BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Persaingan dalam industri manufaktur membuat setiap perusahaan semakin meningkatkan kinerja agar tujuannya dapat tetap tercapai. Tujuan utama perusahaan yang telah go public adalah meningkatkan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan (Salvatore, 2005 dalam Mulianti, 2010). Untuk mencapai tujuan tersebut, maka setiap perusahaan mengeluarkan suatu kebijakan pendanaan untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan rutin serta investasi perusahaan. Selain mendapatkan sumber dana dari modal sendiri yaitu menerbitkan saham preferen, saham biasa, atau juga dari laba ditahan, perusahaan juga dapat mendapatkan sumber dana dari kreditur berupa hutang jangka panjang. Hutang jangka pada umumnya hutang jangka panjang digunakan untuk ekspansi perusahaan, mempunyai jumlah yang besar dan waktu yang lama. Demikian halnya dengan kebijakan hutang sebuah perusahaan dimana keputusan tentang penggunaan utang digunakan untuk
memaksimalkan
kemakmuran pemilik perusahaan selain untuk memaksimalkan laba (profit). Kebijakan utang merupakan keputusan yang sangat penting dalam perusahaan karena kebijakan utang merupakan salah satu bagian dari kebijakan pendanaan perusahaan. Kebijakan utang adalah kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen dalam rangka memperoleh sumber pembiayaan bagi perusahaan sehingga dapat digunakan untuk membiayai aktivitas operasional perusahaan.
1 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
Sebagian perusahaan menganggap bahwa penggunaan hutang dirasa lebih aman daripada menerbitkan saham baru. Keputusan pembiayaan melalui utang mempunyai batasan sampai seberapa besar dana dapat digali atas dasar manfaat yang dapat diperoleh dari utang tersebut. Biasanya ada standar rasio tertentu untuk menentukan rasio utang yang tidak boleh dilampaui. Jika rasio utang melewati standar ini, maka biaya akan meningkat dengan cepat, dan hal tersebut akan mempengaruhi stuktur modal perusahaan. Perusahaan yang menggunakan semakin banyak utang maka akan meningkatkan beban bunga dan pokok pinjaman yang harus dibayar. Hal ini memperbesar kemungkinan perusahaan menghadapi default, yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang pada waktunya akibat kewajiban yang semakin besar, namun apabila perusahaan hanya menggunakan modal sendiri (laba ditahan) yang jumlahnya kecil maka akan menutup kesempatan dalam memperoleh keuntungan dari yang diharapkan, sehingga sangat dibutuhkan ukuran penentuan jumlah proporsi utang yang optimal bagi perusahaan dalam memperoleh manfaat dibandingkan dengan biaya yang dibayarkan. Menurut Babu dan Jain (1998) dalam Mulianti (2010) terdapat empat alasan mengapa perusahaan lebih menyukai menggunakan hutang daripada saham baru, yaitu (1) adanya manfaat pajak atas pembayaran bunga; (2) Biaya transaksi pengeluaran hutang lebih murah daripada biaya transaksi emisi saham baru; (3) lebih mudah mendapatkan pendanaan hutang daripada pendanaan saham; (4) Kontrol manajemen lebih besar adanya hutang baru daripada saham baru. Jensen-Meckling (1976) dalam Joko (2011) menjelaskan penggunaan hutang dapat mengurangi perilaku manajemen untuk memanfaatkan free cash
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
flow untuk kepentingan mereka sendiri. Biaya hutang mendorong manajemen bertindak disiplin dalam memenuhi kewajiban dan menjaga perusahaan agar tidak mengalami technically insolvent. Penggunaan hutang juga menguntungkan stockholder karena mengurangi agency cost of equity, yang berarti sebagian biaya keagenan ditanggung agency cost of debt. Menurut Friend-Lang (1988) dalam Joko (2011), bahwa perusahaan yang memiliki earning volatility lebih besar dan perusahaan yang mengalokasikan dana Research and Development dalam jumlah besar, menggunakan hutang lebih kecil dan melakukan pembayaran dividen lebih besar. Perusahaan yang berukuran besar cenderung menggunakan hutang lebih besar, serta membayar dividen dalam jumlah yang lebih besar, ini menunjukkan fenomena bahwa hutang dan dividen memiliki keterkaitan. Kebijakan hutang merupakan penentuan berapa besarnya hutang akan digunakan perusahaan dalam mendanai aktivanya yang ditunjukkan oleh rasio antara total hutang dengan total aktiva (DTA). Penggunaan hutang akan memberikan manfaat bagi perusahaan yaitu berupa penghematan pajak. Disisi lain, penambahan hutang akan meningkatkan tingkat risiko atas arus pendapatan perusahaan. Semakin besar hutang, semakin besar pula kemungkinan terjadinya perusahaan tidak mampu membayar kewajiban tetap berupa bunga dan pokoknya. Risiko kebangkrutan akan semakin tinggi karena bunga akan meningkat lebih tinggi daripada penghematan pajak. Oleh karena itu, perusahaan harus sangat hatihati dalam menentukan kebijakan hutangnya karena peningkatan penggunaan hutang akan menurunkan nilai perusahaannya (Mulianti, 2010). Keputusan penggunaan hutang sebagai sumber pendanaan perusahaan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ukuran perusahaan merupakan salah satu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
