima atau menolak usulan eksekutif, yang mengajukan beberapa nama calon untuk mengisi posisi
(New York, M acmillan, 1968), p. 461. Dalam Artikel Nirmala Rao. Representation in Local Politics: a Reconsideration and some New Evidence. (London, Goldsmiths' College,1998) Hal. 20. 8
Jurgen Ruland dkk. Parliements and Political Change in Asia. Institute of SEA Studies. Hal. 222.
sebagai pim pinan lembaga tinggi negara non-kementerian, seperti Ketua KPK, Gubernur Bank Indonesia, Ketua BPK, Ketua M ahkamah Kontitusi dan lain sebagainya.
2. Fungsi Legislasi
Legislasi adalah fungsi pokok parlemen, baik dalam sistem parlementer ataupun presidensial. Hanya saja prosedur di setiap negara berbe da, tergantung sistem yang mereka terapkan. Dalam kasus di Indonesia, karena Pemerintahan yang berkuasa bukan kepanjangan tangan dari Parlemen, maka posisi eksekutif vis a vis
dengan parlemen. Jika parlemen
dikuasai partai oposisi dari pengusung Presiden berkuasa, maka proses legislasi akan menjadi sangat alot.
Fungsi ini terfokus pada perum usan hingga pengesahan Undang -Undang, dalam konteks di Indonesia DPR -RI kemudian terbagi dalam 11 komisi. Kom isi yang ada ini juga menjalankan fungsi pembahasan dan nantinya penetapan dari 34 kementrian di Pemerintahan Republik Indonesia.
3. Fungsi Pengawasan
Pengawasan merupakan fungsi penting parlemen dalam sistem pemerintahan demokrasi, dimana fungsi ini mampu mengawasi jalannya undang -undang, eksekutif dan APBN. Dalam Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR -RI) tahun 2009 dipaparkan pada pasal 5 ayat 3 “ Fungsi Pengawasan sebagaimana dim aksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan undang -undang dan APBN.” Fungsi pengawasan memberikan kontribusi nyata pada demokrasi, inilah yang membedakan suatu sistem dikatakan demokratis atau tidak. Kinerja dan kebijakan yang dihasilkan oleh eksekutif bisa terus dipantau dan dipertanyakan jika tidak berjalan sesuai mekanisme yang ada atau menyimpang.
9
Rulland menjelaskan fungsi pengawasan (Oversight function) memiliki banyak arti, legislatif bisa men-investigasi, mendengarkan dan melakukan impeachment kepada eksekutif jika dianggap menyimpang. Semua yang dilakukan oleh eksekutif melalui kabinetnya bisa di kontrol atau diawasi kinerjanya oleh legislatif. Inilah fungsi yang membuat lembaga legislatif menjadi penting untuk terus dijaga kredibilitasnya, kar ena lembaga inilah yang memiliki hak dan kewajiban untuk mengawasi esensi dan jalannya
sistem
demokrasi di suatu
pemerintahan.
4. Fungsi Perwakilan
Fungsi perwakilan sesunggguhnya merupakan fungsi mendasar dari parlemen yang kemudian diterjemahkan lebih lanjut dalam fungsi lainnya. Dalam buku Parliement and Political Change in Asia, Rulland dkk. melakukan pengamatan sejauh mana keempat fungsi ini efektif dijalankan oleh parlemen yang ada (pengamatan makro) dengan melakukan perbandingan kasus di negara Indo nesia, Korea Selatan, Filipina, Thailand dan India. Namun dalam Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR -RI) tahun 2009 menjelaskan pada pasal 4 ayat 1 tentang fungsi DPR meliputi legislasi, anggaran dan pengawasan dijelaskan pula fungsi sebagaimana dimaksud dijalankan dalam kerangka representasi rakyat. Anggota DPR dari kalangan profesi apapun seharusnya mampu memaknai fungsi mereka menjadi anggota parlemen yang memeroleh mandat langsung dari konstituennya.
