BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pemilihan kepala daerah yang bebas dan adil merupakan salah satu indikator prosedural bagi ada tidaknya demokrasi di suatu negara. Bagaimana pilkada itu dilaksanakan, berikut implikasi-implikasinya, juga bisa dijadikan indikator tentang bagaimana demokrasi di suatu negara itu berjalan.1 Dalam suatu sistem politik yang demokratis para pemimpin dipilih langsung oleh rakyat, para politisi atau pejabat publik sebagai wakil rakyat akan berbuat maksimal sesuai dengan aspirasi masyarakat. Sebab, pertama, dalam kacamata “mandat”, pemilihan kepala daerah yang dilakukan secara regular dapat dijadikan sebagai sarana untuk menyeleksi kebijakan-kebijakan politik yang baik sesuai dengan keinginan masyarakat luas. Kedua, dalam kacamata akuntabilitas, pilkada merupakan sarana bagi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan berbagai keputusan dan tindakannya di masa lalu. Konsekuensinya, pemerintah dan politisi akan selalu memperhitungkan penilaian masyarakat, sehingga akan memilih kebijakan atau program yang berdampak pada penilaian positif pemilih terhadap dirinya, agar terpilih kembali pada pilkada selanjutnya.2
1
Joko. J Prihatmoko, Mendemokratiskan Pemilu: Dari Sistem Sampai Elemen Teknis, Pustaka Pelajar, Cetakan Pertama, Yogyakarta, 2008, Hlm.viii 2 Ahamad Nadir, Pilkada Langsung dan Masa Depan Demokrasi, Averroes Press, Cetakan I, Malang,2005, Hlm.viii-ix
Sistem pilkada langsung merupakan sekumpulan unsur yang melakukan kegiatan atau menyusun sekema atau tata cara melakukan proses untuk memilih kepala daerah. Sebagai suatu sistem, sistem pilkada memiliki ciri-ciri antara lain untuk memilih kepala daerah, setiap komponen yang terlibat dalam kegiatan yang merupakan subsistem, masing-masing kegiatan saling terkait dan tergantung dalam suatu rangkaian utuh, memiliki mekanisme kontrol, dan mempunyai kemampuan mengatur dan menyesuaikan diri. Pendeknya inti sistem pilkada adalah hubungan kebergantungan antar setiap komponen yang terlibat dan antar kegiatan yang membentuk sistem.3 Pilkada langsung merupakan jalan keluar terbaik untuk mencairkan kebekuan demokrasi. Kekuatan pilkada langsung terletak pada pembentukkan dan implikasi legitimasinya. Kepala daerah membutuhkan legitimasi tersendiri sehingga harus dipilih oleh rakyat. Mereka juga wajib bertanggung jawab kepada rakyat. Dengan pemilihan terpisah dari DPRD, kepala daerah memiliki kekuatan yang seimbang dengan DPRD sehingga mekanisme check and balances niscaya akan bekerja. Kepala daerah dituntut mengoptimalkan fungsi pemerintahan daerah (protective, public service, development).4 Sejak Juni 2005, bangsa Indonesia memasuki babak baru berkaitan dengan penyelenggaraan tata pemerintahan di tingkat lokal. Kepala daerah, baik Bupati/Walikota maupun Gubernur yang sebelumya dipilih secara tidak langsung oleh DPRD, sejak Juni 2005 dipilih secara langsung oleh rakyat, melalui pemilihan kepala daerah secara langsung (Pilkada). 3
Joko. J Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung: Filosofi, Sistem dan Problema Penerapan di Indonesia, Pustaka Pelajar, Cetakan I, Yogyakarta, 2005, hlm.202-203 4 Joko. J Prihatmoko, Mendemokratiskan..Op.Cit, hlm.164-165
Pelaksanaan pilkada tidak selamanya berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seringkali muncul beda pendapat diantara para calon yang berujung pada sengketa yang memerlukan penyelesaian secara yuridis. Pada saat ini, penyelesaian hasil pemilihan kepala daerah telah menjadi wewenang Mahkamah Konstitusi, hal ini mengacu pada ketentuan Pasal 236 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan penyelesaian sengketa hasil pilkada oleh Mahkamah Agung dialihkan kepada Mahkamah Kontitusi paling lama 18 bulan sejak UndangUndang ini diundangkan. Perilaku politik yang kurang siap menerima kekalahan menjadi salah satu penyebab banyaknya sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada). Dalam beberapa bulan terakhir berbagai gugatan hukum terhadap hasil pilkada diajukan ke pengadilan oleh kandidat yang kalah, salah satunya adalah permohonan penyelesaian perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 Permohonan penyelesaian perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 diajukan oleh: 1. Roy Mangontang Sinaga dan Djudjung Pangondian Hutauruk Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tapanuli Utara Nomor Urut 2; 2. Samsul Sianturi dan Frans A. Sihombing Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tapanuli Utara Nomor Urut 3.