hal yang dipertimbangkan perusahaan dalam menentukan kebijakan hutangnya. Perusahaan besar memiliki keuntungan aktivitas serta lebih dikenal oleh publik dibandingkan dengan perusahaan kecil sehingga kebutuhan hutang perusahaan yang besar akan lebih tinggi dari perusahaan kecil. Selain itu, semakin besar ukuran perusahaan maka perusahaan semakin transparan dalam mengungkapkan kinerja perusahaan kepada pihak luar, dengan demikian perusahaan semakin mudah mendapatkan pinjaman karena semakin dipercaya oleh kreditur. Oleh karena itu, semakin besar ukuran perusahaan, aktiva yang didanai dengan hutang akan semakin besar pula (Homaifar dan Zietz et.al. (1994) dalam Mulianti, 2010). Hasil penelitian Wahidahti (2002), Steven dan Lina (2011), dan Joko (2011), menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh terhadap debt ratio. Dalam hal ini perusahaan cenderung untuk meningkatkan hutangnya karena mereka semakin besar dan perusahaan besar mempunyai akses yang mudah ke pasar modal serta memiliki fleksibilitas dan kemampuan untuk mendapatkan sumber dana. Risiko bisnis juga menentukan keputusan tentang kebijakan hutang yang akan diambil perusahaan. Risiko bisnis ini berkaitan dengan ketidakpastian dalam pendapatan yang diperoleh perusahaan. Perusahaan yang menghadapi risiko bisnis tinggi sebagai akibat dari kegiatan operasinya, akan menghindari untuk menggunakan hutang yang tinggi dalam mendanai aktivanya. Hal ini karena perusahaan tidak akan meningkatkan risiko yang berkaitan dengan kesulitan dalam pengembalian hutangnya (Mamduh, 2004 dalam Mulianti, 2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mutamimah (2003), Lopez dan Francisco (2008), menunjukkan bahwa risiko bisnis tidak signifikan berpengaruh terhadap kebijakan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
penggunaan hutang. Sementara penelitian Nisa (2003) dan Mulianti (2011) menunjukkan hasil bahwa risiko bisnis berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang (DTA). Di samping itu, kebijakan hutang yang akan diambil perusahaan juga berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam mengembalikan hutangnya. Kemampuan perusahaan dapat meningkatkan kepercayaan para kreditur untuk meminjamkan dana kepada perusahaan. Kemampuan perusahaan tersebut, sering diukur dengan current ratio (CR) yaitu perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancarnya yang biasa disebut dengan likuiditas perusahaan. Perusahaan yang memiliki current ratio tinggi berarti memiliki aktiva lancar yang cukup untuk mengembalikan
hutang
lancarnya
sehingga
memberikan peluang
untuk
mendapatkan kemudahan dalam memperoleh hutang dari investor (Ozkan, 2001 dalam Mulianti, 2011). Pembayaran dividen juga menyebabkan leverage keuangan meningkat karena dibutuhkan dana eksternal dalam menjalankan investasi (Siregar, 2005 dalam Steven dan Lina). Argumen tersebut diperkuat dengan adanya temuan oleh Baskin (1989) dalam Steven dan Lina (2011) yang mendapatkan hasil bahwa pembayaran dividen berpengaruh terhadap hutang keuangan perusahaan karena menyebabkan dana internal perusahaan terpakai untuk pembayaran dividen, sehingga dibutuhkan dana eksternal yang tidak lain adalah hutang. Menurut teori keagenan, perusahaan yang membayar dividen dalam jumlah yang lebih tinggi akan menyebabkan perusahaan membutuhkan tambahan dana lebih banyak melalui kebijakan hutang untuk membiayai kegiatan investasinya (Megginson (1997) dalam Hardjopranoto, 2010). Penelitian Baskin et al. (1989) dalam Steven
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