M engingat arti penting fungsi parlemen dalam kerangka menakar efektifitas kinerja anggota parlemen secara kualitatif, maka penelitian ini akan difokuskan pada dua fungsi, yaitu fungsi legislasi, yang pada dasarnya merupakan fungsi turunan dari parlemen, dan representasi yang merupakan fungsi mendasar dari parlemen. Walaupunkedua hal tersebut
9
Ibid. Hal. 242.
seolah merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan, namun keduanya tetap memiliki perbedaan sebagaimana yang sudah diulas di atas. U ntuk itu, penelitian ini akan memosisikan kedua hal tersebut sebagai in strumen pengukuran terhadap efektifitas fungsi parlemen. Tulisan ini selanjutnya
akan
mengetengahkan
pembahasan
mengenai
fungsi
legislasi
beserta
signifikasinya.
D.2.1. Fungsi Legislasi
Fungsi ini menjadi yang paling penting dalam fungsi parlemen, baik dal am sistem parlementer atau presidensial. Legislasi menjadi sebuah tolok ukur utama untuk mengukur kualitas atau efektifitas kinerja parlemen. Dalam tatanan sistem presidensial, fungsi ini menjadi bermasalah ketika legislator (DPR) vis-a-vis dengan eksekutif, maka suatu kebijakan yang membutuhkan persetujuan DPR bisa mengalami kebuntuan dalam pengesahannya.
Fungsi ini juga yang paling banyak dibanyangi oleh interest group dalam mempengaruhi RUU yang kemudian berhubungan langsung dengan eksekutif, yang perl u juga dipahami bahwa fungsi legislasi juga memiliki tahap artikulasi dan agregasi kepentingan dari berbagai pihak, entah itu partai politik dalam parlemen ataupun kepentingan eksekutif.
Fungsi legislasi dalam Peraturan DPR -RI tahun 2009 tentang tata tertib, menjelaskan bahwa DPR-RI adalah pemegang kekuasaan dalam pembentukan undang -undang dan peraturan pemerintahan yang berkaitan langsung dengan Presiden. K ualitas legislasi anggota DPR-RI yang meliputi pemahaman dan kontribusi aktif tentang isu yang sedan g dibahas sangatlah penting. Inilah yang kemudian menjadi sorotan penting dalam melihat bagaimana bagaimana secara makro (institusi) dan m ikro (anggota) dalam menjalankan fungsi legislasi
ini. Karena esensi dan alasan utama lembaga legislatif adalah untuk memformulasikan undang-undang.
10
Dalam melihat kinerja anggota parlemen terkait fungsi legislasi, menurut S.C. Patterson,
11
ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisa performa kerja dari staff
kongres di dalam U.S. House of representative :
1. Research activity Kegiatan ini merupan kegiatan wajib seorang anggota kongres untuk meneliti RUU yang sedang dibahas dan m eneliti isu apa yang sedang beredar di masyarakat untuk kemudian di bahas dalam forum parlemen. 2. Preparation for com itte meetings and hearings Persiapan untuk rapat komite biasanya dilakukan oleh anggota dibantu staff ahlinya, indikasi ini nantinya akan menakar keterlibatan politisi dalam mempersiapkan pandangannya terhadap isu atau tema dalam agenda rapat komite yang biasanya sudah terjadwal dalam agenda masa sidang.
3. Preparation for floor debate Karakter representative politisi biasanya terlihat dalam kegiatan debat dalam forum pembahasaan RUU dengan sesama politisi dari beda partai. Atau menyoroti kasus yang terjadi di pemerintahan. Sejauh mana politisi memahami isu yang berkembang dan berusaha memberikan pandangan terhadap isu tersebut. Biasanya te rjadi dalam Rapat Dengan Pendapat, Rapat Pengawasan Pelaksanaan Anggaran atau Rapat Konsultasi.