Dasar utama diajukannya permohonan penyelesaian perselisihan hasil pilkada di Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2008 karena Pemohon menganggap ada penggelembungan suara yang dilakukan calon incumbent (Torang Lumban Tobing). Berdasarkan data pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara ditemukan adanya 6.000 (enam ribu) peserta pemilih yang pada Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Tapanuli Utara tetapi tidak mendapat kartu pemilih yang mana hal tersebut sangat merugikan Pemohon. Selain itu ditemukannya adanya NIK (Nomor Induk Kependudukan) ganda sebesar 26.091 serta dengan ditemukan adanya penguasaan 2.700 kertas suara di bawah kekuasaan Tim Sukses Bupati/Calon Bupati (Torang Lumban Tobing) dan adanya pengerahan massa oleh Tim Sukses Bupati/Calon Bupati (Torang Lumban Tobing) yang berasal dari luar daerah untuk ikut memilih pada Pilkada Kabupaten Tapanuli Utara.5
5
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PHPU.D-VI/2008, hlm.6
B. Rumusan Masalah 1. Apakah yang menjadi dasar pemohon dalam mengajukan permohonan penyelesaian perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008? 2. Apakah yang menjadi pertimbangan majelis hakim konstitusi dalam memberikan putusan atas perkara penyelesaian perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008?
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui dasar pemohon dalam mengajukan permohonan penyelesaian perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008. 2. Untuk mengetahui pertimbangan majelis hakim konstitusi dalam memberikan putusan atas perkara penyelesaian perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008.
D. Telaah Pustaka Keberadaan Mahkamah Konstitusi merupakan fenomena baru dalam dunia ketatanegaraan. Sebagian besar negara-negara demokrasi yang sudah mapan tidak mengenal Mahkamah Konstitusi yang berdiri sendiri. Sampai
sekarang baru ada 78 negara yang membentuk mahkamah ini sencara sendiri.6 Format kelembagaan ini dipelopori oleh Hans Kelsen yang untuk pertama kalinya berhasil mengadopsikan kedalam rumusan konstitusi Austria pada tahun 1919-1920. Setelah itu, ide mahkamah ini diadopsikan di Italia dalam konstitusi 1947, baru kemudian di Jerman dan diikuti oleh negara lain.7 Menurut Jimly Asshidiqie, keberadaan Mahkamah Konstitusi banyak dipakai terutama di negara yang sedang mengalami perubahan dari system pemerintahan negara
yang otoritarian menjadi
negara
yang sistem
pemerintahannya demokratis, dan ditempatkan sebagai elemen penting dalam system pemerintahan negara konstitusional modern. Pembentukan Mahkamah Konstitusi sebagai pengadilan konstitusi berdiri atas dasar asumsi adanya supremasi konstitusi yang menjadi hukum tertinggi yang mendasi atau melandasi kegiatan negara serta sebagai parameter untuk mencegah negara bertindak secara tidak konstitusional. Dengan demikian gagasan pembentukan Mahkamah
Konstitusi
merupakan
upaya
yang
ditujukan
untuk
penyelenggaraan kekuasaan dan ketatanegaraan yang benar sesuai hukum dasar dan konstitusi.8 Menurut Benny K. Harman, Mahkamah Konstitusi adalah sebuah senjata terakhir bagi masyarakat untuk menghadapi kemungkinan munculnya tirani parlemen dalam penyusunan sebuah Undang-undang. Logikanya,
6
Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945, FH UII Press, Cetakan I, Yogyakarta, 2004 hlm.89 7 Ibid, hlm.22 8 Ikhsan Rosyada Parluhutan Daulay, Mahkamah Konstitusi : Memahami Keberadaannya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Rineka Cipta, Cetakan Pertama, Jakarta, 2006, hlm.3-4
keputusan mayoritas dari parlmen, bisa saja bertentangan dengan konstitusi sehingga harus ada lembaga yang mengujinya. Pada posisi inilah Mahkamah Konstitusi akan menjalankan perannya sebagai lembaga pengontrol dan penyeimbang atau chekhs and balances dalam sebuah system politik yang baru.9 Di Indonesia, Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang mempunyai peranan penting dalam usaha menegakkan konstitusi dan prinsip negara hukum. Hal ini berarti Mahkamah Konstitusi terikat pada prinsip umum penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lembaga lainya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Keberadaan Mahkamah konstitusi di Indonesia diatur dalam Pasal 24 ayat (2) yang menyebutkan “kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. Sedangkan wewenang yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi diatur dalam Pasal 24 C UUD 1945 ayat 1 yang menyebutkan : “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undangundang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”. 9
