BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Perusahaan publik atau perusahaan terbuka adalah perusahaan yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh masyarakat. Proses penjualan saham ke masyarakat dilakukan dengan cara Initial Public Offering (IPO). IPO adalah proses penawaran saham perusahaan kepada masyarakat untuk pertama kalinya. Setelah proses IPO, selanjutnya saham-saham tersebut akan dicatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Seluruh perusahaan yang listing di BEI harus menyajikan laporan keuangan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) serta sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia. Laporan keuangan dapat diartikan sebagai suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas (PSAK No.1, 2012). Menurut PSAK No.1 (2012), laporan keuangan yang lengkap terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan, dan laporan posisi keuangan pada awal periode. Laporan keuangan tersebut akan digunakan sebagai sarana komunikasi dengan pihak–pihak yang berkaitan dengan data keuangan dan aktivitas perusahaan, serta untuk menyampaikan informasi keuangan mengenai pertanggungjawaban pihak manajemen terhadap pemenuhan kebutuhan pihak-pihak eksternal mengenai informasi kinerja 1
perusahaan seperti informasi mengenai laba perusahaan. Sehingga tujuan laporan keuangan berdasarkan PSAK No.1 (2012) adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Dalam laporan keuangan terdapat parameter yang digunakan oleh pemegang saham untuk mengukur kinerja manajemen perusahaan sebagai pertanggung jawaban manajemen dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka yaitu informasi laba yang terkandung dalam laporan laba rugi (Boediono, 2005). Laporan laba rugi merupakan salah satu komponen laporan keuangan yang sangat penting karena menjabarkan unsur-unsur pendapatan atau penerimaan dan beban perusahaan sehingga menghasilkan suatu laba (laba neto atau laba bruto) maupun rugi. Informasi mengenai laba tersebut bermanfaat bagi pemakai laporan keuangan untuk mengetahui kemampuan dan kinerja keuangan perusahaan serta sebagai sinyal dalam proses pembuatan keputusan ekonomi oleh pengguna laporan keuangan. Menurut Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) No.1, informasi laba merupakan indikator untuk mengukur kinerja atas pertanggungjawaban manajemen dalam mencapai tujuan operasi yang telah ditetapkan serta membantu pemilik untuk memperkirakan earnings power perusahaan dimasa yang akan datang. Informasi laba sering menjadi target rekayasa melalui tindakan oportunis manajemen untuk memaksimumkan kepuasaannya. Tindakan yang mementingkan kepentingan sendiri (opportunistic) tersebut dilakukan dengan cara memilih kebijakan akuntansi 2
tertentu, sehingga laba dapat diatur, dinaikkan atau diturunkan sesuai keinginannya. Sehingga informasi yang terkandung dalam laba memiliki peran penting dalam menilai
kinerja
perusahaan
dalam
satu
periode
serta
sebagai
sarana
pertanggungjawaban manajemen dalam pengelolaan sumber dana stockholders. Informasi terhadap laba yang telah dipublikasikan dapat memberikan respon yang bervariasi, respon tersebut timbul akibat adanya reaksi pasar terhadap informasi laba tersebut (Cho dan Jung dalam Jang et al 2007). Reaksi yang diberikan tersebut tergantung dari kualitas laba yang dihasilkan perusahaan, dengan kata lain laba yang dihasilkan memiliki kekuatan respon. Kuatnya reaksi pasar terhadap informasi laba tercermin dari tingginya Earnings Response Coefficients (ERC), yang menunjukkan laba yang dilaporkan berkualitas (Jang et al, 2007). Demikian sebaliknya, lemahnya reaksi pasar terhadap informasi laba dapat tercermin dari rendahnya ERC, yang menunjukkan laba kurang informatif bagi investor untuk membuat keputusan ekonomi ( Kusumawardhani dan Nugroho, 2010). Sehingga tinggi rendahnya ERC sangat ditentukan oleh kekuatan respon yang tercermin dari informasi yang terkandung dalam laba (Boediono, 2005). Informasi laba sebagai produk informasi yang dihasilkan perusahaan, tidak terlepas dari proses penyusunannya. Kebijakan dan keputusan yang diambil dalam rangka proses penyusunan laporan keuangan terutama laba, akan mempengaruhi kualitas laba (Indrawati dan Yulianti, 2010). Laba yang memiliki kemampuan untuk memberikan respon kepada pasar menunjukkan kualitas dari informasi laba, yang diukur dengan ERC (Boediono, 2005). Laba yang berkualitas adalah laba yang dapat 3