Pengamatan mendalam yang akan dilakukan dalam penelitian ini akan menyoroti bagaimana fungsi legislasi dijalankan secara mikro oleh anggota DPR yang difokuskan pada 10
M ichael G. Roskin. Et.al., 1999, Political Science : an Introduction. Phoenix Color Corp. New Jersey, USA. Hal. 256. 11 Di adaptasi dari S.C. Petterson dalam tulisan Joseph La Pambora, Legislation functions & behavior, tentang hasil analisa kinerja anggota kongres di U.S. House of Representatives pada tahun 1966-1967.
politisi yang berlatar belakang artis. Pengamatan pada kinerja politisi artis di DPR -RI akan tertuju pada tiga titik fokus; pertama, terkait kinerja dalam fungsi legislasi dan kedua peran politisi artis dalam menjalankan representasi (perwakilan) . kedua poin tersebut dianggap penting oleh peneliti, karena ketiga fokus penelitian tersebut sering menjadi tanda tanya oleh sebagian besar orang ketika berbicara pada kinerja legislasi anggota DPR dari kalangan artis.
D.2.2. Representasi
If democracy is nothing but legitim ation by the m ost successful form of communication, then the com munication artist is the best democrat, with no effort whatsoever. And if the authentic play of body politics is the most efficacious form of entertaining comm unication, the n „briefcase politics‟ with its institutionalised procedures and long-winded arguments might as well bow out now. (Thomas Meyer, 2002)
Representasi merupakan salah satu chief dari keseluruhan fungsi legislatif yang harus dimaknai oleh pelakunya. M ichael G. Roskin menambahkan bahwasannya walaupun seorang anggota parlemen atau legislatif tergabung dalam kelompok elit politik yang jauh dari kehidupan konstituennya, mereka tetap harus merealisasikan kepentingan pemilihnya agar mampu terpilih dan kembali memperoleh kursi di parlemen.
Pemahaman lain juga diberikan Walter Bagehot dalam mendeskripsikan fungsi perwakilan, setidaknya ada lima fungsi utama parlemen, yakni elective, expressive, teaching, inform ing, dan legislative. Tiga dari fungsi tersebut, expressive, teaching, dan inform ing, dianggap cukup relevan sebagai aspek penting dari representasi. Hal ini dikarenakan ketiga
hal tersebut merupakan fungsi yang sejatinya mampu menciptakan hubungan konkret antara konstituen dengan anggota parlemen.
12
Dalam kenyataan, M eyer menjelaskan bahwasanya apa yang ditonjolkan saat ini adalah politisi artis mampu menjual “fisik” dan komunikasi mereka untuk menarik dukungan masyarakat, tidak lagi politisi berpakaian rapi dengan jas dan dasi yang berdiplomasi dengan bahasa yang tinggi namun tidak mampu secara jelas dimengerti oleh masyarakat umum. Apa yang dipaparkan M eyer sebenarnya merupakan kritik atas semakin maraknya politisi artis di Amerika dan cara berpolitik ala artis yang dipakai oleh politisi-politisi muda. K ondisi serupa memang juga terjadi dalam kasus di Indonesia, ketika wajah mereka (artis) muncul di televisi, hampir pasti sudah tersebut nama di dalam benak penontonnya. Ya begitulah artis memberikan daya tarik bagi siapa saja karena keunggulan mereka dari segi fisik dan kemampuan berkomunikasi di depan layar kaca.
M enurut Crick, setidaknya ada dua hal yang dijadikan tolok ukur dalam menakar kualitas kinerja representasi anggota parlemen, yakni:
1. Tingkat kehadiran
Kehadiran anggota dalam kegiatan parlemen menjadi tolok ukur penting dalam melihat kualitas kinerja mereka dalam menjalankan fungsinya di parlemen. Tingkat kehadiran ini biasanya bisa kita lihat lewat daftar kehadiran dalam rapat, kehadiran di daerah, dan kegiatan lainnya.
2. Penyerapan Aspirasi 12
Alan R. Ball, M odern Politics and Government (M acM illan LTD, 1971), hal. 155-160.
Kualitas representasi anggota parlemen juga bisa dilihat melalui penyerapan aspirasi konstituen. Semakin banyak aspiasi yang diserap dan direalisasikan lewat kebijakan pemerintah maka semakin baik kualitas representasi yang telah dijalankan.