Ni’matul Huda, Politik Ketatanegaraan Indonesia: Kajian Terhadap Dinamika Prubahan UUD 1945, FH UII Press, Cetakan Pertama, Yogyakarta, 2003, hlm.231-232
Sedangkan ayat 2 menyebutkan : “Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar”. Salah satu pilar pokok dalam setiap sistem demokrasi adalah adanya mekanisme penyaluran pendapat rakyat secara berkala melalui pemilihan umum yang diadakan secara berkala. Pentingnya pemilihan umum diselenggarakan secara berkala dikarenakan oleh beberapa sebab. Pertama, pendapat atau aspirasi rakyat mengenai beberapa aspek kehidupan bersama dalam masyarakat bersifat dinamis, berkembang dari waktu kewaktu. Dalam jangka waktu tertentum bisa jadi bahwa sebagian besar rakyat sudah berubah pendapatnya mengenai suatu kebijakan. Kedua, di samping pendapat rakyat berubah dari waktu kewaktu, kondisi kehidupan bersama dalam masyarakat juga cepat berubah, baik karena dinamika dunia internasional atau karena factor dalam negeri itu sendiri. Ketiga, perubahan-perubahan aspirasi dan pendapat rakyat juga dimungkinkan karena terjadi penambahan jumlah penduduk dewasa. Mereka itu terutama, para pemilih baru (new voters) atau pemilih pemula belum tentu mempunyai sikap yang sama dengan orang tua mereka. Keempat, pemilihan umum perlu diadakan secara teratur untuk menjamin terjadinya proses penggantian kepemimpinan negara juga teratur.10 Demokasi pada intinya ialah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat11. Demokrasi sebagai dasar kehidupan bernegara memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam 10
Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2007, hlm.752 11 Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, 1996, Hlm 204.
masalah – masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan Negara, karena kebijakan tersebut menentukan kehidupan rakyat. Menurut C.F. Strong : “demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dalam mana mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan – tindakannya kepada mayoritas itu”12. Ada beberapa konsep demokrasi yang berkembang di Negara – Negara modern, konsep – konsep demokrasi itu antara lain, demokrasi konstitusionil, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi rakyat, demokrasi soviet, demokrasi nasional. Semua konsep ini memakai istilah demokrasi yang menurut asal kata berarti “rakyat berkuasa” atau “government or rule by the people”.
Kata
Yunani
demos
berarti
rakyat,
kratos/kratein
berarti
kekuasaan/berkuasa .13 Menurut Kranenburg didalam bukunya “inleiding in de vergelijkende staatsrechtwetwnschaap”, perkataan demokrasi yang terbentuk dari dua pokok kata yunani diatas, maknanya adalah cara memerintah oleh rakyat.14 Negara demokrasi ialah Negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi, ia berarti suatu pengorganisasian Negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri dengan persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat. Pengertian kedaulatan itu sendiri oleh Ismail Sunny diartikan sebagai 12
Miriam Budiharjo, Dasar Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002.,Hlm.74. 13 Ni’matul Huda, Negara Hukum, Demokrasi dan Judicial Review, UII Press, Yogyakarta, 2005.,Hlm.12. 14 Ibid, Hlm.12
wewenang tertinggi yang menentukan segala wewenang yang ada dalam suatu Negara.15 Akhirnya dapat dibentangkan di sini bahwa untuk melaksanakan nilai – nilai demokrasi perlu diselenggarakan beberapa lembaga sebagai berikut : 1. pemerintahan yang bertanggungjawab. 2. Suatu dewan perwakilan rakyat yang mewakili golongan – golongan dan kepentingan – kepentingan dalam masyarakat dan yang dipilih dengan pemilihan umum yang bebas dan rahasia dan akhirnya akan menjadi wakil dari para konstituen dalam penyaluran aspirasi rakyat. 3. Suatu organisasi politik yang mencakup satu atau lebih partai politik (sistem dwi-partai, multi-partai). Partai – partai menyelenggarakan hubungan yang kontinu antara masyarakat umumnya dan pemimpin – pemimpinnya. 4. Pers dan media massa yang bebas untuk menyatakan pendapat. 5. Sistim peradilan yang bebas untuk menjamin hak – hak azasi dan mempertahankan keadilan.16 Secara umum dikatakan bahwa Pilkada secara langsung itu lebih demokratis. Setidaknya ada 2 (dua) alasan mengapa gagasan pemilihan langsung dianggap perlu. Pertama, untuk lebih membuka pintu bagi tampilnya Kepala Daerah yang sesuai dengan kehendak mayoritas rakyat sendiri. Kedua,
15
Ismail Sunny, Mekanisme Demokrasi Pancasila, Varuna Djaya, Jakarta, Tanpa Tahun.,
Hlm.3. 16
Miriam Budiharjo. Op. cit.,Hlm.63.