mencerminkan kelanjutan laba di masa depan dan dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya (Djamaluddin, 2008), jika laba yang dilaporkan tidak sesuai dengan kinerja perusahaan yang sebenarnya maka informasi laba tersebut menjadi bias, yang akibatnya dapat membuat kesalahan pembuatan keputusan oleh para pemakainya seperti investor dan kreditor. Sehingga salah satu cara agar laba yang dihasilkan perusahaan sesuai dengan kinerja perusahaan adalah dengan diterapkan Good Corporate Governance. Good Corporate Governance merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham, dan stakeholders lainnya. Good Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai susunan aturan yang menentukan hubungan antara pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan, dan stakeholders internal maupun eksternal yang lain sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya (Forum for Corporate Government in Indonesia (FCGI), 2003). Good Corporate Governance sangat diperlukan untuk memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan, meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional, meningkatkan kepercayaan para investor dalam menghadapi persaingan bisnis yang semakin ketat, serta menerapkan etika bisnis secara konsisten yang dapat mewujudkan iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan. 4
Pelaksanaan Good Corporate Governance diharapkan sebagai sarana untuk menjadikan perusahaan secara lebih baik, antara lain dengan menghambat praktikpraktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), melaksanakan peraturan perundangundangan dan penegakan hukum secara konsisten, mendorong efisiensi pengelolaan perusahaan, meningkatkan kualitas struktur pengelolaan dan pola kerja perusahaan yang didasarkan pada asas Good Corporate Governance yang berkesinambungan dan sebagai sarana bagi perusahaan untuk mematuhi peraturan-peraturan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006). Dalam membangun suatu budaya bisnis yang sehat, setiap perusahaan harus menerapkan prinsip dasar Good Corporate Governance di perusahaan seperti transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), keadilan (fairness), kemandirian (independency) dan pertanggungjawaban (responsibility). Transparency, yaitu dengan adanya keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan serta terbuka dalam memberikan informasi mengenai keadaan perusahaan secara relevan. Accountability, dengan mendorong optimalisasi peran dewan direksi dan dewan komisaris dalam menjalankan tugas dan fungsinya secara professional. Fairness, menjamin adanya perlakuan adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Prinsip ini menekankan bahwa semua pihak, yaitu baik pemegang saham minoritas maupun asing harus diberlakukan sama. Independency diperlukan untuk melancarkan pelaksanaan asas Good Corporate Governance, sehingga perusahaan harus dikelola secara independen oleh masing-masing organ perusahaan, tidak saling 5
mendominasi serta tidak dapat diintervensi oleh pihak lain dan responsibility berarti memastikan kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Dalam hal ini perusahaan memiliki tanggungjawab sosial terhadap masyarakat atau stakeholders dan menghindari penyalahgunaan kekuasaan dan menjujung etika bisnis serta tetap menjaga lingkungan bisnis yang sehat (Forum for
Corporate Governance in
Indonesia, 2001). Selain prinsip dasar Good Corporate Governance yang digunakan untuk membangun sebuah bisnis yang sehat, diperlukan juga sebuah mekanisme pengendalian dalam penerapan Good Corporate Governance di sebuah perusahaan. Mekanisme Good Corporate Governance ini memiliki kemampuan dalam menghasilkan suatu laporan keuangan yang memiliki kandungan informasi laba (Boediono, 2005). Mekanisme Good Corporate Governance yang digunakan dalam menghasilkan suatu laporan keuangan yang memiliki kandungan informasi laba adalah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan komposisi dewan komisaris. Adanya kepemilikan saham oleh manajer, diharapkan bahwa manajer akan bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal karena manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya untuk memperoleh laba yang berkualitas (Kawatu, 2009). Kepemilikan manajerial dikaitkan dengan kualitas laba karena kualitas laba yang dilaporkan oleh perusahaan dapat dipengaruhi oleh kepemilikan saham manajer. Dengan meningkatnya kepemilikan saham manajemen maka insentif terhadap 6