D.3. Politisi Artis
Penggunaan kata artis biasa digunakan untuk menjelaskan tentang sosok orang yang terkenal di dunia hiburan (entertainment) dan menjadi pemberitaan infotainment, baik dalam konteks pemberitaan yang positif maupun yang negatif. Dalam kamus Bahasa Inggris versi Oxford, kata artis memiliki makna yang sepadan dengan kata celebrity yang memiliki arti a famous person (orang yang terkenal) dan the state of being famous (orang yang menjadi terkenal). M akna artis yang dipadankan dengan kata “ celebrity” lebih tepat dibandingkan kata“artist”yang bermakna orang yang melukis atau menggambar dan atau orang yang bekerja atau memiliki hobi di dunia kreatif. Sedangkan Politisi ( politician) dalam kamus oxford dijelaskan sebagai orang yang bekerja secara profesional di dalam politik, atau orang yang bertingkah atau bekerja dalam dunia manipulasi ( m anipulative) dan tipu daya (devious) untuk memperoleh keuntungan.
Popularitas artis juga semakin menemukan tempatnya di dalam masyarakat yang sudah berorientasi pada pembicaraan antara dua orang atau tatap muka menjadi sesuatu yang lebih dipercayai ke timbang mencari fakta itu sendiri atau disebut juga oraly -oriented.
13
artis
dimaknai sebagai orang yang terkenal melalui dunia musik, film, komedi atau bahkan kontroversi di media. Artis ini kemudian membangun reputa si lewat media, dimana dalam era budaya populer, M cLuhan memaknai era ini sebagai “ global village”, tempat dimana orang
13
Ariel Heryanto, Entertainment, Domestication, and Dispersial : Street Politics as Popular Culture dalam buku Problem of Democratisation in Indonesia : Elections, Institution and Society oleh Edward Aspinall dan M arcus M ietzner. Hal. 2.
mampu melakukan komunikasi dalam waktu bersamaan dengan jarak yang jauh dan tanpa harus menjadi tetangga dekat.
14
Pendekata n budaya populer kemudian digunakan untuk
mampu menguasai arena yang dianggap baru oleh aktor -aktor di dalamnya, yaitu dunia politik
Berdasarkan penjelasan tentang apa itu Artis dan Politisi, John Street (2004) memaknai Politisi Artis (celebrity politician) menjadi dua pengertian
15
:
1. Politisi yang terpilih (elected) dan kandidat yang akan dipilih, yang memiliki latar belakang di dunia entertainment, show business atau olahraga, dan orang yang ada di balik layar industri hiburan. Sebagai contoh : Arnold Schwarzeneger, Ronald Reagen, Clint Eastw ood, Jesse Ventura. 2. Politisi profesional, Politisi yang terpilih atau kandidat dalam pemilu yang menggunakan ciri khas atau asosiasi dari artis (celebrity) untuk meningkatkan citra dirinya dan mengomunikasikan maksud mereka. Seperti contoh : a) Politisi yang memanfaatkan media foto untuk menunjukan keterkaitan antara artis dengan politisi ( Tony Blair dalam fotonya dengan atlet bola Inggris Jim Davidson, kemudian ada Perdana M enteri Jepang Junichiro Koizumi menyanyikan lagu Elvis Presley bersama aktor terkenal Tom Cruise). Cara lain adalah dengan menggunakan artis dalam iklan politik. b) Politisi yang menggunakan cara yang tidak biasa untuk di ekspose media, atau untuk mempromosikan karakter pribadi dirinya, sebagai contoh : Bill Clinton memainkan saxophone di Arsenio Hall Show. c) Politisi yang mengadopsi teknik dan pengalaman dari orang -orang yang ada dalam dunia ke-artisan (celebrities). 14
Ibid hal 3. John Street, Celebrity Politicians : Popular Culture and Political Representation. 2004. Political Studies Association. Oxford, UK. Hal. 437. 15