untuk menjaga stabilitas pemerintahan agar tidak mudah dijatuhkan ditengah jalan17 Terdapat tiga alasan mengapa pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan suatu solusi untuk mencapai keseimbangan dalam distribusi kekuasaan pemerintahan daerah, yakni :18 1. Alasan Yuridis Secara yuridis sebenarnya UUD 1945 sesudah amandemen punya keinginan kuat untuk melaksanakan pemilihan secara langsung terhdapa pemegang
jabatan
lembaga-lembaga
kekuasaan,
khususnya
yang
bersentuhan langsung dengan konsep kedaulatan rakyat. 2. Alasan Empiris Alasan empiris dalam pemilihan kepala daerah secara langsung, tentunya tidak lain melihat implementasi selama ini yang cenderung meninggalkan prinsip-prinsip hukum dan keadilan 3. Alasan Politis Alasan politis dalan pemilihan kepala daerah secara langsung adalah mendapatkan legitimasi kekuasaan berdasarkan dukungan mayoritas masyarakat setempat atau dapat dikatakan sebagai bentuk upaya untuk melaksanakan demokrasi dan demokratisasi di daerah. Yang terpenting dalam memandang pemilihan kepala daerah secara langsung adalah dengan melihat kedalam aturan tentang status dan peran yang
17
Ibid, Hlm. 204 Sayuti Una, Pergeseran Kekuasaan Pemerintahan Daerah Menurut Konstitusi Indonesia : Kajian Terhadap Distribusi Kekuasaan Antara DPRD dan Kepala Daerah Pasca Kembali Berlakunya UUD 1945, UII Press, Yogyakarta, 2004, Hlm.208-212 18
secara normative dari seorang kepala daerah. Ada dua peran penting yang harus dimainkan oleh seorang kepala daerah, yakni pertama, ia harus berperan sebagai kepala daerah otonom yang mempunyai tugas dan wewenang untuk mengurusi rumah tangganya sendiri. Kemudian peran kedua, kepala daerah khususnya untuk daerah provinsi, ia harus berperan sebagai wakil pemerintah pusat didaerah, yang bertugas dan memiliki wewenang untuk mengawasi sekaligus melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah kabupaten dan daerah kota.19 Dalam rangka melaksanakan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah khususnya tentang pemilihan kepala daerah, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.20
19
Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Cetakan I, Jakarta, 2006, Hlm.128-129. 20 Ada beberapa Pasal yang ada dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 yang diubah kedalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, Dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah, Pasal – pasal tersebut antara lain adalah Pasal 4 , Pasal 6, Pasal 33, Pasal 38, Pasal 64, Pasal 78
E. Metode Penelitian 1. Objek Penelitian Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PHPU.D-VI/2008 Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 2. Sumber Data Penelitian menggunakan data sekunder berupa bahan-bahan hukum yang terdiri dari: a. Bahan Hukum Primer 1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi 2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 3) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PHPU.D-VI/2008 b. Bahan Hukum Skunder 1) Hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan pemilihan kepala daerah 2) Skripsi-skripsi yang berkaitan dengan pemilihan kepala daerah 3) Kepustakaan yang berkaitan dengan pemilihan kepala daerah c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum terier ini merupakan bahan-bahan hukum yang menunjang bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder yang meliputi:
1) Kamus Hukum 2) Artikel dan berita-berita dari surat kabar dan majalah; 3) Artikel dan berita-berita dari media internet
3. Teknik Pengumpulan Data Mengingat sumber data yang diperlukan dalam penelitian adalah data sekunder dalam bentuk bahan-bahan hukum, maka teknik pengumpulan yang digunakan adalah berupa studi kepustakaan dan studi dokumen. 4. Metode Pendekatan Penelitian ini adalah penelitian normatif yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Mengingat datanya bersifat kualitatif, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. 5. Analisis Data Data sekunder dalam bentuk bahan-bahan yang telah dikumpulkan Kemudian dianalisis secara kualitatif dengan teknik analisis isi (content analisys) yang menekankan pada pemahaman (undertsanding) bukan penjelasan. Dengan analisis isi tersebut dilakukan dengan penafsiran atau interpretasi hukum.