kemungkinan terjadi perilaku oportunistik manajer akan berkurang sehingga perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan manajemen akan berkurang serta permasalahan keagenan juga diasumsikan hilang karena manajer juga dianggap sebagai seorang pemilik perusahaan atau investor. Hal ini sesuai dengan penelitian Siallagan (2006) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial secara positif berpengaruh terhadap kualitas laba. Kepemilikan institusional dinilai dapat meningkatkan efektifitas pengelolahan sumber daya perusahaan oleh manajemen dapat diketahui dari informasi yang dihasilkan melalui reaksi pasar atas pengumuman laba (Boediono, 2005). Dikaitkannya kepemilikan institusional dengan kualitas laba karena dengan adanya kepemilikan institusional maka investor institusional akan melakukan monitoring terhadap tindakan manajemen sehingga manajer sulit untuk memanipulasi atau memperdaya investor institusional dalam penggunaan sumber daya perusahaan. Komposisi dewan komisaris merupakan salah satu karakteristik dewan yang berhubungan dengan kandungan informasi laba. Melalui perannya dalam fungsi pengawasan, komposisi dewan komisaris dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan sehingga dapat diperoleh informasi laba yang berkualitas (Indrawati dan Yulianti, 2010) dan kemungkinan terhindar dari kecurangan laporan keuangan (Boediono, 2005). Dikaitkannya komposisi dewan komisaris dengan kualitas laba karena dengan adanya komposisi dewan komisaris ini, menunjukan bahwa perusahaan yang memiliki presentase dewan komisaris eksternal atau dewan komisaris yang bukan merupakan pihak terafiliasi yang biasa disebut 7
sebagai komisaris independen. Dengan adanya komisaris independen diharapkan dapat menjamin agar mekanisme pengawasan terhadap proses penyusunan laporan keuangan berjalan secara efektif sesuai dengan perundangundangan sehingga dapat menyediakan laporan keuangan yang reliable. Dengan laporan keuangan yang reliable maka informasi laba perusahaan yang dihasilkan dapat digunakan oleh pengguna informasi keuangan untuk pembuatan keputusan ekonomi. Namun hal ini tidak sesuai dengan penelitian Siallagan (2006) yang menyatakan bahwa dewan komisaris secara negatif berpengaruh terhadap kualitas laba. Penelitian ini merupakan replikasi penelitian yang dilakukan Siallagan (2006). Dalam penelitian ini terdapat perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Siallagan (2006) yaitu: 1. Variabel dependen. Pada penelitian Siallagan (2006) menggunakan nilai perusahaan sebagai variabel dependen, sedangkan dalam penelitian ini, menggunakan kualitas laba sebagai variabel dependen. Kualitas laba dipilih sebagai variabel dependen, karena pada penelitian Siallagan (2006) dinyatakan bahwa kualitas laba bukan merupakan variabel pemediasi pada hubungan antara mekanisme Good Corporate Governance dan nilai perusahaan. Dalam penelitian Siallagan (2006), kualitas laba diukur dengan Discretionary Accrual dengan menggunakan model Jones, namun dalam penelitian kualitas laba diukur dengan menggunakan Earnings Response Coefficient sesuai dengan penelitian Kusumawardhani dan Nugroho (2010)
8
2. Variabel Independen. Pada penelitian Siallagan (2006) tidak menggunakan kepemilikan institusional sebagai variabel independen yang merupakan bagian dalam mekanisme Good Corporate Governance, sehingga penelitian ini mencoba menguji pengaruh dari kepemilikan insitusional terhadap kualitas laba perusahaan. Dalam penelitian Siallagan (2006) menggunakan variabel komite audit yang merupakan bagian dari mekanisme good corporate governance terhadap kualitas laba. Namun dalam penelitian ini tidak memasukkan variabel komite audit. Hal ini dikarena seluruh perusahaan publik wajib membentuk komite audit sesuai dengan Keputusan Ketua Bapepeam-LK, Nomor IX.I5 Tahun 2004. 3. Periode penelitian. Siallagan (2006) menggunakan periode penelitian 20002004, sedangkan penelitian ini menggunakan periode penelitian 2010-2011. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka timbul ketertarikan untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Kualitas Laba Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2011.”