Dari dua pengertian terkait makna politisi artis yang dijelaskan oleh Street di atas, ada dua perbedaan mendasar. Pada makna pertama, Street me njelaskan bahwa politisi artis merupakan para penggiat dunia hiburan yang terjun ke dalam dunia politik. Sedangkan pada makna kedua, Street menjelaskan politisi artis adalah para politisi profesional yang mencoba mengasosiasikan diri mereka dengan para artis. Dengan demikian, berdasarkan konteks politik dan sosial yang ada di Indonesia, maka penjelasan pertama oleh Street lebih relevan digunakan dalam penelitian ini. Kemunculan artis di dalam dunia politik tidak begitu saja terjadi. Ada persamaan yang konteks politikyang melatar belakangi kemunculan mereka. Dalam kasus Amerika maupun Indonesia, fenomena kemunculan politisi artis terjadi ketika demokrasi liberal berkembang terus menerus, dimana kebebasan berpartisipasi dalam demokrasi menjadi lebih terbuka bagi siapa saja.Hal ini pada gilirannya menjadikan media sebagai sebuah saluran efektif bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan mengakses informasi. M edia kemudian memiliki peranan yang sangat penting dalam menjamin keberlangsungan demokrasi. Tetapi, walau media diakui sebagai instrumen yang menunjang proses demokrasi di berbagai aspek, tidak serta merta menjadikan media sebagai ranah yang demokratis. M edia
menjadi
sebuah
instrumen
bagi
para
penguasa
untuk
menjamin
keberlangsungan kekuasaannya. M edia juga menjadi sebuah mesin pencetak uang bagi para pemiliknya. M asyarakat seringkali dipaksa untuk menelan mentah -mentah segala informasi yang disuguhkan media lewat layar kaca, radio, maupun dunia maya. Suguhan yang dimaksud dapat berupa fakta di masyara kat, informasi dan figur seseorang. M edia yang menggunakan figur sebagai sarana untuk memengaruhi perilaku masyarakat, pada saat yang bersamaan mengintrodusir serta menanamkan informasi terkait figur tersebut. Hal inilah yang menyebabkan artis menjadi sedemikian populer di masyarakat.
Artis sesungguhnya dapat dijadikan sebuah gambaran dari budaya populer yang sedang berkembang di masyarakat. Untuk melihat hal-hal yang menarik dan atau populer di masyarakat dapat dilakukan dengan mengamatiperilaku artis d an suguhan hiburan yang ada di layar kaca, radio, dan media lainnya.Dalam hal ini, dapat dipahami bahwa Artis menjadi agen dari perubahan nilai di masyarakat. Artis kian populer di masyarakat karena frekuensi kehadiran di media. Dengan kepopulerannya ini juga mereka dianggap sebagai sebuah figur yang merepresentasikan masyarakat. Karenanya mereka menjadi semakin “merasa” mampu merepresentasikan masyarakat dalam berbagai kesempatan, termasuk di dunia politik. Karena popularitasnya, masyarakat menjadi lebih familiar dengan sosok artis dibandingkan dengan sosok politisi. Dalam kerangka politik Indonesia yang mengedepankan pemilihan umum secara langsung, partai politik melihat hal ini sebagai peluang baru. Demi mengamankan akses mereka
terhadap kursi di parlem en, partai politik kemudian
menggunakan artis sebagai instrumen pendulang suara. Dengan popularitas dan akseptabilitas para artis di masyarakat, mereka diharapkan mampu mendongkrak elektabilitas partai politik. menjadi “pengganti” atau pengantar pesan poli tik yang lebih mudah diterima oleh masyarakat luas yang lebih percaya media hiburan dewasa ini ketimbang media politik.
E. Definisi Konseptual
E.1. Politisi Artis
Politisi artis merupakan politisi yang teripilih dan atau menjadi kandidat dalam proses politik yang lahir dan menggunakan popularitasnya dari dunia hiburan untuk menjadi istrumen penting untuk digunakan sebagai aspek akseptabilitas dan elektabilitas -nya. Politisi artis bisa muncul karena kesadaran politiknya dari dalam diri sendiri atau bisa ka rena
dorongan partai atau kelom pok kepentingan yang berusaha menggunakan jasa popularitas artis.