dan Lina (2011) menemukanbahwa dividen berpengaruh terhadap hutang perusahaan. Sedangkan penelitian Fidyati (2003), Wahidahwati (2002), serta Indahningrum dan Handayani (2009) menunjukkan bahwa kebijakan dividen tidak menghasilkan pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan hutang. Sementara hasil penelitian Masdupi (2005), Murni dan Andriana (2007), Amirya dan Atmini (2008) menemukan bahwa adanya hubungan yang negatif dan signifikan antara kebijakan dividen dan kebijakan hutang. Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kebijakan hutang adalah pertumbuhan perusahaan. Menurut Bringham dan Gapensky (1996) dalam Steven dan Lina (2011), perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung membutuhkan dana dari pihak eksternal yang lebih besar. Untuk memenuhi kebutuhan dana dari luar, perusahaan dihadapkan pada pertimbangan sumber dana yang lebih murah. Dalam hal ini, penerbitan surat hutang lebih disukai dibanding dengan mengeluarkan saham baru karena biaya emisi saham baru lebih besar dari biaya hutang. Dengan demikian tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung lebih banyak menggunakan hutang sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan perusahaan memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang. Penelitian Margaretha dan Asmariani (2009) menunjukkan hasil bahwa pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang. Hasil penelitian yang sama dilakukan oleh Murni dan Adriana (2007) yang menemukan bahwa firm growth berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang perusahaan. Hal ini disebabkan tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung lebih banyak menggunakan hutang dikarenakan perusahaan yang sedang berkembang membutuhkan dana dari sumber eksternal yang lebih besar,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
sehingga memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap debt ratio perusahaan yang erat kaitannya dengan kebijakan hutang perusahaan. Berbeda dengan hasil penelitian Indahningrum dan Handayani (2009), serta Steven dan Lina (2011), menemukan bahwa pertumbuhan perusahaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan hutang. Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pentingnya struktur pendanaan perusahaan yang berpengaruh pada hutang perusahaan, banyaknya faktor yang mempengaruhi perusahaan dalam mengambil kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini secara spesifik mengambil topik “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan kajian dan penelitian terdahulu menunjukkan adanya research gap untuk variable-variabel yang mempengaruhi kebijakan hutang, dan terdapat inkonsistensi antara fenomena empiris dengan teori yang ada serta inkonsistensi hasil penelitian pengaruh variabel risiko bisnis, likuiditas, pembayaran dividen, pertumbuhan perusahaan, dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang, maka dari perbedaan tersebut dapat ditarik pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah risiko bisnis berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2010 - 2014?
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
2. Apakah likuiditas berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2010 - 2014? 3. Apakah kebijakan dividen berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2010 - 2014? 4. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2010 - 2014? 5. Apakah pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2010 2014?
C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk : a. Menganalisis pengaruh risiko bisnis terhadap kebijakan hutang perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2010 - 2014. b. Menganalisis
pengaruh
likuiditas
terhadap
kebijakan
hutang
perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2010 - 2014. c. Menganalisis pengaruh kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2010 - 2014. d. Menganalisis pengaruh ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2010 - 2014. e. Menganalisis pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap kebijakan hutang perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2010 2014.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
2. Kontribusi Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontriusi bagi : a. Perusahaan, dapat memberikan masukan dan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan hutang dan dalam mengelola hutangnya. b. Investor, dapat memberikan pertimbangan dalam menilai kinerja perusahaan sehingga yang dapat membantu pengambilan keputusan untuk menanamkan modalnya pada perusahaan. c. Peneliti selanjutnya, sebagai masukan dan referensi untuk kajian yang sama dengan penelitian ini.
http://digilib.mercubuana.ac.id/