9
B. BATASAN MASALAH Dalam penelitian ini akan dilakukan pembatasan terhadap masalah yang akan diteliti seperti objek penelitian dan tahun penelitian. Objek dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang termasuk dalam subsektor industri dasar dan kimia serta barang konsumsi yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2010 sampai dengan tahun 2011.
C. RUMUSAN MASALAH 1. Apakah mekanisme Good Corporate Governance dalam hal kepemilikan manajerial berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas laba? 2. Apakah mekanisme Good Corporate Governance dalam hal kepemilikan institusional berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas laba? 3. Apakah mekanisme Good Corporate Governance dalam hal komposisi dewan komisaris berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas laba? 4. Apakah mekanisme Good Corporate Governance yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan komposisi dewan komisaris secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas laba?
10
D. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1.Untuk mengetahui secara empiris mengenai pengaruh mekanisme Good Corporate Governance dalam hal kepemilikan manajerial terhadap kualitas laba. 2.Untuk mengetahui secara empiris mengenai pengaruh mekanisme Good Corporate Governance dalam hal kepemilikan institusional terhadap kualitas laba. 3.Untuk mengetahui secara empiris mengenai pengaruh mekanisme Good Corporate Governance dalam hal komposisi dewan komisaris terhadap kualitas laba. 4.Untuk mengetahui secara empiris mengenai pengaruh mekanisme Good Corporate Governance yaitu kepemilikan majerial, kepemilikan institusional, dan komposisi dewan komisaris secara bersama-sama terhadap kualitas laba.
E. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Akademisi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan gambaran mengenai perkembangan mekanisme Good Corporate Governance secara konseptual yang dapat mempengaruhi kualitas laba perusahaan di Indonesia. 2. Perusahaan yang telah go public 11
Bagi perusahaan yang telah go public, dengan adanya penelitian ini dapat membantu perusahaan dalam menyikapi segala fenomena yang terjadi, terkait dengan mekanisme Good Corporate Governance dan kualitas laba, serta pentingnya penerapan Good Corporate Governance di perusahaan dalam mengukur kinerja perusahaan dalam memperoleh laba. 3. Penelitian selanjutnya Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya mengenai mekanisme Good Corporate Governance dan kualitas laba.
F. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab, sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini menyajikan latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II
: TELAAH LITERATUR Bab ini menyajikan landasan teori dan penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, serta pengembangan hipotesis.
BAB III
: METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisi gambaran umum objek penelitian, metode penelitian variabel penelitian dan definisi operasional penelitian, teknik 12
pengumpulan data, teknik pengambilan data serta metode analisis data. BAB IV
: ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi paparan hasil-hasil dari penelitian, dari tahap analisis, desain, hasil pengujian hipotesis dan implementasinya, berupa penjelasan teoritis, baik secara kualitatif dan atau kuantitatif
BAB V
: SIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi simpulan, keterbatasan penelitian dan saran terhadap penelitian yang dilakukan.
13