E.2. Fungsi Parlemen
Fungsi parlemen merupakan fungsi-fungsi yang menjadi hak dan kewajiban parlemen dalam
menjalankan
tugasnya.
Fungsi
parlemen
meliputi
;
legislasi
( law-m aking),
pengawasan, perwakilan, dan elektif. Fungsi parlemen inilah yang menjadi esensi lembaga yang dinamakan parlemen ini penting bagi berlangsungnya demokrasi saat ini.
E.3. Fungsi Legislasi
Fungsi Legislasi merupakan fungsi penting yang ada dalam parlemen. Fungsi ini tidak hanya mengesahkan undang-undang, namun juga memiliki peranan penting dalam artikulasi dan agregasi dari kelompok kepentingan dalam kubu parlemen itu sendiri maupun eksekut if. Fungsi ini juga yang menjadi indikasi efektif dan kontributif parlemen dalam proses dan sistem demokrasi dalam suatu negara.
E.4. Representasi
Konsep pemerintahan demokrasi mewajibkan pemerintah mengadakan pemilihan umum demi mencapai pemerintahan dan parlemen yang representatif bagi masyarakat. Suara yang diberikan masyarakat bukan sekedar satu suara yang tanpa alasan. Suara adalah simbol dari mandat dalam kerangkan fungsi perwakilan. Politisi adalah m irror bagi pemilihnya dan
sudah semestinya mereka meng-agregasi dan artikulasi kepentingan pemilih dan partai politik pengusungnya.
F. Metode Penelitian
F.1. Jenis Penelitian
Penelitian menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan memanfaatkan studi kasu s sebagai metode penelitiannya. Bognan dan Taylor mengungkapkan bahwa metode penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata -kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Dengan mengguna kan data kualitatif, kita dapat memerkuat sejumlah penjelasan yang bermanfaat. A lasan penggunaan penelitian kualitatif adalah dikarenakan penelitian ini mengharapkan untuk dapat menggali data secara lebih mendalam dari responden.
Dalam sebuah analisis kualitatif, data yang muncul berw ujud kata -kata dan bukan rangkaian angka. Data kualitatif merupakan sumber deskripsi yang luas dan berlandasan kokoh, serta memuat penjelasan tentang proses yang terjadi dalam lingkup setempat yang juga terbatas. Dengan data kualitatif kita dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab-akibat dalam lingkup pikiran orang-orang yang terlibat. Sehingga pada akhirnya, seperti yang dikemukakan oleh Smith (1978), penemuan -penemuan dari penelitian kualitatif memiliki mutu yang “tidak dapat disangkal”. Kata -kata, khususnya apabila disusun ke dalam bentuk cerita atau peristiwa, mempunyai kesan yang lebih nyata, hidup, dan penuh makna, dan seringkali lebih meyakinkan pembacanya, peneliti lain, pembuat kebijakan, praktisi, dan sebagainya.
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa tujuan utama penelitian ini adalah untuk melihat kinerja para penggiat dunia hiburan yang duduk sebagai anggota DPR RI Periode 2009-2014. Untuk itu diperlukan suatu metode penelitian yang bisa digunakan untuk mendapatkan informasi dan data dari responden secara mendalam. Tujuan tersebut dapat dicapai dalam penelitian ini, ketika peneliti mampu untuk mengeksplor pengalaman serta rekam jejak dari masing-masing responden. Posisi peneliti dalam penelitian ini adalah untuk
menginterpretasikan
informasi
yang
didapat
dari
responden
sehingga
dapat
memberikan penilaian terhadap efektifitas kinerja mereka di parlemen.
Studi kasus adalah sebuah cerita yang unik, spesial atau menarik. Data dalam metode ini dapat berupa cerita tentang individu, organisasi, proses, lingkungan sekitar, institusi atau kejadian disekitar. Pemilihan studi kasus dalam penelitian ini adalah untuk membatasi konteks penelitian. Harapannya hal ini dapat membantu peneliti untuk dapat memahami fenomena yang terjadi secara lebih mendalam dan akurat sesuai dengan konteks ruang dan 16
waktu yang ada . Penelitian ini menggunakan single-case study, demi menghasilkan sebuah penelitian yang fokus terhadap fenomena yang diangkat. Kelebihan lain yang diperoleh dengan single-case study, yaitu penelitian ini dapat meminimalisasi variasi bias yang 17
menyesatkan dan menjauhkan dari kebenaran faktual .
Penelitian ini menggunakan snowball sampling dimana peneliti terlebih dahulu menetapkan sampel secara tepat. Pada tahap selanjutnya, penelitian ini juga menggunakan pendekatan triangulasi demi mendapatkan data yang valid. Selain itu, peneliti juga
16
17
Santana K., Septiawan. 2007. M enulis Ilmiah M etode Penelitian Kualitatif. Jakarta.Yayasan Obor Indonesia. hal 105-107 Gerring, John. 2001. Social Science M ethodology. United States of America.Cambridge University Press.
hal:201
melakukan cross check data demi menjaga objektifitas dan meminimalisir bias dari responden.
F.2. Teknik Pengumpulan Data
F.2.1. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian dibagi menjadi dua, data primer dan data sekunder . Data yang akan lebih banyak digunakan oleh peneliti mengacu pada data primer. Adapun data-data primer tersebut dikategorikan menjadi dua data pokok. Pertam a, identifikasi perjalanan artis masuk ke dunia politik, baik dalam konteks global maupun fokus pada kasus Indonesia.
Kedua, identifikasi atas kinerja politisi artis yang sudah dilakukan dan sedang berlangsung dalam institusi DPR -RI kurun waktu 2009-2014. Baik data pokok pertama maupun kedua didapatkan langsung dari para responden. Responden yang diwawancarai adalah mereka yang telibat aktif dalam aktifitas parlemen di DPR -RI dengan menggunakan snowball sampling.
Sedangkan data sekunder adalah meliputi data-data dokumen yang dapat diakses lewat media massa dan beberapa dokumen lainnya. Selain itu, data sekunder dapat juga digali melalui situs-situs yang berada di dunia maya. Data sekunder sangat membantu memperkaya hasil temuan dari penelitian. Kendati demikian, peneliti menyaring secara cermat data -data sekunder yang didapat. Hal ini diperlukan guna menjaga informasi dari data -data yang tidak berhubungan atau data yang tidak valid.
Penelitian ini difokuskan pada tiga artis, yakni Venna M elinda, Nurul Arifin, dan Dedi Suwendi G umelar atau M i’ing. Alasan pemilihan ketiga artis tersebut adalah
berdasarkan pada tingkat popularitas, pengalaman di dunia politik, dan akses peneliti terhadap data. Venna merupakan artis yang sedang naik daun di DPR akhir -akhir ini. Popularitas sepak terjang Venna di parlemen sebenarnya tidak terlepas dari kasus tuduhan perselingkuhan yang pernah menyandungnya . Ia semakin populer dikenal luas oleh masyarakat sebagai politisi karena pemberitaan di infotainment. Berbeda dengan Venna, Nurul Arifin dikenal sebagai artis politisi yang memiliki kualitasnya sendiri. Popularitasnya sebagai artis memang menjadi pembuka gerbang keterlibatannya dalam dunia politik. Namun, popularitas keartisannya seolah segera ia tanggalkan dan sama sekali menjauh dari hingar bingar dunia selebriti, termasuk menghindari ekspos dari infotainment. Dan terakhir, TB Dedi G umelar atau yang populer dikenal M i’ing. Walaupun ia dikenal luas sebagai seorang pelawak kawakan, namun M i’ing ternyata terus berupaya merubah penilaian publik terhadap dirinya dengan mencoba bersikap profesional terhadap jabatan yang kini diembannya. Sepak terjang M i’ing di parlemen cukup menarik perhatian, selain cukup vokal dalam menyuarakan aspirasi kontituennya, karena M i’ing ternyata juga banyak terlibat dengan berbagai kelompok kerja pembuatan undang -undang. Partisipasi aktif M i’ing di parlemen adalah merupakan upaya M i’ing untuk membuktikan pada masyarakat bahwa dirinya adalah seorang yang amanah, profesional dan total dalam berkarir. Selain karena keunikan ketiga narasumber yang peneliti angkat dalam penelitian ini, pertim bangan pemilihan narasumber juga didasari pada f isibilitas akses terhadap data.
Pasalnya fokus
penelitian ini cukup sensitif bagi para narasumber.
F.2.2. Teknik Memeroleh Data
M etode yang digunakan dalam memperoleh data adalah dengan Indepth Interview . Dalam penelitian ini, hal tersebut dilakukan sec ara individual terhadap responden, yang
dilakukan dalam situasi yang informal. Kendati demikian, meski dalam situasi informal penelitian ini tetap membuat dan menetapkan suatu interview guide yang berguna sebagai petunjukdalam menggali data secara sistematis. Hasil wawancara yang sudah dilakukan didokumentasikan dalam catatan waktu dan poin penting jawaban responden atas apa yang dipertanyakan.
Cara kedua, yaitu dengan menggunakan teknik observasi. Hal tersebut dilakukan dengan hadir di dalam kegiatan sehari-hari dalam lingkup DPR -RI dan meninjai kerja dan agenda dari objek yang sedang diamati. Hal ini penting dilakukan untuk mengindentifikasi kebenarana dari pernyataan responden yang memberikan pandangan terhadap objek penelitian yang dalam hal ini politis artis.
Data sekunder yang hendak digali dalam penelitian ini didapatkan dari pelbagai media massa dan situs-situs di internet. Data-data ini kemudian dapat membantu penulis untuk melihat bagaimana sesungguhnya kinerja politisi artis di DPR -RI periode 2009-2014.
F.2.3. Teknik analisis data
Hal yang pertama kali harus dilakukan untuk menganalisis data adalah dengan membuat transkrip hasil wawancara. Transkrip yang didapat, kemudian dikelom pokan sesuai dengan kategori sampel sebagaimana yang sudah ditetapk an sebelumnya. Setelah data-data tersebut dikelompokan, yang dilakukan selanjutnya adalah memilah jawaban -jawaban dari tiap responden dan dicocokan dengan kebutuhan untuk menjawab tujuan dari penelitian ini.
Dari jawaban para responden, maka penelitian ini diharapkan mampu untuk memetakan posisi para responden terhadap pertanyaan yang diajukan. Dari tahap inilah kemudian jawaban para responden dapat dianalisis secara komprehensif dan diparalelkan
dengan kerangka teori yang sudah peneliti paparkan. Dengan de mikian, pada akhirnya penelitian ini dapat menghasilkan sebuah kesimpulan.
Kesimpulan kemudian diargumentasikan dengan melihat dan memberikan gambaran tentang kiprah dan kinerja tiga politisi artis di DPR -RI.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini dibagi kedalam empat bab. Bab pertama memuat latar belakang, rumusan masalah dan tujuan dari penelitian. Selain itu juga terdapat pemaparan mengenai teori yang menopang bangunan argumen dan kerangka berpikir penelitian ini secara keseluruhan. Bab Kedua, mengetengahkan proses transformasi artis menjadi politisi dalam tatanan demokrasi dan popularitas di Indonesia, kemudian ada juga paparan tentang motif partai dan politisi artis dalam DPR -RI. Bab ketiga, penjelasan tentang keterlibatan politisi artis di legislasi, kemudian keterlibatan aktif dalam proses pembahasan RU U lebih terfokus pada bab ini. Bab Empat, akan menjelaskan pola interaksi dan relasi dari fungsi perwakilan yang harus dijalankan oleh politisi artis. Sedangkan Bab Kelima, akan menyimpulkan dan memberikan paparan yang ter-elaborasi dari kesemua bab yang ada.